Ocean membuka pintu depan ketika mendengar deru mobil Satrio di luar. Sejak sedikit cekcok yang terjadi di antara mereka berdua tadi, suaminya itu keluar entah kemana dan baru kembali saat jam menunjukkan pukul 10. Ocean tidak menanyakan apa pun selain mengekor Satrio masuk ke kamar mereka. Sementara Satrio mandi, Ocean menyiapkan baju untuk Satrio. Dia menunggu sambil mengerjakan laporan pekerjaannya melalui ponsel.
Terlalu asyik dengan pekerjaannya, Ocean sampai tidak sadar kalau satrio sudah keluar dari kamar mandi dan selesai mengenakan pakaian yang dia siapkan.
"Ada makanan tidak?" tanya Satrio.
"Ada," jawab Ocean. "Aku panaskan dulu." Ocean meletakkan ponselnya di ranjang dan melangkah keluar terlebih dulu. Satrio mengikutinya dari belakang sambil bersiul riang.
Ocean memanaskan sop yang dibuatnya, hanya sekedar hangat supaya Satrio tidak sibuk meniupnya. Sementara menunggu sop hangat, dia menggoreng ayam dan mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi. Setelah semua beres, dia membawa makanannya ke meja makan.
Satrio makan dengan lahap, seolah itu adalah makanan enak. Semua yang Ocean masak dia makan tanpa protes dan sedikit banyak hal itu membuat hati Ocean senang. Terlepas dari apa yang sudah dia katakan pada Satrio, suaminya itu tetap ramah dan baik.
"Kamu nggak makan, Cean?"
Ocean menggeleng. "Enggak, tadi aku udah makan jam 6," jelas Ocean.
Satrio berdecak tidak suka. "Kemari," katanya. "Duduk di sebelahku," titahnya hingga Ocean paham dengan maksudnya.
Ocean bergeser dan duduk di sebelah kiri Satrio. Ocean tidak menyangka kalau dia mendapatkan suapan dari suaminya. Penolakannya tidak berarti apa pun karena Satrio benar-benar tidak mengerti arti penolakan. Ketika nasi dalam piringnya habis, Satrio minta tambah dan Ocean mengambilkannya tanpa keberatan. Kembali mereka makan berdua dengan Satrio yang terus menyuapi Ocean.
Setelah makan malam, Ocean menemani Satrio duduk di ruang tengah. Satu kaki pria itu menumpang di atas kaki yang lainnya. Matanya serius menonton film di televisi yang Ocean sendiri malas untuk menontonnya. Dia memilih untuk membaca majalah sambil menemani suaminya meski tanpa ada pembicaraan di antara mereka berdua.
"Besok pelaksanaan operasi bapak. Boleh aku menunggunya?" tanya Ocean setelah keheningan panjang di antara mereka.
"Operasi itu bisa sangat lama, ngapain kamu tungguin? Nganggur di depan OK itu nggak enak, apalagi nganggur dan cemas," terang Satrio.
Ocean membenarkan ucapan Satrio dalam hati, tetapi sebagai anak dia tidak bisa mengabaikan bapaknya, terlebih ibunya yang sudah pasti akan berada di dekat bapaknya, bagaimanapun situasi dan kondisinya.
"OK itu apa?" tanya Ocean dengan kata yang ada dalam kalimat Satrio.
Satrio melirik Ocean. "OK itu dari bahasa Belanda, singkatan dari Operatie Kamer. Kamar operasi kalau kita bilang atau bisa juga ruang operasi, senyamannya orang nyebut pokoknya sama maksud," jelas Satrio.
Ocean manggut-manggut. "Memangnya berapa banyak kata serapan dari bahasa Belanda yang sering digunakan di rumah sakit?" Ocean bertanya lagi saat Satrio memberikan jawaban dengan sabar dan cukup memuaskan rasa ingin tahunya.
"Ada banyak, tapi yang sering digunakan itu seperti tingkat kesadaran seseorang akibat suatu kondisi kesehatan yang biasa disebut koma, dalam bahasa aslinya komma. Ada lagi yang sering disebut orang yaitu besuk, yang artinya kunjungan untuk orang yang sakit, itu bahasa aslinya bezoek."
