Dalam hitungan detik, mereka memborgol tanganku. Rey mengikuti kemana polisi membawaku pergi, ia tampak mengkhawatirkanku.
*
Ruangan ini sempit dan gelap, aku dibiarkan duduk seorang diri dengan segelas kopi di atas meja. Entah mengapa, lama sekali menunggu mereka datang. Aku ingin segera diinterogasi, tak tahan terlalu lama di ruangan pengap ini.
Teringat nasihat Rey sore tadi, saat kami berhadapan dengan jarak yang sangat dekat— sebelum dia menunjukkan letak salad buah dari Mama Mira.
“Berita sudah tersebar kemana-mana, mungkin sekarang polisi tengah datang kemari untuk menangkapmu,” ucapnya seraya menggenggam kedua tanganku. Jujur, aku terbawa perasaan saat Rey melakukannya.
“A—apa yang harus kulakukan jika mereka datang?” tanyaku, gugup akibat tingkah Rey yang tak biasa.
“Atur napas, dan tetap tenang. Ketika tim penyidik mengiterogasimu, mereka biasanya punya banyak pertanyaan menjebak, yang akan
“Sa—saya ….”Kenapa sulit sekali menghadapi mereka. Aku mati gaya dan salah tingkah untuk beberapa saat. Bagaimana caranya menjelaskan, agar mereka percaya padaku? Dari tadi pun, mereka tak mau mempercayai setiap jawabanku.“Nona, Anda lihat sendiri bukti rekaman CCTV ini. Kau memakai jam tangan ini pada pagi hari. Menjelang siang, korban datang ke kantor Anda. Dan pada malam harinya, korban tewas ditusuk. Jam tangan Anda ditemukan di lokasi kejadian. Benar begitu urutan kejadiannya?” Juna tak henti bertanya.Danis mengembalikan laptopnya ke posisi semula, ia bersiap untuk mengetik jawabanku.“Saya tak ingat memakai jam tangan pada hari itu. Tapi baiklah, karena rekaman CCTV memperlihatkan saya memakainya. Benar pagi itu saya bersama supir, sarapan di kedai Morning. Lalu menjelang siang Renata datang ke kantor. Setelah dia pulang, kami tak berhubungan lagi. Saya langsung pulang ke rumah setelah pulang dari
“Aku yakin telah menjawab dengan tepat, Rey. Tapi mereka tak akan percaya jawabanku. Mereka punya rekaman CCTV yang membuktikan aku memakai jam tangan itu di hari kejadian, sementara sebelumnya aku menjawab tak pernah memakai jam tangan itu lagi. Ditambah, Mama Mira memberikan keterangan palsu yang.” Moodku kembali ciut jika tering memberatkanku at hal itu.“Mama Mira—?”Rey menghentikan bicaranya, dan terlihat bingung beberapa saat. Sepertinya, dia salah bicara, memanggil ‘Mama’ kepada Mama Mira, seharusnya ia panggil ‘Nyonya’.“Eum, maaf. Aku jadi ikut-ikutan manggil ‘Mama’. Menurutku, penyidik itu hanya berbohong saat menceritakan keterangan dari Nyonya Mira. Itu salah satu trik untuk menyudutkanmu, agar kau mau mengaku.”“Dari awal hingga akhir penyelidikan, aku tetap dengan jawabanku, bahwa aku berada di rumah ini pada malam kejadian. Meski mereka memaksaku untu
