Orlena terkejut saat melihat Max menariknya masuk ke dalam rumah sakit. Pria itu bahkan masih mengenakan piyama rumah sakit. “Tunggu dulu, Max! Bagaimana dengan Altherr?” Orlena menoleh ke belakang di mana pria yang disebutkan oleh Orlena masih berdiri di tempatnya. Pria itu bahkan hanya melambaikan tangannya dan menyunggingkan senyuman.“Altherr bukan anak kecil lagi. Dia bisa mengurus dirinya sendiri,” jawab Max dengan suara dingin. Orlena hanya bisa menghela nafas berat melihat tingkah Max. Kemudian dia menoleh sekitarnya dan melihat banyak orang yang melihat ke arah mereka. Pasalnya apa yang baru saja terjadi sama seperti drama yang selalu dilihat oleh Aloody. Mereka berpikir jika pemeran utama prianya, yaitu Max, cemburu pada pemeran pembantu pria yang diperankan oleh Altherr. Orlena hanya bisa menahan tawanya. Pasalnya apa yang terlihat tidak seperti yang dipikirkan oleh orang-orang.“Max, apakah kamu menyadari jika kita sedang dilihat banyak orang? Aku sih tidak mempermasalah
Besoknya setelah Dokter memeriksa kondisi Max, dia memperbolehkan pria itu untuk pulang karena tidak ada lagi yang perlu dicemaskan. Karena Max tidak berubah menjadi kepribadian lain, maka di meminta Altherr untuk menghubungi Esmee. Mengingat istrinya itu ingin sekali mengantarkan Max pulang. Tidak butuh waktu lama bagi Esmee untuk datang ke rumah sakit. Wanita yang terlihat cantik mengenakan celana jeans biru serta blouse cream itu segera masuk ke dalam kamar rawat Max dengan senyuman mengembang di wajahnya.“Apa yang dikatakan oleh Dokter? Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Esmee yang sudah duduk di kursi yang ada di samping ranjang. Max yang masih duduk di atas ranjangnya itu menganggukkan kepalanya. “Ya, aku baik-baik saja. Dokter mengatakan jika tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Max masih ingat ucapan dokter beberapa saat yang lalu.Esmee menyunggingkan senyuman senang. “Syukurlah. Aku lega mendengarnya. Apakah aku boleh mengantarkanmu sampai ke apartemenmu?“Aku tidak kemba
Sialnya, sepanjang hari ini Max tidak bisa konsentrasi bekerja. Dia merasa terusik dengan sikap Orlena. Wanita itu memperlakukannya dengan begitu sopan. Dia tidak mengeluarkan sisi jahil dan menggodanya di hadapan Max seperti yang biasa dia lakukan. Wanita itu bahkan terkesan seperti karyawan biasa seperti yang diinginkan oleh Max sebelumnya. Tapi kenapa pria itu merasa tidak rela dengan perubahan sikap itu. Sebuah ketukan di pintu terdengar. Max meminta seseorang dibalik pintu itu untuk masuk. Terlihat pintu itu terbuka dan Altherr berjalan masuk. Pria itu menghampiri meja Max. Langkahnya terhenti tepat di depan meja Max. "Max, aku sudah memesankan tiket pesawat menuju Paris untukmu, aku dan Miss Orly. Tapi aku belum memberitahu Miss Orly perihal kepergian kita. Apakah kamu yang ingin memberitahunya atau aku?” Altherr memberikan pilihan pada pria itu.“Kamu saja yang memberitahu dia.” Jawab Max dengan ketus.Altherr menghela nafas berat. “Jadi kamu marah padaku karena aku kejadian
