Darren masih menunjukkan senyum lebar. “Aku tahu kamu bergabung dalam syuting sinetron Pak Teddy. Jadi, aku sengaja kemari. Kelak kita bisa bekerja bersama lagi!”Sonia berkata dengan tersenyum, “Bukankah kamu sudah naik pangkat dalam tim sebelumnya? Sepertinya kamu nggak usah ke sini, apalagi demi aku.”“Syuting itu akan segera selesai. Aku sudah menyerahkan sisa pekerjaanku kepada asisten. Jadi, nggak bakal terganggu, kok!” balas Darren dengan blak-blakan.Kemudian, Darren terdiam sejenak dan bertanya, “Apa Thalia juga berada di lokasi syuting? Apa kalian sudah ketemuan?”“Emm, sudah ketemu tadi.” Sonia menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuhnya untuk melihat Darren di belakangnya. Dia mengangkat-angkat alisnya. “Kenapa kamu buru-buru ke sini? Apa kamu takut aku akan … ditindas?”Thalia adalah pemeran utama dalam sinetron kali ini. Semua orang otomatis akan menyanjungnya. Jika Thalia benar-benar ingin menindas seorang desainer busana, dia juga tidak perlu turun tangan sendiri
Di lantai bawah, Darren melempar garpu dan pisau di tangan, lalu berkata dengan mengerutkan keningnya, “Merusak suasana saja! Makan sang saja bisa ketemu sama dia! Kalau tahu dia ke sini, aku juga tidak akan ajak kamu ke sini! Jadi tidak selera makan.”Sonia memotong steak sapi dengan perlahan. “Hei, anak muda, yang tenang!”Darren tersenyum. “Kalau aku masih muda, tadi sudah aku tampar dia!”Sonia berkata dengan perlahan, “Aku dan Reza sudah putus. Sesuai logika, kita nggak ada alasan untuk menyalahkannya. Kalau nggak suka, nggak usah saling berhubungan saja, nggak usah turun tangan.”Darren tersenyum dingin. “Kamu jangan bicara logika. Kalau dia setia kawan, apa mungkin dia akan jadian sama mantan kekasih teman baiknya sendiri!”“Jangan bahas masalah ini lagi! Kalau kamu bahas masalah ini lagi, sepertinya aku juga nggak ada selera makan.” Sonia mengangkat kepalanya menatap Darren sekilas.Darren menghela napas, lalu kembali memegang garpu dan pisaunya. “Ayo, makan! Biar cepat pergi!”
Senyuman Thalia seketika menjadi kaku. Dia menunjukkan senyuman lugunya. “Aku kira Sonia dan Reza sudah putus. Jadi, mereka nggak peduli sama masalah ini lagi!”“Heh!” Darren mendengus dingin. “Thalia, kenapa aku tidak sadar kalau kamu itu pelakor!”Raut wajah Thalia seketika berubah muram.“Darren, aku sudah mengalah dari tadi. Kamu jangan keterlaluan, ya!”“Ini namanya keterlaluan?” Darren kembali mendengus dingin. “Semuanya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan penderitaan yang kamu datangkan untuk Sonia!”Thalia menarik napas dalam-dalam seolah-olah sedang bersabar. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata dengan datar, “Darren, masalah ini masalah aku dengan Sonia. Bisa nggak kamu keluar dulu? Biarkan aku ngobrol berdua sama Sonia?”“Ngapain ngobrol lagi? Apa kamu ingin kembalikan Reza kepadanya?” Darren berkata dengan kasar, “Kalau kamu nggak mau kembaliin, nggak usah omong kosong lagi. Sonia juga nggak ingin dengar.”Raut wajah Thalia menjadi pucat. Dia tidak ingin menghiraukan
Terlihat kobaran api di dalam mata Sonia. Dia melihat pensil yang hancur di lantai, lalu berjongkok untuk memungutnya.Saat ini Darren masuk ke ruangan, lalu bertanya dengan mengerutkan keningnya, “Apa dia sudah pergi? Apa yang dia katakan kepadamu?”Sonia membuang pensil yang telah rusak itu ke tong sampah, baru menjawab, “Nggak apa-apa. Aku hanya beri tahu dia, kelak kami nggak mungkin bisa berteman lagi!”Darren mengangguk. “Benar apa katamu! Tak disangka dia begitu nggak tahu malu, malah ingin berteman seperti dulu lagi! Mimpi sana!”Sonia menepuk-nepuk tangannya. Saat dia mengangkat kepalanya, raut wajahnya terlihat tenang. “Oke, jangan ungkit masalah dia lagi, nanti malah memengaruhi pekerjaan.”Darren takut Sonia akan merasa sedih, dia pun segera membalas, “Oke, kita tidak usah ungkit namanya lagi!”…Malam harinya, sewaktu Sonia sedang melukis desainnya, Melvin melakukan panggilan video dengannya.Melvin mengangkat ponselnya, lalu memperlihatkan isi dari vilanya. “Lihat yang je
Sonia mengerutkan keningnya, lalu berjalan menghampirinya. “Ngapain angkat batu?”Si ketua tim terkekeh. “Nona Sonia.”Ukuran batu itu bervariasi. Batu berukuran kecil sebesar bangku kecil, sedangkan ukuran yang besar sekitar 50 kilogram.Darren tampak terengah-engah lantaran kecapekan. Dia berusaha untuk menegakkan pinggangnya, lalu menjawab, “Tidak apa-apa, untuk keperluan syuting nanti sore.”Si ketua tim berjalan ke sampingnya. “Nanti sore ada syuting acara ulang tahun di luar ruangan. Nona Thalia ingin dibikinkan latar gunung palsu.”Sonia menyadari masih ada beberapa bongkah batu yang belum dipindahkan. “Sudah makan belum?”Darren menggeleng, lalu membalas dengan terengah-engah, “Belum, nanti saja setelah selesai!”Ketua tim mulai mendesak dengan tidak sabaran, “Nona Thalia sudah menunggu. Cepat kerja!”Raut wajah Sonia menjadi muram dalam seketika. Bagaimanapun, Darren sudah bertahun-tahun bekerja di dunia hiburan. Dia memiliki pengalaman dan kemampuan yang menonjol. Dalam tim s
