Ciuman di antara Gerald dan Agnes semakin menggebu. Mereka berdua berebut candu seolah besok tidak akan pernah mengulangnya. Pria itu juga harus menanggalkan janji ketika perempuan yang ia bopong terlalu agresif malam ini. Ia tidak bisa menahan gairah yang ditahan saat berada di klub. Jemari tangan Agnes dan bibir perempuan itu terlalu andal menghadirkan gejolak hasrat. Tubuh Agnes jatuh di atas sofa lebar ruang tengah. Ia mendesah dan sesekali meremat belakang rambut Gerald ketika pria itu menyesap leher jenjangnya. Tubuh Agnes tidak kalah panas saat Gerald memberikan perhatian lebih pada dada sintal di balik gaun mini tersebut. “Aku nggak pernah tau kamu berniat pergi ke klub malam ini, Agnes,” desis Gerald tepat di depan wajah Agnes. Napas mereka sama memburu. Pandangan Gerald semakin berkabut melihat perempuan cantik ini berada dalam kungkungannya. Bahkan, ia nyaris akan memagut lagi bibir ranum yang sudah basah oleh pagutan bibirnya beberapa detik lalu. Agnes mengerjap. Per
Alasan Agnes tidak bisa diterima Gerald begitu saja. Mungkin, Gerald memperlihatkan respons santai di depan Agnes. Tapi gerakannya menuju kamar menyimpan banyak kemungkinan. Ia sedang memikirkan kemungkinan lain dari kamera tersembunyi tersebut.Ia enggan menuduh Agnes. Perempuan itu tidak mungkin membalaskan dendam pada Gerald di saat pria itu sudah berusaha keras menunjukkan perubahan besar lewat beberapa pembuktian.Napas Gerald berembus pelan. Ia memilih mengalah dan mempercayakan jika Agnes tidak akan menghancurkan kepercayaan yang sudah mereka bangun bersama. Mungkin, Agnes sedang melakukan sesuatu hal yang Gerald yakin tidak akan merugikannya.“Aku percaya sama kamu, Nes. Kalau aku mencaritahu tentang ini, sama aja aku nggak bisa mempercayakan hubungan kita. Semoga kamu benar dengan alasan pertama tadi. Seandainya salah. Aku harap kamu nggak mengecewakanku.”Gerald mengalah dan membiarkan semua berjalan seperti ini dibandingkan menggali informasi di belakang Agnes.Ia tidak lag
Gerald hampir terjatuh saat pelukan erat menabrak punggungnya. Ia membeku setelah merasakan pelukan erat tersebut meruntuhkan keterdiaman Gerald dan rahang mengeras sepanjang perjalanan pulang ke rumah Agnes. Pikiran pria itu sejak tadi dipenuhi penolakan keras orangtua Agnes. Ia tidak bisa membayangkan ketika Agnes diusir dari rumah, lalu menata kehidupan yang baru. Gerald sangat tahu mengenai sifat dan sikap Agnes. Perempuan itu anak manja di rumah, begitupula saat bersama Gerald. Agnes tidak terbiasa hidup sendirian, mengandalkan diri sendiri untuk mandiri. “Terimakasih,” bisik Agnes, menggetarkan perasaan Gerald. Tidak ada satu titikpun di hati Agnes untuk membenci Gerald. Ia tahu, jika pria itu hanya bersikap tegas dan sedang membela Agnes. Bahkan, ia tidak menyangka saat Gerald menunjukkan banyak bukti ke hadapan orangtuanya. Dan dirinya tidak peduli jika mereka percaya atau tidak. Karena yang dibutuhkan Agnes adalah sebuah bukti. Sekarang ia sudah mendapatkannya melalui Ge
