Rakawan dan ketiga remaja adik seperguruannya segera mengikuti sang kakek menuju ke rumah yang diduga sebagai tempat munculnya sosok mencurigakan.
Mereka tiba di sebuah rumah bambu kecil yang tampak kosong ditinggal pemiliknya. Setelah diberi ijin oleh sang kakek, Rakawan masuk ke dalam rumah, sementara Janu dan kedua rekannya berkeliling luar rumah, ditemani sang kakek. Di sana mereka melakukan penyisiran, mencari apakah ada sesuatu yang mencurigakan atau tidak.
Di dalam rumah tersebut Rakawan membongkar semua isi rumah sampai tak bersisa. Tidak ada yang mencurigakan. Dia menyisir sekali lagi lebih teliti. Kali ini dia menyisir sampai ke atap atap.
Disinilah akhirnya ditemukan sebuah benda yang sangat mencurigakan. Diambilnya benda tersebut, sebuah jenglot dengan rambut panjang dan taring kecil.
Saat jenglot itu diambil, seketika kabut hitam yang menyelimuti desa perlahan menghilang. Mulut Rakawan komat kamit membaca sebuah mantra. Dengan sekali semprot
Keempat murid Perguruan Pinus Angin bersiaga, mereka saling membelakangi. Dengan senjata masing masing di tangan, mereka waspada dengan serangan musuh.Tanpa menunggu diserang terlebih dahulu, Rakawan memulai penyerangan. Empat orang di hadapannya segera dihadapinya. Dengan satu tendangan memutar, dia menyerang keempatnya.Janu melihat ada kesempatan, empat orang sudah dihadapi Rakawan. Dia pun mengambil kesempatan berlari melalui celah yang ditinggalkan Rakawan. Rangin dan Wulung segera mengikutinya. Sambil berlari, mereka juga mengerahkan teknik pergerakan masing masing.Tujuh orang musuh mengejar tiga remaja itu. Mereka berusaha untuk mencegat ketiganya.Tidak semua teknik pergerakan cocok dipakai untuk melarikan diri. Ditambah kemampuan ketiganya yang masih dibawah para pengejarnya, membuat jarak semakin pendek. Teknik aliran air yang dikuasai Wulung misalnya, hanya cocok untuk mengecoh musuh, namun tidak untuk melarikan diri. Dia adalah orang pertama
Keempat orang murid Perguruan Pinus Angin yang tertangkap oleh para murid Perguruan Lembah Ular diikat menjadi satu dibawah sebatang pohon jati. Di depan mereka diletakkan sebuah jenglot yang cukup besar.Saatnya Salwaka membaca mantra. Mulutnya berkomat kamit sambil menutup mata. Dia duduk bersimpuh di depan jenglot itu.'Wush!'Belum selesai Salwaka membaca matra, dari kejauhan tiba tiba muncul tujuh orang pemuda. Ketujuh pemuda itu langsung menyerang rombongan murid Perguruan Lembah Ular.Kedatangan tujuh orang yang tidak terduga itu membuat sebelas orang murid Perguruan Lembah Ular menjadi sedikit kaget. Mereka langsung menyerang balik ketujuh pendatang baru itu.Perkelahian pun tidak terelakkan, jurus demi jurus dikeluarkan. Salwaka tidak sempat menyelesaikan mantra. Dia ikut dalam kekacauan itu.Pepohonan jati banyak yang tumbang akibat serangan serangan ganas yang dilancarkan. Api, es, bebatuan, air, cahaya, semua berkelebatan, mening
Empat tahun berlalu, Janu dan kawan kawannya kini sudah menjadi remaja seutuhnya.Janu sudah genap berusia tujuh belas tahun. Tubuhnya masih tetap kurus, kulitnya agak kuning langsat. Garis mukanya mulai menonjolkan ketampanan, dengan alis menghitam tegas. Rambutnya yang semula panjang kini sudah terpotong sampai atas bahu, terurai dengan bebas. Dia tampak flamboyan, tampan, dan ceria.Wulung, anak yang pemalu itu pun kini sudah berusia lima belas tahun. Dia kini tumbuh menjadi remaja yang penuh semangat, walau masih tetap naif. Tubuhnya masih saja tetap yang paling kecil diantara kawan sebayanya. Dengan kulit yang bersih da sehat, serta wajahnya yang polos, membuatnya tampak masih seperti anak kecil. Rambutnya yang panjang tergerai, dihiasi ikatan kepala berwarna merah.Sementara itu, keanehan juga muncul pada diri Rangin. Di tengah usianya yang menginjak tujuh belas tahun, dia sudah mengalami kebotakan. Keanehan itu sangat tragis, dia botak karena dua tahun la