Altherr mengetuk pintu ruangan Max sebelum akhirnya pria itu membukanya. Dia menjulurkan kepalanya masuk ke dalam untuk mengintip bagian dalam ruangan itu. Altherr bisa melihat Max sedang mengenakan jasnya.“Apakah kamu sudah siap, Max? Aku akan mengantarkanmu pulang,” ucap Altherr.Max menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Altherr. Hari ini aku akan pulang sendiri.”Altherr memicingkan matanya mendengar jawaban Max. “Kamu pulang sendiri? Apakah kamu yakin?”Max menganggukkan kepalanya. “Ya, tenang saja. Aku akan naik taksi. Aku hanya ingin pergi mengunjungi sebuah tempat sendirian.”Awalnya Altherr tampak bingung karena Max tidak biasanya pulang sendiri. Tapi tidak semuanya menjadi urusan Altherr, Karena itu dia tidak perlu tahu tempat yang ingin dikunjungi oleh pria itu.“Baiklah kalau begitu. Kamu bisa menghubungiku jika kamu merasa tubuhmu ingin berubah menjadi kepribaidan lainnya.” Altherr mengingatkan pria itu.Max menganggukkan kepalanya. “Ya, aku tahu. Terima kasih untuk hari
Orlena berjalan menyusuri lobi perusahaan Kimo. Dia menatap layar ponselnya di mana terlihat taksi yang dipesannya akan segera sampai. Setelah keluar dari gedung perusahaan itu Orlena berhenti di tepi jalan untuk menantikan taksi yang dipesannya melalui aplikasi online.Saat sedang menunggu, Orlena bisa merasakan seseorang tengah menatapnya di belakang. Tanpa menoleh ke belakang, Orlena sangat yakin jika itu adalah Max. Kemudian mobil berwarna silver berhenti di depannya. Pintu jendela terbuka sehingga memperlihatkan sang sopir yang tampak masih mudah.“Miss Orly?” tanya pria itu.Orlena menganggukkan kepalanya. “Ya, itu benar aku.” Setelah itu, Orlena masuk ke dalam mobil itu dan duduk di kursi belakang. Kemudian sang sopir mengendarai mobil itu menyusuri jalanan di Zürich. Orlena mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Lucas.“Ya, Orlena?” suara Lucas menyapa wanita itu.“Lucas, bisakah kita mengubah lokasi ketemuan kita?”“Aku pikir bisa. Karena saat ini aku baru akan berangkat.
"Max? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Orlena berakting seakan dia tidak tahu jika pria itu membuntutinya. "Seharusnya aku yang bertanya apa yang kamu lakukan di sini dengannya? Apakah kamu tidak ingat perjanjian yang kita buat, Miss Orly?" Max menatap tajam ke arah wanita itu. "Aku tidak pernah melupakannya, Mr. Steltzer. Sudah kukatakan aku akan bersikap profesional terhadap pekerjaanku." Orlena menjawab dengan begitu tenang. "Lalu apa yang kamu lakukan dengannya?” Max menunjuk ke arah Lucas.Orlena menghela nafas berat. “Bisakah kamu duduk dulu, Mr. Steltzer? Kamu membuat kita menjadi bahan tontonan semua orang.”Max menoleh dan melihat para pengunjung melihat ke arah mereka. Akhirnya pria itu menuruti ucapan wanita itu. Dia duduk di sisi lain Orlena. Dalam hatinya, Orlena merasa senang karena Max benar-benar terpancing dengan rencana yang baru saja diaturnya.“Apakah kamu tidak ingat dengan Lucas, Mr. Steltzer?” tanya Orlena menatap Max yang terlihat masih kesal.Pria itu
Orlena duduk di meja makan dengan bibir menyunggingkan senyuman. Tatapan wanita itu tertuju pada pria yang saat ini tengah berdiri di depan kompor dengan mengenakan apron berwarna biru. Setelah naik taksi, mereka pergi ke apartemen Max. Dan seperti yang sudah dijanjikan oleh pria itu, dia memasak makan malam untuk Orlena. Wanita itu teringat dengan kejadian beberapa saat yang lalu. Ketika Max memeluknya dan menahannya agar tidak meninggalkannya. Bahkan pria itu memohonnya agar dirinya tidak pergi. Meskipun Max tidak mengatakan apapun lagi, tapi Orlena merasa senang karena setidaknya pria itu menyadari jika dia tidak ingin Orlena pergi darinya. Tak lama kemudian Max berjalan menghampirinya dengan dua piring spaghetti di tangannya. Pria itu meletakkan satu piring di hadapan Orlena. Sedangkan satu piring lagi diletakkan di depannya sebelum pria itu duduk. Mata Orlena tampak berbinar melihat makanan yang terlihat begitu lezat itu. Kemudian tatapannya beralih ke arah Max.“Aku harap rasa
