Malam hari, di hari ketiga sejak ketiga remaja tiba di kediaman sang tumenggung, Wulung akhirnya siuman.
Saat Wulung terbangun, keanehan terjadi. Dia terbangun dengan membelalakan mata. Kedua matanya merah, semerah darah, sementara pupil matanya pun sedikit mengecil. Muncul aura mengerikan yang sangat pekat terpancar ke segala penjuru ruangan.
Janu dan Rangin yang senantiasa ikut berada di dalam kamar pun merasakan aura tersebut. Mereka yang tadinya tengah bermeditasi tiba tiba tersadar. Keduanya segera menoleh ke arah Wulung terbaring.
Kening mereka mengkerut, bulu kuduk mereka sedikit berdiri. Aura mengerikan itu sangat mengganggu konsentrasi mereka, juga memecah ketenangan di dalam ruangan.
Hanya beberapa saat saja mata Wulung membelalak, selanjutnya kembali ke posisi normal lagi. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, wajahnya basah penuh peluh. Dia masih dalam posisi tiduran, namun nafasnya memburu. Dalam posisi itu dia masih tampak tegang
Wulung dan Rangin mulai berhadapan, keduanya ingin berlatih tanding. Janu dan para prajurit segera menyingkir ke tepi halaman. Halaman itu kini menjadi arena bagi keduanya. Tidak ada yang berani mendekat."Hey Katrong. Bagaimana kalau kita bertaruh, menurutmu siapa yang akan menang, Raden atau tuan Wulung?" Bisik salah satu prajurit."Aku bertaruh satu kepeng perak untuk Raden""Ha... Aku juga, dua kepeng perak untuk Raden." Sahut prajurit lain."Satu kepeng untuk tuan Wulung.""Hmm, aku tiga kepeng untuk tuan Wulung."Disini suasana muai ramai. Beberapa banyak yang saling menyahut."Sssttt! Tolong kalian diam sebentar. Kalau mau taruhan, jangan terlalu keras." Sela Janu kepada mereka.Para prajurit pun diam semua. Suasana menjadi agak dingin. Kini prajurit yang hendak bertaruh hanya bisa berbisik bisik saja.Kedua remaja yang hendak bertaruh telah berhadapan, mereka saling menatap. Keduanya tersenyum, saling mence
Hembusan angin perlahan terasa dari gasingan kayu yang diputar putar Wulung. Hembusan itu menambah kekuatan dan kecepatan gerak dari kayu. Wulung terus memutar kayu sambil mencari titik lemah Rangin."Sekarang persiapkan dirimu kak! Jurus tongkat pemecah halimun, pembelah awan!" Teriak Wulung.Mengambil langkah maju ke depan, Wulung mengangkat ujung kayu ke atas. Diarahkannya kayu tersebut ke kepala Rangin.'Wooosh...!'Terdengar suara desiran angin yang cukup kencang berhembus saat kayu diayunkan.Rangin yang diserang oleh Wulung hanya diam. Dia dengan berani menatap mata lawannya, tanpa melihat kayu yang sedikit lagi mengenai kepalanya. Seketika sedikit senyum merekah dari bibirnya, sekejab kemudian dia menghilang. Ranting kayu yang semula hampir pasti kena, kini hanya memukul ruang kosong.Dengan gerakan yang sangat cepat, Rangin berhasil menghindari serangan dari Wulung. Saat ranting kayu sedikit lagi mengenainya, dia bergeser ke samping
Di dalam rumah, Janu segera msuk ke dapur, diikuti Wulung. Selesai makan, mereka berdua berpapasan dengan sang tumenggung yang sedang bercengkerama dengan istrinya. Sambil berjalan sopan, mereka menyapa keduanya."Selamat siang paman Arya, bibi Lohtika." Sapa Janu dan Wulung bersamaan."Oh, nak Wulung! Kau sudah bangun. Bagaimana kondisi tubuhmu?" Tanya Nyi Lohtika lembut.Sebenarnya dia dan suaminya sudah tahu kalau Wulung sudah siuman, namun mereka masih kaget melihat kondisi Wulung yang segar bugar tanpa ada kelihatan baru pingsan berhari hari."Saya rasa, saya sudah cukup sehat nyi." Jawab Wulung sopan."Hah! Cukup sehat katamu. Tenaga seperti kuda liar begitu hanya bilang cukup sehat!" Canda Rangin sambil lewat. Dia baru saja selesai makan."Hahaha... Syukurlah kalau nak Wulung sudah cukup sehat."Tumenggung Arya Mahanta ikut menimpali. Dia sebentar menatap Janu dan Wulung, tampak sedang berpikir."Dua minggu yang la
"Maafkan saya tuan tumenggung. Saya datang agak terlambat. Tugas ini baru saya ambil beberapa hari lalu." Ujar Rakawan sambil memberi hormat."Ah tidak apa apa. Yang terpenting nak pendekar ini sudah mau kemari dan membantu kadipaten ini. Kalau boleh tahu, siapa nama nak pendekar?""Saya Rakawan, kakak seperguruan ketiga anak ini. Kalau boleh tahu, apa yang sebenarnya terjadi disini."Tumenggung Arya Mahanta kemudian berbicara panjang lebar tentang wabah yang menyerang kadipaten. Tidak lupa dia menceritakan temuannya tentang siapa dibalik teror wabah tersebut. Semua informasi dikeluarkannya sampai habis. Dia benar benar ingin agar masalah tersebut segera terpecahkan.Rakawan mengernyitkan kening. Dia merasa ada yang aneh dengan masalah ini. Dalam pikirannya, dia curiga orang yang mencurigakan ini menggunakan sebuah ilmu hitam. Mungkin saja ilmu hitam digunakan untuk membunuh warga sebagai syarat meditasi meningkatkan kekuatan. Atau mungkin pula dipakai ha
