Beranda / Romansa / Jenazah Suamiku / Bab 6 : Mabuk Kendaraan

Share

Bab 6 : Mabuk Kendaraan

Penulis: Naffa Aisha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-22 15:26:29

Jenazah Suamiku

Bab 6 : Mabuk Kendaraan

"Kita mau ke mana, Bu?" tanya Winka saat dia sudah kupakaikan jilbab dari gamis lebaran dua tahun lalu, yang dibelikan oleh almarhum Bang Wawan saat izin ke Kota untuk menemui temannya dulu.

"Kita akan pergi ke suatu tempat, Nak, dan Ibu akan kerja di sana. Tapi ... cuma hari ini aja kok, sore nanti kita akan diantar pulang. Nah ... Kamu udah cantik, tinggal Ibu lagi yang harus ganti pakaian." Aku tersenyum kepadanya.

"Apa kita akan pergi naik mobil pria mirip Ayah, Bu?" Raut wajah Winka terlihat senang sekali.

"Dia tak mirip Ayahmu, Ayah orang baik ... Sedangkan pria itu ... Dia orang jahat. Kita harus hati-hati, Nak!" jawabku sambil menarik baju dari dalam lemari plastik yang sudah sobek-sobek itu.

"Oh ... Dia orang jahat." Wajah Winka langsung berubah murung sambil melangkah keluar dari kamar.

Aku menghela napas berat, dia masih sangat kecil dan takkan mengerti jika kujelaskan maksud pria itu menjemput kami. Ah, sudahlah, aku harus cepat berkemas.

Oh iya, amplop uang itu ... Mataku langsung tertuju pada amplop yang diberikan wanita bergamis putih beberapa minggu yang lalu. Bisa jadi, dia adalah mamanya Si Tuan Rentenir yang dimaksud 'Nyonya' oleh Pak Jaja.

Dengan dahi yang berkerut, kuhitung kembali jumlahnya karena takut berkurang. Walau aku tak ada mengambilnya barang sehelai pun, kalau hilang berarti ada tuyul yang ambil ini. Aku jadi risih campur takut juga, jantung jadi berdebar tak karuan. Aku paling takut dengan masalah yang melibatkan uang ini, sebab aku takkan mampu untuk menggantinya.

Satu, dua, tiga, empat, ... Sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, ... Dua puluh. Alhamdulillah, jumlahnya masih dua puluh lembar, kudekap amplop itu di dada dengan hati yang lega.

Mataku kini mencari tas kecil yang bisa kugunakan untuk menempatkan amplop tebal ini agar aman. Pokoknya uang ini harus kukembalikan kepada wanita itu, sudah cukup hutang Bang Wawan yang ada padanya dan aku tak mau menambahinya lagi.

Aku segera keluar dari kamar lalu menutup pintu dapur juga jendelanya. Winka sudah tak ada lagi di ruang tengah ini, ke mana dia?

"Pak Jaja, lihat putri saya?" tanyaku kepada Pak Jaja yang ternyata duduk di depan pintu.

"Dik Winka sudah di mobil, Mbak," jawabnya sambil bangkit dari duduknya dan berdiri.

"Oh .... " Aku segera menoleh ke arah mobil hitam itu, artinya putriku ada di dalam sana bersama pria arrogant itu.

"Mbak Wulan, biar saya bantu buat gembok pintunya." Pak Jaja membantuku memasangkan gembok kecil pada pintu rumah gubukku.

Aku mengangguk dan membiarkan pria paruh baya itu membantuku.

"Ayo, Mbak, kita segera berangkat!" ujar Pak Jaja.

Aku melangkah di depannya lalu berbelok ke arah makam Bang Wawan. Aku harus pamit dulu dengannya, walau ia kini sudah tiada, tapi aku tetap menganggapnya ada.

