Sesampainya di tepi liang lahat, ketiganya tersentak saat melihat kondisi makam yang teramat kacau. Mayat Minah begitu berantakan. Kain kafannya bersimbah darah. Terlihat potongan-potongan daging tersebar di sana sini. Bahkan ada usus yang tersangkut di batu nisan sehingga membuat nisan itu berdarah. Yang membuat bulu kuduk berdiri adalah, terlihat jelas kalau perut Minah telah dirobek oleh sesuatu.
Yang lebih menyeramkan, janin yang ada di rahim Minah telah menghilang!Tung ... Tung ... Tung!!!Ramli mengetok pentungan sekeras mungkin sembari berteriak. "Iwak Merah, Iwak Merah!"Keluarga Zuhal yang mendengar itu terperanjat dan langsung terbangun. Jam sudah menunjukan pukul 12 malam, kenapa orang ribut jam segini? Pikir Zuhal.Pria itu keluar diikuti oleh Pak Roslan. Ramli dan beberapa pemuda memukul pentungan dan berteriak sejak tadi."Kenapa ini?" tanya Zuhal pada orang yang lewat."Iwak Merah, Bang. Minah perutnya b"Bapak-bapak, atas persetujuan dari Tarno, jenazah istrinya akan diangkat dan dikafankan ulang. Mari kita sama-sama membantu untuk prosesi ini. Saya harap warga saling gotong royong di sini. Karena pengurus dari pihak wanita gak ada, terpaksa kita andalkan warga yang ada di sini ya. Tolong bantuannya," kata Pak RT Dusun Anak."Siap, Pak RT." Warga serempak menjawab.Malam itu, para warga bergotong-royong membenahi makam Minah yang berantakan. Jenazah wanita itu juga diangkat untuk dikafankan ulang besok. Liang lahat yang terbuka, digali lagi oleh warga, dibentuk semula. Semua daging dan potongan tubuh Minah yang berserakan dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk diperbaiki besok. Entahlah, pengurus jenazah mana yang mau melakukan itu. Sementara itu, Tarno masih sedih melihat kenyataan yang terjadi di depannya. Bagaimana dia bisa lalai menjaga makam istrinya sendiri. Dia sungguh suami yang bodoh, tidak berguna, tak habis-habis Tarno menyalahkan dirinya sendiri.
Mayat Minah menoleh ke arah Dea dan membelalakkan matanya. Dea terkejut, dia mundur ke belakang. Dia belum terbiasa menghadapi semua ini, lain halnya dengan sang suami yang memang sejak kecil sering melihat penampakan. Dea pasti terkejut saat tiba-tiba mayat yang tadinya tidak bergerak malah menoleh dan menampakkan muka seram.Wanita itu tidak bisa mengelak, tatapan mata Minah membuat sendi-sendinya membeku. Mayat yang sudah dikafani itu mengeluarkan tangannya, dan perlahan-lahan pangan tersebut menyentuh wajah Dea.Jari-jemari Minah yang dingin dan kaku bisa Dea rasakan di pipinya. Lama kelamaan dingin itu seolah-olah merasuki tulang-tulang Dea dan membuatnya membeku. Dea terlena, wanita itu tidak dapat mengendalikan pikirannya.Tak lama kemudian, Dea seperti dibawa pergi ke suatu tempat yang gelap dan pekat. Tubuh wanita itu terasa melayang di udara, dia bahkan bisa melihat raganya sedang terduduk di lantai karena terkejut melihat jenazah Minah yang tiba
"Adek gak papa?" tanya Zuhal.Dea mengangguk. "Gak papa, Bang. Cuma pusing," katanya.Zuhal menyuapkan nasi yang tadi disajikan oleh Mbah Yuli. "Makan dulu, Dek," kata Zuhal sembari mendekatkan sendok ke bibir Dea.Dea membuka mulutnya dan memakan nasi itu. Setelah beberapa suapan, wajah Dea yang pucat berangsur membaik. Zuhal meminumkan air putih pada istrinya."Lain kali kita sarapan dulu, demi menghadapi situasi yang tidak diduga-duga," kata Zuhal."Tadi udah sarapan kue padahal, Bang," sahut Dea."Iya, tapi kayaknya kue aja gak cukup. Butuh kalori biar bisa jadi superhero yang hebat," kata Zuhal.Dea tertawa. Suaminya sedang sarkastik saat ini. Zuhal memang begitu jika dia jengkel pada Dea. Tidak marah langsung, tetapi sarkasnya minta ampun."Iya, iya, Sayang," kata Dea.Zuhal memutar bola mata. Pria itu menghela napas."Abang jangan risau, setelah ini kita pulang. Adek mau mandi dan istira
Tanpa menunggu waktu lama, Pak Marjo sang ketua RT memanggil beberapa pemuda untuk menyusuri lereng bukit. Zuhal termasuk yang ada di sana.Titik yang paling mereka curigai adalah kawasan hutan kecil yang berada di wilayah barat. Sekitar 1 km dari kuburan. Beberapa warga mengatakan pernah melihat asap hitam dari sana sedangkan tidak ada satu pun orang yang tinggal di situ."Kita akan mulai dari wilayah itu, kalau ada yang mencurigakan jangan lupa hubungi tim kita. Saya udah bikin WhatsApp grup untuk tim pencarian ini, kalau ada hal-hal yang mencurigakan tolong difoto atau divideokan setelah itu kumpulkan di dalam grup. Jangan sampai lengah."Semua orang sudah memegang handphonenya masing-masing. Ada enam orang yang mengikuti Pak RT melakukan pencarian ini. Ada zuhal, Hendra, Tarno, Ramli dan temannya, Guntur. Lalu pak RT Desa Kunti yaitu Pak Marjo itu sendiri. Mereka berenam sudah siap dengan peralatan masing-masing. "Target kita adalah orang ya
