Pertemuan keluarga sekaligus lamaran di kediaman Heru, berlangsung khidmat. Ezhar, Ayah Tohpati, menjadi penyambut dari keluarga Dewawarman. Bersama Gamal, adiknya, Ezhar menerangkan silsilah keluarga Dewawarman, yang dimulai dari pernikahan buyut mereka, yang berasal dari Salatiga dan Demak. Selain itu, Ezhar dan Gamal juga menceritakan sosok almarhum Kakak mereka, Dhahir, yang telah wafat 5 tahun silam. Sepasang mata bermanik cokelat milik Utari, tampak berkabut saat mengingat ayahnya. Pria yang mewariskan garis wajahnya pada Heru dan Utari, adalah Ayah yang baik serta perhatian pada keluarga. Dhahir Dewawarman juga dikenal sebagai pengusaha paling sederhana dan low profile. Pria berkulit kecokelatan itu juga dikenal kerabat dan handai taulan sebagai orang yang cukup religius. Sulistiana menekan-nekan sudut matanya dengan saputangan merah. Sedangkan Sekar dan Utari mengusap mata serta hidung mereka dengan tisu. Setelah Ezhar dan Gamal kembali duduk di tempat semula. Ulwan berd
Senin pagi, Hisyam dan teman-temannya sudah berada di kantor PBK. Mereka berkumpul di depan ruang rapat, sambil menunggu para bos tiba. Beberapa menit setelah pukul 9, Wirya muncul bersama rekan-rekannya. Hadrian, Ivan dan Virendra menyusul bersama Tio, Heru, Benigno, Dante dan Baskara. Semua pengawal muda berdiri dan mengikuti langkah para bos memasuki ruang rapat, yang AC-nya telah dinyalakan OB sejak tadi. Andri memimpin pertemuan dengan untaian doa. Kemudian dia meminta kedua asistennya untuk membagikan kotak makanan pada semua orang. Andri menyalakan laptop, lalu mengecek kabel koneksi ke in focus. Setelah yakin benda itu berfungsi dengan baik, Andri memasang mikrofon kecil ke kerah kemeja safari hitamnya. Selama belasan menit berikutnya, direktur marketing PBK memaparkan detail pengamanan pada acara akad, resepsi pertama dan kedua, antara Hadrian dan Zaara. Andri juga menerangkan beberapa hal kecil yang mendukung suksesnya acara di dua kota itu. Selanjutnya Andri memberika
Malam itu, Hisyam berusaha sedapat mungkin menahan kantuk. Dia tidak tega melihat Heru berjaga sendirian. Sedangkan Utari sudah terlelap sejak tadi di kamar depan. Paviliun tempat perawatan Sulistiana memberikan fasilitas terbaik di rumah sakit tersebut. Setiap ruangan kelas itu, memiliki dua kamar dan perabotan lengkap layaknya hotel. Hisyam bangkit duduk, lalu memijat lehernya yang sedikit pegal. Dia mengamati Heru yang sedang memelototi layar laptop, sembari menyandar ke tumpukan bantal di sofa besar. Hisyam berdiri dari sofa panjang dan jalan ke depan. Setibanya di teras paviliun, dia menggeliat sembari mengeluarkan sedikit suara, yang memancing Zainuddin dan Chalid memandanginya. "Aku mau ke mini market depan. Kalian mau nitip apa?" tanya Hisyam. "Aku mau kopi, Bang. Yang di sini, rasanya kurang nendang," pinta Zainuddin. "Aku ikut aja, deh. Mau milih cemilan," sahut Chalid sambil berdiri. "Kamu, masuk dan temani Pak Heru," cakap Hisyam yang dibalas anggukan Zainuddin. Ked
