Usai menghadap sang kaisar, Adrian keluar dari istana utama dengan perasaan campur aduk. Pertanyaan yang terlontar oleh sang kaisar yang masih merupakan ayahnya sendiri membuat hatinya mendadak bimbang. Tekanan yang ada di dadanya membuatnya kian sesak. "Sial! Kalau memang Zilan yang cepu kepada kaisar, dia akan mati di tanganku!!" Dengan langkah lebar ia berjalan menelusuri lorong istana. Tatapannya tajam memindai ke sekeliling untuk mencari seseorang. Trangg ... sing ... prak .... Suara tebasan dan gesekan permukaan pedang bersahut-sahutan. Ternyata banyak prajurit istana berlatih pedang di sudut istana. "Hemmm aku baru tahu di sinilah para prajurit berlatih pedang," gumam Adrian mengamati kelihaian prajurit yang tentunya memiliki kemampuan di atas rata-rata tengah saling berduel. Melihat luasnya arena berlatih, matanya menangkap sebuah objek yang menarik perhatiannya. Ia menggeser posisi berdirinya sedikit lebih dekat. "George? Dia berlatih pedang?" Ternyata saudar
"Kau tak apa, Pangeran?" tanya Zilano mengulurkan tangannya berniat membantu Adrian untuk berdiri. Namun Adrian bukannya menyambut tangan Zilano, justru menepis tangan itu dan bangkit sendiri. Tanpa kata ia berjalan melewati Zilano yang masih terdiam di tempatnya. Adrian ternyata betul-betul masih menyimpan kemarahan kepada Zilano. "Pangeran, biar kubantu," sahut Zilano menyusul dan hendak membawakan pedang yang baru saja ia pungut. Tetap saja Adrian gigih, ia mengabaikan penawaran Zilano begitu saja. Padahal lengan kanan yang terluka telah berdenyut nyeri. Zilano yang menyadari pangeran sedang marah kepadanya hanya bisa menghela napas pasrah. Ia sendiri tak mengetahui alasan dibalik kemarahannya itu dan pangeran tidak ingin memberitahunya sekarang. Dengan langkah cepat Adrian meninggalkan Zilano seorang diri. Tujuannya sekarang adalah pavilium tabib. "Menyebalkan awas saja kau George suatu saat akan kubalas dengan puluhan tebasan pada tubuhmu," umpatnya menaruh dendam. Saat i
Pemuda bersurai hitam dengan pakaian pangeran berjalan menyusuri lorong ditemani satu pengawalnya. Mereka terlihat berjalan terburu-buru menuju sebuah pavilium. Saat mereka berjalan cepat, tanpa sengaja netra sang pangeran menangkap sosok yang menarik perhatiannya. Langkahnya sontak terhenti. "Yang mulia, bukankah itu Putri Laveena dan Pangeran Adrian?" celetuk sang pengawal menunjuk satu titik. George menyedekapkan tangannya memandang tajam. "Hemm, apakah dia sedang mencari perhatian putri mahkota itu?" Tak lama berselang, Laveena berbalik dan berjalan ke arahnya. Hal itu membuat George semakin dibuat keheranan apalagi mendengar teriakan Adrian yang ambigu menurutnya. "Salam hormat, Putri Mahkota Laveena, selamat datang di Istana Bavelach," tegur Kevan begitu sang putri sampai di dekatnya. Laveena menyambut hormat itu dengan tundukan. Sedangkan George mengalihkan pandangan acuh. "Putri Mahkota Deoreva memberi salam hormat kepada Pangeran George," ucap Laveena kini bergantian m
