Satrio mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan yang sore itu lengang. Hatinya sedang merasa senang karena berhasil usil pada pria yang dia anggap kurang ajar dan melampaui batas. Satrio merasa puas melihat wajah bodoh Delta saat dia melontarkan tuduhan yang bisa jadi memang membuatnya ingin tertawa jika sedang berhadapan dengan teman-temannya.
Hari sudah hampir gelap saat Satrio menyalakan lampu sein ke kanan dan begitu berhasil menyeberang, mobilnya berhenti tepat di sebelah warung tenda. Satrio turun terlebih dulu dan memutar ke pintu Ocean saat istrinya itu tidak beranjak dari tempat duduknya. Satrio tidak mengatakan apa pun untuk membuat Ocean keluar dari mobil. Tatapan matanya saja sudah cukup dimengerti Ocean hingga perempuan cantik itu turun dengan sukarela.
Satrio menggandeng tangan Ocean memasuki warung tenda. Suasana cukup ramai meski belum waktunya makan malam. Satrio membawa Ocean duduk di meja paling ujung s
Satrio membimbing Ocean masuk ke sebuah apotek yang cukup besar. Begitu memasuki gedung bercat putih itu, Ocean langsung bisa melihat sebuah papan bertulisan beli obat bebas diberi tanda ke sebelah kiri dan bagian kanan khusus yang menggunakan resep. Satrio mengajaknya berjalan lurus dan menaiki tangga menuju lantai 3. Setelah itu berbelok ke kiri hingga ujung lorong sampai menemukan ruangan terakhir. Ocean hanya melihat Satrio membuka pintu kayu berwarna hitam.Ocean memerhatikan keseluruhan ruangan yang baru saja dimasukinya. Belok kiri dari arah pintu ada satu set sofa hitam lengkap dengan meja kaca yang juga berwarna hitam. Kemudian ada meja kerja besar lengkap dengan komputernya serta sebuah kursi tunggal tepat di dekat jendela. Persis di bawah jendela ada sebuah meja yang dipenuhi berbagai jenis anthurium yang ditanam dengan sistem hidroponik dan sudah berbunga.Hanya sekali melihat saja Ocean sudah langsung menyukai ruangan itu. Dia m
Satrio bersiul senang saat melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju ruang kerja Athena. Sesampainya di lantai 3 dia langsung belok kanan tanpa peduli pada suster yang kebetulan berpapasan dengannya. Satrio langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dulu dan duduk santai setelah mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas."Kalau masuk nggak bisa ketuk pintu dulu?" Athena menegur keras."Nggak usah sok sopan sama kamu, Bayi. Udah kebiasaan juga masih sewot aja," balas Satrio sekenanya. "Lagian kalian nggak sedang bercinta, kan?" lanjutnya sambil melirik pada Raphael yang serius mengerjakan sesuatu di komputer Athena."Kelakuan jelek tetep aja nggak diubah," ketus Athena. "Bini bisa jantungan lama-lama sama kelakuanmu, Mas Sat.""Nggak usah bawa-bawa bini. Dia seneng-seneng aja sama kelakuanku. Tadi aja sampe nambah gitu. Aduh!" keluh Satrio. Sebuah donat masih dalam bungkusnya melayang dan mendarat te
Dua minggu sejak Ocean bekerja di apotek Satrio, banyak karyawan dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurut mereka membingungkan. Tidak puas dengan jawaban yang didapatnya, Ocean langsung mengadakan perubahan besar-besaran yang dimulai dengan stok opname untuk seluruh produk yang ada.Beberapa barang jumlahnya ada selisih dengan yang tertera di komputernya. Ocean mendiamkan hal itu dan memasukkan semuanya sebagai stok awal sejak dia mulai bekerja. Dia juga mengganti seluruh kunci lemari pajang untuk produk susu dan vitamin."Ini ...," kata Ocean seraya menyerahkan 1 set kunci ke tangan kasir yang saat itu bertugas, "mulai sekarang kunci untuk lemari pajang susu dan vitamin hanya dipegang oleh kasir karena hanya kamu yang tetap berada di ruangan ini. Jangan pindah tangankan kunci itu dalam keadaan apa pun kecuali sesama kasir.""Iya, Bu," jawab kasir bernama Devi disertai anggukan ramah."Ada apa-apa