Mereka lekat menatapku. Aku ingin tahu bagaimana respon Juna dan Helen setelah kuceritakan tentang kesaksian Lexa pada malam kejadian.“Semua bukti mengarah kepada Anda, Nona,” ucap Juna seraya menyondongkan badan ke arahku, tangannya terlipat di atas meja, tatapannya begitu sinis.“Oh ya? Kalian hanya punya rekaman CCTV dari kedai Morning, yang hanya memperlihatkanku tengah memakai jam tangan itu. Tapi, apakah kalian punya rekaman CCTV yang memperlihatkanku tengah menusuk Renata, hah?” Aku menantang mereka.Juna tertawa kecil, ia seolah menganggapku bodoh. “Anda dikenai pasal pembunuhan berencana, Nona. Sebelum membunuh, Anda telah merusak semua kamera CCTV di kamar 305. Iya, kan?” Ia menyeringai.Napasku memburu, sungguh membuatku emosi! Aku merasa dipermainkan. Jika kulihat dari ekspresi mereka, sebenarnya mereka pun tahu aku tak bersalah.&
“Itu barang bukti, Nona. Kami tak bisa menyerahkannya—” ucap Helen.“Sstt ….” Potong Mas Kun. “Istriku akan membawa diary itu!”Juna dan Helen berpandangan. Mereka tampak menimbang perintah Mas Kun. Tiba-tiba, Danis—penyidik yang kemarin mencatat setiap jawabanku ketika diinterogasi—masuk. Ia mengatakan bahwa aku boleh membawa diary ini.“Tidak ada yang tahu perihal diary itu kecuali kita yang ada di sini,” kata Danis. “Bukti yang sudah terekspos hanya jam tangan.”“Atasan kita? Pasti dia sudah tahu, kan?” tanya Helen ragu. Sementara Juna hanya diam saja.“Tidak! Diary itu, aku yang menemukan. Dan langsung kusimpan dalam tas, tak masuk laporan penemuan barang bukti,” jawab Danis.Juna mengernyitkan dahui. “Kenapa kau tak melaporkannya?”“Entahlah, aku merasa tak perlu. Lagipula, korban meninggal ka
“Ada hubungan apa sebenarnya kau dengan Mama Mira?” tanyaku, penasaran karena jawaban Rey kontras dengan pernyataan Mama Mira kemarin. Mama bilang, Rey bukan anak itu.Rey tak menjawab, perhatiannya sibuk pada buku diary Renata. Ia tampak mengernyitkan dahi saat membaca kode angka di sana, mungkin karena tak mengerti. Aku yang masih penasaran dengan hubungan Rey dan Mama Mira, merasa tak enak untuk tetap bertanya. Rey begitu serius memecahkan kode angka itu.“Ini bukan kata sandi yang umum. Sepertinya hanya Renata yang tahu artinya,” gumamnya sambil mengetuk-ngetuk telunjuknya ke diary.“Aku pernah menulis diary dengan kode-kode angka, Rey. Misalnya, angka satu sebagai huruf A, angka dua sebagai huruf B,” kataku.Rey menyerahkan diary itu padaku. “Coba artikan,” titahnya, seolah ikut penasaran.“Di sini tertulis angka (12)(21)(24) -61(19)89(15)(14)-(19)(20)(15)(18)5, itu artinya Lux Fashion Stor
Lexa memasang muka cemas, ia memang seperti itu, mudah terusik jika ada hal mengganggu. Aku meyakinkannya untuk percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Apa yang seharusnya kita lakukan, Nona?” Maura ikut bertanya. “Kemarin, salah satu anak buahku menemukan kiriman bangkai ayam di depan gedung ini, saat ia datang di pagi hari.”“Bangkai ayam lagi? Oh, Willy …. Jika kau memang serius ingin menghabisiku, cepatlah datang menghadapku! Jangan hanya beraninya mengirim teror terus-menerus!” Aku menggeram dalam hati.Berusaha bersikap tenang di hadapan mereka, aku memasang senyum palsu. “Oke, aku harap kalian tak terpancing ancaman itu. Ayo, kembali bekerja,” kataku.“Nona, apa kau tidak terganggu dengan ancaman itu? Jika ada sesuatu, atau kau butuh bantuan, bicaralah,” cetus Irene. Ia dan yang lainnya tampak mengkhawatirkanku.“Tahun depan, Lux Fashion Store diprediksi akan menja
