"Ra-Raymond, tolong maafkan aku," ucap Siran gemetar, bertekuk lutut di depan Raymond dengan raut muka ketakutan. Mata perempuan itu melebar karena rasa takut, air matanya jatuh dan membanjiri pipi. Raymond bukan hanya membuatnya takut, akan tetapi memberikan rasa sakit di pipi. Raymond awalnya sudah lupa pada kemarahannya, akan tetapi mendengar suara Siran, amarah kembali menguasai dirinya. Dengan isyarat, Raymond menyuruh Diego menarik Talita. Setelah itu dia berjalan ke arah Siran dan memukul gelas ke kepala perempuan itu. Namun, sebelum itu terjadi, tangannya lebih dulu ditahan oleh seseorang. Sebuah tangan mungil menggenggam pergelangannya, menahannya agar tidak memukul gelas ke kepala Siran. "Aku takut pada pria kasar, Mas Kaizer," ucap Carmen gugup ketika Raymond menatap ke arahnya, dia buru-buru melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Raymond kemudian menjauh dari pria itu. Aura Raymond sangat mengerikan, pekat dan seakan melilit tubuh dengan kencang. Tatapa
"Umm-- ada kompetisi memasak yang diadakan oleh perusahaan ternama di negara kita. Hadiahnya-- OMG, your dream banget, Sayang!" pekik Teresia, mencubit pipi Carmen gemas. "Chef senior di sini sudah pada tahu tetapi karena jadwal mereka padat, mereka tidak bisa ikut. Hanya kamu dan aku yang bisa ikut, karena kita masih dianggap bocah sama mereka. Tetapi karena ini impian sahabatku, aku mempersilahkan mu dengan segala hormat," ucap Teresia manis, merangkul pundak Carmen dengan akrab. "Hadiahnya besar, pemenang pertama mendapat uang sebesar 5 miliar, sertifikat dan piala kemenangan. Juga berkesempatan kursus memasak dengan chef terkenal di dunia. Juara dua, dapat uang 3 miliar dan sertifikat. Kalau juara tiga, dapat uang 1 miliar sama sertifikat." Mata Carmen berbinar-binar mendengar hal itu, akan tetapi mengingat sesuatu dia menekan diri untuk tak terlalu antusias. "Umm, kompetisi ini diadakan oleh perusahaan apa?" "Perusahaan InMie yang berkolaborasi dengan lima universitas yang
Indah. Tapi-- kenapa Carmen sedih? "Setelah Tuan sembuh, sebuah peristiwa naas terjadi. Siran hamil dan kehamilannya adalah bencana bagi keluarga kami. Suaminya menceraikannya karena masalah itu, dan seseorang yang menghamilinya tak ingin bertanggung jawab. Bahkan berniat membunuh janin Siran. Awalnya, Tuan juga tak ingin bayi itu lahir karena bagi Tuan, anak itu merupakan bencana. Siran menghilang dan kembali dengan seorang anak perempuan. Anak itu ingin dilenyapkan oleh keluarga Abraham, tetapi Tuan melindunginya. Tuan punya kenangan masa kecil yang sangat buruk, dan Talita-- penting bagi Tuan. Dia satu-satunya untuk Tuan dan dia tak ingin masa kecil Talita sulit sepertinya. Beberapa kali Tuan melindungi Talita yang berniat dilenyapkan oleh seseorang, beberapa kali juga dia berusaha mendapatkan hak asuh Talita-- karena Tuan tahu Talita akan menjadi luka untuk anda, sebab adanya Siran. Namun, Tuan selalu gagal mendapatkannya karena Tuan bukan ayah Talita. Sampai sekarang Tuan mas