Satrio sedang menikmati makan siang di kantin klinik yang tenang. Dia terlambat datang ketika salah seorang petugas keamanan mengatakan kalau istrinya pergi makan siang dengan Athena. Itu tidak masalah baginya, malah menurutnya sangat bagus membiarkan Ocean bersosialisasi dengan orang yang tepat sehingga bisa membuatnya mengetahui apa yang telah disembunyikan Ocean darinya.Menikmati minuman dingin usai makan siang, Satrio mengeluarkan ponsel dari sakunya. Ada beberapa pesan yang dia terima dan segera dia pilih mana yang penting untuk dibalas dan tidak. Senyum kecil terbit bibirnya saat sebuah ide melintas di pikirannya."Makan siang apa sampai suaminya ditinggal makan sendirian?"Satrio mengirimkan pesan itu pada Ocean. Hatinya berbunga ketika Ocean langsung terlihat online dan membaca pesannya. Beberapa saat kemudian Ocean mengetik dan Satrio meneguk es teh campur madu sembari menunggu pesan Ocean sampai p
Ocean berjalan dengan langkah-langkah lebar menuju ruang kerjanya di lantai 2 minimarket yang sudah tidak disambanginya selama beberapa minggu. Setelah makan siang, Ocean mendapatkan kabar kalau ada selisih pembayaran padahal dia sudah membayarnya lunas sebelum berkantor di apotek milik suaminya.Memasuki ruang kerjanya, Ocean mendapati Delta yang sedang duduk di belakang meja, mengalihkan perhatian dari komputernya, dan tersenyum lebar begitu melihat Ocean di ambang pintu. Ocean tidak mendapati wajah Delta yang jengkel karena masalah yang baru diketahuinya, Ocean melihat wajah santai seolah tidak terjadi apa-apa dan jujur saja itu membuatnya heran."Jadi ... produk apa yang katanya belum aku bayar, Del?" tanya Ocean tanpa basa-basi."Nggak ada," jawab Delta ringan.Dahi Ocean mengernyit. "Maksudmu apa?" Ocean tidak mengerti."Ayolah, Cean. Masa begitu saja kamu nggak ngerti.""
Satrio duduk sambil melihat berita di televisi sementara Ocean sibuk dengan laptop di sebelahnya. Sesekali matanya melirik pada Ocean yang sama sekali tidak terganggu dengan suara tv yang terkadang dia besarkan dan kecilkan. Fokus Ocean benar-benar tidak terbagi dan membuat Satrio sedikit jengkel.Berita masih sama seperti yang sudah-sudah. Satrio menghapalnya di luar kepala sementara yang berbeda hanyalah jumlah yang kini disebutkan. Dia mulai merasa bosan karena tidak menemukan hal baru untuk dilakukan.Pikirannya kembali melayang pada kejadian tadi siang saat menjemput Ocean dari minimarket. Sejak meninggalkan tempat itu, Ocean tidak menceritakan apa pun perihal kedatangannya ke sana. Benar-benar menyebalkan, Satrio berharap Ocean akan menceritakan mengapa kepikiran sampai mendatangi tempat menjengkelkan itu dan meninggalkannya sendiri.Melirik Ocean yang masih terus serius dengan pekerjaannya, Satrio mendadak jengah. Dia
Ocean baru saja tiba di apotek pagi itu ketika Lina sedang berteriak pada Devi, kasir yang bertugas pagi itu. Langkahnya terhenti, ingin berbalik dan meninggalkan tempat itu. Namun, rasa tanggung jawab sebagai atasan mengalahkan semua rasa di hatinya. Melangkah tanpa ragu, Ocean mendekat dan berhenti persis di dekat mereka berdua.Melihat kehadirannya, Devi dan Lina langsung terdiam. Devi sedikit mengangguk dan mengucapkan selamat pagi pada Ocean yang hanya dibalas dengan anggukan. Sementara Lina hanya terdiam dan terus menatap garang pada Devi."Ada apa?" tanya Ocean.Devi dan Lina saling pandang. Lina seperti menyiratkan sesuatu yang dapat dilihat Ocean dengan baik."Devi?" Ocean mendesak."Mbak Lina marah karena kunci tempat pajang susu diganti, Bu," jawab Devi.Kedua alis Ocean bertaut. "Kenapa harus marah? Lina di sini sebagai apa?""Apoteker, Bu."