Vernon berpikir sejenak sembari mengusap dagunya berpikir. "Kerajaan itu? Tapi mengapa mereka menargetkan Permaisuri? Meskipun mereka mengira Permaisuri adalah kelemahanku, rasanya tak mungkin, mengingat rata-rata bangsawan Muez memiliki hubungan kekerabatan dengan Permaisuri." "Siapa yang tau? Bukankah berbicara tentang perebutan tahta tak memandang hubungan keluarga?" Usai kepergian Jirea, sang kaisar tak hentinya memikirkan apa yang dispekulasikan Jirea. Di satu sisi ia juga tak mempercayai ucapan pembunuh bayaran itu, tapi di sisi lain jika memang Kerajaan Muez dalangnya, pasti akan terjadi perselisihan di kalangan bangsawan Muez. "Semuanya semakin menjadi rumit, sepertinya aku harus mendengar pendapat para petinggi," gumam Vernon lantas memanggil pengawal pribadinya mendekat. "Beritahu perdana menteri untuk mengumpulkan para petinggi. Aku ingin melakukan rapat mendesak," titah Vernon kepada sang pengawal. "Putri Mahkota Laveena ingin menghadap Yang Mulia," ucap seoran
"Bagaimana keputusannya? Kau sudah mengusulkannya, kan?" Usai pertemuan mendadak yang Kaisar selenggarakan, Roger bergegas menemui Jirea. Menilik pertanyaan yang Jirea lontarkan, dapat ditebak jika sebenarnya usulan Roger mengenai pemindahan Permaisuri adalah ide Jirea. Roger menjawab dengan anggukan. "Bagus! Dengan begini sedikit demi sedikit aku mampu menjauhkan wanita jalang itu dari Vernon," seru Jirea girang. Tekadnya untuk memisahkan Audreya dan Vernan ternyata masih membara. Cinta butanya kepada sang kaisar membungkam hati nuraninya. "Namun yang mulia belum mengumumkan keputusan secara gamblang. Saat mendengar banyak bangsawan yang mendukung usulanku, kaisar terlihat meredam amarah. Nampaknya kaisar kurang puas dengan hasil pertemuan kali ini," kata sang jendral agung yang bersekongkol dengan sang selir. "Siapa peduli? Ketika ia membuat keputusan yang bertentangan, kaisar sendiri yang akan kesulitan." Roger terdiam sejenak. Apa yang Jirea ungkapkan benar adanya. K
Aroma petrikor menyeruak begitu tetesan air mulai membasahi tanah yang kering untuk pertama kalinya. Beberapa orang memiliki kecenderungan menikmati aroma yang muncul ketika hujan pertama kali turun itu, termasuk seorang gadis berpakaian seragam putih abu yang tengah terduduk di depan sebuah halte bus. Ia menghirup aroma itu dalam-dalam sembari menengadahkan tangannya pada tetesan air hujan di pinggir atap halte. Tak lama kemudian matanya terbuka perlahan, pancaran ketenangan seketika berganti sendu. "Musim telah berganti, tapi mengapa fase tidurmu masih belum usai, Kak?" Kimberly, adik dari seorang Adrian yang raganya tengah terbaring koma itu lagi-lagi meratapi nasib sang kakak yang tak kunjung menemui titik terang. Kerinduannya kepada sang kakak tak kunjung juga tersampaikan kala raga sosoknya tak kunjung terbangun. Ting ... tung .... ting .... Sesaat pikirannya tenggelam dalam kenangan, namun dering ponsel menggugahnya kembali pada kenyataan pahit. Ponsel itu tertemp
Usai memeriksa tempat di mana Zilano membawanya, Adrian memutuskan untuk menyudahinya dengan tangan hampa. Nyatanya mencari jalan rahasia tidaklah semudah yang ia kira. Minimnya petunjuk membuat Adrian dilanda frustrasi.Saat Adrian dan Zilano berjalan melewati pavilium pelayan dan prajurit, sang pangeran menghentikan langkahnya begitu melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. "Apa yang mereka lakukan? Kenapa mereka memasuki lubang itu?"Rupanya sang pangeran merasa heran melihat banyak pelayan pria yang berbaris di depan sebuah lubang yang cukup besar. Dan satu persatu dari mereka terlihat masuk pada lubang tersebut."Mereka mengambil air."Kening Adrian mengkerut. "Mengambil air?""Ya, karena kemarau yang berkepanjangan, banyak sumber mata air yang mengering. Tak ada pilihan, mereka menggali tanah dan mencari sumber air di dasar tanah," jelas Zilano nampaknya cukup tahu banyak hal mengenai apa yang terjadi akhir-akhir ini.Adrian menjadi teringat selama ia terjebak dalam tubuh sa