"Jadi sebenernya secara nggak sadar kebanyakan orang itu aslinya ngomong pakai bahasa Belanda, ya?" Ocean antusias.
"Ya, begitu."
Ocean melihat senyum manis Satrio. Terlihat teduh dan menyenangkan di mata Ocean. Seandainya senyum itu selalu milikku, pasti rasanya sangat menyenangkan, batinnya. Namun, Ocean tidak berharap setinggi itu mengingat pasangan yang menikah puluhan tahun saja bisa berpisah, apalagi dirinya jelas-jelas mengatakan pada Satrio untuk bercerai segera setelah bapaknya sembuh.
***
Ocean duduk sendirian di depan OK. Sudah lebih dari 3 jam dan operasi bapaknya masih berlangsung. Ibunya pulang untuk mencuci pakaian atas bujukan dari Satrio yang akhirnya disetujui oleh beliau mengingat tidak ada hal yang bisa dilakukan sementara bapaknya dalam penanganan.
"Cean." Sebuah suara menghampiri pendengarannya. Ocean membuka mata dan melihat 3 sosok di hadapannya.
Rupanya dia tertidur saat menunggu bapaknya operasi. Di hadapannya ada Satrio berdiri di antara 2 perempuan. Satu berambut legam dengan tinggi diatas rata-rata, cantik, dan berkulit cerah. Ocean mengingatnya, itulah gadis yang pernah dia lihat di bandara bertahun-tahun yang lalu.
Satrio mendekat dan duduk disampingnya. Ocean membiarkan suaminya menyibak rambut di dahinya dan memberikan segelas yoghurt dingin untuknya. Dia menerima pemberian Satrio dan memimumnya pelan-pelan.
"Nyenyak banget tidurmu. Bapak sudah dipindahkan ke ICU dan nggak ada yang bisa kamu lakukan lagi sekarang. Aku akan mendapatkan kabar perkembangan bapak kapan pun aku mau dan tentu akan kuberitahukan padamu," kata Satrio. "Sekarang pergilah makan dengan mereka. Ups ...," Satrio menepuk pelan dahinya, "kenalan dulu, itu Aegea dan Athena," kata Satrio menunjuk kedua wanita yang kini berdiri bersisian di depan mereka.
Jadi namanya Aegea, batin Ocean saat melihat ke arah Aegea yang tersenyum ramah dan mengulurkan tangan padanya. Matanya berpindah pada Athena yang juga tersenyum tak kalah ramah dengan Aegea. Ocean menatap Athena sedikit lebih lama, bertinggi badan kurang lebih sama dengan Aegea serta bibir yang siap tersenyum kapan saja. Itu penilaian awal Ocean terhadap keduanya.
"Ayo pergi makan, kita bisa ngerumpi bertiga nanti," ajak Aegea seraya menarik tangan Ocean.
Ocean berdiri dan merasa tidak enak untuk menolak keramahan yang ditawarkan padanya. Rasa enggan yang muncul di hatinya dia tepis jauh-jauh dan mencoba untuk berteman dengan Aegea dan Athena. Hatinya mengatakan bahwa tidak ada hubungan cinta antara Aegea dan Satrio.
"Tapi bapakku ...."
"Pergilah, sudah kubilang nggak ada yang bisa kamu lakukan. Bapakmu sedang diisolasi dan kamu nggak akan bisa menemuinya."
"Ayolah, Ocean! Nanti aku kenalin sama anakku yang lucu." Giliran Athena yang bersuara.
"Heh, Bayiku ... anakmu yang mana? Memang kamu sudah bikin? Aku nggak ingat pernah nanganin kamu brojol," ujar Satrio dengan ekspresi menyebalkan menatap Athena.
Ada hubungan apa mereka, perempuan sedewasa itu dipanggil bayiku, batin Ocean bingung memikirkan hal yang sedang dialaminya. Namun, melihat wajah Athena yang berubah menjadi menyebalkan rasa-rasanya tidak ada hubungan istimewa di antara keduanya. Begitu pula dengan Aegea, yang satu itu terlihat lebih pendiam di mata Ocean.