"Begini saja, nanti kalian aku ajak ikut membantu tugas ini. Nanti aku perlihatkan kekuatan dari Vajra Lothi ini. Tapi ingat, jangan jauh jauh dariku." Ajak Rakawan kepada Janu, Wulung dan Rangin."Siapa takut!" Ujar ketiganya bersamaan."Sebentar! Tugas kita bagaimana? Kalau kita semakin berlama lama disini, nanti buah dewandaru ini cepat busuk." Ingat janu."Oh iya, benar juga!" Sambil menepuk jidat, Rangin baru ingat."Alah tenang, masukkan buah buahan kalian ke dalam sini. Seberapa banyak buah yang kalian bawa pasti muat."Rakawan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari balik kain pakaiannya."Ini kotak apa kak?""Ini aku pinjam dari pusat penempaan. Aku lupa namanya, tapi kotak ini sangat sakti. Kotak ini bisa menyimpan apapun di dalamnya seberapapun jumlahnya. Lalu apapun yang ada di dalamnya, apabila dikeluarkan, maka kondisinya akan tetap sama seperti ketika dimasukkan. Kotak ini pun ukurannya kecil, jadi gampang dibawa kemana ma
Rakawan dan ketiga remaja adik seperguruannya segera mengikuti sang kakek menuju ke rumah yang diduga sebagai tempat munculnya sosok mencurigakan.Mereka tiba di sebuah rumah bambu kecil yang tampak kosong ditinggal pemiliknya. Setelah diberi ijin oleh sang kakek, Rakawan masuk ke dalam rumah, sementara Janu dan kedua rekannya berkeliling luar rumah, ditemani sang kakek. Di sana mereka melakukan penyisiran, mencari apakah ada sesuatu yang mencurigakan atau tidak.Di dalam rumah tersebut Rakawan membongkar semua isi rumah sampai tak bersisa. Tidak ada yang mencurigakan. Dia menyisir sekali lagi lebih teliti. Kali ini dia menyisir sampai ke atap atap.Disinilah akhirnya ditemukan sebuah benda yang sangat mencurigakan. Diambilnya benda tersebut, sebuah jenglot dengan rambut panjang dan taring kecil.Saat jenglot itu diambil, seketika kabut hitam yang menyelimuti desa perlahan menghilang. Mulut Rakawan komat kamit membaca sebuah mantra. Dengan sekali semprot
Keempat murid Perguruan Pinus Angin bersiaga, mereka saling membelakangi. Dengan senjata masing masing di tangan, mereka waspada dengan serangan musuh.Tanpa menunggu diserang terlebih dahulu, Rakawan memulai penyerangan. Empat orang di hadapannya segera dihadapinya. Dengan satu tendangan memutar, dia menyerang keempatnya.Janu melihat ada kesempatan, empat orang sudah dihadapi Rakawan. Dia pun mengambil kesempatan berlari melalui celah yang ditinggalkan Rakawan. Rangin dan Wulung segera mengikutinya. Sambil berlari, mereka juga mengerahkan teknik pergerakan masing masing.Tujuh orang musuh mengejar tiga remaja itu. Mereka berusaha untuk mencegat ketiganya.Tidak semua teknik pergerakan cocok dipakai untuk melarikan diri. Ditambah kemampuan ketiganya yang masih dibawah para pengejarnya, membuat jarak semakin pendek. Teknik aliran air yang dikuasai Wulung misalnya, hanya cocok untuk mengecoh musuh, namun tidak untuk melarikan diri. Dia adalah orang pertama
Keempat orang murid Perguruan Pinus Angin yang tertangkap oleh para murid Perguruan Lembah Ular diikat menjadi satu dibawah sebatang pohon jati. Di depan mereka diletakkan sebuah jenglot yang cukup besar.Saatnya Salwaka membaca mantra. Mulutnya berkomat kamit sambil menutup mata. Dia duduk bersimpuh di depan jenglot itu.'Wush!'Belum selesai Salwaka membaca matra, dari kejauhan tiba tiba muncul tujuh orang pemuda. Ketujuh pemuda itu langsung menyerang rombongan murid Perguruan Lembah Ular.Kedatangan tujuh orang yang tidak terduga itu membuat sebelas orang murid Perguruan Lembah Ular menjadi sedikit kaget. Mereka langsung menyerang balik ketujuh pendatang baru itu.Perkelahian pun tidak terelakkan, jurus demi jurus dikeluarkan. Salwaka tidak sempat menyelesaikan mantra. Dia ikut dalam kekacauan itu.Pepohonan jati banyak yang tumbang akibat serangan serangan ganas yang dilancarkan. Api, es, bebatuan, air, cahaya, semua berkelebatan, mening