Sekitar satu jam lamanya kaisar bersama kedua orang kepercayaannya mendiskusikan jalan keluar dari masalah yang tengah mengguncang kedamaian kekaisaran. Mereka akhirnya mampu menemukan kesepakatan yang membuat sang kaisar cukup puas. "Parveen, ketika matahari tepat berada di atas kepala, umumkan dekritku ini ke seluruh penjuru Bavelach," perintah Vernon menyerahkan gulungan dekrit kaisar yang baru saja selesai ia tulis. Parveen membungkukkan badannya menerima gulungan itu dengan tangan terbuka. "Baik, Yang Mulia, titah anda akan saya lakukan segera." Setelah itu Parveen pamit untuk pergi ke kediamannya sembari bersiap untuk mengumumkan dekrit satu jam lagi. Vernon akhirnya kini dapat beristirahat dengan tenang, meskipun dalam batinnya masih terdapat sedikit kekhawatiran mengingat betapa liciknya Kerajaan Muez. "Huh, semoga Tuhan melindungi Kekaisaranku ini." Baru beberapa saat sang kaisar beristirahat, seorang pengawal menghadap kepadanya. "Ada apa lagi? Apakah kau tidak meliha
Di dalam ruangan yang begitu gelap, Adrian berdiam diri. Ia masih terhenyak dengan kejadian hari ini. Dimulai dengan sosok Kimberly yang tiba-tiba muncul di sini sampai kematian permaisuri yang begitu mendadak. Pangeran itu mengacak rambutnya frustasi. Ia telah buntu memikirkan apa yang selanjutnya akan terjadi. Kematian permaisuri menjadi alarm bahaya untuknya. "Aku harus menemui Jirea karena seharusnya dialah dalang dibalik kematian permaisuri," ucap Adrian dengan suara parau. Dengan sisa-sisa harapan, ia keluar dari peraduannya untuk menemui sosok tersangka yang ia yakini. Ketika ia sampai di istana utama, banyak prajurit yang korban dari penyerangan yang telah tiba di istana. Adrian menarik lengan seorang prajurit yang sedang berjalan cepat. "Katakan, apa permaisuri telah tiba?" tanya Adrian menodong keras. Prajurit itu nampak takut melihat sosok Adrian yang berbeda. Penampilan Adrian memang terbilang kacau, namun tatapan tajam itu membuat siapapun tak mampu berkutik.
"Nyonya, apakah nyonya sudah dengar mengenai kabar permaisuri?" Jirea yang tengah sibuk menyulam tiba-tiba menghentikan kegiatannya begitu mendengar satu nama yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini. Alisnya terangkat satu memandang penuh tanya. Ia lantas meletakkan sulamanya kemudian mengode Roger untuk mendekat Roger dengan segera menghampiri Jirea lebih dekat lantas membisikan sesuatu. "Rombongan permaisuri telah diserang." Sebaris kalimat itu membuat wajah Jirea seketika sumringah. Senyuman miring segera terbit dari bibir ranumnya. "Muez menangkap umpannya?" responnya dengan sebuah pertanyaam ambigu. Menangkap apa yang Jirea maksud Roger lantas mengangguk. "Kudengar seluruh prajurit terbantai dan itu artinya permaisuri telah tewas," balas pria tersebut berbinar senang. Wajah puas dan angkuh seketika terbit. Jirea bangkit dari duduknya lantas berjalan menuju nakas di samping tempat tidurnya. "Kau memang bisa diandalkan," ucapnya lantas melemparkan sebuah kantung berwarn