“Persetan dengan Lux Fashion Store! Aku ke sini untuk mengantar istriku tercinta. Bukan untuk mendengarkan ceritamu,” ucap Mas Kun setengah membentak.Madame sontak terdiam, ia pasti terkejut menerima respon Mas Kun. Aku tertawa puas dalam hati. Salahnya sendiri, terus-menerus menyinggung orang yang telah mati! Mas Kun paling tak suka hal itu.“It’s okay, Honey. Aku malah tertarik dengan ceritanya,” ucapku pada Mas Kun, sambil mengusap punggung tangannya. Kemudian, pandanganku beralih ke Madame, kupasang muka serius. “Madame, can you tell me more about Lux Fashion Store, please?”Seperti biasa, jika sedang malu, ia menyelipkan rambut ke belakang telinga. Kemudian mendelik sinis selama sepersekian detik, lalu tertawa akrab dengan menutupi mulut menggunakan telapak tangannya. “I think, it’s enough. Kau bisa datang sendiri ke sana untuk melihat-lihat, bukan? Atau … kau tak berani karena minder
[Semua teman-temanku melakukannya, aku tak sendiri. Mencari om-om tajir yang mau membiayai hidupku.]Begitulah isi diary Renata di halaman pertama, paragraf pertama. Tertera titimangsa 11 November 2019 di atas tulisan itu. Berarti, Renata lah yang lebih dulu bertemu dengan Mas Kun.[Audisi pemilihan Brand Ambassador SwimSwim membawaku pada Mas Kun. Ia tertarik saat melihatku berpose di depan kamera dengan mengenakan bikini. Saat kamera memotret punggungku, Mas Kun menghampiri dan ia menciumi tahi lalat di punggungku. Aku tak nyaman. Kupikir, kenapa seseorang sangat berani menyentuhku tanpa izin!]Itu adalah paragraf kedua. Menceritakan bagaimana awal pertemuan mereka. Aku berdiri dan mendekati pagar balkon, kemudian duduk di lantai sambil menyandarkan punggungku ke pagar. Mataku tetap fokus membaca tulisan Renata, yang waktu itu ia berumur delapan belas tahun. Kuperkirakan, ia masih kelas tiga SMA.[Hari berikutnya, Mas Kun datang ke apartemenku—aku
Ia benar-benar murka ketika menemukan alat kontrasepsi milik Rey dan langsung membuangnya ke wajahku.“Berani-beraninya kau mencoreng wajahku! Jadi selama ini kau selalu membagi tubuhmu dengannya, hah?! Kau telah menjatuhkan harga diriku!” hardik Mas Kun sambil menendang dadaku.Dia memperlakukanku sama seperti aku memperlakukan Renata dahulu. Dari mulai membuatku jatuh tersungkur hingga menendang dadaku. Semua itu pernah kulakukan pada wanita binal itu. Hatiku panas, menganggap perlakuan Mas Kun padaku sebagai bentuk membalaskan dendam Renata. Aku bangkit dan dengan berani menghadapinya, kulupakan sejenak rasa sakit di kening dan dadaku.“Coba lihat dirimu sebelum meenilaiku. Pantaskah kau marah setelah mendapatkan pembalasan atas perselingkuhanmu dengan Renata?” Aku menantangnya. “Kau telah berselingkuh dengannya dan mencoreng wajahku di hadapan teman-teman sosialitaku. Mereka tahu kelakuan bejatmu! Tidakkah kau memi
