Yandi mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud ucapan Reza.Reza pun berdiri. “Aku tidak permasalahkan masalah dulu. Aku berharap Bos Yandi bisa menjauhi Sonia. Aku akan bawa Tasya pergi dari sini. Aku akan ingat budimu yang telah menyelamatkan Tasya dari tangan Yoko!”Yandi mengangkat kepalanya menatap si lelaki. “Aku tidak tahu apa yang telah Tuan Reza dengar. Tapi kalau kamu benar-benar menyukai Sonia, aku harap kamu bisa percaya sama dia!”“Itu masalah aku dengan dia!” Tatapan Reza semakin tajam. Dia pun segera meninggalkan tempat.Tasya tahu sudah saatnya dia pergi. Dia berkata pada Yandi dan yang lain, “Terima kasih sudah menjagaku selama ini. Kelak, aku pasti akan kembali untuk mengunjungi kalian semua.”Bruno, Leon, dan yang lain sungguh tidak merelakan kepergian Tasya. “Tasya, kalau kamu ingin makan steamboat, kamu bisa langsung ke sini. Kamu nggak usah bayar, gratis!”Tasya pun mengangguk dengan tersenyum. Setelah itu, Tasya membalikkan kepalanya untuk melihat Yandi. Terl
Sonia sungguh kaget dengan sikap Reza. “Kenapa kamu berbicara seperti ini?”Reza menarik napas dalam-dalam. Dia menyandarkan sikunya ke atas paha dan menggenggam erat kedua tangannya. “Tasya masih kecil. Lagi pula, seharusnya kamu beri tahu masalah ini sama aku.”Sonia menggigit bibirnya, lalu bertanya, “Apa kamu tahu masalah penculikan Tasya? Sebenarnya masalah ini ….”“Aku tidak lagi membahas masalah itu!” potong Reza, “Masalah itu ulah Yoko, tidak ada hubungannya dengan Yandi. Aku tidak akan menyalahkan orang-orang di dalam restoran itu.”Reza tertegun sejenak, lalu melanjutkan, “Tapi kebanyakan anggota Yandi memiliki riwayat di penjara. Kamu malah membiarkan mereka berhubungan dengan Tasya. Apa kamu pernah kepikiran akibatnya?”Sonia terdiam sejenak, lalu berkata dengan datar, “Aku merasa kamu punya prasangka buruk sama mereka. Leon dan yang lain memang pernah melakukan kesalahan, tapi mereka bukan orang jahat. Lagi pula, mereka semua menganggap Tasya sebagai adik mereka sendiri. M
Orang tua Tasya sedang dinas ke luar kota. Kakek pergi memancing bersama temannya. Tandy juga sedang di sekolah. Saat makan siang, hanya tersisa Tasya dan neneknya di rumah.Tasya berulang kali mengaduk sup di dalam mangkuknya. Dia tidak memiliki selera makan!Lysa pun menyadarinya. Dia bertanya dengan mengerutkan keningnya, “Kenapa? Sakit?”“Nggak!” Tasya menggeleng.“Kenapa kamu nggak keluar dalam beberapa hari ini?” Lysa menaruh makanan kesukaan Tasya ke piringnya, lalu bertanya dengan tersenyum.“Aku sudah mengundurkan diri!”“Mengundurkan diri? Betul juga, sudah saatnya kamu mempersiapkan S2-mu.”“Emm!” Tasya hanya makan beberapa suap, lalu naik ke lantai atas. Dia berbaring di atas ranjangnya melihat pisau cukur di dalam laci nakasnya. Hatinya terasa sangat penat saat ini.Saat menjelang jam dua sore, Lysa mengetuk pintu kamar. “Tasya, Nenek mau keluar, kamu mau ikut tidak?”Awalnya Tasya ingin menolak ajakan neneknya. Tiba-tiba dia kepikiran sesuatu, lalu segera membuka pintu d
Bruno merasa sekarang Tasya sudah tidak bekerja di restoran lagi. Dia hanya datang untuk mengunjungi temannya saja, jadi Bruno pun tidak melarangnya.Tasya berjalan ke lantai atas. Dia sungguh gembira ketika melihat ruang tamu yang tergolong bersih, tidak seberantakan dulu lagi.Pintu kamar Yandi tidak ditutup rapat. Tasya ingin mengejutkannya, jadi dia pun langsung masuk tanpa bersuara. Namun ketika pintu dibuka, kebetulan dia langsung berpapasan dengan mata lelaki itu.Yandi sedang bersandar di ranjang sambil bermain gim. Ketika melihat kedatangan Tasya, dia merasa sangat kaget.Tasya terbengong tidak bergerak sama sekali. Sudah beberapa hari mereka tidak bertemu, mungkin karena belakangan ini Tasya selalu memikirkannya, ketika melihat Yandi langsung, jantungnya spontan berdegup kencang. Entah kenapa Tasya malah ingin menangis saat ini.Mereka berdua bertatapan selama beberapa detik. Kemudian, Yandi duluan berkata, “Kenapa kamu datang ke sini?”Tasya menunjukkan senyumnya berjalan ke
“Emm, aku pergi dulu. Semuanya bekerja yang giat, ya, biar bisa menghasilkan banyak uang lagi!” Tasya tersenyum sambil melambaikan tangannya. “Sampai jumpa!”Bruno, Leon, dan yang lain mengantar Tasya keluar restoran. Mereka menatap taksi yang ditumpangi Tasya melaju pergi.Kemudian, Bruno naik ke lantai atas, menuangkan segelas air untuk Yandi. “Tasya sudah pergi!”“Emm,” balas Yandi sambil menatap ponselnya.“Tasya memang baik. Dia bahkan datang khusus untuk mengunjungi kita!”Yandi tiba-tiba mengangkat kepalanya dan bertanya, “Khusus? Bukannya dia singgah setelah keluar sama temannya?”“Apa iya?” tanya Bruno dengan ragu, “Tadi aku lihat dia pulang naik taksi. Seharusnya dia datang khusus untuk mengunjungi kita. Aku juga nggak melihat ada orang lain.”“Kalau Tasya datang lagi, jangan biarkan dia naik sendiri. Kamu ikut ke atas.”Bruno tersenyum dengan tidak acuh. “Bos, sepertinya kamu terlalu waspada. Kamu itu cowok, kenapa kamu takut akan diambil keuntungan oleh seorang ce …..”Belu