"Bang, aku dan Winka pamit pergi dulu. Aku akan mencicil hutangmu pada orang kaya itu, aku ... Takkan marah atau juga menyalahkanmu atas hutang-hutang ini. Aku yakin ... Kamu orang yang baik, dan jika benar kamu berhutang kepada mereka pun ... Semuanya pasti ada alasannya." Kuusap nisan almarhum suamiku.

Entah cuma perasaanku atau cuma halusinasi, aku seperti melihat jenazah Bang Wawan tersenyum di dalam kuburnya. Dia seperti melambaikan tangan dan mengucapkan 'hati-hati di jalan.'

"Mbak Wulan, ayo!" Suara Pak Jaja mengagetkan dan membuat buyar acara pamitanku kepada Bang Wawan.

"Hmm ... Ayo, Pak!" Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya menuju mobil.

Pintu mobil terbuka dan Pak Jaja mempersilakanku untuk masuk.

"Ibu .... " Winka berteriak kepadaku, ternyata ia sudah duduk di samping pria berjaket hitam, celana hitam dan kacamata hitam. Tak salah lagi, dia ini memang penjahat karena selalu berpakaian serba hitam. Hitam itu identik dengan kejahatan. Sayangnya, kenapa juga wajahnya mesti mirip suamiku. Itu yang sangat kusesalkan.

Melihat kedatanganku, Tuan Rentenir alias penjahat berpakaian serba hitam itu segera berpindah duduk ke kursi depan, di samping supir.

"Ayo, Bu, duduk di dekat Winka." Winka menarikku masuk.

Aku duduk di sampingnya dan mobil berhawa sejuk ini mulai melaju. Ya Tuhan, aku menggigil.

"Bu, itu rumah Bu RT, itu Kakek dan Nenek. Itu rumahnya teman Winka ... Bla ... Bla ... Bla .... " Winka tak hentinya mengoceh, dia terlihat begitu senang dan aku hanya mengangguk saja.

Usai menunjuk rumah orang-orang yang ia kenal, Winka melanjutkan dengan memuji mobil yang sekarang sedang membawa kami. Ia tak hentinya berceloteh.

Aku yang memang tak pernah naik mobil, mulai merasakan kepalaku pusing dengan perut yang terasa diobok-obok. Ya Allah, aku mabuk sepertinya. Woeekk ... Aku berusaha menahan rasa mual.

"Ibu kenapa? Pak supir, Om Restu ... Tolong ... Ibunya Winka sakit .... " teriak Winka sambil meraih tanganku.

"Kepala Ibu pusing, Nak," jawabku dengan memejamkan mata.

"Menepi dulu, Pak!"

"Baik, Tuan."

Mobil berhenti dan pintunya terbuka. Aku segera keluar dan menumpahkan isi perut. Ya Allah, lagi dan lagi, aku terus menguras isi perut hingga terasa agak lega walau kepala masih terasa berputar-putar.

"Ibu ... Ibu nggak kenapa-kenapa 'kan?" Terdengar isak tangis dari Winka di belakangku.

Aku memegangi dada dengan napas yang tersengal-sengal, perutku terasa plong.

"Ibu nggak apa-apa, Nak." Aku segera menoleh ke belakang.

Winka langsung memelukku, ternyata ia berdiri di belakangku sedari tadi.

Tuan Rentenir turun dari mobil dan mengulurkan sebotol air mineral ke hadapanku.

"Apa ini?" tanyaku basa-basi, padahal aku sudah tahu kalau itu air.

"Racun!" jawabnya ketus dan memberikan air itu kepada Winka.

Aku melengos kesal, dasar penjahat! Maunya apa sih tuh orang!

"Minum dulu, Bu!" Winka mengulurkan botol air minum itu kepadaku.

Kutatap botol air minum itu sebelum menenggaknya. Bagaimana mungkin ia mengatakan ini racun? Dasar orang aneh!

"Mbak Wulan, ini obat mabuk kendaraan dari Tuan. Langsung diminum saja sebelum kita lanjutkan perjalanan," ujar Pak Jaja seraya memberikan obat kepadaku.