"Buat apa brojol sama karyawan sesat sepertimu. Aku pecat tahu rasa," omel Athena. "Lagian kenapa Mbak Ocean mau-maunya dikawinin sama orang sedeng kaya kamu, Mas Sat." Athena mengetuk dahinya 3 kali lalu ganti mengetuk dahi Satrio 3 kali juga.
"Ya kali sapi dikawinin, nikah tau. Lha kamu gak akan bisa pecat aku, Bayi. Aku laporin Mas Al, loh," seloroh Satrio dengan gaya melambai sambil menekan dahinya yang diketuk Athena.
"Menurut UU no 1 tahun 1974 itu tentang perkawinan, Mas Sat. Bukan pernikahan, dasar kurang wawasan," ejek Athena.
"Oke aku kalah wawasan sama kamu, Bayiku." Satrio mengalah. "Tapi tetep kamu nggak bisa pecat aku."
"Bisa wong aku menyetujui pemecatannya," sahut Aegea.
Satrio mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Baiklah, aku menyerah. Jelas kalah aku kalau musuh istrinya bos. Pergi sana kalian berdua, beri makan istriku dengan baik," usirnya.
"Ayo, Mbak Cean," ajak Athena dan berbalik lalu melangkah terlebih dulu meninggalkan tempat itu.
Ocean berjalan berdampingan dengan Aegea. Dia heran mengapa semua perawat yang berpapasan mendadak mengangguk segan. Itu tidak seperti yang pernah dia alami sebelumnya. Dia berjalan sendirian dicemooh, berjalan dengan Satrio mendapat tatapan meremehkan meski sembunyi-sembunyi dan kini mendapat hal lain lagi. Ocean bingung dengan para perawat dan staf yang ada di rumah sakit ini.
Ocean menikmati makan siang dadakannya bersama Aegea dan Athena. Dia menilai bahwa 2 wanita yang bersamanya itu adalah orang yang baik. Selama makan siang, mereka membahas hal-hal ringan tentang kegiatan sehari-hari. Tidak ada yang bisa Ocean ceritakan karena dia merasa tidak ada yang menarik dari hidupnya.Hidupnya terlalu biasa, tidak ada hal menyolok atau terlalu istimewa untuk diceritakan. Lahir dari keluarga biasa, Ocean adalah putri dari seorang pria yang bekerja sebagai penghulu di KUA. Ibunya seorang ibu rumah tangga biasa yang telah mendidiknya dengan baik. Ocean menyayangi kedua orang tuanya yang mesti sederhana, tetapi tetap utuh memperhatikan dia dan adiknya."Ocean ... mikirin apa dari tadi kayak ngelamun gitu?" tanya Athena."Nggak apa-apa, Mbak Athena," jawab Ocean. "Hanya ingat adikku yang sedang sekolah di luar kota.""Ngomong-ngomong, kenapa kamu nggak dateng ke pernikahanku?" kembali Athena
Satrio pulang lebih sore pada hari Sabtu. Dia memasuki rumahnya dengan langkah ringan. Tidak ada lelah yang dia rasakan mengingat biasanya dia masih harus bekerja hingga malam. Satrio duduk di sofa dan melepas sepatu beserta kaos kakinya. Setelah itu bangkit dan pergi ke kamar mandi dekat dapur untuk cuci kaki.Satrio memasuki kamarnya dan menemukan Ocean tidur di ranjang mereka yang tertutup seprai berwarna merah tua dengan motif garis-garis berwarna perak. Gorden yang tidak tertutup sempurna mengantarkan sinar matahari sore menembus kaca dan jatuh tak jauh di atas kepala Ocean. Satrio melangkah ke jendela dan menutup gordennya. Selesai dengan itu, Satrio menoleh ke arah Ocean, istrinya bergerak sedikit lalu kembali nyenyak dengan memeluk guling.Satrio berpikir mungkin dia keterlaluan menyuruh istrinya memasak dan mengantarkan makan siang. Perempuan ini jadi tidak punya banyak waktu untuk bekerja dan mengurus dirinya. Mungkin dia harus mempekerjakan seorang pengurus ru
