"Saat kamu jatuh cinta, nyatanya tiap detik yang terlewat adalah rindu yang tak tersampaikan. Saat kamu jatuh cinta, tiap jarum jam yang bergerak berisi keinginan untuk segera bertemu, dan menebus segala gundah yang dirasa." *** "Kapan kalian bulan madu? Ibu mau kalian bersantai, dan menikmati masa-masa menjadi pengantin baru." Ava menoleh pada Biru yang hanya diam saat mendengar permintaan Tarissa. Wanita itu sedang cuti, jadi ia berada di rumah sepanjang waktu untuk bersantai. Sayangnya waktu bersantainya telah habis. Hari ini ia harus kembali beraktivitas sebagai seorang istri wakil presiden. Sebelum ia terlanjur larut dalam kegiatannya, Tarissa menyempatkan diri untuk memaksa putra bungsu dan menantu barunya pergi berbulan madu. Ia ingin melihat Biru yang selama bertahun-tahun ini bekerja keras tiada henti, pergi bersantai bersama istrinya. Tarissa berpikir putra bungsunya itu butuh menghabiskan waktu untuk melepas penat, setelah bertahun-tahun lamanya menjalani hidup yang beg
"Tiap cinta tidak melulu menggebu. Terkadang bisa luntur karena waktu. Terkadang bisa mati karena tidak dipupuk."***"Jangan bohong, Ava!"Tajamnya tatapan nyatanya mampu menyakiti hati seseorang. Itulah yang terjadi pada Djati saat ini. Pria itu kelu, namun menyerah bukanlah pilihan. Ia ingin terus mencerca Ava dengan tanya, dengan pilihan, dan dengan keinginannya untuk menggapai gadis itu kembali.Namun Ava lelah. Bersama Biru sudah menjadi kebiasaan sekarang. Terlebih fakta yang terpapar, membuat Djati jadi benar-benar berbeda di matanya. Ava tak bisa membayangkan saat tidak bersamanya, pria itu berubah jadi keji, dan mudah menyakiti orang lain yang tidak bersalah."Aku tidak tahu, Djati." Ava menghela napasnya sejenak. Ia memang benar-benar lelah. "Tidak cukupkah buat kamu melihat pernikahanku? Tidak cukupkah buat kamu berhenti bertanya apa aku mau kembali sama kamu?"Djati berang, ia menarik satu tangan Ava. Lalu membawa gadis itu mendekat. Ia ingin lebih, namun hatinya berkata b
"Manusia hanya dapat berencana, Tuhanlah yang berkehendak."***"Pak, saya dengar surat panggilan pemeriksaan untuk Praba Bhanu Winnata telah keluar."Senyum menyeringai langsung muncul. Wajah tampannya menengadah, melupakan ribuan huruf yang tercetak di sebuah kertas. Ekspresinya memang datar, namun kilauan netra tak dapat berbohong. Biru sedang senang saat ini.Ia lalu mengangguk, memberikan ruang untuk bawahannya duduk. Biru harus memastikan bahwa Praba tidak boleh lolos dari kasus percobaan pembunuhan yang terjadi pada Ava. Kalau pun lolos, Biru harus membuatnya kesulitan. Pria itu harus mendapatkan rasa gelisah yang sama seperti yang telah ia perbuat pada Ava."Tolong, jangan biarkan Praba lolos semudah itu dari kasus ini. Taklukan semua alibinya, buat pria itu kesulitan hingga ia tidak mampu lagi membuat argumen. Kita cari cara agar pria itu mendekap di penjara yang sama seperti orang suruhannya."Sang bawahan tak menjawab. Ia berpikir sebentar. Ekspresinya begitu kesulitan, sep