"Aku sudah mengumpulkan informasi tentang Nyonya Ura dari salah satu Maid yang pernah bekerja di rumah Nyonya, Tuan," lapor Diego pada tuannya–Raymond Kaizer Abraham. Semalam Raymond menghubunginya dan menyuruhnya mencari informasi tentang hubungan Carmen dengan ayahnya. Raymond melakukannya karena dia penasaran pada sesuatu. Raymond hanya tahu kalau istrinya kekurangan cinta ayahnya setelah ayahnya menikah lagi. Cinta yang seharusnya untuk Carmen dirampas oleh kakak tirinya. Namun, meski begitu ayahnya tetap menyayanginya. Hanya porsinya yang berkurang. Itu yang Raymond tahu! Akan tetapi setelah Raymond mendengar perkataan Carmen semalam, dia menjadi ragu. 'Jangan seperti ayahku.' Ucapan Carmen yang mengarah agar Raymond tak melakukan hal yang sama seperti yang ayah Carmen lakukan pada Carmen. Cara Carmen menyebut kalimat tersebut, seperti ada luka besar yang membuat perempuan ceria dan penuh semangat itu terlihat sangat rapuh. "Maid ini sangat bisa dipercaya, Tuan, karen
Meski hanya lewat cerita, Raymond bisa merasakan rasa sakit dan pilu yang istrinya alami saat itu. 'Aku memang tembus pandang.' Mengingat ucapan istrinya tersebut, Raymond tersenyum miris. Ternyata itu bukan sebuah sindiran untuk Raymond saja, tetapi memang sebuah fakta menyakitkan bagi istrinya. Pantas saja istrinya menegaskan agar Raymond tidak mencintainya, karena Carmen takut dia diperlakukan seperti dulu. "Diego, Ura terluka karena ada Talita," ucap Raymond tiba-tiba dengan lirih, "mempertahankannya-- aku hanya akan menambah lukanya. Tapi aku tidak akan melepaskannya sampai kapanpun!" "Tuan, masalah anda dan Nyonya akan selesai jika Tuan jujur tentang Talita. Aku yakin, Nyonya akan tetap menerima Tuan. Sama seperti Nyonya menerima Tuan dahulu." "Aku tidak yakin." Raymond berkata cepat. "Apa yang membuat Tuan tidak yakin?" tanya Diego cepat. "Orang yang tumbuh bersamaku saja memilih meninggalkanku. Apalagi Ura-- dia tidak mencintaiku." "Bagaimana jika Nyonya menc
Namun, saat dia akan masuk ke perusahaan, seorang bodyguard menghalangi dan menghadang Carmen. Bodyguard tersebut terasa asing bagi Carmen, membuat Carmen memicingkan mata–berusaha mengenali. "Ini bukan tempat bermain anak-anak, cepat pergi dari sini!" bentak bodyguard tersebut pada Carmen. Carmen menunjuk diri sendiri. "Aku-- anak-anak?" horornya, cengang dan kesal secara bersamaan. "Ck, cepat pergi! Tuan Harlen akan lewat, dan kau-- anak kecil, menghalangi jalan Tuan!" marah bodyguard itu lagi. Mulut Carmen menganga, semakin syok dan tak terima karena dia disebut anak kecil. "Anak ke--kecil?! Heh, Kakek, jangan panggil aku anak kecil yah! Aku perempuan dewasa! Asal Kakek tahu!" "Malah bawel! Cepat pergi!" usir bodyguard tersebut, sedikit tersentil karena dia dipanggil kakek oleh Carmen. "Hei, apa yang kau lakukan pada Nyonya kami?! Beraninya kau mengusirnya! Kau mau cari mati, Hah?!" marah seorang bodyguard yang baru datang. Carmen cukup mengenali wajahnya karena bod
"Ya-yaaa … aku jatuh cinta. I love you, Mas Kaizer. Muachhh …." Carmen memperlihatkan cengiran lebar pada Raymond, mengedipkan mata beberapa kali agar terkesan meyakinkan. Raymond terdiam sesaat, menampilkan raut muka datar dan mengamati muka istrinya yang terlihat riang. "Kau yakin?" tanya Raymond datar. Carmen mengerjapkan mata kembali lalu menganggukkan kepala, "aku yakin dan aku tidak punya keraguan, Mas Kaizer tercinta," ucap Carmen, berbalik arah menghadap Raymond–melingkarkan kaki di pinggang pria itu. Demi sebuah kebenaran, Carmen nekat melakukan ini! "Berarti kau kalah?" Raymond menaikkan sebelah alis, menyentak inggang Carmen sehingga tubuh perempuan itu semakin rapat dengan tubuhnya. "Kalah menang, itu tidak masalah, Mas Kaizer. Terpenting aku cinta kamu. Ehehehe …." Di akhir kalimat Carmen cengengesan. Sebenarnya dia malu dengan tingkahnya tetapi dia sangat ingin mengetahui siapa sebenarnya Talita. "Kau hanya ingin tahu siapa Talita, bukan mencintaiku," ujar