"Maaf mengganggu para sesepuh sekalian. Aku mengundang kalian kemari karena aku butuh pendapat kalian." Ungkap Ki Sadhana.Keempat sesepuh perguruan mulai mendengarkan dengan seksama."Begini, sudah seratus tahun lebih sejak para penganut ilmu hitam tidak muncul ke permukaan. Sudah lama mereka tidak bertindak secara brutal dan liar meneror para warga kerajaan Mataram. Seperti yang kita tahu, kejadian besar terakhir adalah penyerangan seekor siluman naga hijau dari Gunung Kawi seratus tahun yang lalu.""Iya, kejadian itu sudah lama sekali berlalu. Waktu itu aku juga masih cukup muda." Sahut Mpu Kalya."Mengaku tua juga kau! Dasar bangkot!" Sindir Ki Ekadanta. Mendengar itu Mpu Kalya tertawa terbahak bahak."Nah, kali ini, aku mendengar banyak sekali desas desus yang beredar. Banyak sekali bermunculan kejadian kejadian aneh yang menimpa para warga Mataram. Kemungkinan itu adalah ulah dari para penganut ilmu hitam. Maka dari itu aku berniat untu
Siang itu Janu tengah melakukan meditasi. Ditemani pohon pinus di sampingnya, dia memejamkan mata sambil melakukan gerakan semedi. Di dekatnya terdengar suara aliran air kecil mengalir melewati lembah menuju ke wilayah di bawah. Wulung kecil duduk bersila diatas sebuah batu besar di samping aliran sungai. Dia juga tengah sibuk bermeditasi.Sementara itu Rangin mencari tempat meditasi yang lebih berbahaya. Di sebuah jurang agak jauh dari posisi Janu bermeditasi, Rangin bermeditasi di atas sebatang pohon yang tumbuh menyamping di ujung jurang. Di dekatnya, Malya tengah duduk bersila di atas sebatang pohon tumbang.Keempat remaja itu hampir tidak terlihat, sangat harmonis membaur dengan alam yang tenang dan damai. Mereka berusaha untuk merasakan energi yang berada di sekelilingnya.Dari langit seketika muncul seorang wanita berpakaian serba putih terbang menghampiri. Wanita itu lantas berdiri di atas sebuah pohon pinus, kakinya menempel di ujung pohon tertinggi. Sa
Keesokan paginya keempat murid Perguruan Pinus Angin itu segera bergegas berjalan keluar perguruan, menuju ke tempat yang dimaksud. Mereka sudah mengetahui dimana letak Perguruan Pedang Emas berada dari peta dan catatan yang ada di pusat kitab.Kalau berdasarkan peta, ada dua perguruan yang paling dekat dengan Perguruan Pinus Angin. Keduanya adalah Padepokan Gunung Hitam dan Perguruan Pedang Emas.Padepokan Gunung Hitam berada di atas sebuah gunung yang memiliki puncak berwarna hitam. Puncak gunung itu berwarna hitam akibat erupsi lahar yang membakar habis seluruh tanaman disana, sehingga tanah menjadi hangus dan menghitam.Lokasi Perguruan Pedang Emas sendiri terletak di bibir pantai utara pulau Jawa. Penghalang antara perguruan itu dengan rasa keingintahuan manusia adalah berupa rawa rawa dan hutan bakau yang lebat. Rawa rawa itu juga menjadi penanda kalau seseorang sudah berada di wilayah Perguruan Pedang Emas.Jarak antara Perguruan Pedang Emas dan Pe