Grup GPCI MudaKyle : @Utari, gimana kondisi Ibu? Hilda : Ehh, Bu Sulistiana kunaon? Sabrina : Sakit dan diopname, @Hilda. Hilda : Astagfirullah. Aku nggak tahu. Kang Ian nggak ada ngasih info. Kyle : Aku juga baru tahu tadi, waktu mampir ke rumah Kak Ineke. Utari : Kondisi Ibu sudah membaik, @Teh Kyle. Kyle : Alhamdulillah. Nanti sore aku ke sana. Utari : Oke. Floretta : @Kyle. Aku ikut! Kyle : Okay.Karenina : Aku masih di Bengkulu. Pulang nanti baru ke rumah sakit. Zaara : @Utari, aku lagi otw ke sana bareng Ibu dan Kak Shurafa. Utari : Ditunggu, Beib, @Zaara. Najwa : @Utari, rumah sakit mana? Aku tanya ke Endaru, belum dijawab. Utari : Yang biasa, @Kak Najwa. Dekat perempatan sebelum kompleks rumah Mas Heru. Najwa : Oke. Sore aku datang. Kebetulan lagi di Jakarta. Reyana : Aku nyusul, ahh. Early : Bareng, @Reyana. Reyana : Yuks! Early : Ketemuan di mana?Reyana : Kantor PC aja. Biar langsung masuk tol. Early : Siap. Hilda : Jemput aku, @Early. Early : Ya. Alod
Seunit mobil MPV putih berhenti di depan lobi utama kantor Dewawarman Grup. Pintu tengah terbuka dan kedua penumpangnya keluar. Sedangkan mobil kembali melaju hingga tiba di tempat parkir. Siska, ajudan baru Sekar yang menemani Utari ke kantor, mengikuti langkah Nona bungsu keluarga Dewawarman hingga memasuki lift khusus direksi. Utari mendengarkan penuturan Siska yang tengah membacakan jadwal kerjanya, sekaligus jadwalnya Sekar yang menjadi tanggung jawab Utari, selama sang kakak merawat Sulistiana di rumah.Sesampainya di lantai 9, kedua perempuan keluar dan melenggang melintasi koridor panjang. Para karyawan menyapa Utari yang membalasnya dengan senyuman. Langkah keduanya terhenti di depan pintu ruang kerja Maudy dan Naysila yang terbuka lebar. Utari melongok ke dalam karena penasaran dengan sosok laki-laki yang sedang berbincang dengan Kakak sepupunya. "Masuk, Ri," panggil Maudy yang segera dikerjakan Utari. "Kenalin, ini Mas Imran. Dirut ESG," jelasnya sembari mengarahkan tan
Sabtu pagi, belasan pekerja WO datang untuk memasang tenda sepanjang halaman 6 rumah berderet. Hisyam yang hendak membantu, didorong teman-temannya menjauh. Akhirnya pria berkaus putih hanya duduk di bawah kanopi depan rumahnya, sembari memandangi orang-orang yang tengah sibuk bekerja. Haifa dan semua anggota keluarga Hisyam yang perempuan, bergegas menyiapkan suguhan untuk seluruh orang. Semua kompor di 5 rumah, dipindahkan ke rumah Jauhari yang dijadikan pusat memasak. Rumah utama sengaja tidak dijadikan pusat kegiatan, supaya tidak terlalu penuh orang. Selain itu, tempat itu dihuni para orang tua yang membutuhkan ketenangan dan kenyamanan. Selain rumah Hisyam, Jauhari, Yusuf, Aditya, Dimas dan Syuja, deretan 6 rumah di seberang juga ramai orang. Mereka semuanya adalah para pengawal muda yang datang dari berbagai unit kerja di Indonesia. Wirya mengumpulkan semua anggota PBK, selain untuk menghadiri acara pernikahan Hisyam, sekaligus untuk menyukseskan acara gathering kantor PBK
Tepat jam 2 siang, acara pengajian dilakukan serentak di dua tempat. Selanjutnya, acara siraman dilaksanakan dengan adat yang berbeda. Bila Hisyam melakukan siraman ala Sunda, Utari dengan adat Jawa. Sang calon pengantin perempuan yang mengenakan kemben batik dan rangkaian bunga yang menutupi bagian atas tubuh, menadahkan kedua y di zx sambil mengikuti untaian doa, yang dipanjatkan Ezhar. Setelahnya, orang tertua di keluarga Dewawarman, yakni Eyang Fahmi, Adik kakeknya Utari, menyirami kepala cucunya sambil menggumamkan doa. Sulistiana yang menjadi orang kedua, tidak bisa menahan haru. Dia menciumi kedua pipi anaknya yang turut terisak-isak. Kemudian Sulistiana memeluk Utari sambil mengucapkan doa dalam hati. Seusai menguraj dekapan, Sulistiana memandikan anak bungsunya dengan hati-hati. Air mata mengucur deras di pipi perempuan berjilbab putih. Terutama karena mengingat sosok suaminya yang tidak sempat melihat Utari menikah. Selanjutnya, Ezhar dan Rustina, serta Gamal dan istri
