Ricko terkekeh melihat wajah kaget Sekar yang sangat menggemaskan.
Sekar menatapnya sinis. "Ngapain lo di sini?""Bisa kita ngomong bentar?" Ricko menatap gadis di depannya. Sekar bisa melihat gurat khawatir di wajah cowok itu."Gue tunggu di depan lab kimia." Ricko langsung memutuskan. Sekar mencebik sebal.Ricko terkekeh melihat wajah masam Sekar kemudian dia mengulurkan sebuah hoodie. "Pake. Tadi gue nyari seragam buat lo di koperasi, tapi size lo lagi kosong."Sekar terdiam. Sebenarnya kemarin dia lah yang menghabiskan stok seragam itu karena sudah tau seragamnya akan sering berganti beberapa minggu ini. Sayangnya dia lupa memasukkan satu seragam cadangan ke dalam tas pagi ini.Sekar menerima hoodie itu dan masuk kembali ke toilet untuk mengenakannya. Ricko menawarinya. Tidak ada salahnya menerima. Toh dia tidak memaksa Ricko memberi bantuan.Sekar tidak melihat Ricko lagi begitu dia keluar. Dia kemudian segera menBara refleks mengelus dadanya begitu melihat kedatangan Ricko. Dia menghela nafas lega."Gue mau ngomong empat mata." Shaka mendahului Ricko menuju basecamp mereka.Bara dan lainnya menatap Ricko penasaran, tapi Ricko hanya menggelengkan kepalanya dan mengikuti Shaka."Ada hubungan apa lo sama mantan gue?" Tanya Shaka langsung begitu mereka tiba di sebuah ruangan lagi di basecamp itu."Mantan lo yang mana dulu. Mantan lo kan banyak." Ricko menyunggingkan senyumnya.Shaka menatap tajam Ricko. "Lo tau siapa yang gue maksud. Ada hubungan apa lo sama dia?"Ricko mengernyitkan dahi. Kenapa tiba-tiba."Gue liat dia pake hoodie lo. Hoodie itu cuma ada satu di dunia. Gue pesenin khusus buat hadiah ulang tahun lo."Shaka mengepalkan tangannya. Dia kembali teringat bayangan Sekar dengan hoodie milik Ricko tadi. Dia tidak suka melihat Sekar mengenakan pakaian laki-laki lain. Ricko menelan ludah. Ternyata yang dit
Sekar menjentikkan jarinya. "A! Yang tau gue suka makan kan cuma abang-abang Sekar. Tapi abang yang mana?" Sekar kembali mengernyitkan dahinya."Gio?" Sekar menyipitkan matanya. Dia berdecak. "Mau apa lagi. Nanti kalau ketahuan bang Kay, bang Kay ngambek lagi.""Tapi banyak makanannya." Sekar meneteskan air liur. "Ah, rejeki gak boleh ditolak."Sekar sudah memutuskan dia akan bertemu Gio sebentar. Urusan Kayden marah itu belakangan. Lagipula belum tentu juga dia akan ketahuan.°°°"Duduk, Kar. Gue udah pesenin semua kesukaan lo." Gio menarikkan kursi untuk Sekar. Mata Sekar berbinar melihat aneka fastfood yang sudah tersaji di atas meja."Kita makan dulu, ya." Ucap Sekar. Dia menggosokkan tangan dengan semangat.Gio terkekeh gemas melihat Sekar yang mulai makan dengan semangat. Dia menumpukan tangannya di dagu dan memandang gadis itu dalam hening."Aduh kenyang, banget." Sekar bersandar ke sandaran kursi setelah
Sekar menghela nafas sebelum maju mendekati Bella. Memeluknya dan menepuk-nepuk kepala Bella dengan sayang.Air mata Bella langsung luruh. Dia membalas pelukan Sekar lebih erat.Sekar berdecak. "Cengeng~""Gapapa. Yang penting lo mau jadi sahabat gue lagi." Bella memeluk Sekar lebih erat. Sekar membiarkan Bella menangis di pelukannya. Dia mengusap-usap punggung gadis itu."Kenapa gak pernah cerita kalo lo Adek Shaka?" Tanya Sekar setelah Bella berhenti memeluknya. Bella mengusap bekas air matanya dengan punggung tangan."Ck. Bocah. Pake tisu." Sekar berdecak dan mengeluarkan tisu dari saku seragamnya.Bella terkekeh dan mulai membersihkan wajahnya dengan tisu itu. "Lo masih benci dia waktu itu. Kalo gue ngaku adeknya, lo gak akan mau sahabatan sama gue." Bella berdecak. Matanya mulai berkaca-kaca lagi.Sekar terkekeh teringat awal mereka bersahabat. Bella sangat getol mendekatinya. Selalu mengintilinya ke mana-mana.
