"Bu Clarkson, tolong jangan pergi. Kita bisa bicarakan ini baik-baik," bujuk Mama Andien pada besannya.
"Gak ada lagi yang perlu dibicarakan. Penghinaan ini sudah cukup saya terima. Saya gak bisa membiarkan Sarah terus-menerus disakiti hatinya!" ucap marah ibu Sarah sambil mengepak baju ke dalam koper."Kami ini keluarga terhormat, Bu Andien. Putra Anda sudah merendahkan putri kami dan lebih memilih perempuan lain yang derajatnya di bawah kami. Apa istimewanya perempuan itu?! Dibandingkan Sarah, dia gak ada apa-apanya. Tapi Arman malah menyingkirkan Sarah!""Bu Clarkson, saya mohon, Bu. Saya juga gak terima dengan sikap Arman. Saya juga gak sudi memiliki menantu seperti Manda. Tolong, Anda tenanglah. Saya akan coba membujuk Arman sekali lagi," pinta Mama Andien."Sudah berakhir, Bu! Saya sudah sakit hati pada Arman! Saya gak mau lagi menganggapnya sebagai menantu saya!" tolak tegas ibu Sarah."Sarah, bersiap-siaplah. Kita akan pergi dariTet ... tet ... Daniel membunyikan klakson mobilnya, ketika melihat Arman dan Papanya hendak masuk ke dalam rumah.Setelah memarkirkan mobilnya, Daniel sekeluarga turun dari dalam mobil, lalu menghampiri mereka berdua."Opaa," sapa anak-anak Daniel berlari memeluk Papa Hendra.Papa Hendra menyambut gembira kedatangan cucu-cucunya.Daniel dan Tamara juga menyapa Papa Hendra dan Arman."Papa darimana?" tanya Daniel."Keluar sebentar sama Arman tadi," jawab Papa Hendra."Mama di rumah, Pa?" tanya Tamara."Iya, Mama di rumah. Ayo, masuklah,"Papa Hendra, Tamara, dan anak-anak berjalan lebih dulu di depan. Sementara Daniel sengaja memperlambat jalannya bersama Arman."Hei, Man. Jadi bagaimana? Katanya hari ini kamu mau memberitahuku soal keputusanmu," tanya Daniel dengan suara pelan."Jadi Kakak sengaja ke sini karena mau tahu itu aja?" ujar Arman."Bukan karena itu aja. Aku juga k
Kesadaran Manda perlahan mulai kembali. Dia membuka matanya pelan-pelan. Penglihatannya yang buram sedikit demi sedikit mulai jelas."Di mana ini?" batinnya.Manda memandang heran ke atas langit-langit ruangan yang terasa asing baginya.Saat ini dia terbaring di tempat yang tidak dikenalnya.Kepalanya masih terasa pusing dan badannya juga lemas."Perutku," gumamnya ketika merasakan nyeri. Perlahan Manda menggerakkan tangannya untuk menyentuh bagian perutnya yang nyeri."Jangan dipegang,"Arman menahan tangan istrinya supaya tidak bergerak.Manda menoleh pelan ke arah Arman, yang sedang duduk di kursi, di dekat ranjangnya."Mas," panggilnya dengan suara lirih."Lukanya belum kering. Jangan dipegang dulu," ucap lembut Arman."Ini ... di mana, Mas?""Di rumah sakit,""Kenapa?""Kamu gak ingat? Kamu terluka. Mas membawamu kemari untuk diobati,"Manda yan
Dua orang petugas polisi wanita membawa Sarah ke sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu, Arman sedang berdiri menunggunya.Melihat Arman datang untuknya, wajah murung Sarah berubah menjadi ceria."Arman," Sarah berlari memeluknya."Bisa tinggalkan kami berdua, Bu?" pinta sopan Arman pada kedua petugas polwan itu."Silakan, Pak," mereka memberi kesempatan Arman untuk bicara dengan Sarah."Sayang, aku yakin kamu pasti akan datang. Kamu gak mungkin tega meninggalkanku di sini," ucap Sarah dengan tersenyum lega.Arman melepas paksa pelukan Sarah."Kenapa aku gak tega? Justru aku datang ke sini untuk memastikanmu gak bisa bebas dari hukuman!" tegas Arman dengan nada dingin."Arman ...?" Sarah menatap mata suaminya dengan kecewa."Kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi setelah apa yang kamu perbuat pada Manda?! Jangan mimpi!" Arman mencengkram erat kedua tangan Sarah."Arman ... sakit," rintih Sarah.