99 Grup Pengantar Pengantin Laki-laki Alvaro : @W, sudah otw? Wirya : Ya, @Var. Kami baru keluar kompleks. Zulfi : Genk motor kayaknya nyampe duluan. Yoga : Mereka ngebut. Lupa protokoler. Andri : Mungkin karena jalanan rada sepi, jadinya terpancing ngebut. Yanuar : Siapa saja yang pakai motor? Haryono : Bang Haikal. Yusuf : Bang Hans. Jauhari : Daddy Baskara. Aditya : Pak Benigno. Harun : Pak Dante. Nanang : Bang Samudra. Dimas : Babang Hugo. Lazuardi : Babang Carlos. Beni : Babang Juan. Syuja : Bang Zein. Hasbi : Kang Hendri. Irwin : Terakhir, Bro Zafran. Alvaro : Hugo naik motor, nggak dimarahin Emak?Wirya : Dia kabur duluan. Nunggu di depan blok.Zulfi : Pasti sepanjang jalan itu Hugo dan kedua bule lain dipandangin orang. Yoga : Ho oh. Mana pakai beskap Jawa. Andri : Aku suka lihat mereka pakai itu. Keren. Haryono : Warnanya ngejreng, jadinya bagus. Yanuar : Body mereka gede. Bagus pakai apa pun. Alvaro : Yang dampingin di mobil pengantin, siapa? Wirya :
114 Puluhan orang keluar dari belasan unit mobil berbagai tipe. Mereka mengepung rumah besar tiga lantai di kawasan elite Kota Paris. Kepala polisi melangkah cepat ke teras rumah itu. Dia memencet bel dan menunggu dibukakan. Detik berganti. Namun, pintu tetap tertutup. Kepala polisi tetap tenang dan menekan bel lagi. Dia memerhatikan sekeliling sambil berbicara pada wakilnya dengan suara pelan. Sekian menit berlalu, sang kepala polisi akhirnya menelepon seseorang. Tidak berselang lama, pintu belakang dan samping rumah itu dibongkar paksa. Belasan orang menerobos masuk. Mereka langsung ditembaki orang-orang dari lantai dua yang bersembunyi di sekitar tangga. Tim polisi membalas tembakan sembari bergerak maju. Mereka jalan cepat sesuai strategi yang telah dibuat sejak beberapa jam lalu. Selama hampir setengah jam baku tembak itu berlangsung. Banyak korban dari kedua belah pihak yang terluka. Selebihnya terpaksa melanjutkan perkelahian dengan tangan kosong. Tiga unit mobil MPV ber
113 Hisyam mengaduh ketika tendangan Othello menghantam telinga kanannya. Hisyam menggeleng cepat untuk menghilangkan pusing, lalu dia memandangi Othello yang sedang tersenyum miring. "Cuma segitu saja kemampuanmu?" ledek Hisyam sambil memutar-mutar lehetnya supaya rasa tidak nyaman bisa segera hilang. "Itu baru separuh," jawab Othello. "Keluarkan semuanya." "Dengan senang hati." Othello maju dan meninju berulang kali. Hisyam menangkis sambil mendur beberapa langkah. Dia mencari titik kelemahan lawannya, lalu Hisyam menyusun rencana dengan cepat. Hisyam melompat dan menginjak paha kiri Lazuardi yang berada di sebelah kanannya, kemudian Hisyam menarik leher Othello dan mengepitnya dengan kedua kaki. Othello tidak sempat menjerit ketika tubuhnya terbanting keras ke tanah. Dia hendak berbalik, tetapi lengan kiri Hisyam telanjur mengepit lehernya dan memelintir dengan cepat. Edgar yang melihat rekannya rubuh, bergegas menyerang Hisyam dengan dua tendangan keras hingga pria itu ter