"Berapa lama lagi kita akan sampai, Pak?" tanyaku sambil membaca nama obat dari Pak Jaja.

"Masih satu jam lagi, Mbak, ini baru setengah jalan," jawabnya.

"Emangnya ... Berapa lama perjalanan dari desa saya ke rumah Nyonyanya Pak Jaja?" tanyaku lagi.

"Kurang lebih dua jam-an, Mbak. Buruan diminum obatnya, Mbak Wulan, biar kita bisa lanjutkan perjalanan." Pak Jaja berkata lembut.

Aku mengangguk dan segera meminum obat anti mabuk itu, lalu masuk kembali ke dalam mobil dengan harapan tak lagi mengalami sakit yang tadi sebab ternyata perjalanan masih panjang. Satu jam itu lama bagiku yang pemabuk ini. Ya Allah, kuatkan hamba. 

***

"Akhirnya sampai juga, Alhamdulillah."

"Winka, sini, Sayang!"

"Gimana keadaan Wulan?"

"Mbak Wulan tertidur itu, saya nggak enak buat bangunin."

Begitulah suara samar-samar yang terdengar saat aku hendak membuka mata.

Aku mengerjap beberapa kali sambil memegangi kepala yang terasa masih berat. Ya Allah, penyakit mabuk kendaraan ini rasanya seperti mau mati saja. Pulang nanti aku nggak mau diantar naik mobil lagi, mau minta dipanggilin ojek saja.

Setelah kepala terasa agak enak, aku segera turun dari mobil yang ternyata hanya tinggal aku seorang diri saja di dalam kendaraan yang sudah membuatku menggigil juga mabuk ini.

Winka--putriku, ada di mana dia?

Masyallah ... Ada di mana aku sekarang? Masa iya ini mimpi? Lalu bangunan megah di depanku ini ... Apa? Aku terbengong, sebab rumah-rumah di desaku tak ada yang seperti istana begini.

Bersambung ....

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Esnah Renasari
harus pake koin yah..kirain cukup pake wifi ajh
goodnovel comment avatar
Henry Dyrga
ceritanya sangat mengharukan,lanjutkan...
goodnovel comment avatar
Nest Atmadja1704
sudah bisa ketebak ceritanya,...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Jenazah Suamiku   Bab 7 : Rumah Nyonya

    Jenazah SuamikuBab 7 : Rumah Nyonya"Mbak Wulan, ayo masuk!" Sebuah suara segera membuatku tersadar."Eh, Pak Jaja .... " ujarku saat melihat Pak Jaja dan seorang wanita berseragam sama dengan pria paruh baya itu."Mbak Wulan, kenalkan ini istri saya ... Namanya Yani. Dia ini kepala Asisten Rumah Tangga di rumah ini." Pak Jaja menunjuk wanita di sebelahnya yang ternyata adalah istrinya."Selamat datang, Mbak Wulan." Wanita bernama Yani itu tersenyum ramah kepadaku. "Ayo, masuk ke dalam!""Hmm ... Pak Jaja ... Winka--putri saya mana, ya?" tanyaku dengan mengedarkan pandangan ke sekeliling."Dik Winka ada di dalam. Ayo, kita masuk, Mbak Wulan!" Yani--istrinya Pak Jaja yang menjawab, ia langsung menggandeng tanganku dan melangkah menuju rumah megah di hadapan kami.Aku mengangguk dan menurut saja, dengan mengedarkan pandangan ke sekitar. Katanya di rumah ini mau ada acara, tapi kok sepi-sepi aja."Assalammualaikum," ucapku

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-23
  • Jenazah Suamiku   Bab 8 : Jalan Kaki