Tiga hari kemudian ...."Arman," panggil seseorang saat Arman baru saja keluar dari mobilnya.Arman menoleh ke sumber suara itu. Ternyata itu suara Bram. Dia menunggu Arman di parkiran rumah sakit."Ngapain ke sini?" tanya Arman dengan nada dingin."Aku gak mau mencari masalah. Hanya ingin bicara padamu saja," sahut Bram dengan tenang."Ada apa? Mau minta ijin menjenguk Manda?" ujar Arman dengan sinis."Aku datang bukan ingin bertemu Manda. Walaupun sebenarnya ingin, tapi pasti gak kamu ijinkan,""Katakan saja apa maumu? Aku gak punya banyak waktu," desak Arman dengan kesal."Sifat pemarahmu masih belum hilang, ya. Padahal sudah kubilang, aku gak mau cari masalah,"Arman diam sejenak. Dia coba meredakan emosinya."Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Arman dengan sikap lebih tenang."Aku mau minta maaf," ucap tulus Bram.Arman terdiam mendengar ucapan Bram."Aku minta
POV MANDAAku dirawat di rumah sakit selama seminggu. Dan selama di sana, banyak orang yang datang menjengukku. Keluarga, teman-teman, dan beberapa orang yang mengenal keluarga kami. Mereka datang silih berganti.Tetapi yang paling setia menemaniku adalah Mas Arman. Setiap hari dia selalu datang ke rumah sakit untukku, bahkan setiap malam dia selalu menjagaku.Ada perasaan bersalah yang tersirat dari wajahnya setiap kali Mas Arman melihat luka di perutku. Walaupun aku sering menghiburnya, tapi beban itu belum juga hilang dari raut wajahnya.Bebannya semakin bertambah saat Bapak dan Ibu datang melihatku. Ibu marah besar waktu itu. Ibu menyalahkan Mas Arman atas apa yang terjadi padaku.Mas Arman hanya bisa diam menerima semua amarah Ibu. Aku merasa kasihan padanya. Bapak dan aku berusaha untuk menenangkan Ibu, tapi usaha kami sia-sia. Bahkan permintaan maaf dari Mas Arman belum bisa menyurutkan kemarahan Ibu.Alhamdulillah dengan
POV MANDANamaku Amanda Kusumo. Aku berasal dari sebuah keluarga sederhana di kota Purworejo. Bapakku seorang pensiunan guru, sedangkan Ibuku mengelola warung kelontong di depan rumah. Aku memiliki dua orang adik laki-laki, yaitu Surya dan Adi. Surya sudah menyelesaikan pendidikan sarjananya dan sekarang dia bekerja di Jakarta. Sementara Adi, seorang mahasiswa teknik sipil di salah satu universitas di Purworejo.Aku senang sekali karena kedua adikku bisa kuliah. Tidak seperti aku yang hanya tamatan SMK. Dulu aku tidak bisa kuliah karena kondisi ekonomi keluargaku yang hanya pas-pasan. Jadi setelah lulus SMK, aku mulai bekerja supaya bisa membantu biaya hidup keluarga.Di usiaku yang ke-19 tahun, aku menikah dengan pria pilihan orang tuaku. Nama suamiku adalah Arman Hadiwijaya.Mas Arman berasal dari keluarga terpandang. Papanya, Hendra Hadiwijaya adalah pemilik perusahaan Wijaya Group, salah satu perusahaan besar di negeri ini.Aku dan Mas Arman pertama ka
POV AUTHOR"Papaaa!" seru si kembar begitu pintu ruang kerja Arman dibuka."Putri dan Pangeran Papa sudah datang," sambut hangat Arman.Si kembar memeluk Papanya dengan riang. Kemudian Arman menggendong kedua anaknya."Bagaimana sekolahnya?" tanya Arman."Asyik, Pa," jawab si sulung."Tadi Tya disuruh maju ke depan. Bu Guru nyuruh Tya kenalan sama teman-teman," imbuh si bungsu."Chandra juga, Pa," timpal si sulung."Oh ya? Seru dong," ujar Arman.Si kembar bercerita lagi tentang kegiatan di sekolah. Arman menyimak celotehan mereka dengan antusias.Manda berjalan menghampiri mereka seraya tersenyum bahagia melihat keakraban suami dan anak-anaknya."Kalau ada tambahan tangan lagi, Mas juga mau menggendongmu," ucap genit Arman."Gak usah ngegombal," Manda memeluk suaminya."Ayo, angkat kepalamu," pinta Arman.Manda menurutinya. Kemudian Arman mengecup kening istrinya."Chandra juga mau cium Mama," pinta si sulung."Boleh," Man