Sudah berminggu-minggu sejak pengusiran Delta dari rumah sakit. Hubungan Ocean dan Satrio memburuk karena hal itu. Ocean menuduh Satrio semena-mena sementara Satrio tidak mau mengalah dan tetap bersikeras bahwa Delta adalah tamu yang tidak dia inginkan dan tak seharusnya datang beberapa kali untuk menengok bapak Ocean.Ocean yang tidak sependapat dengan Satrio secara otomatis mengemukaan pendapat bahwa Delta datang hanya sebagai teman dan tidak pantas jika Satrio mengusirnya. Namun, Satrio tetaplah Satrio yang tidak akan mendengarkan orang lain jika sudah berpendapat. Semua ucapan Ocean dianggap angin lalu hingga segala sesuatunya memburuk untuk mereka berdua.Ocean yang awalnya mendiamkan tingkah suaminya menjadi makin serba salah ketika suaminya itu tidak merespon keterdiamannya. Semua seolah menjadi bumerang untuknya. Satrio bersikap masa bodoh dan tidak mau tahu dengan semua alasan yang diucapkan Ocean dan berujung yang perang dingin di
Satrio mengikuti kegiatan bakti sosial ke daerah terpencil. Sedikit banyak dia merasa terhibur dan melupakan rumah tangganya yang sedang tidak baik-baik saja. Kesibukan luar biasa yang dilakukannya bersama dengan rekan-rekan kerjanya terbukti ampuh untuk melalui hari dengan bahagia.Perubahan musim dengan cuaca yang cukup ekstrim membuat pengobatan gratis disambut warga setempat dengan antusias. Rata-rata dari mereka sakit flu, kulit, dan diare. Kedatangan para dokter ini dinilai cukup membantu warga masyarakat yang menganggap bahwa flu akan sembuh dengan sendirinya.Masyarakat juga antusias pada penyuluhan tentang keluarga berencana dan pentingnya mengatur jarak kelahiran demi kesehatan ibu dan anak. Imunisasi gratis juga diberikan kepada balita yang membuat para ibu senang. Ada juga yang mengkonsultasikan beberapa anak pilek dan tidak kunjung sembuh setelah beberapa minggu."Sat, ayo pulang," ajak Raphael yang tampaknya sudah selesai dengan pekerjaannya.Sa
Ocean sedang duduk sendirian di taman belakang rumah. Biasanya hari Sabtu dia masuk kerja hanya setengah hari. Kebiasaannya saat akhir pekan setelah menikah adalah mengunjungi rumah orang tuanya, tetapi hari ini adalah pengecualian. Ocean memilih untuk berada di rumah, berniat menunggu Satrio pulang kerja.Semalam Satrio pulang larut dan tampak sedang marah. Ocean tidak mengerti apa yang diributkan oleh Satrio hingga berkata tajam seperti itu. Untuk pertama kali dalam pernikahannya, Ocean merasa sangat terasing. Meskipun suka menyindir, biasanya Satrio masih ramah dan berusaha membuatnya nyaman dan itu tidak terjadi akhir-akhir ini.Ocean menyandarkan punggungnya di kursi taman yang terbuat dari rotan. Bentuk bundar kursi yang sedang dia duduki membuat Ocean merasa nyaman menikmati angin sepoi-sepoi yang menyapanya. Di sampingnya ada es tebu yang semalam dibawakan oleh Satrio serta bolu kukus dengan taburan keju dan diletakan di atas meja.