“Dua puluh tiga tahun? Saya tidak menyangka kamu sudah cukup dewasa dengan wajah kamu yang terlihat lebih seperti anak SMA.” Agnes datang bertepatan saat ia melihat senyum manis Gerald begitu mengembang pada lawan bicaranya. Perasaan Agnes terusik. Ia memicingkan mata melihat Ibu pengganti untuk Irvin tampak tersenyum. Dua orang tersebut berdiri di area koridor setelah mengambil ASI baru untuk Irvin. Agnes menyiapkan perlengkapan bersama babysitter Irvin di sebuah ruangan, tapi saat ia memilih keluar lebih dulu sambil menggendong Irvin. Perempuan itu tidak percaya melihat tatapan akrab di antara mereka. Apalagi Gerald terlalu mudah dekat dan menerima perempuan baru. Perempuan itu mencibir pelan. “Ternyata genit juga. Aku pikir sifatnya masih sama kayak dulu.” Irvin memiringkan sedikit kepalanya. Anak itu mengernyit saat mendengar gerutukan Agnes. “Mami?” Hampir saja Agnes terlonjak kaget. Ia telah melupakan keberadaan Irvin dan tidak seharusnya Agnes menggerutu atau ia bisa men
“BERENGSEK!”Marina terkesiap melihat Jiera berdiri cepat. Perempuan itu melempar seluruh alat make up di atas meja rias, membuat seluruh pasang mata menatap emosi Jiera—sang model—dengan tatapan beragam.“Jiera!”Napas Jiera memburu. Perempuan yang baru selesai dirias itu menatap nyalang sepupunya.Ia menepis kasar tangan Marina.Harga diri Marina dilukai oleh perlakuan kasar Jiera. Ia menarik napas dalam, lalu menatap satu penata rias yang untungnya tidak dikenal Marina. Dirinya kebetulan mendatangi tempat pemotretan Jiera, sudah menunggu untuk memantau aktifitas sang sepupu.Tapi ia tidak tahu jika ada masalah yang sedang dirasakan Jiera dan membuat emosi perempuan itu tidak stabil.“Anda bisa meninggalkan kami berdua sementara waktu?” tanya Marina dalam bahasa Inggris tersebut.“Tentu.”Ia juga sedikit takut melihat napas memburu Jiera dan tatapan tajam perempuan itu. Jiera terkenal akan sifat anggun juga tatapan sensual yang dapat memikat pria mana pun. Beberapa pria dari satu ag
“Ngapain lo masuk ruangan gue?” Agnes terkesiap mendapati ucapan ketus Titania yang sudah duduk di kursi kerja miliknya. “Seharusnya gue yang tanya, ngapain lo seenaknya duduk di situ? Minggir!” Mereka tidak memedulikan ucapan formal dan status pekerjaan. Dan Agnes lebih mendominasi dirinya sendiri untuk sabar. Masalahnya, ia baru saja bekerja di hari pertama dan sudah mendapati sikap menyebalkan Titania? Ck! Ini wilayah Agnes. Ia berhak mengambil sikap tegas. Titania tersenyum miring saat Agnes sudah mendekati kursi. Ia mendongak, lalu sedikit menggerakkan kursi tersebut. “Lo belum tau, ya? Gue udah di posisi ini sejak satu hari lalu,” ucap Titania menyeringai puas mendapati tatapan kaget Agnes. “Lo jangan menguji kesabaran gue,” desis Agnes ingin sekali langsung menarik kasar perempuan itu pergi dari ruang kerjanya. Perempuan itu menaikkan sebelah alis, lalu menautkan jemari tangan di atas pangkuan setelah menyilangkan kaki jenjang yang terbalut celana bahan. “Kayaknya gue tau
“Kenapa kamu melihatku dengan tatapan memusuhi?” Bibir Agnes terkatup rapat. Ia ingin sekali menghilangkan sebuah adegan dipicu kecemburuan. Ini tidak mungkin, kan, jika Agnes kesal melihat kemesraan di antara Gerald bersama Marina? Mereka sudah terikat sebuah perjanjian kontrak pernikahan dan tidak akan membawa satu perasaan pun masuk. Agnes hanya sedang kecewa karena Gerald terlalu mudah menerima sentuhan seorang perempuan. Ya. Sebatas itu saja dan Agnes hanya perlu menyesuaikan keadaan mulai sekarang. Karena Gerald yang manis dan menyayangi satu perempuan, kini menjadi seorang playboy. Begitupula sikap berengsek yang pria itu miliki. Tapi melihat respons Marina setelah ciuman intens yang dimulai Agnes pada bibir Gerald. Teriakan histeris penuh kebahagiaan menjadi kebodohan yang tidak pernah Agnes duga. Marina justru menggoda Agnes, menjahili Gerald dengan mengatakan jika Agnes adalah kekasih rahasia Gerald. Agnes ingin membuat perempuan itu cemburu! Bukan dirinya sendiri yang