    Jenazah SuamikuBab 8 : Jalan Kaki"Mbak Wulan, acaranya akan dimulai pukul 15.30. Ini pakaian ganti dari Nyonya, kita akan berangkat pukul 15.15, setelah sholat ashar." Yani masuk ke dalam kamar istirahatku bersama Winka."Jadi, acaranya bukan di rumah ini, Bu Yani? Lalu kapan saya disuruh kerjanya? Kok malah disuruh rebahan di kamar saja? Terus ... Kok disuruh ganti pakaian segala? Apa ini pakaian khas pelayan rumah ini?" Aku yang baru saja terkejut dari tidur segera melontarkan pertanyaan bertubi kepada wanita bertubuh ideal itu, walau usianya tak lagi muda."Hmm ... Bisa jadi ... Kurang lebih ... Demikianlah .... " Bu Yani menjawab dengan menahan senyum.Ah, semua orang di rumah ini semakin aneh saja. Masa jawabnya begitu, hadeehh."Saya permisi dulu, Mbak Wulan!" Yani--Si Kepala Asisten Rumah Tangga melangkah menuju pintu.Aku membuang napas kasar dan menatap Winka yang masih tertidur. Duh, untung aja ada selimut tebal, kalau ngg

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-23
  • Jenazah Suamiku   Bab 9 : Acara Selesai

    Jenazah SuamikuBab 9 : Acara Selesai"Udah puas belum jalan kakinya? Ayo naik!"Tiba-tiba terdengar suara pria kejam itu di sampingku. Aku menghentikan langkah sambil menyeka keringat di dahi, kesal dan sakit hati beradu jadi satu tapi pastinya aku takkan berani marah kepadanya. Kukepalkan tangan dengan kesal sambil meliriknya."Mau naik atau saya tinggal?!" katanya sambil mengulurkan helm ke arahku.Aku menarik napas panjang dan menatapnya yang kini duduk di atas motor gede berwarna hitam. Nah, 'kan ... Hitam lagi. Apa nggak ada yang warna merah, pink, hijau, biru, coba?"Pertanyaan terakhir, mau naik atau tidak?!" katanya lagi.Tanpa sempat berpikir lagi, segera kutarik helm dari tangannya lalu memasangnya ke kepala. Kuhembuskan napas kasar, lalu naik ke boncengan belakang pria kejam, kasar, arrogant, gila, kurang waras, dan segala umpatan deh untuk dia.Motor mulai melaju dengan kecepatan sedang, aku sengaja duduk aga

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-23
  • Jenazah Suamiku   Bab 10 : Pembicaraan Dua Orang

    Jenazah SuamikuBab 10 : Pembicaraan Dua Orang"Wulan, malam ini kamu dan Winka menginap di sini, ya? Besok pagi baru diantar Pak Jaja dan Restu pulang." Nyonya Hera menghampiriku."Aduh ... Nyonya ... Gimana, ya?" Aku jadi bimbang."Nurut saja, besok diantar pulang kok. Ayo!" Nyonya Hera menggandeng tanganku."Tapi ... Nyonya .... " Perasaanku jadi tak enak saja."Nggak usah tapi-tapian, malam ini nginap di sini dulu." Nyonya Hera mengantarku ke kamar istirahat tadi."Baiklah, Nyonya. Hmm ... Nyonya ... Sebenarnya ... Almarhum Bang Wawan ada hutang apa sih sama keluarga Nyonya? Hmm ... Maksud saya ... Hutangnya itu berapa banyak?" tanyaku sambil menarik tangan Nyonya Hera untuk duduk di atas tempat tidur."Hmm ... Masalah hutang itu .... ""Ibu udah datang .... "Belum sempat Nyonya Hera menjawab, Winka sudah berlari masuk ke dalam kamar dan memelukku."Nak, Ibu lagi bicara sama Nyonya Hera. Kamu udah wudh

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-23
  • Jenazah Suamiku   Bab 11 : Pulang

