Share

5. Membuntuti

Author: Cucu Suliani
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah berpamitan kepada Mer, Adi segera membawa barang-barangnya dan memasukannya ke dalam bagasi mobilnya. Dia melakukan hal itu dengan tergesa, seperti orang yang sedang dikejar waktu.

Mer sempat bertanya-tanya di dalam hatinya, apa saja yang suaminya bawa? Kenapa barang bawaannya terlihat begitu banyak? Kenapa tingkah Adi seperti orang yang satu tahun tidak pulang ke kampung halamannya?

Ah! Mer seakan lupa, tentu saja banyak yang akan dia bawa. Karena dia punya anak dan istri yang mengharapkan oleh-oleh darinya, Adi pasti membawa banyak pesanan untuk anak dan juga istrinya.

Mer menjadi penasaran, apakah anak Adi dari istri pertamanya sudah besar atau masih kecil. Karena usia Adi ini memang sangatlah matang, seharusnya Mer tidak langsung percaya begitu saja kepada pria itu. Seharusnya Mer mencari terlebih dahulu asal usul pria tersebut.

Namun, karena mulut Adi yang begitu manis, Mer sampai tidak bisa berpikir dengan jernih. Sungguh dia merasa percaya jika Adi adalah pria yang begitu baik.

"Kamu adalah manusia yang paling kejam, Mas! Tega sekali kamu melakukan hal ini kepadaku, apakah kamu tidak berpikir bagaimana rasa sakitnya hatiku ini?" tanya Mer seraya menatap tubuh suaminya dengan tatapan penuh kekesalan.

Selama Adi berbenah, dia tidak mengganggu pria itu sama sekali. Justru dengan cepat Mer memesan taxi online, saat taksinya sudah datang, Mer sengaja pergi lewat pintu belakang.

Mer melakukan hal itu agar tak ketahuan oleh Adi. Sebelum pergi, Mer hanya berpesan kepada Asisten rumah tangganya, jika dia akan pergi ke rumah bapaknya.

Akan tetapi, Mer juga berpesan. Jika Adi bertanya Mer pergi ke mana, Mer berpesan agar bibi, mengatakan jika dia ada di rumah. Bibi seakan mengerti, jika pasangan pengantin baru itu sedang ada dala masalah yang harus diselesaikan. Bibi dengan cepat mengangguk patuh.

"Iya, Nyonya." Hanya jawaban itu yang Mer dengar dari bibir bibi dengan raut wajah takut dan iba.

Setelah berpamitan kepada bibi, Mer langsung masuk ke dalam taksi. Dia terdiam seraya memerhatikan suaminya yang sedang memasukkan beberapa barang lagi ke dalam mobilnya.

Pria itu sangat sibuk sekali, bahkan dia tidak menolehkan wajahnya ke kiri ataupun ke kanan. Dia begitu fokus dalam pekerjaannya, dia bahkan tidak curiga kalau Mer sedang memerhatikan dirinya.

"Sepertinya kamu begitu merindukan anak istri kamu, Mas. Sampai-sampai kamu tidak ingat apa pun lagi selain ingin cepat pulang," ujar Mer lirih.

Setelah dirasa selesai, Adi langsung masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya menuju tempat tujuannya. Mer langsung meminta sopir taxi online tersebut untuk mengikuti suaminya ke mana pun dia pergi.

Beruntung sopir taxi online itu mau mengikuti keinginan Mer. Sepanjang perjalanan, Mer memerhatikan mobil yang dikendarai oleh suaminya.

Mobil itu seakan tak berhenti-berhenti, Mer jadi bertanya-tanya di dalam hatinya, sejauh apa perjalanan yang aka dia lalui.

"Kenapa sangat lama? Dia aman sih kampung istri dari mas Adi?" tanya Mer dengan kesal.

Karena perjalanannya terasa sangat lama dan sangat melelahkan, Mer bahkan sampai tertidur di dalam mobil tersebut.

Ketika Mer terbangun, pak sopir sedang memelankan laju mobilnya. Mer melihat jika mobil suaminya masuk ke dalam rumah mewah yang tak jauh dari mobil taxi yang dia tempati.

Mer juga bisa melihat, setelah suaminya keluar dari dalam mobilnya, ada seorang perempuan cantik dan juga seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahunan langsung menghampiri suaminya.

Anak itu terlihat sangat rindu kepada Adi. Dia langsung memeluk Adi dan menghujani wajah Adi dengan kecupan. Begitu juga dengan wanita tersebut, dia langsung memeluk Adi dan mencium Adi dengan mesra.