"Lo juga pernah pacaran sama si kampret?" Mata Sekar melotot. Dia berdecih. Rupanya Shaka memang suka berpacaran dengan yang lebih tua umurnya.Anna terkekeh melihat ekspresi Sekar. "Bukan Shaka. Waktu itu gue masih kelas sepuluh. Orang itu kakak kelas gue."Anna menghela nafas berat. Hatinya sakit tiap teringat orang itu. "Dia bukan cuma cinta pertama gue, tapi sahabat gue juga. Dia memutuskan kontak sama gue setahun lalu. Bahkan gue gak punya kesempatan buat ketemu dia buat yang terakhir kali sebelum dia pindah."Sekar menatap sendu Anna. "Jadi lo gak tau lagi dia di mana sekarang?"Anna menggeleng lemah. "Teman-temannya bilang dia dan keluarganya pindah ke Prancis. G-gue...." Anna menggigit bibirnya. Matanya berkaca-kaca.Sekar tak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya bisa menepuk-nepuk pundak Anna untuk menenangkan gadis itu.Anna mengusap sudut matanya dan berusaha tersenyum. "Kasusnya sama kayak lo, jal-ang itu entah apa yang
"Kemaren-kemaren iya. Tapi nih..." Sekar menunjukkan rambut barunya yang telah dipotong sebahu."Kamu cantik mau model rambut apa aja." Kayden memujinya dengan tulus.Sekar mencebik dan mengibaskan rambutnya yang pendek. "Sekar emang udah cantik dari sananya. Mau potong rambut model apa juga tetep cantik!"Kayden terkekeh melihatnya."Tapi bukan itu yang mau Sekar bilang." Sekar kemudian menyipitkan matanya dan menyentuh ujung rambutnya. "Sekar potong rambut. Katanya potong rambut itu buat buang sial, atau kalau mau memulai hidup yang baru. Kalau Sekar dua-duanya.""Iya?" Kayden menatapnya penuh kasih. Tangannya mengusap-usap puncak kepala Sekar.Sekar mengangguk, "cowok itu, Sekar udah ninggalin dia di belakang. Kayak rambut lama Sekar. Abang juga jangan ngurusin dia lagi, nanti tangan abang kotor." Sekar menyipitkan matanya, "mantan kan bekas? Berarti kotor."Kayden terkekeh lucu. Siapa yang sudah mengajari adiknya teo
Sementara sahabat-sahabat Shaka membahas badass-nya pukulan Sekar, Shaka malah salah fokus karena potongan rambut baru Sekar. Gadis itu terlihat semakin cantik dan segar. Pasti makin banyak yang mengagumi gadis itu. Shaka mengepalkan tangannya."Gak penting banget berita lo! Kantin sono lo!" Shaka mengambil alih ponsel Bara dan melemparkan dompetnya.Bara terkekeh melihat dompet tebal Shaka. "Tau aja nih bos gue lagi pengen siomaynya neng Indah." Dia mengambil lima lembar pecahan seratus ribu kemudian mengembalikannya."Hilih, bilang aja lo mau ngerayu dia." Vernon menggeplak kepala Bara."Lo kalo mau juga sana!" Shaka mendengus. Matanya tetap terpaku pada layar ponsel Bara."Wah kalo lo maksa gini gue bisa apa." Vernon cengengesan. "Yok, Van!" Vernon tak lupa mengajak Devan. "Kuy lah!" Devan mengikuti mereka. Hanya tersisa Shaka dan Ricko di sana.Ricko memperhatikan Shaka yang memandangi ponsel Bara. Dia merogoh bungk
Kehebohan terjadi pagi ini di depan gerbang SMA Garuda. Penyebabnya adalah seorang Sekar Arum. Pagi ini dia datang ke sekolah dengan diantar oleh Kayden menggunakan motor besarnya. Di belakang Kayden ada John, Zaki, Bintang, Sean dan Petra di atas motor masing-masing. Mereka berhenti di depan gerbang SMA Garuda dan menjadi pusat perhatian.Para siswi bergerombol mengintip mereka dari lantai dua dan tiga dengan cekikikan centil. Beberapa meneriakkan nama Kayden dan temannya malu-malu.Sekar menatap sebal abang-abangnya yang malah sengaja melepas helm untuk tebar pesona."Adik kecil gak mau turun?" Tanya John melihat Sekar yang masih duduk di boncengan motor Kayden. Dia terkekeh melihat wajah masam Sekar."Atau mau abang bantu turunin?" Tanya Kayden. Dia juga terkekeh melihat wajah masam Sekar dari spion."Kayak yang tadi di Rumah Sendiri." Zaki menaik turunkan alisnya.Tadi pagi-pagi mereka berenam dengan tega melemparkan Sekar la