    Jenazah SuamikuBab 11 : Pulang"Ma, Restu berangkat dulu, udah mepet ini waktunya." Pria arrogant itu segera masuk ke dalam mobil saat melihatku mendekat ke arah mereka.Mobil hitam itu melaju pergi, meninggalkan perkarangan rumah mewah milik Nyonya Hera yang tak pernah terlihat suaminya itu. Mungkinkah dia janda sama sepertiku? Ah, kembali ke inti permasalahan."Wulan, kamu dan Winka pulang diantar Pak Jaja. Restu--putra saya tak bisa ikut mengantar, dia ada rapat penting pagi ini di kantornya," ujar Nyonya Hera."Hmm ... Iya, Nyonya, nggak apa-apa," jawabku."Ayo, saya antar ke mobil!" Dia hendak menggandeng tangan ini tapi aku sudah terlebih dahulu menarik tangannya."Nyonya ... Ada hal penting yang ingin saya tanyakan kepada anda .... " ujarku dengan debaran keras di dada, tangan ini mendadak dingin. Aku orangnya mudah gugup dan agak sulit bicara, walau terkadang agak bawel. Aku juga tak mengerti tentang sifatku ini yang terkadan

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-23
  • Jenazah Suamiku   Bab 12 : Ponsel dari Eyang

    Jenazah SuamikuBab 12 : Ponsel dari EyangPerjalanan pulang ini tak setragis waktu pergi kemarin karena aku dan Winka tertidur sepanjang jalan. Baru tersadar ketika dibangunkan Pak Jaja karena ternyata mobil sudah berhenti di depan rumah."Dari mana kalian berdua ini pakai diantar pakai mobil segala?" Bang Wahyu menghentikan motornya di depan rumah saat mobil Pak Jaja sudah berlalu pergi."Winka, kamu masuk dulu sana, itu rumah kita udah dibukakan Pak Jaja," ujarku kepada Winka. Iya, Pak Jaja yang baik itu telah membukakan pintu rumah, dan membawakan masuk semua perbekalan dari Nyonya Hera yang aku pun tak tahu apa saja yang ia berikan itu."Hey, bengong saja kamu! Kesambet arwahnya Wawan apa?!" Bang Wahyu mengibas-ngibaskan tangannya di hadapanku."Hihiii ... Aku bukan Wawan, tapi aku adalah penunggu pohon jambu di depan rumahmu!!!" Aku pura-pu

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-24
  • Jenazah Suamiku   Bab 13 : Cerita Masa Lalu

    Jenazah SuamikuBab 13 : Cerita Masa Lalu"Aku sangat yakin kalau itu adalah suara dering ponsel yang berasal dari dalam kamar ini." Kak Wati bergerak cepat menuju kamar kami yang hanya bertutupkan tirai itu."Kak Wati!" Aku segera menghalanginya untuk masuk."Wulan, minggir kamu, aku mau lihat benda apa itu? Kamu sudah pandai main rahasia-rahasiaan, ya, sama Kakak sendiri!!" Kak Wati melototiku."Kak, jangan sembarangan masuk kamar orang begini! Aku nggak suka dan nggak akan izinkan Kakak mengacak-ngacak isi kamar kami!" Aku balas melototi wanita bertubuh subur-makmur itu."Aku mau lihat sumber suara itu, pasti ponsel 'kan, ya? Mengaku saja! Dapat dari mana kamu barang mahal itu?!" Kak Wati berkacak pinggang dengan bola mata garangnya."Nggak ada apa-apa di kamar, sebaiknya Kak Wati dan Ibu pulang deh!" Aku menggiring mereka menuju pintu.Kak Wati melengos kesal karena telah gagal masuk kamar dan kini malah kudorong keluar dar

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-24
  • Jenazah Suamiku   Bab 14 : Perjanjian Dua Saudara