Hati Mer terasa sakit. Tanpa terasa, air mata pun langsung membanjiri wajah Mer. Mer menangis tersedu-sedu, di dalam taxi tersebut. Pak Sopir pun sampai kebingungan, dia tak tahu harus berbuat apa.

"Kamu tega, Mas. Kamu sangat tega, jika sudah mempunyai keluarga yang utuh, kenapa kamu datang kepadaku dan memintaku untuk menjadi istrimu?" tanya Mer dengan bibir yang tiada henti-hentinya menggerutu.

Melihat air mata yang membasahi kedua pipinya, sopir taksi tersebut langsung mengambil tisu dan memberikannya kepada Mer. Mer segera mengambilnya dan menyusut air matanya dengan kasar. Kecewa, sakit hati dan benci bercampur aduk menjadi satu.

"Terima kasih, Pak." Mer berucap dengan tulus.

"Sama-sama, Neng." Sopir taksi itu terlihat iba. Namun, dia tak tahu harus bagaimana.

Mer masih terdiam, dia begitu betah melihat suaminya itu. Tak lama kemudian, suaminya masuk ke dalam rumah tersebut bersama anak dan istri pertamanya.

Mer bingung harus bagaimana saat ini, dia tak tahu harus mengadu kepada siapa. Dia tak tahu harus pergi ke mana.

"Aku harus pergi ke mana saat ini?" tanya Mer dengan sedih.

Mer melihat jam yang melingkar di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, Mer bingung harus pergi ke mana. Ini adalah pertama kalinya Mer datang ke tempat terpencil tapi begitu asri. Mer lalu melihat ke arah sopir taksi tersebut dan bertanya kepadanya.

"Pak, apa di sini ada penginapan?" tanya Mer.

Pak sopir bukan orang yang berasal dari kampung tersebut, tentu saja dia tidak tahu apakah di sana ada penginapan atau tidak. Namun, karena dia begitu peduli akhirnya pak sopir berkata.

"Ngga tahu, Neng. Saya coba tanya warga dulu," ucap Pak sopir.

Pak sopir terlihat turun dari mobil taksi tersebut. Kemudian, dia pun bertanya kepada warga sekitar tentang penginapan yang dipertanyakan oleh Mer, siapa tahu saja di dekat sana ada penginapan yang bisa disinggahi oleh Mer.

Tak lama kemudian, sopir taksi itu kembali. Dia langsung memberitahukan kepada Mer jika tak jauh dari sana ada kostan putri.

"Ke sana saja, Pak. Yang penting saya bisa istirahat," ucap Mer memutuskan.

Sopir taksi itu pun menurut. Dia melajukan mobilnya menuju kost-kostan yang sudah ditunjukkan warga setempat. Hanya butuh waktu 5 menit saja, Mer sudah sampai di tempat kostan putri tersebut.

"Terima kasih, Pak." Mer lalu menyerahkan ongkos selama perjalanan kepada sopir taxi tersebut.

Tentunya Mer mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk pergi membuntuti Adi, karena jarak dari kota ke kampung tersebut lumayan jauh.

"Sama-sama, Neng." Sopir taxi tersebut lalu turun dan membukakan pintu untuk Mer.

Mer turun untuk mencari kamar kost yang masih kosong. Tak lama kemudian, taksi yang Mer tumpangi pun melesat jauh. Mer lalu menghampiri seorang security yang berjaga di depan gerbang kos-kosan putri tersebut.

"Selamat sore, Pak. Apa masih ada kamar yang kosong?" tanya Mer dengan sopan.

Related chapters

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    6. Bermalam

    "Selamat sore, Pak. Apa masih ada kamar yang kosong?" tanya Mer dengan sopan. Security tersebut seperti menelisik penampilan Mer dari atas sampai bawah. Kemudian, security itu pun menjawab pertanyaan Mer. "Masih, Neng. Tunggu sebentar, saya panggilkan pemilik kostnya." Security itu terlihat pergi ke arah rumah besar yang ada di samping kostan. Mer duduk di bangku sambil menunggu security itu datang. Tak lama kemudian, security itu datang dengan seorang pria paruh baya yang terlihat sangat berwibawa. "Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria paruh baya itu sopan. "Begini, Pak. Saya butuh tempat menginap, hanya untuk dua hari. Bisa?" tanya Mer. Pria paruh baya itu terlihat memperhatikan penampilan Mer. Tidak ada yang salah dengan penampilan Mer. Akan tetapi, wajah Mer terlihat kacau. Pria paruh baya itu lalu bertanya kepada Mer. "Kamu, ngga lagi kabur, kan?" tanyanya menyelidik. Sontak Mer langsung mengibas-ngibaskan kedua tangan kanannya di depan wajahnya. Karen