Sekar bungkam. Dia membuka halaman novelnya lagi."Kar, lo gak pacaran sama dia, kan?" Tanya Shaka. Suaranya berat.Sekar mengernyit. "Bukan urusan lo.""Kar~" Sekar mengabaikannya. Dia membalik halaman yang dibacanya dengan santai. "Gue gak suka lo deket-deket sama mereka kayak tadi." Sekar meliriknya sebal. Urusan elu!"Gue gak butuh persetujuan dari lo. Terserah gue mau gaul sama siapa yang gue mau.""Lo bisa gabung sama geng Garuda kalau mau. Gue bisa langsung masukin lo ke geng inti. Ya~"Sekar langsung menolehkan kepalanya. Memasuki geng sebesar Garuda bukan gampang. Prosesnya ketat. Bisa-bisanya Shaka asal menawari seseorang.Tapi meskipun Garuda lebih besar dari Fonza Sekar tidak tertarik sama sekali. Hatinya sudah tertaut dengan Fonza. Fonza bukan hanya sebuah geng motor. Fonza adalah keluarga. "Kar, lo mau kan?" Tanya Shaka karena Sekar tak kunjung menjawab. "Da
"Mau ke mana kamu, kak?" Shaka terlonjak kaget saat ruang tengah yang awalnya gelap menjadi terang benderang. Di belakangnya Ratna muncul dengan tangan bertengger di pinggang. "M-mama." Shaka menarik tangannya menyembunyikan sepatu yang ditentengnya di belakang tubuhnya. "Kamu mau ke mana lagi jam satu malam begini! Bentar lagi ujian, bukannya belajar di rumah." Mata Ratna tertuju pada tangan Shaka yang bersembunyi di belakang tubuhnya. "Kakak harus keluar, ma. Penting." Shaka memberikan tatapan memohon. "Udah larut malam, kak. Bahaya. Sekarang begal lagi marak. Lagian bisa tunggu besok pagi aja, kan." Ratna menatap gemas sekaligus kesal. "Mending balik ke kamarmu. Mama gak kasih izin kamu pergi sekarang. "Ma," Shaka menggelengkan kepalanya. "Kakak baru aja dapat kabar kalo Sekar diculik. Kakak mau bantu cari Sekar." "Lagi-lagi perempuan matre itu lagi?" Ratna menyugar rambutnya
"Masuk!" Kata suara dari dalam. Sekar berdecih dalam hati. Matanya berkilat jijik mendengar suara Brian itu. Dia berjalan santai setelah seorang pemuda membukakan pintu. Begitu masuk mata Sekar langsung melotot melihat sosok di depannya. Matanya berkilat ngeri sesaat. Dia berbalik dan ingin keluar dari ruangan itu tapi seseorang sudah terlebih dahulu menutup pintu dan menguncinya dari luar. Seseorang yang duduk di balik meja menaikkan sudut bibirnya. Dia berjalan menghampiri Sekar. Sekar meneguk ludahnya. Kakinya bergerak mundur tanpa sadar. Pemuda itu berhenti di depan Sekar. Dia menyesap rokok di tangannya dan menghembuskan asapnya tepat ke depan wajah Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menahan sekuat tenaga agar tidak kelepasan batuk. "Long time no see, baby girl~" Kata pemuda itu. Sebelah tangannya mengelusi pipi kiri Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menolehkan wajahnya k