Jika dia hanya duduk, Carmen tidak akan bisa menjangkaunya. "Aku sudah menuruti kemauan Mas Kaizer. Sudah merayakan hari cinta, sudah mengikuti kemauan Mas juga, menjadi baik, penurut dan tidak membangkang. Tapi-- sampai sekarang Mas tidak memberitahuku siapa sebenarnya Talita. Mas pembohong yah?" Raymond tersenyum tipis, menoleh sejenak pada istrinya. "Kau cerewet juga," ucapnya pelan. "Mas, cepat bilang!" Carmen yang kesal menutup kepala Raymond dengan handuk. "Karena aku menang dan kau mengaku mencintaiku sebelum tiga bulan berakhir, maka aku berhak meminta sesuatu padamu." Gluk' Carmen meneguk saliva secara kasar, firasatnya buruk! Jangan-jangan Raymond …- "Aku ingin kau memberiku waktu untuk bisa mengungkap siapa Talita padamu," lanjut Raymond. Carmen langsung menjauh dari Raymond, seketika membaringkan tubuhnya di ranjang. Sudah ia duga dan Raymond sangat mengecewakan! Raymond menoleh ke belakangnya, mendapati Carmen yang sudah berbaring di ranjang. "Aku berjanji a
Lennon mengangkat pandangan, menatap putranya dengan tatapan kagum bercampur tak percaya. Yah, pria yang sering diteriaki iblis tak berhati itu adalah putranya. Dia orang yang sama dengan anak kecil yang melihat ayahnya membunuh ibunya yang sedang hamil besar. Dia anak yang tumbuh dengan kasih sayang yang sangat kurang, dan mental yang terluka. Namun, kenapa dalam hal ini, putranya terlihat seperti seseorang yang tumbuh tanpa luka?! Lennon tahu Raymond sangat ingin punya adik, dan dulu-- dia sangat menunggu kelahiran adiknya. Lennon juga tahu Raymond melindungi Talita karena gadis kecil itu adiknya. Hanya saja, Lennon tetap tak percaya bahwa putranya bisa melakukan hal ini; membuat adiknya percaya pada hari baik, menjaganya, dan menjamin kehidupan bagi adiknya. Lennon tak menyangka kalau Raymond sangat tulus pada Talita. Ketulusan anak itu sampai di titik-- membuat Talita lebih memilih kakaknya dibandingkan ibu ataupun ayahnya. "Kemari," panggil Raymond pelan pada Talita. Anak
"Kak Lemon," jawab Talita dengan nada takut bercampur gugup. Jawabannya tersebut membuat orang-orang menatap terkejut pada Talita, merasa aneh ataupun heran. Sebab, kenapa Talita malah memilih Raymond? Bukankah seharunya Talita memilih salah satu dari orang tuanya? Bukan Raymond. "Sayang, Tuan Raymond bukan pilihan," ucap Laudia lembut pada cucunya. Hanya pura-pura karena dia juga tak menyukai Talita, anak ini akan menjadi beban di keluarga Klopper. Yah, kecuali Siran menikah dengan Lennon, mungkin anak ini akan menjadi cucu kesayangannya. Talita melepas pelukan Siran dari tubuh kecilnya. Dia berdiri ditengah dengan tubuh kecil yang ketakutan. Talita menatap satu per satu orang-orang di sana, memperhatikan wajah mereka yang terlihat menakutkan bagi Talita. Meski masih kecil, tapi Talita tahu mereka semua tak menginginkan Talita. Tapi …-Talita menatap ke arah Raymond yang menampilkan air muka datar. Kemudian dia menatap ayah dan berakhir pada mamanya. "Talita tidak menyayangi Mam