"Tidak ada yang instan, segala hal memiliki proses, termasuk cinta. Segala sesuatu yang instan akan cepat habis dan mudah terhapus oleh lekang waktu."***"Saya pikir kamu enggak punya tato."Biru tertawa kecil. Mereka berbaring di tempat tidur, saling berhadapan. Badannya belum terbalut kaos. Ia hanya memakai celana pendek yang disiapkan oleh Ava. Awalnya Ava merasa risih dan kaget saat Biru memeluknya hanya dibalut oleh handuk. Namun, karena pelukan Biru terasa begitu hangat, dan pria itu sangat butuh pelukan, Ava membiarkannya. Setelah cukup lama berpelukan, Biru melepas Ava. Terjadilah sebuah kecanggungan hingga akhirnya mereka saling menatap di atas tempat tidur seperti sekarang."Kalau kamu lupa, saya pernah begitu berantakan saat remaja. Tato jadi salah satu pelampiasan. Lagipula bentuknya enggak besar, hanya di beberapa titik kecil saja."Ava memandangi salah satunya. Di lengan teratas sebelah kanan, berbentuk seperti meteor yang jatuh. Cantik sekali."Saya suka yang itu. Baka
"Orang lain hanya melihatmu dari kesuksesan. Mereka tidak pernah peduli pengorbanan seperti apa yang telah kau lalui hingga akhirnya mencapai kesuksesan itu."***"Padma? Diteror? Siapa yang berani meneror gadis galak seperti dia?"Ava mengedikkan bahunya. Karena tidak tahu, maka dari itu ia bertanya pada Biru. Pria itu pasti pernah menghadapi masalah teror meneror, jadi jawabannya akan lebih bijak, serta masuk akal. Ada kalanya manusia hanya tahu sebagian, sebagian lagi dikuasai manusia lain.Selesai mandi, Ava melihat Biru tengah duduk membaca laporan. Gadis itu pun memberanikan diri untuk bertanya. Ava tahu dengan bertanya pada Biru, mungkin ia bisa memberi nasihat yang tepat nantinya pada Padma."Dia selalu mendapat bunga berjenis sama tiap hari jum'at. Terkadang ada kartu ucapannya, tapi lebih banyak hanya bunga saja. Permasalahan utamanya, pengirim bunga ini selalu berganti toko. Jadi, Padma enggak benar-benar bisa menyelidiki seperti apa orangnya."Biru mulai menyimak dengan se
"Dalam cinta, tidak melulu berakhir bersama. Terkadang banyak yang gagal, lalu coba lagi dengan yang lain. Terkadang yang gagal berakhir dalam kenangan, atau terlupakan begitu saja."***"Saya harus ke kantor polisi. Sebentar saja, kok. Pergi sama Yeni, ya. Nanti saya akan menjemput kamu selepas dari kantor polisi."Pagi itu Biru tampak tergesa-gesa. Seperti ada hal penting yang mengganggunya. Ava tak ingin bertanya, karena takut berakhir menjadi pengganggu. Jadi, gadis itu memilih diam, dan mengikuti apa pun yang sekiranya Biru instruksikan.Seharian ini, ia akan berada di apartemennya. Membereskan segala barangnya, karena Ava akan mengakhiri sewa kontraknya bulan ini. Ia akan pindah, dan menetap di rumah baru yang katanya sudah dibeli Biru."Baiklah, kalau begitu. Hati-hati, ya!" Biru mengangguk, netranya menatap Ava dengan sangat dalam. Ava tidak mengerti, tapi ia bisa merasakan kegundahan yang dirasakan Biru. Ada apakah sebenarnya hari ini?Biru hendak pergi, namun Ava menahannya.