    Jenazah SuamikuBab 14 : Perjanjian Dua Saudara"Bu Hera, saya hanya mencintai almarhum Bang Wawan saja dan takkan bisa mengabulkan keinginan Ibu untuk menikah dengan Tuan Restu. Walau wajah mereka mirip, tapi mereka orang yang berbeda," ujarku tiba-tiba setelah sama-sama diam beberapa saat."Tapi, Restu sudah berjanji kepada Wawan untuk menikahi kamu, Wulan!" Bu Hera menggenggam tanganku."Bang Wawan tega ... Menyuruh saudara kembarnya menikahi istri jandanya?" Aku menitikkan air mata mendengarnya, perasaan jadi tak menentu. Antara kesal juga sesak."Jangan salah paham, Wulan! Itu isi dari perjanjian mereka, karena pada awalnya ... Wawan melarang kami menemui kalian meski ia sudah tak ada pun. Akan tetapi Restu tetap ngotot, karena demi Wawan ... ia telah banyak berkorban. Tapi ... Wawan malah meminta Restu menikahi kamu sekalian jika tetap ngotot menemui kamu, Winka, juga makamnya." Bu Hera kembali berkata.Ya Tuhan, kepalaku semakin mumet

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-24

Bab terbaru

  • Jenazah Suamiku   Extra Part 2

    Jenazah SuamikuExtra Part 2"Ini martabak setannya udah jadi, buruan dicicipin. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita ke rumah sakit." Restu menghampiri Wulan sambil membawa sepiring martabak hasil buatannya."Kok bentuknya aneh gini sih, Mas?" Wulan yang sedang meringis sambil mengusap perutnya langsung mencebik."Dicicipi, jangan cuma dilihatin aja! Pasti enak itu rasanya," jawab Restu sambil menoleh sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi.Dengan wajah yang cemberut, Wulan mengambil sepotong martabak yang bentuknya amat jelek itu lalu menggigitnya sedikit."Hmm ... Enak juga, pedesnya mantap." Wulan menyunggingkan senyum sambil mengambil satu martabak lagi dan melahabnya dengan nikmat.Rasa nyeri di perut juga pinggangnya hilang sudah, yang ada hanya rasa kenyang juga puas akan tujuh potong martabak yang sudah berpindah ke dalam perutnya. Karena saking nikmatnya, Wulan sampai mencicipi jarinya satu persatu."Sayang, masih ad

  • Jenazah Suamiku   Extra Part 1

    Jenazah SuamikuExtra Part 1Yudhi kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi ia sangat senang bisa menghabiskan waktu seminggu untuk berbulan madu bersama Stefanny--wanita yang sudah kumpul kebo beberapa bulan dengannya itu sebelum akhirnya ia putuskan untuk menikahinya secara siri setelah testpack garis dua yang menandakan hubungan mereka selama ini telah menghasilkan seorang janin. Sedangkan di satu sisi, ancaman dari Shela sungguh membuatnya risih, ia tak mau kehilangan istri yang sudah memberinya dua anak yang tampan juga cantik.Saat tiba di depan pagar rumah, Yudhi langsung menghentikan mobilnya. Di sana terlihat sebuah koper yang membuatnya penasaran akan milik siapa.Yudhi langsung turun dan membunyikan bel, lalu mengintip ke dalam lewat celah pagar.Satpam rumahnya terlihat acuh dan sibuk dengan ponsel saja."Pak Dadang, bukain pagarnya!" ujar Yudhi dengan setengah berteriak sam

  • Jenazah Suamiku   Bab 63 (Tamat)

    Jenazah SuamikuBab 63 (Tamat)Restu menjemput Winka ke Kota zzz, ia ingin meyakinkan kalau anak kecil mirip Winka yang ada di rumahnya bersama mereka selama ini adalah palsu.Ketika tiba di rumah sakit tempat Winka dirawat, Restu hanya mendapati Yudhi saja di sana. Stefanny sudah ia antar ke hotel dulu agar situasi tetap aman."Ayah." Winka tersenyum senang kala membuka matanya pagi ini, sebab ayah yang ia rindu ada di depan mata."Kita akan pulang, Nak. Ayah senang kamu kembali." Restu mengusap pucuk kepala putri sambungnya itu."Winka lebih senang lagi. Gimana kabar Ibu? Dede bayi kembar udah lahir belum?" tanya Winka polos."Belum, Nak, Dede bayinya nunggu kakaknya pulang dulu baru deh lahir." Restu tersenyum, ia semakin yakin kalau yang depannya sekarang adalah Winka yang asli."Winka kangen Ibu, Oma Hera, Oma Rani juga Eyang. Winka kangen rumah .... " Winka menahan air matanya."Semua juga kangen kamu, Nak. Kita ak