Satrio mematikan AC di ruang kerjanya. Dia membuka jendela lalu menyulut sebatang rokok. Embusan asap rokoknya langsung meliuk keluar dari jendela. Beberapa hari ini perasaannya sedang gundah memikirkan rumah tangganya yang bisa dibilang bermasalah. Entah serius atau tidak yang jelas keterdiaman Ocean membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Suatu sore Satrio pulang ke rumah orang tuanya tanpa memberitahu Ocean. Dipikirannya hanya ada reaksi orang tuanya saat mengetahui kalau dia sudah menikah. Sepanjang perjalanan Satrio memikirkan bagaimana memulai percakapan dengan mamanya yang memang selalu cerewet.Apa yang terjadi di rumah mamanya tidak seburuk yang dia kira karena ternyata orang tuanya tahu terlebih dulu dari desas-desus ketika mereka berdua datang ke rumah sakit. Mereka sengaja tidak bertanya kepada Satrio dan menunggu hingga dia siap bercerita."Kamu nikah aja, mama sudah seneng. Terserah kamu mau nikah sama siapa, ma
Ocean berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat karena merasa sangat lapar. Entah sudah waktunya makan siang atau belum karena dia tidak sempat mengecek waktu jika sudah asyik bekerja. Dia berniat turun ke area minimarket dan memeriksa kehadiran SPG guna membantu perhitungan stok tersisa untuk menentukan jumlah permintaan pada distributor.Begitu turun ke lantai dasar, beberapa SPG dari produk berbeda langsung mendatangi Ocean dan memberikan kertas berisi persetujuan order. Satu per satu Ocean memeriksa edaran dari para SPG itu dan mendatangi rak display produk mereka. Ocean menandatangani setelah mencoret atau menambahkan jumlah permintaan lalu mengembalikan kertas yang disambut senyum perempuan-perempuan yang menjadi ujung tombak perusahaan mereka."Bu Ocean, produk saya ordernya ditambahin, dong," pinta salah seorang SPG.Ocean menoleh dan menarik kertas yang disodorkan padanya. "Stok yang ada sekarang itu
Satrio mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan yang sore itu lengang. Hatinya sedang merasa senang karena berhasil usil pada pria yang dia anggap kurang ajar dan melampaui batas. Satrio merasa puas melihat wajah bodoh Delta saat dia melontarkan tuduhan yang bisa jadi memang membuatnya ingin tertawa jika sedang berhadapan dengan teman-temannya.Hari sudah hampir gelap saat Satrio menyalakan lampu sein ke kanan dan begitu berhasil menyeberang, mobilnya berhenti tepat di sebelah warung tenda. Satrio turun terlebih dulu dan memutar ke pintu Ocean saat istrinya itu tidak beranjak dari tempat duduknya. Satrio tidak mengatakan apa pun untuk membuat Ocean keluar dari mobil. Tatapan matanya saja sudah cukup dimengerti Ocean hingga perempuan cantik itu turun dengan sukarela.Satrio menggandeng tangan Ocean memasuki warung tenda. Suasana cukup ramai meski belum waktunya makan malam. Satrio membawa Ocean duduk di meja paling ujung s
Saat kehamilan Ocean semakin besar, Satrio benar-benar mengurangi jam praktiknya. Di sore hari dia praktik hanya satu jam, itu pun dengan perjanjian tepat waktu. Pasien lainnya dia tangani pada praktik pagi. Beberapa pasien mengatakan kalau dokter mereka sedang menjadi suami siaga. Satrio menanggapinya dengan senyum ramah dan meminta maaf jika perubahan yang dia lakukan membuat tidak nyaman, tetapi pasiennya mengerti dan tidak keberatan dengan jadwal baru Satrio.Selepas praktik sore, waktu menunjukkan pukul lima lewat sepuluh. Satrio sudah keluar dari ruang kerjanya dan sudah pasti dia akan pergi menemui istrinya. Dia disapa beberapa pasien yang memilih untuk pindah periksa ke rekannya. Satrio tetap membalas sapaan itu dengan ramah.Ketika hampir sampai di pintu masuk apoteknya, Satrio melihat Ocean yang sedang berjalan keluar. Dengan perut membuncit seperti itu, istrinya terlihat begitu seksi. Setidaknya begitulah di mata Satrio. Tidak ada sedetik pun waktu terlewat