"Gak ada yang perlu dikhawatirkan, Pak. Istri Anda saat ini sedang hamil," bu dokter memberikan penjelasan."Hamil?!" Arman dan Manda terkejut mendengar kabar itu."Selamat ya, Pak, Bu," ucap Bu Dokter sembari tersenyum."Mas ...," Ucap Manda sembari memeluk suaminya dengan menangis haru.Arman membalas pelukan istrinya dengan tersenyum bahagia."Nanti saya beri resep obat untuk daya tahan tubuh Ibu,""Terima kasih, Bu Dokter,""Sama-sama, Pak,""Dijaga badannya ya, Bu. Jangan terlalu capek. Lebih banyak istirahat dan jaga pola makan sehat,""Iya, Bu Dokter. Terima kasih," jawab Manda.***Sesampainya di rumah, si kembar berlomba lari naik ke lantai atas menuju ke kamarnya."Chandra, Tya, jangan lari! Nanti kalian jatuh!" tegur Manda yang hendak mengejar mereka."Hei, Sayang. Kamu mau ke mana?"
Mobil Toyota Alphard dan Mercedes-Benz terpakir di halaman rumah keluarga Hadiwijaya.Pak Setya sedang berdiri di depan mobil Alphard, menunggu kedua majikan kecilnya muncul dari dalam rumah.Tak lama berselang, Chandra dan Tya yang sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya, berjalan dengan riang menuju teras depan rumah.Mereka didampingi oleh kedua orang tua, oma, dan babysitter barunya."Chandra, Tya, belajar yang rajin ya. Jangan nakal di sekolah," ujar Manda mengusap lembut kepala kedua anaknya."Iya, Ma," jawab si kembar hampir bersamaan. Kemudian mereka mengecup punggung tangan mamanya."Have fun at school." Arman memeluk hangat kedua anaknya."Okay, Pa," si kembar membalas pelukan Arman.Chandra dan Tya menghampiri Nyonya Adele untuk mengecup punggung tangannya."Cucu Oma yang cantik dan ganteng," puji Nyonya Adele sembari memeluk kedua cucunya.Setelah selesai berpamitan, Chandra dan Tya segera menghampiri mobil yang akan mereka tumpangi."Nyonya, saya berangkat dulu mengan
Arman masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Manda sedang berbaring di atas ranjang, dengan posisi tidur membelakanginya.Manda menoleh ketika suaminya duduk di tepi ranjang."Anak-anak sudah tidur, Mas?" tanyanya sembari beranjak duduk."Sudah. Kamu belum tidur?""Manda menunggu Mas Arman,""Mau ditimang-timang ya biar bisa tidur?" ucap Arman dengan memainkan mata genitnya."Iih, Mas," Manda tersipu malu.Arman bergerak mendekati istrinya. Dia merangkul tubuh Manda."Gak usah malu. Bilang saja kalau pelukanku bikin kamu nyaman, kan," goda Arman."Genit, ah," Manda menepuk lembut dada suaminya.Arman menyandarkan punggungnya ke headboard bed sambil mendekap istri tercintanya di dada.Keduanya diam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain."Mas lama sekali tadi? Anak-anak susah ya disuruh tidur?" tanya Manda kemudian."Enggak. Abis dari kamar mereka, Mas mengobrol sebentar sama Tante,"Manda mengangkat setengah badannya untuk menatap wajah Arman."Apa Mas berhasil membujuk Tante?" t