"Tetapi Ayah tidak mau menikah dengan Mama, jadi kamu harus memilih salah satunya," ujar Siran lagi dengan nada sendu supaya mendapat simpati dari yang lainnya. Dia sengaja mengatakan hal itu, agar Talita memaksa Lennon untuk menikahinya. Secara ragu, Talita menatap ke arah Lennon, akan tetapi anak itu langsung menunduk takut karena melihat wajah marah ayahnya. Dia tidak berani! "Jadi Talita ingin bersama Ayah atau Mama?" tanya Siran kembali dengan nada rendah, sengaja membelai rambut Talita agar dia terlihat lembut dan menyayangi anak itu. "Bukankah dulu Kak Lennon tidak ingin Talita? Jadi biarkan saja Talita ikut dengan Siran. Toh, status Talita juga bukan anak sah keluarga Abraham," ucap Rihana dengan nada tegas, memberi tanggapan pada Lennon. Memang benar, Rihana ingin Lennon menikahi Siran, karena dengan begitu nama baik Lennon perlahan akan pudar. Selain itu, dia ingin balas dendam pada Selin. Sebab jika Lennon menikah dengan Siran, maka posisi Selin akan semakin rendah. Itu
"Aku hanya ingin anakku kembali padaku. Aku yang membesarkan Talita dengan segenap jiwa. Sedangkan kalian semua, dulu kalian ingin melenyapkannya kan?" ucap Siran dengan sedih, duduk di lantai sebagai hukuman dari ayahnya. Sebelumnya, dia mendapat tamparan di wajahnya dari Lennon. Itu sangat sakit! Untungnya ayahnya memohon supaya Lennon berhenti menamparnya. Mantan suami dan mertuanya juga datang ke sini. Mereka ingin mengetahui apa sebenarnya terjadi, dan seperti apa selanjutnya. Selain itu, mereka datang untuk menuntut Raymond pada Lennon karena Raymond menendang perut Harlen. Perut Harlen lebam dan sakit, dan itu perbuatan kejam Raymond. "Itu karena kami tidak tahu kalau anak yang kau kandung, itu anak Kak Lennon," ucap Rihana dengan nada lembut, tetapi terkesan menyindir–seperti menggiring orang-orang supaya berpikir kalau Lennon adalah pria bejad. Padahal semua sudah tahu jika Lennon adalah korban kelicikan Siran. Lennon dijebak oleh wanita menjijikan ini! "Apa mak
Carmen langsung melebarkan senyuman pada Raymond, melambaikan tangan pada suaminya tersebut. Namun, dia tetap berdiri di kaku di tempatnya. Faktanya, bukan hanya chef lain yang takut Raymond di sini. Carmen juga sangat takut karena dia yang akan menjadi bulan-bulanan suaminya di sini. Melihat Vincen tak jauh darinya, Carmen mendekati pria itu lalu berbisik padanya. "Kepala Chef yang memanggilnya ke sini yah?" bisik Carmen pelan. "Menjauh, Carmen. Saya dalam masalah besar," balas Vincen, sudah berkeringat dingin sambil menatap panik pada Raymond. Tiba-tiba Carmen mendekatinya dan Raymond yang ada di depan sana langsung melayangkan tatapan membunuh padanya. "Makanya jawab, Kepala Chef." Carmen berbisik lagi. Vincen menganggukkan kepala. "Saya takut Tuan Harlen melukaimu, Carmen. Oleh sebab itu saya menghubungi Tuan Raymond.""Hehehe … terimakasih, Kepala Chef. Kamu membuat kita semua dalam bahaya," cengenges Carmen, menatap tertekan pada Vincen. Astaga! Kenapa atasannya ini harus
"Hah?" Carmen melongo kaget mendengar penuturan Harlen. Menurut Carmen, pria ini sangat tidak sopan dan keterlaluan karena membahas hal seperti itu pada Carmen. Pertama, mereka tak sedekat itu dan yang kedua, apa hak nya membongkar masalah 'itu seseorang? 'Kupikir Abraham paling tak sopan itu Mas Kaizer, ternyata masih ada Fir'aun satu ini.' batin Carmen, menatap malu bercampur meringis mendengar ucapan Harlen barusan. Namun, Carmen mencoba tenang dan tak terpancing kemarahan. "Yah, suamimu seorang hyper. Dan suatu saat, setelah kau tidak bisa memuaskannya lagi, kau akan dicampakkan. Lebih baik sekarang minta cerai lah padanya, Carmen, sebelum kau dicampakkan," lanjut Harlen, menyunggingkan smirk tipis karena merasa Carmen terhasut oleh ucapannya. Lihatlah! Raut muka Carmen seperti menahan jijik. Tentu saja! Perempuan baik-baik seperti Carmen akan sangat menghindari pria hyper. Karena itu dianggap tidak benar. "Sok tahu! Orang Mas Kaizer tank kok," ucap Carmen tiba-tiba. R