"Masakan yang terhidang tanpa bumbu penyedap, pastilah tidak enak. Sama seperti hubungan, tanpa cemburu, dan pertengkaran mungkin tak tampak menyenangkan."***"Praba Bhanu Winnata, senang sekali bisa melihat anda di kantor polisi. Seperti melihat masa depan. Masa depan anda."Praba mendengus. Ia tahu, saat menginjakkan kaki di kantor polisi, ia akan bertemu dengan polisi muda menyebalkan itu. Dewandaru Angkasa Biru kini menjelma menjadi sosok yang sangat ia benci. Sosok yang benar-benar menghentak naluri membunuhnya.Sayangnya polisi muda itu bukanlah lawan sembarangan. Bila ia hanya seorang polisi dengan pangkat menengah, mungkin sudah lama Praba akan menghabisinya. Tapi Biru berbeda. Biru yang akan menghabisi Praba lebih dulu, kalau Praba tetap nekat turun tangan tanpa memakai otak."Jangan bergurau!" seru Praba dengan ekspresi sombong yang begitu kentara. "Silahkan tertawa atau mengejek saya. Saya tidak akan lama di sini. Kamu yang akan menyesal dan kesal sendiri, karena tak akan
"Pernikahan bukan hanya wadah untuk mempersatukan dua jiwa. Namun juga tempat belajar untuk saling mengenal, mengerti dan merajut cinta dalam kebersamaan."***"Saya enggak suka cumi, karena alergi. Selain cumi, saya makan apa pun. Saya enggak punya satu pun makanan favorit. Begitu juga dengan minuman. Kamu bisa memasak apa pun, dan saya akan memakannya."Sebenarnya paparan Biru tentang hal yang ia suka, dan tidak terdengar biasa saja di telinga siapapun. Namun tidak di telinga Ava. Entah ia yang aneh, atau telinganya yang bermasalah, tapi Ava menangkap sebuah gombalan di sana. Ava merutuki jantungnya, agar diam dan tak bergemuruh tiap Biru berbicara.Setelah pulang dari apartemennya, Biru kembali ke mode santai. Tidak ada Biru yang pemarah dan mengakui dirinya seorang pencemburu. Tidak ada Biru yang dingin, dan bersikap berjarak lagi. Biru kembali ke sosok hangat yang siap menyambutnya dan sigap melindunginya."Ava," panggil Biru pelan. Gadis itu langsung tersadar. Ia tersenyum salah
"Lepasin tangan gue! Lo tuh, sudah punya istri. Mau apa lagi sih?"Padma memaksa Travis untuk melepas tangannya. Tapi, pria itu seperti menolak permintaannya. Padahal Travis sudah menjadi suami Ayunda, tapi mengapa masih saja mengemis untuk menjelaskan hal yang sudah berlalu. Padma tak segila itu untuk mendengarkan, dan membuang waktunya hanya untuk pria itu.Travis masih kencang memeganginya, padahal tangan Padma sudah merah karena terus dipaksa. Padma ingin berteriak, tapi di tangga darurat itu tak ada siapa pun. Pria itu sengaja menariknya ke sini untuk menyudutkannya, dan melakukan apa pun yang pria itu ingin lakukan. Namun Padma jelas tak akan membiarkannya."Dia minta dilepasin, lo enggak dengar memangnya? Apa karena lo bule, makanya harus pakai bahasa Inggris? Cepat lepasin, sebelum gue terpaksa mematahkan tangan itu."Padma, dan Travis kaget. Ternyata ada orang lain di koridor tersebut. Ia sedang duduk tak jauh dari kami, dan sepertinya sudah memperhatikan kami sejak tadi. Tra
"Maaf, anda siapa ya?"Istri dari Radjarta bertanya, saat Bernardio berdiri di depan rumahnya. Ia sengaja langsung bertemu sang pemilik untuk memberikan aset yang sedianya dititipkan Praba padanya kepada keluarga Radjarta. Karena amanat, Bernardio pun langsung melakukannya, dan menjalankan tugasnya secepat ia bisa."Maaf, kalau saya mengganggu." Bernardio pun menyodorkan tangannya, dan istri Radjarta langsung menjabatnya. "Saya Bernardio. Saya tangan kanannya Pak Djati, anaknya Pak Praba. Saya ingin menyampaikan pesan dari Pak Praba untuk anda.""Oh, ya, silahkan masuk."Bernardio pun masuk, dan diminta duduk di salah satu kursi di ruang tamu tersebut. "Mohon maaf sebelumnya, Ibu. Karena saya tidak tahu nomor rekening Ibu, atau pun Pak Radja. Jadi, saya memberikannya dalam bentuk cek. Jadi, nanti anda bisa datang ke bank terdekat, dan meminta untuk mentransfernya ke rekening yang Ibu miliki.""Aduh, maaf Mas Bernard, tapi ini tuh, maksudnya apa ya? Bisa bicaranya pelan-pelan. Saya ini