Ponsel Sekar berdering. Gadis itu merogoh isi tasnya untuk memeriksa ponselnya. Dia tertegun menatap layar ponselnya. "Ilen?" Gumamnya tanpa suara. Keningnya berkerut. Dia menggeleng kemudian mengembalikan ponselnya ke dalam tas setelah menolak panggilan. Belum selesai menyimpan ponselnya, nada dering kembali bergema. Sekar berdecak dan dengan cepat menggeser ikon telepon berwarna hijau di layar. "Kenapa?" Tanya Sekar ketus. "Kar, tolongin gue. G-gue takut~" "Hah?" Sekar melototkan matanya. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga. Matanya sekali lagi memastikan nama penelepon. "Kar, gue takut." Suara Evelyn terdengar lagi. "Len, lo baik-baik aja, kan?" Tanya Sekar cemas. Evelyn menggelengkan kepalanya di seberang sana. "Selametin gue, Kar. G-gue... Hiks. Gue takut." "Len, lo tenang, oke. Lo bisa ceritain semuanya pelan-pelan." "Brian, d-dia nipu gue. S
"Dulu aku merasa kau adalah manusia paling menjijikkan yang rela melakukan apa saja demi harta, tapi ternyata jalang di sampingmu jauh lebih menjijikkan. Kalian pasangan yang cocok." Oda tersenyum sinis. Dia puas karena Dewo terdiam lama di seberangnya tanpa bisa menjawab. "Dan untuk isi catatan sebenarnya aku sudah lupa di mana menyimpannya, yang jelas...." "A-apa?" Dewo menahan nafas. Tangannya berkeringat. "Seandainya suatu hari nanti kau kecelakaan yang sangat parah dan membutuhkan donor darah dari anak-anakmu, maka hanya ada satu anakmu yang bisa melakukannya." Hati Dewo menjadi dingin. "Apa maksud perkataanmu?" Oda tersenyum sinis. "Dewo Maryoto, kau mampu merampok kekayaan tanteku dengan otak pintarmu, apa hal kecil seperti ini saja kau tidak mampu mengartikannya." Oda kemudian menekan logo telepon merah di layar ponselnya. Pemuda itu berdecak jijik se
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera mem
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh
Mata Kayden berkedut kesal. "Biasa juga gue. Ada lu aja makanya jadi elu." "Ya berarti selama ini pelayanan lu kagak memuaskan. Gitu aja kagak ngarti." "Heh mulut lu!" Kayden melototkan mata. Kemudian adegan jambak menjambak terjadi lagi. Sekar beralih duduk di single sofa. Dia melanjutkan memakan cikinya dan cengengesan melihat kelakuan keduanya. "Kok lo gak misahin gue sama Kayden?" Gio menahan tangan Kayden yang hampir menyentuh rambutnya yang acak-acakan. Dia menatap Sekar tak puas. Begitu juga Kayden. "Abang berantemnya seru. Sekar mau nonton." Sekar memamerkan senyumnya. Mata Gio dan Kayden berkedut kesal. Mereka lalu berpisah dan duduk diam seperti semula. "Sini lagi," Kayden menunjuk tengah-tengah sofa yang kosong. Sekar dengan cemberut kembali duduk di sana.
Sekar sedang duduk di atas permadani dengan berbagai bumbu dapur menghampar di depannya. Di sebelah gadis itu masih menyala laptop yang layarnya menampilkan beragam informasi tentang bumbu-bumbuan beserta gambarnya. "Yang ini pedas!" Sekar menjauhkan butiran kecil berwarna putih di tangannya. Dia baru saja membauinya. Rasa pedas memenuhi rongga hidungnya. "Lagi apa?" Sekar menoleh ke belakang dan langsung tersenyum lebar. "Bang Kay~ Bang Kay datang sama Gio~" Sekar lekas menumpahkan butiran merica di tangannya ke dalam mangkuk. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke ujung kaosnya kemudian mendekati Kayden dan Gio. Senyumannya semakin lebar saja. "Awas robek bibirnya senyum lebar-lebar." Kayden mencubit gemas sebelah pipi Sekar. "Biarin!" Sekar menjulurkan lidahnya. Senyumnya semakin lebar. Dia lalu menyerobot untuk berdiri di tengah-