Kegaduhan di dalam istana tidak terkendali. Banyak para pelayan dan prajurit yang berlarian. Sama halnya dengan sosok jenderal gagah yang melangkahkan kakinya lebar-lebar. Dari raut wajahnya yang tegas tulang rahangnya nampak begitu menonjol seolah tengah memendam amarah. "Panglima Agung!" teriaknya dengan keras begitu memasuki sebuah ruangan.Sang empu yang tadinya tengah memejamkan mata tersentak kaget."APA APAAN KAU INI!" teriak Roger berbalik marah.Terrson menggeram marah. "Disaat kegaduhan yang terjadi bagaimana bisa kau justru tidur?" tanyanya dengan sarkas.Raut lugu ditunjukkan oleh Roger. "Apa maksudmu?" "Rombongan permaisuri di serang—""APA?!" Belum usai Terrson menjelaskan, Roger sudah terlebih dahulu menyela. Nyatanya jabatan tak menjamin pengetahuan seseorang. Panglima tertinggi itu ternyata tak tahu menahu mengenai kejadian yang menimpa permaisuri. "Aku perintahkan kau menghadap kaisar. Aku akan mengurus sisanya," ucap Roger cepat. Ia bergegas menggunakan pakaian
Bughh Begitu melihat lawannya lengah, sosok bertudung hitam itu segera menendang perut mangsa di depannya. Adrian yang mendapat serangan kejutan itu terdorong mundur. Ia lantas terbatuk dan merasakan nyeri yang sangat pada perutnya. "Ahh sial aku lupa masih memiliki cidera," gumam Adrian lantas meludahkan air liur bercampur darah.Mata elang sang pangeran menyorot tajam."Hey, Kimberly! Berhentilah bercanda. Aku tak mengerti sejak kapan kau menguasai bela diri," ucap Adrian masih tidak bisa melihat situasi yang terjadi.Wanita dibalik tudung itu sempat menatap pangeran heran. Namun tak berlangsung lama begitu melihat Adrian mendekat, itu segera mengayunkan bilah pisaunya diarahkan ke tubuh lawan. Namun Adrian tidak lagi membiarkan lawannya menghajarnya, dengan sigap ia membaca gerakan tangan wanita itu kemudian menangkapnya. "Hey! Kim, ini kakak! Apa kau tidak mengenaliku?" seru Adrian bersuara keras tepat di depan telinga begitu berhasil mengunci pergerakan sosok perempuan yang i
"Hah?! Apa yang baru saja terjadi?"Pangeran segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia berdiri di depan cermin lantas terpaku menyaksikan bayangannya sendiri. Ia terbelalak menyaksikan pantulan cermin yang memperlihatkan postur tubuhnya yang berusia 25 tahun. Masih dengan kemeja putih yang lusuh dan tatanan rambut berantakan. Sayangnya begitu ia mengerjapkan mata, pantulan cermin berganti menjadi sosok pemuda berpakaian kerajaan dan berusia 18 tahun."Apa aku tadi sedang bermimpi?"Tangannya seketika menyentuh dadanya yang beberapa saat lalu terasa sakit.Matanya menyorot lurus bola matanya yang terpantul dalam cermin."Tidak, itu bukan mimpi. Itu adalah ... prekognisi," bisik Adrian lantas secepat kilat berlari menuju pintu peraduannya. Prekognisi merupakan bagian dari ilmu parapsikologi yang membahas mengenai kemampuan seseorang untuk melihat atau memprediksi gambaran masa depan. Biasanya hal itu datang melalui media mimpi prekognitif.Knop pintu berusaha Adrian putar, namun pintu t
Semburat jingga terlihat di ufuk barat pertanda hari sebentar lagi berganti malam. Angin bertiup lembut menenangkan jiwa. Namun berbeda dengan sosok pria yang sedari tadi berjalan ke sana ke mari di depan sebuah pintu yang dijaga ketat oleh prajurit."Ayolah pangeran keinginanmu sudah ditolak, pasti keputusan permaisuri tak akan berubah.""Kita tidak akan tau sebelum mencobanya hingga detik terakhir," ucap sang pangeran dengan sok bijak padahal dalam hatinya terbesit rasa takut dan putus asa.Ceklek ...Pintu itu terbuka lebar lantas muncul sesosok wanita bergaun tertutup dengan dua dayang di belakangnya."Heira, kau pastikan jangan ada barang yang tertinggal," ucap sang permaisuri lantas kembali berjalan tanpa mengindahkan dua pemuda yang menantinya di depan pintu."Permaisuri ... " panggil Adrian terus mengikuti jalan sang wanita. Beberapa kali ia memanggil namun wanita itu tak menggubris. Adrian tak kehabisan akal, ia mencegat jalan sang permaisuri. Namun tetap sang permaisuri me