"ini beneran si Tarman?" tanya Ramli kepada lima orang lainnya yang hadir.Mereka sudah berkumpul kembali di rumah Pak RT untuk membahas video yang dikirimkan Zuhal saat pencarian itu. Semua mata menatap Zuhal. Dengan berat hati, lelaki itu mengangguk. Rahangnya mengeras, wajahnya begitu tegang. Ada amarah yang melingkupi pria itu, ingin rasanya dia meninju muka Tarman."Iya, ini beneran si Tarman. HP Zuhal kan mahal, kameranya bagus. Mau lihat dari sisi manapun, ini si Tarman." Hendra menyahut.Pak RT mendesah, yang lainnya hanya diam."Biar saya bikin perhitungan sama anak ini, Pak!" kata Zuhal dengan amarah yang memuncak."Jangan, Hal!" balas Pak RT cepat. "Belum tentu dia pelakunya, kita harus menghadapi ini dengan kepala dingin!""Sudah jelas dia pelakunya, ngapain dia ke hutan dan berkelakuan aneh kayak gitu, Pak?""Mungkin dia lagi nangkap burung, atau apa gitu. Kan sering orang ke hutan buat berburu," sahut Pak R
Dea menghampiri lelakinya dan menyajikan teh hangat. Wanita itu melihat ada sedikit kegelisahan di wajah suaminya. Dea tahu, oleh sebab itu dia membuatkan teh agar suaminya tenang.Zuhal duduk di sofa ruang tamu dan menyeruput teh yang Dea berikan. Sementara itu itu Dea memijit lembut kepala suaminya. Zuhal terpejam, merasakan lembutnya tangan sang istri di setiap sentuhan."Ada apa, Bang?" tanya Dea.Zuhal menengadah dan menatap istrinya yang cantik. "Pusing, banyak pikiran," kata pria itu.Zuhal sebenarnya ingin bercerita tentang kaitan Tarman dan pencarian di lereng bukit itu, tetapi dia teringat pesan Pak RT kalau semua itu harus dirahasiakan dari Dea sampai menemukan titik terang."Dea itu wanita yang jujur dan tidak bisa berbohong, sebaiknya kamu sembunyikan ini agar dia tidak kepikiran." Begitu pesan pak RT kemarin kepada Zuhal.Zuhal tersenyum. "Nggak apa-apa kok, Dek. Kerjaan kantor nggak selesai-selesai. Itu yang bikin
Akhirnya mereka sampai di rumah Tarman. Keluarga yang tinggal di rumah besar itu menyambut mereka. Semua mempersilakan Zuhal dan Dea masuk. Ketiganya pun masuk ke dalam rumah. Tarman membawa tas miliknya dan Farizi ke dalam kamar yang sudah dipersiapkan, sedangkan Zuhal dan Dea duduk di sofa. Sementara itu, keluarga Tarman berkumpul dan menemani tamu mereka. Para wanita menyediakan air, sedangkan para lelaki ada di ruang tamu. Mereka memperkenalkan diri masing-masing.Seorang pria berusia sebaya dengan Pak Roslan memperkenalkan diri sebagai abang Tarman yang nomor tiga. Dia yang menyalami Zuhal ketika baru menginjak kaki di rumah itu."Saya Sopian, abang Tarman yang nomor 3," katanya.Zuhal mengangguk dan tersenyum. Mereka memang tidak tahu rincian keluarga Tarman secara utuh, siapa dan bagaimananya. Pemuda itu juga tidak pernah memperkenalkan keluarganya pada keluarga Zuhal. Mereka bertemu saat Tarman dan Maya pernikahan dulu. Itu pun hanya sege
Setelah mengantarkan Tarman beberapa hari yang lalu, suasana di rumah Pak Roslan cenderung sepi. Biasanya ada suara tangis Farizi mengisi rumah yang terasa hampa itu. Marini dan Pak Roslan juga tidak semangat lagi ke sawah, mereka berpikir toh untuk apa? Maya sudah meninggal dan cucunya sudah dibawa sang ayah. Zuhal juga sudah punya keluarga sendiri yang suatu saat nanti mereka akan pulang. Kesepian merangkul jiwa kedua orang tua itu sehingga membuat keduanya malas melakukan apa pun.Namun, semua manusia memang harus bertahan atas kondisi apa saja termasuk rindu yang bernanah di jiwa. Marini dan Pak Roslan, dua orang tua malang yang kehilangan anak sekaligus cucu dalam sekali waktu. Akhirnya pun harus melupakan bayang-bayang itu dari pikiran mereka, jika mereka tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Hari ini, Dea dan Zuhal pun akan berpamitan untuk kembali ke kota. Lengkaplah sudah puncak kesepian yang melanda kedua paruh baya itu. Dea sudah mengepak baju-baju