112 Hugo meninju Felipe tepat di rahangnya. Lelaki tua bergoyang sesaat, sebelum dia menegakkan badan kembali. Felipe melirik kedua pistolnya yang tergeletak di tanah, dia hendak mengambil benda-benda itu, tetapi satu pengait besi muncul dari samping kanan dan berhasil menarik kedua senapan laras pendek. Felipe sontak menoleh dan kaget melihat dua perempuan yang rambutnya dicepol tinggi-tinggi, melesat untuk menarik kedua pistol. Felipe hendak menarik Gwenyth, tetapi gadis itu langsung berbalik dan melakukan tendangan putar. Felipe mengaduh saat badannya ambruk ke tanah. Dia hendak bangkit, tetapi Gwenyth telah menibannya dan memutar leher Felipe hingga berbunyi nyaring. "Uww! Pasti sakit," tukas Hugo sambil meringis. "Lempar dia ke sana, Bang." Gwenyth menunjuk ke kiri. "Aku mau naik ke situ," lanjutnya yang menunjuk dekat kantor pengelola. "Hati-hati." "Okay." Hugo mengamati saat kedua gadis berlari kencang. Dia kembali meringis ketika Gwenyth dan Puspa berduet untuk menjatu
111Hampir 200 orang berkumpul di depan sebuah rumah besar, di pinggir Kota San Sebastian. Mereka tengah mempersiapkan diri, sebelum memasuki puluhan mobil van dan MPV beragam warna. Mobil-mobil itu melaju melintasi jalan lengang. Salju tebal yang turun sejak semalam, menjadikan banyak tempat tertimbun. Hanya mobil-mobil dengan alat pemecah salju yang berani melintas. Selebihnya memilih tetap di tempat. Kota San Sebastian yang terkenal sebagai tempat wisata, terletak di utara Basque, tepatnya di tenggara Teluk Biscay. Kota tersebut dikelilingi oleh daerah perbukitan dan memiliki tiga pantai yang terkenal. Yakni Concha, Ondaretta dan Zurriola. Konvoi puluhan mobil menuju Igeldo, salah satu distrik yang menghadap Gunung Ulia. Mereka telah mendapatkan informasi akurat tentang keberadaan kelompok Hugo, yang tengah meninjau lokasi proyek. Laurencius yang berada di mobil pertama, berusaha tetap tenang. Meskipun adrenalinnya mengalir deras, tetapi dia harus mengendalikan diri. Sudah sang
110Jalinan waktu terus bergulir. Pagi waktu setempat, Hisyam dan kelompoknya telah berada di bandara Kota Paris. Mereka dijemput Torin, ketua regu pengawal Perancis, dan asistennya, menggunakan dua mobil MPV. Kedua sopir mengantarkan kelompok pimpinan Yoga ke vila yang disewa Carlos, yang berada di sisi selatan Kota Paris. Sesampainya di tempat tujuan, semua penumpang turun. Mereka disambut Mardi dan Jaka di teras rumah besar dua lantai bercat hijau muda. Kemudian mereka diajak memasuki ruangan luas dan bertemu dengan banyak orang lainnya. Hisyam terperangah menyaksikan rekan-rekannya semasa perang klan Bun versus Han, telah berada di tempat itu. Hisyam melompat dan memeluk Loko, yang spontan mendekapnya erat. "Abang, aku kangen!" seru Hisyam, seusai mengurai dekapan. "Aku juga kangen, Mantan musuh," seloroh Loko. "Oh, nggak kangen ke aku?" sela Michael yang berada di samping kanan Loko. "Tentu saja aku kangen. Terutama karena sudah lama kita nggak sparing," balas Hisyam sembar
109Rinai hujan yang membasahi bumi malam itu, menyebabkan orang-orang memutuskan untuk tetap di rumah ataupun tempat tertutup lainnya. Utari menguap untuk kesekian kalinya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata yang kian memberat, sebelum menyandar ke lengan kiri suaminya. "Kalau sudah ngantuk, tidur," ujar Hisyam tanpa mengalihkan pandangan dari televisi yang sedang menayangkan film laga dari Jepang. "Lampunya matiin. Aku nggak bisa tidur kalau terang gini," pinta Utari. Hisyam menggeser badan ke kanan untuk menyalakan lampu tidur. Kemudian dia beringsut ke tepi kasur, dan berdiri. Hisyam jalan ke dekat pintu untuk memadamkan lampu utama. "Aku mau bikin teh. Kamu, mau, nggak?" tanya Hisyam. "Enggak," tolak Utari sambil merebahkan badannya. Sekian menit berlalu, Hisyam kembali memasuki kamar sambil membawa gelas tinggi. Dia meletakkan benda itu ke meja rias, lalu beranjak memasuki toilet. Kala Hisyam keluar, dia terkejut karena mendengar bunyi ponselnya. Pria berkaus hitam menyambar