Sonia melihatnya dengan dingin. “Bukannya kamu bilang nggak ada makanan lagi?”Lelaki segera mengalihkan pandangannya. Dia sengaja bersikap galak untuk menyembunyikan rasa gugupnya. “Itu disisakan untuk orang lain!”Sonia mengambil kotak makanan pergi. Raut wajah si lelaki kelihatan semakin muram saja. Dia berlari untuk menahan Sonia.Sonia membalikkan tubuhnya, lalu menendang meja kayu di samping. Meja kayu yang sangat berat itu mengeluarkan suara keretek dan menabrak ke sisi orang yang menghalanginya.Lelaki itu segera mengelak dan menabrak kotak penyimpanan di belakangnya. Seketika terdengar suara piring-piring yang berjatuhan.Lelaki itu melihat Sonia dengan rasa takut.Wanita muda itu mengenakan kaus putih dengan celana jeans panjang. Tubuhnya sangat kurus bagai seorang anak SD saja. Hanya saja, dapat terlihat aura membunuh di diri wanita muda ini. Ditambah lagi dengan tendangan kuat itu, raut wajah si lelaki seketika berubah.Sonia menatapnya dengan tatapan dingin. “Kalau kamu be
Sonia berdiri, lalu berjalan ke sisi Thalia.Thalia mengedip-ngedipkan matanya, lalu menatap Sonia dengan lemah lembut. “Sonia.”“Plak!”Tamparan yang dilayangkan Sonia sangatlah kuat hingga Thalia langsung terjatuh. Tampak bekas darah di ujung bibir Thalia. Kepalanya kliyengan dan dia pun terbengong.Suasana di sekitar menjadi sangat hening.Asisten Thalia menjerit sambil berlari ke sisinya. Menyadari wajah Thalia membengkak dan tampak darah di ujung bibirnya, asistennya Thalia menunjuk Sonia sembari memarahinya, “Apa kamu tahu Thalia itu siapa? Kamu tunggu saja! Masalah ini masih belum berakhir!”Liana, Jeremy, dan wakil sutradara sedang mengerumuni mereka. Sementara, para kru yang bertugas segera membubarkan para pemeran lainnya dan tidak berpesan untuk tidak boleh menyebarkan masalah ini.Situasi di lokasi sangatlah kacau.Thalia dipapah, lalu dikelilingi oleh empat atau lima asisten. Ada yang memayungi, memberikan minuman, dan ada yang menyerahkan tisu basah antiseptik.Wakil sutr
Setelah mereka berjalan jauh, Giselle pun segera berkata, “Sonia itu memang kurang ajar. Tadi seharusnya aku telepon Tuan Reza. Tuan Reza pasti nggak bakal lepasin dia!”Tatapan Thalia semakin muram. Dia pun membalas, “Sudahlah, masalah sepele seperti ini nggak usah repotin dia.”“Jangan-jangan kamu biarkan dia menamparmu begitu saja? Kamu itu pemeran utama dalam sinetron kali ini dan juga adalah kekasihnya Tuan Reza. Memangnya siapa dia? Dia bisa dihancurkan Tuan Reza dalam hitungan detik!” jerit Giselle dengan marah.“Jangan dibahas lagi! Kamu pergi ambilkan es untukku. Sebentar lagi syuting akan dimulai. Aku ingin kompres wajahku!” pesan Thalia.Giselle menyuruh yang lain untuk mengambilkan es. Dia menatap Thalia dengan sakit hati. “Thalia, kamu terlalu gampang luluh. Padahal kamu sudah ditampar, kamu malah bisa bersabar seperti ini. Kalau kamu begini terus, nanti kamu akan ditindas orang-orang.”Thalia pun tersenyum. “Dulu aku dan Sonia adalah teman yang sangat baik. Hanya saja, se
“Emm, aku tidur siang!” Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, “Bagaimana dengan pertemuan tadi siang?”Theresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya nggak begitu cocok.”Morgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.“Nggak cocok?” Ranty merasa agak kecewa. “Kenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?”Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kami saling nggak suka.”“Jadi, kalian nggak nonton opera?”“Nggak!”“Kakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, “Hanya ada daun teh, coba dicicipi.”“Oke, tidak masalah!” Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, “Juno, kapan kamu pulangnya?”Juno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.“Kenapa malah nggak hiraukan aku?” Rose mengejarnya. “Apa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!”Langkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.“Kenapa, sih!” Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, “Jangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?”Bola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. “Aku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, ‘kan?”“Aku malah mau tularin ke kamu!” Rose membelalakinya. “Biar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!”Juno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. “Apa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. “Panas! Panas sekali!”Juno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m