Satrio menyelesaikan praktik sorenya setengah jam lebih cepat. Dia meninggalkan ruang kerjanya begitu saja dan pergi ke apoteknya. Langkah lebarnya terlihat santai dan senyumnya tersungging disertai anggukan kepala ramah saat beberapa orang menyapanya. Seorang petugas kebersihan sempat menyapa dan mengabarkan kalau Alfredo menitipkan sesuatu di meja pendaftaran. Satrio juga hanya mengangguk tanpa repot-repot untuk berbalik dan mengambil titipan temannya.Fokusnya hanyalah kantor Ocean. Dia lelah dan ingin membersihkan diri sesegera mungkin. Memasuki kantor Ocean, Satrio melihat istrinya itu sedang sibuk dengan komputernya. Fokusnya tak teralihkan meski pintu dia tutup agak kencang. Satrio menghempaskan dirinya di sofa panjang dan menatap Ocean dalam diam.Ocean dan pekerjaannya,rasanya seperti melihat sebuah dunia yang selama ini belum pernah dilihat oleh Satrio. Ocean yang sulit untuk ramah dan bersosialisasi menjadi sosok yang berbeda keti
Saat kehamilan Ocean semakin besar, Satrio benar-benar mengurangi jam praktiknya. Di sore hari dia praktik hanya satu jam, itu pun dengan perjanjian tepat waktu. Pasien lainnya dia tangani pada praktik pagi. Beberapa pasien mengatakan kalau dokter mereka sedang menjadi suami siaga. Satrio menanggapinya dengan senyum ramah dan meminta maaf jika perubahan yang dia lakukan membuat tidak nyaman, tetapi pasiennya mengerti dan tidak keberatan dengan jadwal baru Satrio.Selepas praktik sore, waktu menunjukkan pukul lima lewat sepuluh. Satrio sudah keluar dari ruang kerjanya dan sudah pasti dia akan pergi menemui istrinya. Dia disapa beberapa pasien yang memilih untuk pindah periksa ke rekannya. Satrio tetap membalas sapaan itu dengan ramah.Ketika hampir sampai di pintu masuk apoteknya, Satrio melihat Ocean yang sedang berjalan keluar. Dengan perut membuncit seperti itu, istrinya terlihat begitu seksi. Setidaknya begitulah di mata Satrio. Tidak ada sedetik pun waktu terlewat
Ocean tidak menyangka bahwa kehamilan itu akhirnya datang setelah dia memutuskan untuk menghentikan seluruh program yang ditawarkan oleh Satrio. Dia memegang janji Satrio bahwa mereka akan tetap bersama meski kehamilan itu akan terjadi lima atau bahkan sepuluh tahun lagi. Dalam gurauannya, Satrio juga mengatakan kalau tidak keberatan saat Ocean mengandung di masa menjelang menopause sekalipun. Satrio hanya ingin Ocean bahagia hidup bersamanya dan itulah yang sudah dilakukan oleh Ocean.Mengingat semua itu membuat Ocean terharu. Kadang-kadang dia bangun tengah malam dan menyalakan lampu di sampingnya hanya untuk memandangi wajah Satrio. Suaminya itu diam-diam telah memberikan perawatan untuknya. Sejak keputusannya untuk berhenti program kehamilan, sejujurnya Ocean sudah tidak peduli dengan asupan yang masuk ke tubuhnya. Cukup baginya apa yang disediakan oleh Simbok dan dia selalu memakannya tanpa mengeluh.Dalam hari-hari yang dijalani Ocean, tak sedikit pun perempuan i
Satrio tersenyum sendiri begitu keluar dari ruang kerja pribadinya di rumah sakit. Dia berjalan menyusuri lorong panjang seperti biasa sebelum mencapai area parkir. Beberapa perawat dan staf menyapanya dan dibalas dengan anggukan serta sedikit senyum. Pikirannya hanya tertuju pada Ocean yang sudah pasti sedang duduk mengamati komputer sambil mengunyah emping belinjo.“Tingkahmu sudah seperti orang gila yang perlu rawat inap.”Satrio tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang tengah berbicara padanya. Orang yang berani berbicara dengan kalimat mengejek hanyalah dua orang. Pertama adalah Alfredo yang saat ini pasti sedang sibuk di meja operasi dan yang lainnya adalah Raphael. Keduanya sama-sama mempunyai mulut dengan kadar ketajaman melebihi pisau. Meskipun begitu, dia menyukai para sahabatnya yang super royal terhadap satu sama lain.“Memang repot kalau punya teman yang nggak pernah tahu rasanya bahagia,” komentar Satrio tak kalah pedas.