"Kamu beruntung bisa bekerja di sini. Gajinya besar. Bahkan lebih besar dari gaji di tempat kerjamu dulu, kan," sambut Santi dengan riang."Iya, aku bersyukur bisa diterima kerja di sini," jawab Rianti sembari tersenyum senang."Kamu harus berterima kasih sama Nyonya Adele. Kalau bukan karena dia, kamu gak akan bisa bekerja di rumah ini. Manda kan sudah menolakmu,""Nyonya Manda," Kiki yang tiba-tiba muncul di depan kamar Rianti, mengoreksi ucapan Santi.Kemudian Kiki masuk ke dalam kamar Rianti, dan ikut bergabung untuk mengobrol."Kamu aja yang anggap dia Nyonya. Aku sih gak mau. Cuman di depannya aja aku terpaksa panggil dia Nyonya, daripada aku dipecat. Males banget!" cibir Santi.Rianti heran dengan sikap tak sopan Santi pada majikannya."Kenapa ... kamu hanya memanggil namanya?" tanya Rianti."Untuk apa aku memanggilnya Nyonya? Dia dan aku sama. Kami satu level. Nasibnya aja yang mujur karena dinikahi Tuan Arman," cemooh Santi."Maksudnya?""Manda itu perempuan kampung, sama sep
"Jahat sekali Tante Adele bikin persyaratan seperti itu?!" ucap kesal Ayu dari balik telpon."Manda rasa Tante sengaja melakukannya. Dia tahu kalau Manda gak akan membiarkan Kiki dipecat. Jadi mau tak mau, Manda terpaksa menerima babysitter itu," ujar Manda dengan sedih."Lalu Arman?""Mas Arman sudah berusaha membujuk Tante Adele, tapi percuma saja. Tante gak mau mengubah keputusannya,""Menyebalkan sekali!" umpat Ayu."Sepertinya kami harus mengalah. Daripada masalahnya makin besar," ujar Manda dengan pasrah."Manda, aku boleh tanya sesuatu?" ucap Ayu."Soal apa?""Kamu pernah bilang kalau kamu takut si kembar akan lebih sayang sama babysitter mereka, makanya kamu gak mau memakai jasanya. Tapi aku rasa itu bukan satu-satunya alasan," ujar Ayu dengan curiga.Manda mengangkat punggungnya yang bersandar di headboard bed. Dia terkejut dengan pernyataan sahabatnya itu."Memangnya ... ada alasan apa lagi? Pertanyaanmu aneh," ujar Manda dengan gugup."Beberapa waktu yang lalu, aku gak seng
Keesokan harinya ...."Bi, Pak Setya dan anak-anak sudah pulang?" tanya Manda saat berpapasan dengan Bibi Sari."Belum, Nyonya,""Manda tunggu saja di ruang tengah," jawab Manda sambil melihat ke jam di layar ponselnya."A-anu ... Nyonya. Di ruang tengah sedang ada tamu,""Tamu siapa?""Hmmm ...," Bibi Sari ragu untuk menjawab pertanyaan Manda."Siapa, Bi?" selidik Manda."Tamunya Nyonya Adele,""Kenapa raut wajah Bibi jadi gugup begitu? Memang siapa tamunya?" tanya Manda penasaran."I-itu ... dia ... babysitter yang waktu itu,""Ha?" Manda terkejut.Kemudian Manda bergegas menuju ke ruang tengah untuk menemui tamu Nyonya Adele.Bibi Sari yang merasa khawatir, ikut menyusul Manda ke ruang tengah.Manda menghentikan langkahnya seketika setelah melihat Rianti sedang mengobrol dengan Nyonya Adele di ruangan."Bu Manda," Rianti segera bangun dari duduknya untuk menyapanya.Sementara Nyonya Adele mengabaikan kehadiran istri keponakannya itu."Kamu sudah paham aturan rumah yang saya sampaik