Orlena tampak terkejut saat Max tiba-tiba menundukkan kepalanya. Wanita itu segera berdiri kemudian berpindah ke kursi yang dekat dengan Max. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu pria itu.“Max? Kamu tidak apa-apa?” tanya Orlena mengguncangkan bahu pria itu.Namun Max tidak kunjung bereaksi. Membuat Orlena benar-benar bingung. Dengan kedua tangannya, Orlena menyentuh kedua pipi Max dan menariknya sehingga pria itu mendongak menatapnya. Wanita itu bisa melihat Max tampak memejamkan matanya.“Kenapa dia tiba-tiba tertidur? Apakah dia akan berubah menjadi pribadi lainnya?” gumam Orlena.Kemudian wanita itu kembali nama pria itu. Hingga tiba-tiba mata Max terbuka. Orlena pun bertanya-tanya Max akan berubah menjadi siapa. Mia, Troy, Jean, Kurt, Theo atau bahkan Rey?“Kamu siapa?” tanya Orlena dengan sangat hati-hati. Dia bersiap-siap akan menghadapi kepribadian Max yang lain.“KAKAK!!!” seru pria itu.Mendengar panggilan itu, Orlena pun langsung tahu kepribadian siapa yang muncul
Mia menatap pantulan dirinya di depan cermin besar. Wanita itu mengenakan gaun putih gading yang terlihat indah. Gaun lengan panjang itu melebar di bagian bawah pinggang. Di belakangnya ekor gaun menjuntai beberapa meter. Gaun itu terlihat begitu mewah karena brokat emas yang menghiasi seluruh gaun."Apakah ini tidak terlalu berlebihan, Mrs. Vardalos?" tanya Mia kepada calon ibu mertuanya.Zeta berdiri di samping Mia. Wanita itu menatap penampilan calon menantunya dengan tatapan kepuasan. Bibirnya tersenyum lebar tampak sangat bahagia."Tidak ada yang berlebihan, Sayangku. Kamu sangat cantik." Zeta memeluk bahu Mia meyakinkan wanita itu."Tapi aku tidak yakin tampil dengan gaun ini, Mrs. Vardalos. Aku merasa tidak pantas mengenakannya." Mia menunduk sedih.Zeta memutar tubuh Mia sehingga wanita itu menghadap ke arahnya. Wanita itu menepuk bahu Mia sehingga menatap ke arahnya."Reynard sudah memberitahuku jika kamu kesulitan untuk percaya diri, Mia. Tak seorang pun di dunia ini yang bi
Reynard sudah mencarinya di seluruh resort. Namun dia belum kunjung menemukan tunangannya. Dia begitu ketakutan terjadi hal buruk pada Mia. Lalu tatapannya tertuju ke arah lautan. Dia berpikir mungkin saja Mia tidak sengaja jatuh ke lautan. Tapi segera Reynard menggelengkan kepalanya. Dia tahu hal aneh seperti itu hanya ada dalam drama-drama, tidaklah nyata.Tiba-tiba seorang pria mengenakan setelan hitam berjalan menghampirinya. Langkahnya terhenti tepat di hadapan Reynard. Mata Reynard mengamati pria itu dengan tatapan penuh tanda tanya."Apakah anda adalah Reynard Metraxis?" tanya pria itu.Reynard menganggukkan kepalanya. "Benar. Saya adalah Reynard Metraxis. Anda siapa?""Saya adalah Daniel Wade. Saya diperintahkan seseorang untuk mengantarkan anda ke suatu tempat." Pria itu memberitahu Reynard.Reynard memicingkan matanya menatap pria itu. "Siapa yang memerintahkan kamu kemari?"Pria itu tersenyum. "Saya tidak bisa memberitahu anda, Mr. Metraxis. Tapi ini berhubungan dengan tunan