"Anda tahu kan, kesempatan anda sempit untuk tidak mendapat hukuman seumur hidup. Meskipun kita ajukan banding sekali pun, pastinya akan sulit untuk menang. Kesalahan anda terlalu banyak, dan itu tidak bisa ditukar hanya dengan kerja sama dengan pihak kepolisian sekali pun."Praba mengangguk, ia mengerti segala konsekuensi yang ia harus hadapi kedepannya. Semenjak Djati dinyatakan meninggal, dan Ava sudah mau menemuinya, segala keputusan yang diberikan padanya akan diterimanya dengan ikhlas. Praba tak akan pernah menuntut apa-apa. Apa pun yang diterimanya adalah ganjaran dari seluruh perbuatannya di masa lalu."Saya sudah bilang tidak apa-apa kan, Jeremy? Jadi, jangan tanya lagi. Apa pun yang diputuskan oleh hakim, saya akan menerimanya.""Tidak ada akan menyesal?"Praba menggeleng. "Jika saya takut menyesal, maka saya tidak akan melakukan semua kejahatan di masa lalu, Jeremy. Apa pun yang terjadi ke depannya, saya akan terima. Kamu tidak perlu takut. Kamu juga patutnya berubah. Pilih
"Ada permulaan, dan ada akhir. Ada pertemuan, dan juga perpisahan. Jadi, jangan pernah sesali apapun."***"Mama bahagia deh! Ava mau melahirkan, dan Asla dinyatakan hamil. Nah sat set begini dong. Dalam waktu yang enggak lama keluarga kita akan ramai dengan tangisan bayi. Ya Tuhan, terima kasih!"Ava tertawa sambil merangkul bahu mertuanya yang terlihat sangat bahagia. Kini, meskipun tantangan di hadapannya akan lebih berat, namun Tarissa lebih bahagia. Tidak hanya sebagai nenek, Tarissa akan menyandang status baru, yakni menjadi ibu negara. Perhitungan cepat dilakukan, dan untuk sementara hasil akhir menentukan kalau ayah mertuanya, Berdaya Adinegara unggul dengan enam puluh satu persen. Jauh mengungguli pesaingnya.Walaupun demikian, Tarissa tak peduli. Kebahagiaan anak-anaknya sekarang adalah hal utama. Ia sangatlah senang melihat kalau kedua putranya tak lama lagi akan menjadi ayah. Menjalani pernikahan yang bahagia bersama istri-istri mereka. Masalah negara, itu urusan nanti."K
"Tak ada yang pasti dalam hidup ini. Termasuk manusia yang tiap hari, jam, menit, dan detik bisa berubah pikiran, serta sikap."***"Wah, sudah berapa bulan, Mbak kehamilannya?"Seorang ibu yang mengantar putrinya cek kandungan bertanya, dan Ava hanya menjawab sekadarnya sambil tersenyum. Ia lalu menceritakan kalau putrinya juga hamil tak jauh dari usia kandungan Ava. Sayangnya tak sebahagia Ava yang bisa diantar kemana-mana oleh sang suami. Ava sebenarnya enggan mendengarkan masalah rumah tangga orang lain, tapi karena Biru tak juga kembali dari toilet membuat Ava akhirnya terpekur mendengar kisah cinta orang lain.Baru setengah jalan Ibu itu bercerita, terdapat keributan di ujung lorong lantai rumah sakit tempat Ava duduk menunggu untuk diperiksa dokter kandungan. Ava, dan sang ibu menoleh. Mereka mendapati seorang perempuan tengah berteriak, dan membentak si laki-laki dengan caci maki yang begitu keras. Awalnya Ava tak peduli, ia melengos, dan kembali melemparkan pandangan ke korid