Setelah Mpu Marhantika dan sang lelaki paruh baya pergi, keempatnya lantas digiring menuju ke sebuah rumah panggung. Disana mereka disediakan empat buah balai untuk beristirahat."Kalian beristirahatlah disini sampai waktu pertandingan tiba. Apabila kalian membutuhkan sesuatu, panggil saja aku atau murid yang lain." Ujar Nilman."Terimakasih kak Nilman." Balas Janu.Selama dua hari mereka disana, keempatnya dijamu dengan baik. Sementara menunggu waktu pertandingan, mereka hanya diam di dalam rumah dan bermeditasi.Disini, dirumah itu, Wulung berhasil mengejar Rangin dan Malya mencapai tingkat penguatan energi. Kini tinggal Janu yang masih berusaha untuk menembus ke tingkat selanjutnya.Di hari ketiga, mereka akhirnya diberitahu oleh Nilman tentang jadwal pertandingan di Perguruan Pedang Emas. Dia pun menanyai tentang sejauh mana tingkat kemampuan keempatnya.Agak kaget Nilman mendengar jawaban jujur keempatnya.'Pantas saja mereka dik
Pertandingan antar murid Perguruan Pedang Emas telah usai. Kini semuanya berkumpul di sekitar arena. Kelima pemenang dikerumuni oleh para murid yang lain, tengah dibanjiri pujian.Janu dan kawan kawannya berkumpul tidak jauh dari arena. Mereka tengah membahas tentang kemampuan para murid Perguruan Pedang Emas saat Nilman datang. Dia lantas menyapa mereka."Kalian para murid Perguruan Pinus Angin, bagaimana tadi melihat pertarungan para murid perguruan kami?""Hebat kak, luar biasa!" Sahut Rangin bersemangat."Mereka semua tampak sangat berbakat. Kami senang memiliki rekan sesama penganut aliran putih yang hebat hebat." Puji Janu merendah."Apa kalian masih mau menantang mereka?" Tantang Nilman. Dia senang adik seperguruannya dipuji perguruan lain."Pasti! Aku akan menghajar mereka kak. Mereka sudah membuatku kalah taruhan! Aarrgghh..." Sahut Malya ketus. Dia masih emosi atas kekalahannya saat bertaruh.Mendengar geraman Malya, Nilman
Para pendekar sakti mandraguna bertempur dengan si raksasa Kurupa. Mereka melakukan pertempuran dengan berbagai serangan yang luar biasa kuat dan dalam jangkauan yang luas. Beberapa hari mereka bertempur, menyebabkan wilayah itu menjadi hancur. Badai angin, gempa bumi, gunung meletus, bahkan sungai pun meluap menyebabkan banjir bandang ke segala penjuru. Tanah di hutan Trangil sudah tidak berbentuk, rusak dan gersang, tidak ada tanda kehidupan di atasnya.Selama lima hari bertempur, Kurupa mulai terdesak. Dia yang hanya seorang diri akhirnya tidak mampu mengimbangi kekuatan para pendekar yang bersatu. Kurupa kemudian melarikan diri dengan menghilang dibalik udara hampa. Para pendekar tidak mampu melacak keberadaannya, aura dan jejaknya semua hilang seketika."Aaarrgghh! Kurang ajar si Kurupa itu! Kita tidak boleh membiarkannya lolos begitu saja, kuta harus mencarinya sampai ketemu!" Ki Ekadanta marah mengetahui Kurupa hilang di depan mata."Kalian semua tidak us
"Hei, babi dari Pinus Angin! Hadapi aku kalau kau sanggup!" Tantang si wanita penghadang."Huh! Nyi Kupita, suamimu sudah mati di tangan kami! Kini saatnya giliranmu ikut suamimu ke alam kematian!""Heh! Kejar aku kalau kau sanggup!"Nyi Kupita bergerak bagai angin, dia berlalu menghindari keramaian, diikuti oleh Suli yang mengejarnya. Mereka berdua bergerak menembus kobaran api, menuju ke suatu tempat yang lain.Di sebuah bukit sang wanita berhenti, punggungnya membelakangi Suli."Kena kau sekarang! Beraninya kau mengacaukan rencanaku yang sudah aku buat selama bertahun tahun." Ucap wanita itu.Suli berhenti, dia waspada. Apa maksud dari ucapan Nyi Kupita itu."Apa kau tahu siapa aku?" Tanya Nyi Kupita. Suaranya perlahan mulai berubah agak berat."Apa kau tahu? Ha?!""Aku adalah Gendri Kupita! Penguasa gunung dan lembah! Kau tak akan sanggup melawanku! Hahaha..." Wanita itu berteriak dan tertawa terbahak bahak. Dia kemu