"Jadi kamu memang merencanakan lamaran ini saat merencanakan liburan kita?" tanya Mia saat mereka sudah kembali ke kabin mereka. Reynard menarik Mia yang baru saja selesai mandi untuk duduk di pangkuannya. "Aku memang merencanakan liburan ini untuk melamarmu. Aku sudah sangat yakin tidak ingin melepaskanmu lagi. Karena kamu adalah wanita yang dikirim Tuhan untuk menemaniku di sisa hidupku." "Bisakah kamu berhenti untuk mengatakan hal-hal yang manis? Kamu membuat pipiku memerah." Mia menyentuh pipinya yang memanas. Reynard terkekeh melihat reaksi sang kekasih. "Aku hanya mengungkapkan isi hatiku, Agape mou. Kenapa wajahmu jadi seperti kepiting rebus?" "Kamu menyebalkan, Reynard." Mia mendengus kesal. Reynard mencium bibir Mia sekilas. "Bagaimana bisa pria tampan ini menyebalkan?" "Kenarsisan-mu mengingatkanku pada tingkat kepercayaan dirimu yang tinggi saat berpikir aku memujimu." Mia terkekeh geli. "Jangan ingatkan aku tentang hal itu." Kali ini Reynard yang tampak kesal. Mia t
Blue Magic merupakan salah satu spot menyelam terbaik. Lokasi ini berada di antara pulau Kri dan pulau Waisai. Dengan perpaduan laut berwarna biru muda yang cantik ditambah dengan keindahan kehidupan bawah lautnya sehingga tidak heran orang-orang menyebut tempat itu sebagai Blue Magic.Reynard dan Miayang sudah mengenakan pakaian dan perlengkapan menyelam sedang menikmati pemandangan kehidupan bawah laut di Blue Magic. Bersama dengan pemandu tour, mereka bersama mengelilingi tempat itu. Reynard menggandeng tangan sang kekasih untuk menjaga wanita itu berada di dekatnya. Seperti yang dikatakan pemandu mereka tadi karena arus yang kuat mampu menyeret penyelam ke laut terbuka.Namun perjuangan mereka tidaklah sia-sia. Karena mereka bisa melihat warna warni batu karang yang cantik serta hewan-hewan laut yang menakjubkan. Seperti ikan pari manta, barakuda, tuna dan makhluk laut yang paling populer di tempat itu adalah kumpulan jackfish.Setelah puas menikmati pemandangan bawah laut itu, Re
"Dan aku akan membuatmu juga sangat liar, Agape mou." Setelah mengucapkan kalimat itu, Reynard langsung menunduk. Bukan untuk mencium bibir Mia melainkan menggigit lembut telinga wanita itu.Hembusan nafas Reynard yang menerpa kulit Mia membuat wanita itu merinding geli. Namun dia merasakan sensasi aneh di perutnya. Seakan perutnya baru saja diguncangkan dengan keras."Reynard." Desah Mia."Kamu menyukainya, Agape mou?" bisik Reynard.Menyukainya? Mia bahkan tidak mengerti bagaimana tubuhnya berubah panas karena tindakan Reynard. Padahal pria itu bahkan belum menyentuh titik sensitif Mia tapi Reynard mampu membangkitkan hasrat liar dalam dirinya.Reynard beralih ke leher Mia. Menciptakan panas yang menjalar dalam setiap kecupannya. Tangan Reynard menyusup dalam kaos wanita itu menangkup salah satu bukit kembar Mia. Mia tak mampu berpikir dengan jernih ketika Reynard memberikan cumbuan serta remasan lembut di payudaranya. Ketika tangan Reynard menurunkan branya dan menyentuh putingnya
Raja Ampat di Indonesia adalah tempat yang dipilih oleh Reynard menghabiskan liburannya bersama dengan Mia. Keindahan pemandangan laut dan pantai sangat memikat pasangan itu begitu mereka sampai di Misool Eco Resort.Misool merupakan satu dari empat pulau terbesar di kepulauan Raja Ampat yang terletak di provinsi Papua Barat. Misool berbatasan langsung dengan laut Seram dan perairan laut lepas yang menjadi jalur lintas hewan besar termasuk paus. Sehingga tidak heran jika Raja Ampat terkenal dengan keindahan kehidupan bawah lautnya.“Tempat ini seperti surga, Reynard.” Mia melihat lautan berwarna biru kehijaun yang sangat indah.“Tempat ini seperti surga jika aku bersamamu, Agape mou.”Mia menoleh dan memperlihatkan rona merah di pipinya. “Berhentilah merayuku terus, Mr. Metraxis. Kamu akan membuatku meleleh seperti mentega di bawah sinar matahari.”Reynard tertawa mendengar perumpamaan sang kekasih. Pria itu meraih tangan Mia dan berjalan menyusuri jembatan kayu di atas laut. “Sayangn