Hal yang membuat Ocean bersemangat adalah mengisi rumah barunya dengan perabotan yang dia sukai. Satrio memercayakan urusan itu padanya dan Ocean menerima pekerjaan dengan senang hati. Untuk hal-hal yang sekiranya akan digunakan oleh Satrio, Ocean bertanya satu atau dua kali untuk meminta pendapat. Selebihnya dia memilih sendiri segala sesuatunya dan langsung disetujui oleh Satrio.Hanya dalam seminggu rumah itu telah rapi dengan seluruh perabot pilihan Ocean mengisi seluruh ruangannya. Ocean memilih perabot fungsional dan dengan bijaksana membuat rumah itu menjadi terkesan hangat, elegan, dan menyenangkan. Tinggal menanyakan kepada Satrio kapan mereka bisa pindah secara resmi.Sejak Ocean meminta liburan ke vila, mereka memang tidak pernah kembali lagi ke rumah lama Satrio. Entah mengapa, Ocean begitu malas melihat rumah itu. Bukannya tidak indah, justru rumah lama Satrio bisa dikatakan mewah. Semua yang ada di sana meneriakkan rupiah yang tak bisa dibayangkan oleh Oc
Satrio merasa harinya semakin menyenangkan. Ocean menjadi sangat manis dan manja serta tidak mau berpisah darinya untuk waktu yang lama. Pekerjaannya lancar dan apoteknya semakin besar. Entah apa yang sudah dilakukan Ocean hingga semuanya berkembang sepesat itu. Klinik bersalinnya juga tak luput dari campur tangan istrinya. Kebijakan baru yang diterapkan oleh Ocean terbukti mudah untuk dilakukan. Ocean juga menambahkan beberapa dokter praktik di sana dengan jadwal yang sudah dia tetapkan.Saat jam praktiknya telah selesai, Satrio masih duduk dalam ruang kerjanya untuk beristirahat sejenak sebelum menjemput Ocean dan pulang ke vila. Sudah hampir sebulan mereka tinggal di sana sementara Ocean membuat jadwal Satrio menjadi satu jam lebih awal. Satrio tersenyum sendiri menyadari kecerdasan istrinya. Ada saja caranya untuk memperoleh apa yang dia mau dan sejujurnya hal itu membuat Satrio senang.Menyelesaikan pekerjaan pada pukul delapan adalah hal yang sangat menyenangkan.