"Pipiku sudah tidak apa-apa, Mas," ucap Carmen, di mana saat ini dia dan suaminya telah di rumah mereka. Raymond tengah mengompres pipinya, padahal sebelumnya pria ini juga sudah mengobatinya. "Syuttt." Raymond memberi isyarat supaya Carmen diam, "pipimu merah karena wanita gila itu. Apa masih sakit, Sweetheart?" tanya Raymond kemudian, menyentuh pipi istrinya dengan lembut pada pelan. Dia sangat berhati-hati karena takut menyakiti istrinya. Carmen menggelengkan kepala. "Ini tidak sakit, Mas. Percaya deh padaku," ucapnya pelan, berusaha meyakinkan suaminya yang terlihat masih sangat khawatir. "Seharusnya aku tidak membawamu ke sana." Raymond menarik Carmen dalam pelukannya, mendekap istrinya secara hangat, "maaf," lanjutnya. "Ti-tidak perlu meminta maaf, Mas Kaizer," cicit Carmen, merasa tak enak pada Raymond. Suaminya tidak salah sama sekali dan Carmen juga tak punya pikiran untuk menyalahkan Raymond. Malah, dia sangat senang! Karena ketika dia mendapat masalah di keluarga
"Mama, ada Ayah," ucap Carmen, setelah membawa Lennon masuk dalam kamar tersebut. Selin mendongak, memasang wajah kaget bercampur gugup. Matanya membulat, menatap panik bercampur malu pada Lennon. Sedangkan pria itu, terlihat memasang muka datar. Sehingga Selin sulit menebak apa yang pria pikirkan. "Oh." Selin buru-buru duduk, membungkuk pada suaminya untuk memberi hormat, "a-ada apa Tuan? Kenapa anda datang ke sini? Apa Tuan butuh sesuatu?" tanya Selin dengan bahasa yang begitu formal. Carmen menggaruk pipi, memperhatikan mertuanya yang berbicara sangat formal. Dia ingin mengatakan aneh, tetapi bukankah dulu dia juga berbicara formal pada Raymond?! "Tidak ada." Lennon menjawab santai, berjalan ke kasur lalu duduk di pinggir. Dia menepuk tempat di sebelahnya, isyarat supaya Selin duduk di sana. Selin menurut, mendekat pada suaminya lalu duduk di sebelah Lennon. "Apa Tuan ingin membicarakan sesuatu?" tanya Selin kembali. "Humm." Lennon berdehem singkat, dia menoleh sejenak
"Chestnut, Ayah tidak …-" "Cukup tahu, Ayah!" ucap Carmen dengan nada ketus, meraih pergelangan Selin lalu menariknya supaya pergi dari sana. "Ayo, Mama, kita pergi dari sini. Aku akan membantu Mama mengemasi barang, Mama minggat dari rumah ini supaya Ayah senang. Aku juga akan membantu Mama mengurus surat perceraian dengan Ayah," ucap Carmen dengan nada lantang, bergegas masuk sambil menarik paksa Selin. Raymond menghadang saat di pintu, dia berniat marah karena Carmen kabur. Namun, mengejutkannya, Carmen mendorongnya cukup kuat lalu menyenggol lengan Raymond secara sengaja–saat dia melewati Raymond. "Damn!" umpat Raymond pelan, berkacak pinggang sambil memperhatikan punggung istrinya yang kian menjauh. Kening Raymond mengerut karena bingung. Apa dia melakukan kesalahan? Di sisi lain, Lennon terdiam dan membeku mendengar ucapan Carmen tadi. Hell! Kenapa anak kecil dengan cengiran manis itu mendadak menyeramkan?! 'Mama minggat dari rumah ini supaya Ayah senang. Aku ju