Ocean tidak menyangka bahwa kehamilan itu akhirnya datang setelah dia memutuskan untuk menghentikan seluruh program yang ditawarkan oleh Satrio. Dia memegang janji Satrio bahwa mereka akan tetap bersama meski kehamilan itu akan terjadi lima atau bahkan sepuluh tahun lagi. Dalam gurauannya, Satrio juga mengatakan kalau tidak keberatan saat Ocean mengandung di masa menjelang menopause sekalipun. Satrio hanya ingin Ocean bahagia hidup bersamanya dan itulah yang sudah dilakukan oleh Ocean.Mengingat semua itu membuat Ocean terharu. Kadang-kadang dia bangun tengah malam dan menyalakan lampu di sampingnya hanya untuk memandangi wajah Satrio. Suaminya itu diam-diam telah memberikan perawatan untuknya. Sejak keputusannya untuk berhenti program kehamilan, sejujurnya Ocean sudah tidak peduli dengan asupan yang masuk ke tubuhnya. Cukup baginya apa yang disediakan oleh Simbok dan dia selalu memakannya tanpa mengeluh.Dalam hari-hari yang dijalani Ocean, tak sedikit pun perempuan i
Satrio tersenyum sendiri begitu keluar dari ruang kerja pribadinya di rumah sakit. Dia berjalan menyusuri lorong panjang seperti biasa sebelum mencapai area parkir. Beberapa perawat dan staf menyapanya dan dibalas dengan anggukan serta sedikit senyum. Pikirannya hanya tertuju pada Ocean yang sudah pasti sedang duduk mengamati komputer sambil mengunyah emping belinjo.“Tingkahmu sudah seperti orang gila yang perlu rawat inap.”Satrio tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang tengah berbicara padanya. Orang yang berani berbicara dengan kalimat mengejek hanyalah dua orang. Pertama adalah Alfredo yang saat ini pasti sedang sibuk di meja operasi dan yang lainnya adalah Raphael. Keduanya sama-sama mempunyai mulut dengan kadar ketajaman melebihi pisau. Meskipun begitu, dia menyukai para sahabatnya yang super royal terhadap satu sama lain.“Memang repot kalau punya teman yang nggak pernah tahu rasanya bahagia,” komentar Satrio tak kalah pedas.
Hal yang membuat Ocean bersemangat adalah mengisi rumah barunya dengan perabotan yang dia sukai. Satrio memercayakan urusan itu padanya dan Ocean menerima pekerjaan dengan senang hati. Untuk hal-hal yang sekiranya akan digunakan oleh Satrio, Ocean bertanya satu atau dua kali untuk meminta pendapat. Selebihnya dia memilih sendiri segala sesuatunya dan langsung disetujui oleh Satrio.Hanya dalam seminggu rumah itu telah rapi dengan seluruh perabot pilihan Ocean mengisi seluruh ruangannya. Ocean memilih perabot fungsional dan dengan bijaksana membuat rumah itu menjadi terkesan hangat, elegan, dan menyenangkan. Tinggal menanyakan kepada Satrio kapan mereka bisa pindah secara resmi.Sejak Ocean meminta liburan ke vila, mereka memang tidak pernah kembali lagi ke rumah lama Satrio. Entah mengapa, Ocean begitu malas melihat rumah itu. Bukannya tidak indah, justru rumah lama Satrio bisa dikatakan mewah. Semua yang ada di sana meneriakkan rupiah yang tak bisa dibayangkan oleh Oc
Satrio merasa harinya semakin menyenangkan. Ocean menjadi sangat manis dan manja serta tidak mau berpisah darinya untuk waktu yang lama. Pekerjaannya lancar dan apoteknya semakin besar. Entah apa yang sudah dilakukan Ocean hingga semuanya berkembang sepesat itu. Klinik bersalinnya juga tak luput dari campur tangan istrinya. Kebijakan baru yang diterapkan oleh Ocean terbukti mudah untuk dilakukan. Ocean juga menambahkan beberapa dokter praktik di sana dengan jadwal yang sudah dia tetapkan.Saat jam praktiknya telah selesai, Satrio masih duduk dalam ruang kerjanya untuk beristirahat sejenak sebelum menjemput Ocean dan pulang ke vila. Sudah hampir sebulan mereka tinggal di sana sementara Ocean membuat jadwal Satrio menjadi satu jam lebih awal. Satrio tersenyum sendiri menyadari kecerdasan istrinya. Ada saja caranya untuk memperoleh apa yang dia mau dan sejujurnya hal itu membuat Satrio senang.Menyelesaikan pekerjaan pada pukul delapan adalah hal yang sangat menyenangkan.