Kuku jemari tangan Agnes menjadi pelampiasan perempuan itu untuk ia gigit. Agnes terus meyakinkan diri, jika ia tidak salah mengenali Victor. “Sebenarnya apa yang diinginkan Jiera?” Ia terus berjalan mondar mandir, berbalik arah, begitu terus sambil memikirkan banyak kemungkinan. Denyutan di kepalanya bukan karena sakit yang datang dari dalam tubuh karena lelah. Ia hanya tidak menyangka, jika kejutan seperti ini direspons kuat tubuhnya. Desahan kesal itu terdengar frustrasi. Sudut bibir Agnes tertarik sinis. “Gila, ya. Obsesi rubah licik itu nggak bisa diabaikan gitu aja.” “Dia bersama Gerald mau nikah tahun depan. Tapi si rubah licik itu selingkuh.” Obsesi Jiera mendapatkan Gerald begitu besar. Sayangnya, Agnes dibuat tidak mengerti dengan keinginan kuat Jiera setelah mendapatkan pria incaran, tapi masih saja tidak puas setelah mendapatkan Gerald. Perempuan itu kembali tenggelam dalam pikiran. Butuh beberapa menit untuk menenangkan diri. Agnes segera meraih ponsel di saku celana
“Liam. Barusan aku dapat telepon dari Jiera. Dia menangis terus dan mengatakan dengan sesenggukan, kalau dia sangat mencintai Ge. Aku nggak tau maksud dia ngomong kayak gitu tanpa sebab. Tapi aku merasa hubungan di antara mereka lagi nggak baik.” “Apa jangan-jangan mereka putus?” Papi Gerald—Liam Ogawa—menelaah ucapan sang istri yang berjalan mendekat sofa di mana lelaki itu sedari tadi menyelesaikan pekerjaan di ruang tengah. “Mereka berdua sudah berstatus tunangan, Indira. Sebentar lagi menikah dan aku rasa Ge nggak berniat melakukan, kecuali ada kesalahan fatal yang terjadi di antara mereka.” Wanita cantik berusia di pertengahan empat puluh tahun itu mengambil duduk di samping suaminya. Ia diam, ikut memikirkan seluruh tangis Jiera dan mengatakan rasa cintanya. “Anak kita selingkuh?” “Yang nangis sambil memohon, siapa?” “Jiera,” jawab Mami Gerald polos, sedangkan hatinya cukup gusar. Pernikahan Jiera dan Gerald sudah semakin di depan mata. Banyak sekali halangan yang membuat
“Biru, merah ama ijau.” “Waaahhh! Hebat sekali cucu Nenek!” Bukan hanya Mama Agnes yang bertepuk tangan heboh, melainkan sang suami—Kakek Irvin—ditemani beberapa kerabat dekat Irvin yang masih di sekolah dasar ikut takjub dengan kepintaran Irvin. Apalagi paras tampan Irvin yang semakin terlihat perpaduan serasi. “Dengar kan, Kek? Cucu kita ngucapin ‘R’ lumayan bagus,” lanjut wanita itu berseri ke arah sang suami, meminta persetujuan dari lelaki itu. “Iya, Ma. Cucu Kakek ini pintar, mirip Maminya waktu kecil,” puji Papa Agnes dan menyodorkan satu keping biskuit pada Irvin yang banyak tersaji di meja ruang tamu. Seluruh hidangan dan camilan sudah tersaji sangat banyak. Menyambut kedatangan Agnes beserta keluarga kecilnya. Tidak tanggung-tanggung, Papa Agnes sengaja sudah membeli kolam renang karet untuk cucu kecilnya dan bisa juga memuat untuk sanak saudara yang masih kecil. Perlengkapan untuk berenang juga sudah lebih dari cukup dan akan dipakai sore nanti. “Anak kalian pintar, N