Thalia merasa kaget. Dia spontan melirik sekeliling, lalu menunduk. “Beberapa hari ini, Pak Reza nggak datang untuk jemput Sonia. Aku kira merasa lagi berantem. Tapi tadi aku dengar Sonia lagi telepon sama Pak Reza. Sepertinya Pak Reza akan datang menjemputnya.”Gerakan tangan Gina berhenti. Terlintas tatapan sinis di matanya. Dia sungguh membenci Sonia dan juga Reza!Jelas-jelas Reza tahu Sonia memendam maksud lain. Bahkan, Tasya hampir celaka. Dia masih saja tidak melepaskan Sonia!Hanya saja, semuanya bukan masalah! Masih ada selembar kartu as di tangan Gina!Berhubung Reza tak tega untuk melepaskannya, dia akan mencari orang untuk memaksanya untuk melepaskan Sonia!Setelah acara kumpul bersama berakhir, mobil Reza juga sudah tiba di Nine Street Mansion. Dengan adanya kejadian sebelumnya, kali ini semuanya juga tidak kaget ketika melihat Sonia memasuki mobil Reza.Namun berbeda dengan Thalia, dia berdiri di bawah pancaran lampu jalan dengan tatapan kecewa. Reza mengendarai mobil, s
Masalah Tasya sudah berlalu. Hubungan mereka berdua juga telah kembali seperti dahulu kala. Reza memperlakukan Sonia dengan baik. Hanya saja, Sonia merasa ada yang aneh. Sepertinya ada tembok di tengah-tengah mereka berdua. Dia merasa sedih dan juga bingung.Angin dingin berembus sepoi-sepoi. Rintik-rintik hujan memercik ke leher Sonia. Dia merasa dingin. Dia menutup jendela, lalu kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya.Keesokan harinya, saat Sonia bangun dan keluar, Reza sedang memasak di dapur.Lelaki itu mengenakan sweater berwarna krim dipadukan dengan celana panjang berwarna krim juga. Dia mengenakan celemek sembari memanaskan susu.Hati Sonia tergerak. Dia berjalan ke belakang Reza, lalu memeluknya dari belakang, menempelkan wajahnya ke belakang punggungnya.Tangan Reza yang memegang gelas pun tertegun. Dia meletakkan gelas susu, lalu membalikkan tubuhnya untuk membalas pelukan Sonia. “Ada apa? Baru satu malam saja, kamu sudah merindukanku?”Pelukan Sonia semakin erat lagi.
Tentu saja si pelayan kenal dengan Sonia. Dia tahu majikannya sangat menyukai Sonia. Jadi, dia juga tidak berani menghalangi pemuda di hadapannya. Si pelayan tersenyum sungkan. “Kalau begitu, silakan duduk di ruang tamu. Aku akan sampaikan kepada Bapak.”Setelah masuk ke vila, si pemuda pun terbengong ketika melihat interior klasik dan mewah ini. Dia menggerakkan matanya mengamati sekeliling.“Mohon ikuti aku!” ucap si pelayan.Tatapan pemuda terlihat terkejut. Tersimpan keserakahan di dalam tatapannya. Dia mengikuti pelayan berjalan ke dalam ruang tamu.Pelayan bertanya, “Permisi, kamu mau minum kopi atau jus?”Si pemuda duduk di sofa dan kedua matanya masih mengamati sekeliling. “Coba bikinkan kopi dulu!”“Oke, mohon tunggu sebentar!”Pelayan pergi ke dapur, lalu segera menyuguhkan secangkir kopi untuk si pemuda. Saat ini, tampak si pemuda sedang menyantap buah-buahan dan camilan di atas meja tamu. Mulutnya terisi penuh hingga tampak menggembung. Remahan camilan juga jaruh berserakan
“Emm, aku tidur siang!” Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, “Bagaimana dengan pertemuan tadi siang?”Theresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya nggak begitu cocok.”Morgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.“Nggak cocok?” Ranty merasa agak kecewa. “Kenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?”Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kami saling nggak suka.”“Jadi, kalian nggak nonton opera?”“Nggak!”“Kakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, “Hanya ada daun teh, coba dicicipi.”“Oke, tidak masalah!” Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, “Juno, kapan kamu pulangnya?”Juno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.“Kenapa malah nggak hiraukan aku?” Rose mengejarnya. “Apa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!”Langkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.“Kenapa, sih!” Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, “Jangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?”Bola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. “Aku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, ‘kan?”“Aku malah mau tularin ke kamu!” Rose membelalakinya. “Biar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!”Juno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. “Apa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. “Panas! Panas sekali!”Juno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m