  • Jenazah Suamiku   Bab 62 : Bertemu

    Jenazah SuamikuBab 62 : Bertemu"Yudhi, Winka kenapa? Kamu ketemu dia di mana?" tanya Restu yang segera tersadar dan meredam kemarahannya kepada sang asisten."Aku ketemu Winka di jalan, Res. Maaf, tadi ... mobilku tak sengaja menyerempet dia saat menyeberang tiba-tiba," jelas Yudhi."Terus ... Winka nggak apa-apa 'kan?" Restu beranjak dari kursi kerjanya, ia semakin cemas dengan keadaan Winka."Nggak apa-apa, cuma geger otak ringan kata Dokter. Nginap di RS malam ini aja, besok pagi udah boleh pulang. Jadi, rencananya besok aku akan bawa Winka pulang ke Kota kita," ujar Yudhi."Hmm ... aku akan ke sana, menjemput Winka. Aku ke bandara sekarang," ujar Restu tanpa berpikir lagi."Res, biar aku yang bawa pulang Winka. Kamu dan Wulan tunggu di rumah saja. Winka akan baik-baik saja bersamaku," ujar Yudhi dengan menelan ludah, ia menyangka kalau Restu akan mau menyusul ke sini."Hey, Winka itu putriku dan aku takkan bisa cuma tingg

  • Jenazah Suamiku   Bab 61 : Runyam

    Jenazah SuamikuBab 61 : Runyam"Maaf, Pak, ada yang ingin bertemu." Pak Andre--asisten sementara pengganti Yudhi, mendorong pintu ruangan Restu setelah mengetuknya berkali-kali tapi tapi tak mendapat respon."Siapa? Saya sedang sibuk dan tak sempat bertemu dengan siapa pun. Ambil laporan itu dan segera perbaiki, dan harus selesai hari ini juga!" Restu berkata dengan nada tinggi, emosinya sedang tak terkontrol sejak keabsenan Yudhi dari kantor."Ma--maaf, Pak, i--itu ... ada istrinya ... Pak Yudhi ... yang ingin bertemu Pak Restu," ujar pria paruh baya itu, lalu berjongkok untuk memungut beberapa berkas yang berserakan di lantai.Restu mengerutkan dahi, ia mulai menduga-duga ada hal yang tidak beres yang terjadi kepada asisten yang merangkap temannya itu."Hmm ... suruh masuk deh, sama siapa dia?" Restu membuang napas kasar."Sama dua anaknya, Pak. Baik, saya akan suruh dia masuk. Permisi." Pak Andre menjawab sambil mengangguk sopan l

  • Jenazah Suamiku   Bab 60 : Kacau

    Jenazah SuamikuBab 60 : KacauHari terus berlalu, Winka yang terpaksa harus menjadi sosok Dewi--anak perempuan Yulia yang ia perlakukan seperti boneka itu, semakin tak tahan saja. Ia tak mau terusan seperti ini, sedangkan wanita bernama Anne yang ia harapkan bisa menolongnya itu malah cuek saja dan mengaku tak mengenalnya."Dewi, kamu duduk di sini dan jangan ke mana-mana! Ayo, nonton televisi! Ini film anak-anak terbaru dan kamu harus nonton." Yulia menunjuk layar televisi.Winka mengangguk dan kembali pasang tampang manis, walau dalam hati terus menangis ingin pulang."Mami mau ke Salon dulu, kamu tidak boleh bergerak dari sini sebelum Mami pulang. Kamu mengerti?!" Yulia mengusap kepala Winka."Iya, Mami, Dewi paham." Winka mulai memanggil dirinya dengan sebutan Dewi juga, agar Yulia senang dan ia tak mendapatkan kemarahan lagi seperti tempo hari. Ia mulai memahami sifat wanita yang ia panggil Mami itu dan berusaha terlihat sebagai anak p