Reynard melepaskan ciumannya. Sepasang kekasih itu segera menoleh. Karyawan wanita yang beberapa hari yang lalu tidak sengaja mendorong Mia hingga terluka berdiri di depan pintu dengan terkejut. Tidak butuh orang pintar untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan Reynard dan Mia dengan posisi Reynard yang menyergap tubuh Mia diantara dinding."Maafkan aku. Aku akan naik lift berikutnya." Wanita pirang itu segera mengalihkan perhatiannya.Tak lama kemudian pintu lift kembali tertutup. Reynard kembali mengalihkan perhatiannya pada wanita cantik yang terperangkap di hadapannya."Sepertinya kita akan membuat seisi kantor heboh." Mia meringis membayangkan berita baru tentang dirinya dan Reynard yang akan segera muncul."Aku pikir bukan berita buruk yang akan kita dengar." Reynard menyunggingkan senyuman."Bagaimana kamu bisa begitu yakin?" tanya Mia menatap sang kekasih."Apa kamu tidak sadar dengan posisi kita saat ini, Agape mou?" tanya Reynard.Mia melihat Reynard yang berdiri di hadapan
"Jadi kamu masih tidak akan memberitahuku ke mana kita akan pergi akhir pekan ini?" tanya Mia sembari menyantap burgernya.Setelah berpikir lama tentang makanan yang akan mereka pilih sebagai menu makan siang mereka, akhirnya Mia mendesak Reynard untuk pergi ke restoran cepat saji. Dia ingin menikmati burger. Sudah lama wanita itu tidak memakannya. Terakhir kali dia makan makanan bertumpuk itu adalah ketika Alicia mengajaknya untuk merayakan ulang tahun Alicia berdua dengannya."Sudah kukatakan itu adalah kejutan." Reynard menyantap burger bagiannya.Mia berpikir Reynard akan terlihat kaku memakan makanan cepat saji itu. Karena selama ini pria itu selalu menyantap makanan-makanan dari koki terbaik. Tapi ternyata dugaan Mia salah. Gerakan tangan Reynard saat memegang burger itu begitu luwes. Seolah pria itu sudah sering memakannya."Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku kenakan, Reynard? Bagaimana jika aku salah kostum? Maksudku bagaimana jika aku mengenakan kaos dan celana pendek tap
Reynard dan Mia sudah berada di dalam mobil pria itu. Namun Reynard tidak segera menghidupkan mesin mobilnya. Pria itu memilih memusatkan perhatiannya pada Mia. Wajah wanita itu tampak pucat. Dia tahu tidak mudah bagi Mia menghadapi situasi seperti tadi."Apakah kamu baik-baik saja, Agape mou?" Reynard mengulurkan tangan menggenggam tangan Mia.Akhirnya wanita yang sejak tadi diam mulai menoleh menatap sang kekasih. Bibirnya berusaha menyunggingkan senyuman. "Aku... Aku baik-baik saja, Reynard.""Kamu yakin? Wajahmu tampak pucat, Agape mou." Tangan Reynard berpindah menyentuh pipi Mia."Sebenarnya aku memang tidak baik-baik saja, Reynard. Aku sangat takut. Bahkan tanganku sampai gemetar seperti ini." Mia mengangkat kedua tangannya yang masih gemetar."Maafkan aku, Agape mou. Kamu harus menghadapi Mama seperti itu. Seharusnya aku tahu lebih awal jika Mama datang kemari. Salahku tidak memperingatkanmu lebih dulu." Sesal Reynard."Jadi benar ibumu selalu melakukannya? Maksudku bersikap