Beberapa waktu para panglima Mataram dan pendekar dari berbagai perguruan melanjutkan pembicaraan. Mereka membahas teknis pergerakan mereka. Suli dan para murid Perguruan Pinus Angin bergerak dari arah barat. Mereka mengepung ke timur dan langsung menuju ke sumber ritual berlangsung.Selesai pembahasan, mereka pun segera bertindak. Selesai persiapan, Suli menuju ke bagian barat hutan Trangil, lantas bersembunyi di balik pepohonan.Tidak lama, sebuah asap hitam membubung tinggi dari berbagai arah. Api menggelora tinggi melebihi pohon, membakar sisi sisi hutan. Api itu menjalar dari satu pohon ke pohon yang lain, menutup bagian luar hutan, terus merasuk semakin jauh ke dalam.Para prajurit dan pendekar yang bersembunyi di luar hutan juga mulai merangsek masuk dari celah kobaran api. Mereka bergerak sesuai rencana, menutup seluruh pergerakan para penganut ilmu hitam.Melihat api yang berkobar sangat besar dari segala arah, para penganut ilmu hitam tetap tena
Beberapa hari setelah penyerangan ke sarang perampok Tanduk Api, Janu dan kawan kawan berpisah dengan Suli. Mereka kembali ke Perguruan Pinus Angin, sementara Suli masih melanjutkan tugasnya. Sebelumnya, para tawanan sudah dikembalikan ke desa masing masing oleh para prajurit Lasem."Kalau kalian mendapat tugas semacam ini lagi, butuh dua kali lagi agar nilainya bisa ditukar dengan ramuan mantra ilusi. Aku jamin ramuan itu akan sangat berguna bagi kalian." Saran Suli saat mereka hendak balik ke perguruan."Ramuan mantra ilusi? Apa itu kak?" Tanya Malya penasaran."Itu adalah semacam ramuan mujarab untuk melancarkan kemampuan berpikir kita. Ramuan itu sangat penting apabila kalian menginginkan sebuah pencerahan. Tapi ingat! Ramuan itu hanya boleh diminum sekali saja.""Hmm, baik kak! Sekarang kami balik dulu, selamat tinggal kak Suli! Sampia jumpa nanti di perguruan."Tujuh orang lelaki dan dua perempuan berjalan kembali menuju ke perguruan. Mereka
"Kak Suli! Semua kawanan perampok sudah kami tumbangkan. Jalada, Andaka, dan Kijan sudah tewas semua, sisa Nyi Kupita yang berhasil melarikan diri ke hutan." Lapor Wulung."Coba kalian periksa sekali lagi, siapa tahu masih ada yang bersembunyi di dalam pondok tau di pinggir bukit.""Baik kak!"Wulung lantas mengajak beberapa murid lain untuk berkeliling. Sementara itu Malya berdiri terpaku menatap Janu yang tengah bermeditasi menyembuhkan diri."Kak, apa dia baik baik saja?" Tanya Malya kepada Suli."Dia baik baik saja, serangan tadi hanya melukai bagian dalam sedikit saja, tidak berpengaruh besar. Dengan ramuan buatanku ini, semua luka dalam akan sembuh seketika, bahkan mungkin bisa memicu peningkatan kekebalan tubuh menjadi lebih baik lagi." Jawab Suli santai."Ramuan macam apa itu kak?" Gumam Malya."Hehehe, kau tidak perlu tahu. Ini rahasia!" Suli tersenyum tipis."Aish! Dasar kakak gendut!" Umpat Malya sedikit kecewa. Dia