  • Jenazah Suamiku   Bab 59 : Mungkinkah

    Jenazah SuamikuBab 59 : Mungkinkah"Mami, Dewi kok nggak sekolah sih?" tanya Winka pagi ini, ia masih berusaha mencari celah untuk bisa keluar dari rumah dengan desain Eropa ini."Hmm ... Mami udah nyariin guru buat kamu, Sayang. Minggu depan kamu udah mulai homescooling." Yulia menjawab sambil menyisir rambut panjang Winka."Jadi bakalan homeschooling, Mi?" Winka pasang tampang manis, ia sedang bersandiwara menerima saja kehidupan barunya ini."Iya, sekolahnya di rumah saja, biar kamu nggak capek dan Mami bisa tetap jagain kamu." Yulia mengusap kepala Winka sambil tersenyum.Winka menggigit bibirnya sambil menghembuskan napas berat, ia mulai frustasi.Tiba-tiba, ponsel di saku baju Yulia berdering dan ia langsung meraih benda pipih itu, kemudian menempelkannya ke telinga."Ada apa, Pi?" sambut Yulia kepada suaminya yang sedang menelepon."Mi, coba ke ruangan kerjaku! Carikan berkas proyek kerja sama dengan PT. Intan Gr

  • Jenazah Suamiku   Bab 58 : Hidup Baru

    Jenazah SuamikuBab 58 : Hidup Baru"Aku di mana?" Winka membuka matanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dengan nuansa pink.Winka segera bangun dan mengucek matanya. Ini bukan kamarnya walau warnanya sama-sama pink. Ingatnya yang terakhir, ia sedang duduk di sebuah rumah setelah dimandikan oleh seseorang."Selamat pagi, anak Mami udah bangun." Seorang wanita masuk ke dalam kamar dan menyambut Winka dengan senyumnya.Winka mengerutkan dahinya, ia tak mengenal wanita itu. Ia sungguh tak mengerti, tapi sang wanita malah mengusap kepala dan mendaratkan ciuman di dahi."Tante ini siapa?" tanya Winka."Panggil aku Mami, Nak. Aku Mamimu, dan kamu adalah putri bungsuku. Namanya Dewinta, putrinya Pak Dewa dan Yulia." Wanita bernama Yulia itu tersenyum sambil mengusap kepala Winka.Winka semakin tak mengerti akan semua ini, tapi ia memilih menurut sebab ia tahu kalau kemarin itu ia diculik dan sekarang berada bersama

  • Jenazah Suamiku   Bab 57 : Dia

    Jenazah SuamikuBab 57 : Dia"Winka!" Wulan langsung berlari memeluk sosok gadis kecil yang dibawa Restu. "Anak Ibu, kamu ke mana saja?"Winda dalam sosok Winka hanya diam, ia mengerjap beberapa kali dan membiarkan saja ibu kandungnya itu memeluknya. Ia tak perduli siapa orangtuanya yang sebenarnya, ia hanya capek hidup susah bersama bibiknya yang setiap hari selalu menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Padahal usianya sekarang masih suka bermain, tapi hidupnya mendadak suram sejak Abah dan Uminya meninggal karena kecelakaan maut itu."Bawa Winka masuk, Wulan!" ujar Restu.Wulan menggandeng kembaran Winka itu masuk, hatinya lega karena putrinya telah kembali."Winka, kamu sudah kembali." Hera langsung menyambut sang cucu.Winka alias Winka hanya meringis dan membiarkan saja semua orang memeluknya bergantian."Kamu menemukan Winka di mana, Mas?" tanya Wulan penasaran."Di depan pagar, aku kira siapa, eh ... ternya

DMCA.com Protection Status