Rey melayangkan tinju di udara, mungkin kesal karena aku tak tahu password itu. Dia mengusap-usap dagu dengan jari tangan dan menggigit bibirnya, seperti sedang berpikir keras.Tak sengaja pandangannya beredar ke seluruh dinding dan menemukan foto-foto yang dikirim Mas Kun terpajang rapi. Ia menunjukkan ekspresi cemburu dengan menatapku dalam-dalam. Rey telah berubah jadi kekasihku lagi."Aku tak suka kau memajang foto-foto ini!" katanya, ketus.Rey melepas foto itu satu per satu. Sementara aku tak ingat kapan pernah memajang foto itu di sini.Sejenak Rey berhenti, seperti teringat hal penting. "Apa ada sesuatu yang sangat erat dengan suamimu?" tanya Rey. "Misal tanggal lahir, artis favorit, nama anak, nama istri—"Aku langsung menjentikkan jari, seketika mendapat ilham tentang kemungkinan kata sandi yang dipakai Mas Kun. "Ya, Rey! Aku ada ide. Kita coba dengan nama Renata!" kataku, memotong omongan Rey. "N
Kurebahkan diri di sofa, kekhawatiran akan gagalnya rencana ini membuat pikiranku semrawut.Teleponku berdering lagi, Madame menghubungiku untuk kedua kali. Firasatku mengatakan hal buruk.“Sebuah mobil hitam mengejar mobilku. Dia sangat cepat!” ucapnya di ujung telepon dengan penuh ketakutan.“Siapa? Kau bisa lihat plat nomornya? Katakan padaku, akan ku-cek!”“Sulit, aku bahkan tidak fokus melihat jalan. Lengah sedikit saja, dia bisa menangkapku! Jika selamat, mungkin aku akan datang terlambat. Jika tidak, maka aku tak akan datang padamu sama sekali,” katanya.“Kau tidak sedang bercanda, kan? Atau jangan-jangan kau sengaja mengecohku agar bisa lari dan memberitahu Willy bahwa aku memegang chip-nya?!” Kecurigaan itu tiba-tiba muncul.Terdengar suara mesin mobil yang semakin kencang, Madame sepertinya benar-benar sedang berada dalam kesulitan. Apakah kecurigaanku salah, ataukah dia m
Ketika memasuki kamar pribadi Mas Kun, kulihat deretan foto Renata berjajar di setiap meja dan di sekeliling dinding—membentuk sebuah garis lurus yang mengelilingi kamar. Betapa terkejut dan geramnya diriku mengetahui Mas Kun masih menyimpan foto-foto Renata!“I told you. Aku belum sempat bereskan kamar ini, jadi kau pasti akan terkejut!” katanya seraya menurunkanku dari pangkuannya.Dengan memakai lingerie yang didesain mirip daster—jadi tak terlalu seksi—aku berjalan menyusuri setiap bagian kamarnya. Ini bukan saatnya menghiraukan rasa sakit hati atau pun rasa cemburuku, walau sebenarnya dadaku terasa sangat panas. Ingin rasanya kuhunjamkan pisau ke dada Mas Kun karena ia berani memajang foto wanita lain di rumah ini! Tapi, aku harus bisa menahan diri karena tujuanku adalah untuk mengambil dokumen perusahaan-perusahaannya.“Banyak sekali fotonya, Mas,” ucapku seraya berpura-pura melihat foto Renata satu per satu yang t
“Gue kangen dengan masa-masa bekerja sebagai SPG toko parfum. Dan Rey memiliki parfum yang dulu dijual di sana. Gue minta parfum itu darinya,” jawabku seraya menunjukkan parfum The Blue Lover pada Lexa.“Lo pake parfum cowok?” Lexa mengernyitkan dahi keheranan.“Apa salahnya?” tanyaku, langsung berlalu meninggalkannya di belakang.Lexa mengejarku, ia terus memanggil namun kuabaikan, merasa risih dengan pertanyaan-pertanyaannya. Perhatiannya kadang berlebihan, dia tipe yang overprotektif. Aku tak suka.Aku sedang memilih sayuran ketika Lexa menarik tanganku. “Apa?” tanyaku.“Tadi lo kemana di jam istirahat? Lo gak sama Rey, kan?”“Please, berhenti mengurusi hidup gue, Lex,” jawabku.“Nita … kenapa lo jadi berubah?”“Bukan gue yang berubah. Lo yang overprotektif!” jawabku.“Nita! Lo bener-bener berubah.