108Jalinan waktu terus bergulir. Deretan acara pernikahan sudah tuntas dilaksanakan di dua kota. Hisyam dan Utari telah kembali ke Jakarta. Mereka menetap di rumah baru bersama kedua Adik Hisyam. Pagi itu, Chalid menjemput Utari dan mengantarkannya ke kantor Dewawarman Grup. Sementara Hisyam melajukan kendaraan menuju kediaman Sultan. Jalan raya yang padat merayap menyebabkan Hisyam menggerutu. Dia sangat berharap kondisi lalu lintas di Ibu Kota bisa lebih tertata, seperti halnya di London. Sesampainya di tempat tujuan, ternyata sudah banyak orang berkumpul. Hisyam keluar dari mobil MPV mewah yang harganya sama dengan mobil Andri dan Haryono. Kemudian dia mendatangi orang-orang di gazebo dan teras, lalu menyalami semuanya dengan takzim. Tidak berselang lama, Yusuf dan teman-temannya datang. Sebab tidak mendapatkan tempat parkir, kedua sopir memarkirkan kendaraan mereka di pekarangan rumah Marley, yang berada di seberang. Alvaro mengajak semua orang untuk berpindah ke belakang. Hi
107 Ratusan orang memenuhi taman resor BPAGK di Bogor, yang telah diubah menjadi tempat pesta kebun nan mewah. Puluhan meja bernuansa putih, ungu muda dan fuchsia, mendominasi area kiri hingga tengah. Sementara bagian kanan sengaja dikosongkan untuk tempat pertunjukan. Pelaminan bersemu putih dan ungu, menambah keindahan tempat perhelatan akbar tersebut. Aroma bunga tercium di seputar area, terutama karena setiap sudutnya dipenuhi bunga beraneka warna, yang kian menambah kecantikan dekorasi hasil tim Mutiara.Pasangan pengantin baru menikmati hidangan di meja terdekat dengan pelaminan. Bersama hadirin, mereka menonton tiga video pre wedding yang telah disatukan. Hisyam mengusap tangan kiri Utari yang spontan menoleh. Keduanya sama-sama mengulum senyuman, karena mengingat saat pengambilan video, jauh sebelum mereka benar-benar menikah. "Kamu tahu? Waktu itu aku deg-degan banget. Terutama waktu kita adegan pelukan dari belakang," ujar Hisyam. "Aku ngerasa jantung Abang berdetak ken
106 "Syam, kamu apain Tari?" tanya Wirya sembari mengamati perempuan bergaun merah muda, yang sedang berbincang dengan istrinya. "Enggak diapa-apain, Bang," sahut Hisyam. "Jalannya aneh gitu." Hisyam meringis. "Mata Abang jeli banget." "Aku lebih pengalaman, jadi rada paham." Wirya melirik juniornya, lalu dia bertanya, "Berapa kali?" Hisyam tidak langsung menjawab, melainkan hanya tersenyum sembari menggaruk-garuk kepalanya. "Jawab!" desis Wirya sambil berpura-pura hendak mencekik pria yang lebih muda. "Dua," balas Hisyam dengan suara pelan. Wirya mengangkat alisnya, kemudian dia merangkul pundak sang junior. "Good. Aku dulu juga gitu." "Langsung dua set?" "Enggak. Malam dan pagi. Kamu?" "Siang dan sore. Entar malam sekali lagi." Keduanya saling melirik, sebelum terbahak bersama. Orang-orang di sekitar memandangi kedua pria yang sama-sama mengenakan kemeja biru tua, dengan tatapan penuh tanya. "Mereka ngakak begitu, aku jadi curiga," tutur Delany sambil memandangi suamin