"Alhamdulillah Nyonya sudah pulang," sambut hangat Bi Sari."Iya, Bi. Senang rasanya bisa pulang," sahut Manda dengan tersenyum lega."Anak-anak belum pulang sekolah, Bi?" tanya Arman."Belum, Tuan. Tapi Pak Setya sudah jemput ke sana,""Baguslah. Sayang, kamu istirahat dulu di kamar, ya," ujar Arman."Manda mau ke ruang tengah saja, Mas. Nungguin anak-anak,""Mas antar ke sana," jawab Arman sambil menggandeng tangan istrinya."Tasnya biar saya taruh di kamar, Tuan,""Makasih, Bi," Arman menyerahkan travel bagnya pada Bibi Sari.Kemudian dia mengajak Manda pergi ke ruang tengah."Duduklah di sini. Mau nonton tv?" tanya Arman sambil menata bantal sofa."Gak usah, Mas," jawab Manda sembari duduk."Selamat datang, Nyonya Manda. Nyonya mau minum teh?" Kiki menyusul ke ruang tengah."Kok kamu gak ikut jemput anak-anak, Ki?" tanya heran Manda."Gak, Nyonya. Soalnya Nyonya Adele minta Kiki di rumah saja," jawab Kiki dengan salah tingkah."Pak Setya yang jemput sendirian?""Gak, Nya. Tadi pag
Arman berjalan menuju ke ruang tengah sambil menenteng travel bag kecil di tangannya."Bagaimana si kembar?" tanya Nyonya Adele yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah."Mereka baik-baik saja, Tan. Arman sudah menidurkan mereka,""Kamu mau kemana bawa tas?""Arman mau ke rumah sakit,""Kamu mau meninggalkan anak-anak setelah kejadian tadi?" Nyonya Adele mengerutkan keningnya."Si kembar gak apa-apa, Tan. Makanya Arman berani pergi. Lagipula di sini ada Tante. Arman minta tolong jaga anak-anak malam ini. Besok Arman sudah kembali,""Ini bukan masalah mereka gak apa-apa atau ada Tante yang jaga di sini. Si kembar butuh kamu, Arman. Bagaimana kalau tengah malam mereka merengek kesakitan dan mencarimu? Lagipula Manda itu udah dewasa. Dia bisa jaga dirinya sendiri. Gak perlu kamu manjakan seperti ini!" ucap kesal Nyonya Adele.Arman menghela nafas. Dia meletakkan travel bagnya di bawah, lalu duduk di samping
"Tante Adele di rumah?" Manda terkejut."Iya. Tante memberi kabar mendadak. Karena Mas gak bisa menjemput, Mas minta Pak Setya yang datang ke bandara," jawab Arman sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulut istrinya."Sudah, Mas. Manda sudah kenyang," tolak halus Manda."Tinggal satu sendok lagi. Sayang kalau dibuang. Ayo," bujuk Arman."Gak mau. Rasanya mual," Manda menutup mulutnya dengan tangan."Ya, sudah," Arman melahap satu sendok nasi terakhir."Berapa lama Tante akan tinggal di rumah, Mas?""Mas gak tahu. Kan Mas belum sempat mengobrol sama Tante," jawab Arman setelah selesai menelan makanannya."Ooh," ujar Manda dengan nada lesu."Kenapa? Kok wajahmu jadi murung?" tanya Arman sembari memberikan segelas air putih pada Manda."Gak apa-apa, Mas," jawab Manda sembari tersenyum tipis.Manda menerima gelas itu, lalu meminum airnya
Arman mempercepat langkahnya menyusuri koridor rumah sakit. Raut wajahnya cemas setelah mendengar kabar buruk yang menimpa istrinya.Arman mengecek satu persatu nomor yang tertera di depan pintu kamar pasien.Dia berhenti di depan pintu kamar yang dicarinya. Arman pun segera masuk ke dalam tanpa mengetuk terlebih dulu.Perhatian Arman tertuju pada istrinya yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit."Mas," sapa Manda."Ada apa? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaanmu? Bagaimana bayi kita?" tanya Arman dengan panik."Mas, Manda gak apa-apa. Anak kita juga baik-baik saja," jawab Manda menenangkan suaminya."Kamu yakin? Dokter bilang apa?" tanya Arman yang masih ragu."Kata dokter, gak ada yang perlu dikhawatirkan. Manda hanya kaget saja karena itu perut Manda jadi sakit,""Syukurlah," Arman bernafas lega."Apa yang sebenarnya terjadi di rumah