“Aku nggak pernah tau, kalau kamu sedekat itu dengan Arumi.”Gerald baru saja keluar dari kamar mandi sembari mengikat ulang dasi yang ia lepas saat berada di unit Agnes. Tatapan Gerald sudah terkunci dengan perempuan yang berdiri di sisi ranjang, menatap dirinya sinis.Tangan kanan Agnes terangkat sambil menggoyangkan ponsel Gerald. “Semesra itu sampai dia harus chat lewat nomor kontak pribadi kamu, hm?”“Arum? Ibu pengganti Irvin?”Pertanyaan yang lebih berupa memastikan itu nyatanya membuat dada Agnes sesak. Ia mengembuskan napas kasar, mengepalkan erat ponsel Gerald sebagai pengalihan emosi. Entah kenapa sedari awal Agnes benci Gerald memperlakukan manis seorang perempuan.Mungkin sedari dulu hanya Agnes yang sangat penuh diberikan perhatian, tatapan lekat dan perlakuan manis. Ia belum terbiasa melihat Gerald berbagi hal yang dulu tetaplah Agnes Zefanya pemenangnya. “Memangnya ada berapa nama Arum yang kamu kenal?”“Nes,” panggil Gerald melihat perubahan raut itu berubah tidak lem
“Lo nggak ada rasa curiga sama Ibu pengganti Irvin?”Baru saja Agnes menyelesaikan panggilan telepon pada Arumi. Perempuan itu memberitahu pada Arumi untuk membatalkan penerbangan ke Bali untuk kesekian kali setelah Agnes memundurkan jadwal.Kali terakhir hal mendesak adalah saat Irvin dan Gerald jatuh sakit pasca menyelamatkan putra semata wayang Agnes di pulau seberang. Arumi selalu menyanggupi dan meminta Agnes terus mengabarinya kapan pun butuh, sekalipun harus berangkat di hari yang sama.Kening Agnes mengernyit. Ia melihat Fiani mengambil duduk di depan Agnes. Mereka berdua sedang berada di ruang kerja Fiani. Jam istirahat digunakan keduanya untuk makan siang dari bekal yang dibuat Agnes.Ia bersama Gerald membagi tugas bersama. Siang ini Gerald membawa Irvin bertemu klien ditemani beberapa pegawainya yang lain. “Kenapa kita harus membahas Arumi? Lo kayak curigaan gitu,” balas Agnes menatap tidak suka ekspresi menyelidik Fiani.“Sorry, kalau gue harus ngebahas orang yang selama
“Jadi selama ini kamu udah tau, kalau Jiera selingkuh dari kamu? Kenapa masih dipertahankan, sih?” Agnes mendesah berat seraya menyandarkan punggung di sandaran kursi restoran area rooftop.Agnes mengajak Gerald duduk di area lebih sepi untuk membicarakan hal ini dan berusaha berhati-hati dalam menyampaikan fakta perselingkuhan Jiera. Tapi sepertinya Agnes lah yang syok dan merasakan pandangan yang sedikit mengabur.Tidak ada raut sedih ataupun kaget saat Agnes membahas perihal Jiera dan Victor. “Kamu nggak kelihatan kaget sama sekali,” cetus Agnes.“Jujur, aku kaget tentang Jiera dan Victor. Tapi nggak terlalu memengaruhi pandanganku karena Victor memang nggak pernah setia sama satu perempuan pun dan berpeluang suka sama Jiera,” aku Gerald melipat kedua tangan di atas meja.Ia menatap lekat perempuan di depannya, sangat tulus dan ingin selalu membuat Gerald bisa mendapatkan pasangan yang baik. “Terimakasih, Nes. Aku sangat menghargai informasi yang kamu sampaikan.”Kedua bibir tipis
Agnes tersenyum manis melihat ayah dan anak sudah sehat dan sekarang berlari di atas pasir pantai. “Papi! Irvin! Kita harus pulang sekarang, udah sore!”Kedua tangan Agnes terlipat di dada, lalu sedikit mencebik saat dua orang yang ia panggil berhenti bermain. Mereka terlalu sibuk melakukan pendekatan lebih erat, sedangkan Agnes dibiarkan sendirian tanpa diajak.Hm, mungkin ini lebih baik dibandingkan semalam ia mengkhawatirkan suami dan anak lelakinya. “Pulang, Pi!”“Ayo, Nak. Kita dekati Mami, habis itu kamu Papi mandiin, ya?” Gerald menggendong tubuh mungil yang sekarang antusias ingin dimandikan Gerald.Perlahan dua orang itu mengikis jarak yang kurang dari lima belas meter untuk mendekati Agnes. “Tega banget nggak ajak aku main sama kamu dan anak kita,” cetus Agnes mencebik tidak suka.“Maaf. Tapi kamu kelihatan menikmati makanan di gazebo tadi,” balasnya menarik lembut pinggang ramping Agnes, lalu mendaratkan satu kecupan di kening.Saat itupula kerja jantung Agnes terasa berkal