Jalada menyerang dengan membabi buta, tidak sadar bahwa senjatanya rusak parah melawan pisau Dwitungga Baruna. Sampai akhirnya goloknya patah, barulah dia mampu dibekuk oleh Janu. Dengan mengorbankan dada kanannya, Janu berhasil menghujamkan pisaunya ke perut Jalada. Ditambah dengan luka yang cukup lebar di leher, membuat lelaki itu pun terjatuh kehilangan nyawa.Para pengikut Jalada kaget melihat pimpinan mereka tewas di tangan Janu. Mereka serasa tidak percaya melihat junjungannya yang selama ini dianggap paling kuat dan brutal bisa sampai meregang nyawa dikalahkan oleh Janu.Kijan, Andaka, dan para wakil perampok yang lain pun juga ikut kaget. Keringat dingin mengucur deras, kini tidak ada lagi yang mampu menahan serangan para murid Perguruan Pinus Angin. Beberapa langsung berlari melarikan diri, sebagian besar masih terdiam di tempat.Melihat Jalada tewas, Nyi Kupita langsung ambil langkah seribu. Dia pergi begitu saja dari hadapan Suli yang tadi sempat mela
Janu dan Wulung juga telah selesai dengan pondok terakhir di wilayahnya. Mereka mendengar keributan di sudut bukit, mereka pun lantas segera menghampirinya.Di satu titik, mereka melihat dari kejauhan beberapa murid tengah bertahan dari serangan para perampok. Di sisi lain, mereka juga melihat lawannya, Jalada, dengan amarahnya menyerang membabi buta.Malya pun terlihat tengah menghadapi Andaka yang sedang mengamuk seperti banteng kesetanan. Sementara itu Rangin yang sedari tadi sudah memisahkan diri tengah mengahadapi lima perampok sekaligus. Nyi Kupita yang hendak membantu Jalada juga tengah ditahan oleh Suli."Wulung, aku akan menghadapi Jalada! Kau urus anak buahnya." Tegas Janu."Tapi kak..." Ujar Wulung sedikit emosi. Dia juga ingin menghadapi Jalada.Janu menatap Wulung, matanya memancarkan keinginan yang sangat kuat. Beberapa saat Wulung mendesah. Dia pun mengangguk."Baik lah kak. Hati hati!" Ucap Wulung pelan. Dia kemudian berlari
"Kita bagi kelompok dalam empat penjuru! Aku ke utara, sisanya kalian bagi saja sendiri, siapa yang akan mengikutiku." Tegas Suli.Para murid pun langsung membagi menjadi empat kelompok, masing masing mengepung dari empat sudut bukit. Janu, Rangin, dan Wulung bergerak ke sisi timur. Sedangkan Malya, bersama murid murid yang lain mengepung dari arah selatan.Disini belum ada yang menyadari pergerakan para murid Perguruan Pinus Angin. Mereka melakukan penyergapan dengan sangat senyap dan tanpa suara, aura mereka pun bahkan dihilangkan. Dengan gesit mereka berjalan mengendap endap dari semak ke semak, pohon ke pohon.Setelah merasa cukup dekat dengan target, mereka langsung menghabisi para penjaga itu dengan senyap. Di luar, para penjaga yang berada di setiap sudut dihabisi tanpa sisa. Tidak ada suara apapun terdengar selain kematian.Para murid berhasil menyusup ke dalam menerobos pagar bambu. Mereka pun bergerak menuju ke pondok pondok yang tersebar disana
Melihat pemimpinnya kalah, para kera yang lain berhamburan ke segala arah. Bagai tubuh tak berkepala, kera kera itu seakan kembali ke sifatnya yang biasa, yang biasanya takut apabila melihat manusia. Dengan tewasnya Lutung Kasyapa, selesai pula tugas Janu dan kawan kawan di Masin. Para prajurit dan murid Perguruan Pinus Angin bisa bernafas lega, kewaspadaan mereka mengendor melihat para kera bergelantungan kabur dari lokasi itu. Para murid perguruan, termasuk Rakawan, terlihat kelelahan setelah bertempur dengan hebat dengan sang siluman. Murid murid dan prajurit yang terluka langsung diberikan pertolongan oleh para prajurit yang sehat. Dua minggu berlalu sejak penyerangan ke hutan Segorokayu, Janu dan ketiga rekannya kini sudah tiba di Lasem. Mereka tidak mau berlama lama di Masin, karena masih ada tugas yang harus dikerjakan di Lasem. Mereka harus membasmi komplotan perampok Tanduk Api yang bertahun tahun meresahkan warga. Di pusat kadipaten, mereka