Setelah seharian penuh, akhirnya rombongan Putri Laveena tiba di kerajaan. Ketika kereta kuda terhenti, sang putri bergegas bersiap keluar. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan banyak massa yang ada di depan gerbang istana. "Ada apa ini?" tanya Laveena kepada prajurit yang membukakan pintu. "Izin menjawab, Tuan Putri, semenjak dekrit kaisar diumumkan, entah mengapa justru banyak pihak yang tidak puas. Beberap saat lalu para cendikiawan Deoreva mengirimkan banyak petisi," jawab prajurit itu sembari membantu Laveen menuruni kereta kuda. "KAKAK?!" Laveena kenal betul dengan suara itu, ya siapa lagi kalau bukan adik satu-satunya itu. "Akhirnya kakak pulang! Aku menunggumu sedari pagi tau, Kak. Kau membuatku khawatir kupikir kau pulang kemarin," ujar Rhiannon begitu sampai di depan kakaknya langsung memeluknya erat. Melihat raut lelah kakaknya, Rhiannon segera menggandeng kakaknya untuk masuk. "Aku tidak sabar mendengar apa yang kau lakukan di sana, Kak," kata Rhiannon kemudian t
Zilano berjalan menyusuri lorong dengan wajah dingin. Ia terlihat tergesa menuju kesuatu tempat. Meskipun matanya nampak terfokus pada jalanan lorong, nyatanya pikirannya melalang buana kepada ucapan ayahnya benerapa saat lalu. ^^^ "Apa yang terjadi? Katakan cepat!" Zilano yang masih dilanda kepanikan berusaha menghindar. Namun sayangnya tak bisa, ayahnya telah menutup ruang geraknya. Tadi ketika ia menggendong George menuju pavilium tabib, tanpa sengaja bertemu Parveen yang sedang berjalan dari arah berlawanan pada lorong jalan yang menuju pavilium tabib. Sehingga usai keluar dari pavilium tabib dengan buru-buru, Parveen menyeret anaknya untuk diinterogasi. "Mengapa kau hanya diam saja, Zilan!" bentak Parveen kehilangan kesabaran. Pada akhirnya Zilano menyerah. Ia membenturkan tubuhnya pada tembok. "Aku tak tahu ayah! Putra mahkota dan pangeran hampir saja saling membunuh dan aku harus segera mencari keberadaan pangeran. Jadi kumohon menyingkirlah!" Parveen terbelalak
Wewangian tumbuhan herbal seketika menyeruak di indera penciuman Adrian. Matanya yang terasa berat perlahan mulai dapat terbuka. Begitu kesadarannya kembali, tubuhnya terasa kaku dengan rasa nyeri yang berdenyut di mana-mana. "Aishhh," ringisnya mendadak perutnya terasa sakit bukan main. Tangannya sontak meraba dan ia menemukan sebuah kain yang membungkus keseluruhan perutnya. Karena kesulitan mengangkat tubuhnya, ia melirik perutnya yang ternyata terdapat kasa putih membalut lukanya. "Pavilium tabib? Bagaimana aku bisa sampai di sini?" tanyanya dengan suara parau. Tak berapa lama terdengar langkah kaki memasuki ruangannya. Netra birunya terpaku melihat seorang wanita yang tiba-tiba berhenti di ambang pintu. Teringat kejadian beberapa saat lalu, Adrian mengalihkan pandangannya ke arah lain seolah tak ingin berkontak mata lagi dengannya. "Pangeran .... " Adrian tak menggubris, ia berlagak memejamkan mata kembali. Namun ketika sebuah sentuhan hangat terasa pada punggung tangannya