Ketika waktu pemeriksaan tiba dan Dokter Suroso berhalangan hadir karena sakit, Ocean memeriksakan dirinya pada Dokter Ayu tanpa sepengetahuan Satrio. Hanya untuk mengetahui tentang dirinya sendiri, begitu yang dia pikirkan. Dokter Ayu pun tak keberatan membantunya untuk sekadar memeriksa. Saat itulah Ocean mengetahui bahwa dia memiliki tiga sel telur matang dan mestinya dia siap untuk proses kehamilan.Setelah mengucapkan terima kasih pada Dokter Ayu, Ocean keluar dari ruang praktiknya. Dia bergegas kembali ke apotek dan menunggu suaminya selesai bekerja. Kali ini perasaannya begitu ringan. Ocean tidak lagi memikirkan tentang kehamilan dan prosesnya yang selain membutuhkan waktu ekstra serta segala sesuatu yang serba lebih. Lebih di sini adalah waktu dan tenaga. Dia berpikir untuk menikmati banyak waktu dengan Satrio saja.Memasuki ruang kerjanya, Ocean melihat Satrio sudah berada di sana. Dia heran dan melirik jam di pergelangan tangannya. Baru pukul delapan dan Ocea
Ocean memasuki minimarket miliknya setelah sekian bulan tidak pernah datang meski hanya untuk memeriksa. Delta memastikan semuanya lancar bersama satu orang teman lainnya. Belakangan Delta juga membayar tunai semua produk yang dikirimnya, tidak peduli berapa pun banyaknya tagihan. Melangkah lagi di tempat yang pernah begitu akrab dengannya di masa lalu seperti memanggil semua ingatan kelam yang pernah dilewatinya sendirian.Pikirannya kembali melayang pada beberapa tahun silam, ketika dirinya masih begitu bodoh dan memercayai segala yang pernah didengarnya tanpa memedulikan perasaan Satrio. Dia begitu cepat menghakimi lalu mengasingkan diri dalam kesakitan panjang hingga bertahun-tahun. Syukurlah Satrio memang jodohnya hingga dengan cara apa pun mereka kembali bersama.“Sam, aku ke minimarket untuk menyelesaikan sesuatu. Jemput aku setelah kamu selesai bekerja.”Ocean mengirimkan pesan itu sebelum masuk ke tempat kerja lamanya. Dia membuka pintunya dan
Beberapa hari belakangan Ocean merasa jauh lebih baik. Kesabaran Satrio menghadapinya benar-benar bisa diacungi jempol. Dia tidak menyangka, mengingat cara pernikahan mereka yang tidak biasa semuanya bisa menjadi sebaik saat ini. Apa pun yang terjadi di masa lalu mereka, Ocean sudah tidak mau mengingatnya lagi. Belakangan dia banyak merenung bahwa semua yang terjadi adalah kesalahannya. Seandainya dia tidak langsung percaya pada ucapan orang lain maka dia dan Satrio pasti sudah bahagia sejak lama.Beruntung Satrio tetap memilih Ocean dan masih memiliki perasaan yang sama. Pria itu juga dengan sabar membimbingnya dan berusaha untuk menyembuhkan semua ketakutannya. Ocean merasa beruntung bisa dicintai begitu besar oleh Satrio. Dia bertekad untuk mempertahankan pernikahan mereka dan mengusir semua halangan yang ada. Berdua dengan Satrio semuanya tampak begitu mudah. Rasanya memang belum ada kesulitan berarti jika suaminya itu turun tangan. Ditambah dukungan te
Satrio mengurangi jam praktiknya dan memilih fokus pada Ocean. Istrinya sedang membutuhkan dirinya lebih dari yang sudah-sudah. Hatinya begitu tidak senang ketika tahu Ocean lebih banyak menyendiri dan meratapi inseminasi yang tak kunjung terlaksana karena standar yang ditetapkan oleh Dokter Suroso.Satrio bukannya tidak tahu kalau Ocean diam-diam menangis setelah mengira kalau dia terlelap. Satrio juga tahu Ocean menangis dalam perjalanan pulang dari tempat praktik Dokter Suroso dengan berpura-pura melihat keluar jendela. Semua tingkah laku Ocean tidak ada yang luput dari mata Satrio.Seperti hari itu. Setelah pemeriksaan semalam, Ocean terdiam dan tidak banyak bicara. Istrinya hanya mengeluarkan kata-kata seperlunya. Itu pun harus ditanya terlebih dahulu. Ocean tidak punya inisiatif untuk memulai sesuatu. Kabarnya, orang-orang gudang juga tidak bisa menemuinya. Semua pekerjaan disampaikan Ocean melalui aplikasi percakapan sementara dia men