Ketika waktu pemeriksaan tiba dan Dokter Suroso berhalangan hadir karena sakit, Ocean memeriksakan dirinya pada Dokter Ayu tanpa sepengetahuan Satrio. Hanya untuk mengetahui tentang dirinya sendiri, begitu yang dia pikirkan. Dokter Ayu pun tak keberatan membantunya untuk sekadar memeriksa. Saat itulah Ocean mengetahui bahwa dia memiliki tiga sel telur matang dan mestinya dia siap untuk proses kehamilan.Setelah mengucapkan terima kasih pada Dokter Ayu, Ocean keluar dari ruang praktiknya. Dia bergegas kembali ke apotek dan menunggu suaminya selesai bekerja. Kali ini perasaannya begitu ringan. Ocean tidak lagi memikirkan tentang kehamilan dan prosesnya yang selain membutuhkan waktu ekstra serta segala sesuatu yang serba lebih. Lebih di sini adalah waktu dan tenaga. Dia berpikir untuk menikmati banyak waktu dengan Satrio saja.Memasuki ruang kerjanya, Ocean melihat Satrio sudah berada di sana. Dia heran dan melirik jam di pergelangan tangannya. Baru pukul delapan dan Ocea
Ocean memasuki minimarket miliknya setelah sekian bulan tidak pernah datang meski hanya untuk memeriksa. Delta memastikan semuanya lancar bersama satu orang teman lainnya. Belakangan Delta juga membayar tunai semua produk yang dikirimnya, tidak peduli berapa pun banyaknya tagihan. Melangkah lagi di tempat yang pernah begitu akrab dengannya di masa lalu seperti memanggil semua ingatan kelam yang pernah dilewatinya sendirian.Pikirannya kembali melayang pada beberapa tahun silam, ketika dirinya masih begitu bodoh dan memercayai segala yang pernah didengarnya tanpa memedulikan perasaan Satrio. Dia begitu cepat menghakimi lalu mengasingkan diri dalam kesakitan panjang hingga bertahun-tahun. Syukurlah Satrio memang jodohnya hingga dengan cara apa pun mereka kembali bersama.“Sam, aku ke minimarket untuk menyelesaikan sesuatu. Jemput aku setelah kamu selesai bekerja.”Ocean mengirimkan pesan itu sebelum masuk ke tempat kerja lamanya. Dia membuka pintunya dan
Beberapa hari belakangan Ocean merasa jauh lebih baik. Kesabaran Satrio menghadapinya benar-benar bisa diacungi jempol. Dia tidak menyangka, mengingat cara pernikahan mereka yang tidak biasa semuanya bisa menjadi sebaik saat ini. Apa pun yang terjadi di masa lalu mereka, Ocean sudah tidak mau mengingatnya lagi. Belakangan dia banyak merenung bahwa semua yang terjadi adalah kesalahannya. Seandainya dia tidak langsung percaya pada ucapan orang lain maka dia dan Satrio pasti sudah bahagia sejak lama.Beruntung Satrio tetap memilih Ocean dan masih memiliki perasaan yang sama. Pria itu juga dengan sabar membimbingnya dan berusaha untuk menyembuhkan semua ketakutannya. Ocean merasa beruntung bisa dicintai begitu besar oleh Satrio. Dia bertekad untuk mempertahankan pernikahan mereka dan mengusir semua halangan yang ada. Berdua dengan Satrio semuanya tampak begitu mudah. Rasanya memang belum ada kesulitan berarti jika suaminya itu turun tangan. Ditambah dukungan te
Satrio mengurangi jam praktiknya dan memilih fokus pada Ocean. Istrinya sedang membutuhkan dirinya lebih dari yang sudah-sudah. Hatinya begitu tidak senang ketika tahu Ocean lebih banyak menyendiri dan meratapi inseminasi yang tak kunjung terlaksana karena standar yang ditetapkan oleh Dokter Suroso.Satrio bukannya tidak tahu kalau Ocean diam-diam menangis setelah mengira kalau dia terlelap. Satrio juga tahu Ocean menangis dalam perjalanan pulang dari tempat praktik Dokter Suroso dengan berpura-pura melihat keluar jendela. Semua tingkah laku Ocean tidak ada yang luput dari mata Satrio.Seperti hari itu. Setelah pemeriksaan semalam, Ocean terdiam dan tidak banyak bicara. Istrinya hanya mengeluarkan kata-kata seperlunya. Itu pun harus ditanya terlebih dahulu. Ocean tidak punya inisiatif untuk memulai sesuatu. Kabarnya, orang-orang gudang juga tidak bisa menemuinya. Semua pekerjaan disampaikan Ocean melalui aplikasi percakapan sementara dia men