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    7. Hampir Ketahuan

    "Terima kasih, Pak." Mer berucap dengan tulus. "Sama-sama," jawab Pak Dian. Mer kembali melanjutkan langkahnya, sambil memakai jaket milik pak Dian. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, Mer melihat banyak pedagang yang menjajakan dagangannya. Di sana terlihat begitu banyak gerobak berjejer dengan rapi, bahkan banyak juga pedagang yang menggelar dagangannya di atas tikar, tergeletak begitu saja, tapi tetap terlihat rapi dan tak meninggalkan kesan jorok. Mer terlihat begitu semangat, dia langsung mendekat ke arah pedagang-pedagang tersebut. Tidak lama kemudian, tatapan mata Mer tertuju pada gerobak soto. Seketika mulut Mer terasa berliur. Mer langsung menghampiri pedagang soto tersebut. Dia sudah tak sabar ingin mencicipi rasa asam dan sensasi segar dari soto tersebut. Akan tetapi, baru saja Mer akan memesan semangkok soto. Mer malah melihat Adi yang sedang asik makan bakso bersama anak dan istri pertamanya. Adi terlihat menyuapi istrinya dengan penuh cinta, Adi juga terlihat m

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    8. Tidak Diduga

    Rasa takut langsung melingkupi hatinya, dia takut ketahuan oleh suaminya sendiri. Dia takut jika harus bertatap muka dengan suaminya saat ini. Lebih tepatnya, dia belum sanggup untuk berbicara dengan lelaki yang sudah menyakitinya berkali-kali hanya dalam kurun waktu satu hari. Sebisa mungkin Mer ingin menghindar dari Adi, dia berusaha menutupi wajahnya dengan penutup kepala dari jaket yang pak Dian pinjamkan untuknya. Meira hanya bisa menatap Mer dengan tatapan penuh tanya, dia seperti ingin menanyakan kenapa Mer bertingkah sangat aneh. Namun, niatnya dia urungkan karena Adi terdengar melontarkan pertanyaan kepadanya."Meira, kok ditanya sama Ayah diem aja?" tanya Adi. Tatapan Meira langsung tertuju pada Adi, sedangkan Mer menggunakan kesempatan tersebut untuk segera pergi menuju kasir. Dia pergi dengan tergesa-gesa karena takut jika Adi menyadari dirinya ada di sana."Mbak, ini belanjaan saya. Tolong di itung berapa, saya mau keluar sebentar." Sebelum mendengar jawaban dari penja

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    9. Bersitatap Mata

    "Meira."Mer sangat kaget karena ternyata dia malah bertemu dengan anak dari suaminya, gadis cantik yang terlihat lucu dan menggemaskan. Sayangnya, wajahnya begitu mirip dengan Adi. Lelaki yang sudah memperistrinya, tetapi nyatanya dia sudah beristri. Perlahan Mer melangkahkan kakinya, dia menghampiri Meira yang sedang mengantri untuk membeli siomay. "Hai, Meira." Mer langsung mengusap lembut puncak kepala gadis kecil itu. Meira terlihat mendongakkan kepalanya, lalu memandang Mer dengan intens. Senyumnya langsung terukir indah saat melihat wanita yang semalam membantunya untuk mengambilkan ciki dan minuman yang dia inginkan ada di hadapannya."Hai, Aunty yang semalam kabur," jawab Meira seraya terkekeh.Mer terlihat berdecak kala Meira menyebutnya kabur. Memang kenyataannya sih dia kabur saat Adi menghampirinya, tetapi hatinya merasa tak senang jika Meira berkata sejujur itu. "Ish! Kamu tuh, Aunty ngga kabur. Aunty kebelet pipis, jadi secepatnya pergi dari sana." Mer beralasan se