“Ibu bisa mengompres terlebih dulu dan jika setengah jam kedepan suhu tubuhnya belum normal. Silakan ibu membangunkan suaminya untuk makan dan minum obat.”Agnes mengangguk patuh. “Terimakasih, Dok.”Fiani mengantar lelaki tua berstatus dokter ke pintu depan unit. Gerald dan Irvin sudah mendapatkan penanganan dari lelaki itu. Tubuh Irvin sedikit demam begitupula dengan Gerald. Bedanya, suhu tubuh Gerald lebih mengkhawatirkan dibandingkan Irvin yang sekarang sedang duduk di boks bayi.Anak lelaki Agnes sudah disuapi dan patuh minum obat. Sekarang Agnes menjadi khawatir dengan Gerald pasca kehilangan kesadaran setelah menunduk penuh penyesalan, mengatakan permintaan maaf.“Pak Gerald mau dibangunin sekarang, Nes? Disuruh dokter makan dan minum obat, kan?” Fiani mengambil duduk di hadapan Agnes. Ia menarik kursi rias dan sesekali memerhatikan Irvin bermain dengan mainannya.“Biarin dia tidur dulu.”Tangan Agnes mengusap pipi Gerald. Suhu tubuhnya belum stabil dan mungkin ini juga disebab
Fiani bersimpuh di hadapan Agnes dengan tangis yang belum mengering. “Maafin gue, Nes ... Irvin hilang karena keteledoran gue. Tolong, maafin gue,” isaknya menunduk dalam. Hati Agnes hancur. Ia menutup wajah, frustrasi dan sulit mengindahkan tangis Fiani. Dirinya juga sama khawatir dan belum mendapatkan kabar tentang Irvin hampir satu jam setelah kehilangan. “Irvin. Irvin anak Mami, semoga kamu baik-baik aja, Nak,” lirih Agnes menatap kosong ranjang yang masih menyisakan kain dan guling tidur anak semata wayangnya. Tangis Fiani semakin pecah. Sorot kosong dan suara getir Agnes meremukkan hatinya. Bahkan, permintaan maaf Fiani hanya dianggap angin lalu. “Nes,” ucap Fiani gemetar, mencoba meraih kedua tangan Agnes. Dengan gesit perempuan itu menarik kasar, lalu beranjak dan meninggalkan rasa sakit di ulu hati Fiani. Ia terduduk lemah dan menyesali kecerobohannya. Pintu unit dibuka tergesa dan tatapan Gerald berganti menatap Agnes juga Fiani yang ia tinggal di unit Agnes. “Ge! Di man
“Berani-beraninya lo masuk lagi di hidup Gerald!” Agnes sedikit terhuyung, tidak siap saat bahunya di dorong kasar oleh Jiera. Rahang Agnes dengan kuat dicengkeram Jiera. Semakin mengetat dan tidak memedulikan tangan Agnes yang berusaha melepaskannya. “JIERA!” Gerald berlari karena posisi ia dan Agnes berjarak. “Lepas sebelum aku bertindak lebih jauh, Jiera!” “Bertindak apa, ha?! Kamu mau membela perempuan pengkhianat ini?” manik mata Jiera berkilat penuh kebencian. Ia menggunakan satu tangan lagi meraih batang leher Agnes, membawa perempuan itu dekat, meskipun sedang diusahakan Gerald agar mantan kekasihnya lepas dari cengkeraman Jiera. Agnes menatap tajam Jiera disela ringisan tulang pipi yang diapit keras. Kedua sudut bibir Jiera tertarik sempurna, memandang penuh ejekan saingan baru yang menyelinap di sini. “Sejak kapan lo masuk dan merusak hubungan gue bersama Gerald?” “Oh, apa karena kehadiran lo, Gerald udah nggak napsu sama gue? Lo jalang baru yang dipungut Gerald, ya? B