“Do you really feel good?” Rey memastikan perasaanku. “I mean, semoga kau tak merasa buruk setelah kita melakukannya barusan.”Aku termenung beberapa saat. Jujur, rasa bersalah itu pasti ada. Apalagi, baru kali ini aku melakukannya dengan pria lain.“Aku melihatmu tidak baik-baik saja. Oke, kita tak akan melakukannya lagi sampai kau benar-benar siap,” lanjut Rey.Dia bersandar ke sandaran ranjang, memperlihatkan dada bidang dan perut six pack-nya. Kami masih sembunyi di balik selimut, dan aku menjatuhkan kepalaku di dada Rey yang begitu menggoda. Saat itu juga tangan kekarnya meraih tubuhku, membenamkannya ke dalam pelukan hangat yang menenangkan.“Kenapa aku harus ragu dan merasa tidak baik, bukankah Mas Kun pun melakukan hal yang sama dengan Renata, dengan leluasa dan tanpa banyak berpikir macam-macam?” tanyaku.Rey mengecup keningku, “baguslah kalau begitu. Kau jangan khawatir, ak
Wanita paruh baya itu melangkah masuk dengan anggun, sama sekali tak menampakkan rasa bersalahnya setelah menghianatiku. Longdress yang ia kenakan menyapu lantai saat berjalan. Perpaduan menawan antara desain kekinian dan kain kualitas super premium. Madame memakai longdress keluaran perusahaanku.Kuabaikan kedatangan Madame dengan menyibukkan diri memeriksa report kerja dari Maura. Ia melaporkan keuntungan perusahaan dalam seminggu ini hampir mencapai dua milyar, dan itu adalah laba bersih perusahaan! Angka yang fantastis.“Selamat pagi, Nona.” Madame menyapa dengan muka semanis madu. “Hariku sangat indah berkat longdress produksi perusahaanmu.”Aku melihat pada jam tangan hadiah dari Mas Kun semalam. “Jam setengah sebelas. Ini sih bukan pagi lagi,” jawabku ketus.Madame tak kehilangan cara untuk menarik perhatianku. Ia menyodorkan selembar cek kepadaku. “Aku mencairkan laba penjualanmu di butikku. Sudah ku
*Belum larut malam, aku mempercepat laju mobil agar bisa menepati janjiku pada Bobbi untuk bermain dengannya. Sejak kembali bekerja, aku memang kehilangan banyak waktu bersamanya.Aku mengambil jalan pintas agar cepat sampai ke rumah. Bagasi mobil penuh dengan mainan Bobbi yang kubeli tadi sepulang dinner dengan Mama. Dia akan suka jika kubelikan mainan robot Superhero.Hingga tiba di rumah, keadaan sudah sangat gelap, semua lampu dimatikan. Kemana orang-orang? Baru jam sembilan, tak mungkin mereka sudah tidur.Sebuah pemindai wajah merekam gambarku, tak lama kemudian pintu rumah terbuka seiring dengan menyalanya lampu. Aku cukup terkejut melihat pemandangan di depanku. Mas Kun dan Bobbi menyambut dengan topi pesta terpasang di kepala, mereka juga memakai setelan jas.“What happened? Pesta apa ini?” tanyaku.Mas Kun memelukku. Ada Bobbi di sini, tak mungkin aku menghindar dari pelukan Mas Kun. “Aku bisa mengadakan pe
“Gue sama Rey masih ada urusan,” jawabku setelah menemukan ide untuk menjawab. Tak mungkin aku terang-terangan pada Lexa perihal hubungan gelapku dengan Rey, bisa-bisa dia hilang respon terhadapku.“Lantas, urusan seperti apa?” Lexa masih saja bertanya.Aku mengambil dokumen pernikahan dalam map merah, kemudian memperlihatkannya pada Lexa. “Rey datang untuk memberikan ini. Gue minta dia untuk mendapatkan dokumen ini, bagaimana pun caranya. Dan urusan kami bukan sampai di sini saja, gue masih membutuhkan Rey, dia bisa membantu banyak hal,” jawabku.Lexa mengambil map dariku kemudian membuka dokumen itu lembar demi lembar. Ia menatapku lagi. “Lo kekeh pengen menggugat cerai Kun?” tanyanya.Aku mengangguk. “Gue akan ambil semua hartanya dan pergi dari hidupnya,” jawabku.Mata Lexa membelalak, ia menatapku seakan aku ini orang jahat. “Kenapa lo lakuin itu semua?” Pertanyaan i