“Setiap hal di muka bumi ini akan ada timbal balik. Setiap kejahatan yang manusia tanam, akan mendapat imbas yang serupa. Setiap kebaikan yang manusia berikan, maka akan mendapat hadiah yang besar, bahkan berlipat ganda nikmatnya.” *** “Apa anda yakin akan membongkar semuanya?” Praba mengangguk dengan yakin. Tak pernah ada sedikit pun kegundahan di hatinya yang membuat Praba tidak yakin dengan pernyataannya. Ia ingin mengungkapkan segalanya, seperti permintaan Biru, dan juga Ava. Bila mereka ingin Praba menghabiskan waktu untuk selamanya di penjara, maka akan ia lakukan semua itu dengan sukarela, dan juga ikhlas. Ia tahu kesalahannya sangatlah banyak, dan juga tak terbendung. Ia bahkan rela menanggung kesalahan Djati untuk ia tanggung, karena memang semua yang terjadi pada Djati adalah salahnya. Ia yang menjerumuskan Djati ke dunia ini. Ia pula yang memaksa, dan mengancam Djati untuk tetap menjual narkoba, meskipun anak itu tak menginginkannya sama sekali. “Tolong catat semua ora
"Kata orang-orang, saat mencintai pria, standar pertama bagi seorang perempuan adalah ayahnya. Lalu bagaimana jika figur ayah tak pernah muncul dalam diri seorang perempuan?"***Ava meringis saat melihat ayah kandungnya sendiri. Lama tak melihat Praba, membuatnya lupa akan sosok itu. Sosok yang dahulu pernah sangat ia benci sedemikian rupa, sekarang terkurung menyedihkan di dalam jeruji besi yang dingin. Inilah yang Ava inginkan, meskipun kini rasa iba itu muncul, menyeruak memenuhi seluruh hatinya."Apakabar Pak Praba?" tanya Ava memulai pembicaraan. Ava menunggu, tapi Praba tak juga memulai pembicaraan, jadi ia mendahuluinya dengan suara bergetar. "Ini pertemuan pertama kita, setelah segala permasalahan dan plot twist yang tersaji di hidup kita."Praba diam, tapi ia tak mungkin duduk di situ, dan tak memulai apa pun. "Walau saya tak suka tempat ini, tapi saya baik-baik saja. Tempat ini tak seburuk pikiran saya. Kemungkinan saya mulai merasa nyaman di sini.""Ini serius, atau hanya
"Terkadang dalam hidup banyak hal yang tak terduga. Termasuk sebuah keinginan yang tak terwujud, tapi digantikan dengan hal lain yang lebih besar oleh Tuhan."***"Kalian bertengkar?"Biru melirik istrinya dari balik kertas-kertas berisi laporan keuangan perusahaannya. Biru benar-benar banyak sekali pekerjaan, selepas platform permainannya viral, dan brand pakaiannya mengalami peningkatan penjualan yang sangat drastis. Mengalahkan pekerjaannya sebagai seorang polisi, Biru hampir saja menghabiskan sisa dua puluh empat jam hanya untuk pekerjaan sampingannya. Belum lagi, kini ia harus membagi waktunya yang sudah sempit untuk istri, dan calon bayi mereka.Ava yang baru selesai mandi, dan tengah mengeringkan rambutnya tersebut juga hanya menghela napas. Ia tahu akan percuma membagi kisah ini pada suaminya, tapi selain Biru, Ava tak tahu lagi harus bercerita pada siapa. Jadi, meskipun Biru tak memahami alasannya marah pada Padma, ia tetap menjelaskan kronologi pertengkarannya dengan sahabat
"Tak ada yang sempurna dalam hidup, termasuk sebuah pernikahan. Pasti ada pasang surut yang membuat sebagian orang pasangan akhirnya berpisah, dan memilih jalan lain sendiri-sendiri."***"Selamat ya, Mas Samudera, dan Mbak Asla. Semoga kalian langgeng terus hingga maut memisahkan. Benar-benar deh, kalian berdua cocok banget!"Celetukan Irvin membuat beberapa keluarga tertawa saat mendengarnya. Namun apa yang dikatakan Irvin benar adanya. Samudera yang tampan sangat cocok bersanding dengan Asla yang sangat manis, dan cantik. Samudera yang hanya memakai kemeja putih, dan Asla yang memakai gaun putih selutut sangatlah padu bersama.Belum lagi dengan latar belakang pantai Anyer di Novus Jiva Villa, membuat suasana yang terasa begitu intim, serta indah. Dengan dihadiri oleh keluarga besar kedua mempelai, pernikahan Samudera, dan Asla terasa sangat berkesan. Keduanya seperti larut dalam bahagia bersama orang-orang yang mereka kenal dekat sejak kecil."Peenikahan yang indah, ya?" tanya Asta