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    10. Numpang

    Mer langsung berlari dan masuk ke dalam kamar kostnya. Dia sangat takut jika dia akan bertemu dengan Adi, rasanya dia belum siap kalau harus bertemu dengan suaminya itu. Apalagi, kini suaminya tengah berdua dengan istri pertamanya. Mereka bahkan terlihat sangat mesra, hati Mer terasa sangat panas. Mer langsung menangis mengeluarkan sesak di dalam dadanya. Semuanya terasa sakit dan terasa menyesakkan dada, kalau saja bisa Mer ingin sekali menghampiri Adi dan menampar wajah tampannya. Wajah tampan penuh tipu, terlihat manis tapi busuk.Sayangnya itu hanya jadi keinginannya semata, karena dia tak akan sanggup untuk melakukannya. "Kenapa aku bisa menikah dengan pria seperti itu?" tanya Mer penuh kecewa.Sampai di dalam kamar, Mer langsung merapihkan semua bajunya. Dia sudah tak kuat lagi melihat Adi dengan istrinya, dia ingin segera pergi dari sana. Semakin lama dia di sana, rasa sesak di dalam dadanya terasa semakin membuncah. Sakit, tapi tak berdarah. Setelah selesai merapikan bajun

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    11. Numpang 2

    "Pindah! Karena saya bukan sopir," ujar Arga. Mer terlihat malu, karena ternyata lelaki yang bernama Arga itu tidak suka jika dia duduk di belakang. Awalnya, Mer mengira jika dia tidak akan suka jika Mer duduk di depan bersama dengannya. Akan tetapi, ternyata dia salah. Malah yang ada kebalikannya, lelaki itu tak suka Mer duduk di belakang. Karena dia merasa jadi sopir untuk Mer. Wajah Mer terlihat memerah, dia yang merasa malu langsung menuruti apa yang dikatakan oleh Arga. Duduk tepat di samping pria itu. "Maaf, Tuan. Saya tak bermaksud untuk--""Tidak apa," pungkas Arga. Arga mulai melajukan mobilnya, karena dia memang harus buru-buru sampai di kota. Walaupun pekerjaannya akan dimulai besok pagi. Akan tetapi, dia juga harus membenahi apartemennya terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan menuju kota, Mer hanya terdiam. Sesekali dia mencuri pandang ke arah lelaki yang sebentar lagi akan menjadi atasannya itu. Berbeda dengan Arga, dia terlihat begitu fokus dalam menyetir. Arga tak s

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    12. Kecewa

    "Iya, Tuan," jawab Mer.Dengan cepat Mer memakan makanan yang sudah dipesan oleh Arga, beruntung dia adalah pemakan segala. Sehingga hal itu tidak membuat dirinya protes dengan makanan yang sudah ada di depan matanya.Selepas makan malam, Arga mengantarkan Mer pulang. Awalnya Mer sempat ragu, dia takut akan ada orang yang berpikiran buruk tentang dirinya. Pulang malam-malam, diantarkan oleh seorang pria pula. Akan tetapi, untuk apa memikirkan hal tersebut, pikir Mer. Toh orang lain tidak akan tahu dengan apa yang menimpa dirinya, Mer juga awalnya sempat bingung untuk minta diantar ke mana. Dia merasa enggan untuk pulang ke rumah suaminya, tetapi Mer juga lebih tidak enak hati kalau misalkan dia pulang ke rumah bapaknya. Apa nanti kata bapaknya kalau dia pulang pada larut malam seperti ini, pikirnya. Padahal, pernikahannya saja baru saja berlangsung selama 3 hari. Akhirnya, Mer memutuskan untuk pulang ke rumah suaminya. Walaupun merasa sakit hati, tetapi dia merasa lebih baik jika h

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    13. Tawaran

    Mer merasa sangat kesal sekali, karena lelaki yang sudah menjadi suaminya itu ternyata tidak bisa pulang tepat waktu sesuai dengan apa yang sudah dia katakan. Awalnya Mer akan berusaha untuk mencoba melupakan semuanya, tetapi hati Mer terasa panas dan otaknya terasa mendidih. Tentu semua itu karena Mer merasa sangat cemburu, Mer menikah karena cinta. Dia mengagumi sosok Adi yang lembut dan berwibawa, sayangnya Adi seorang pembohong. Dia tidak menyangka, jika Adi akan dengan mudahnya mengatakan jika dia tidak bisa pulang. Padahal, mereka masih pengantin baru. Akan tetapi, dengan teganya Adi sudah meninggalkannya begitu saja. Bahkan dengan teganya Adi membohonginya, dengan teganya Adi memperistri dirinya di saat dia sudah punya istri. Mer jadi penasaran, Mer ingin sekali mengecek data pribadi milik suaminya itu. "Aku harus melakukannya, aku ingin tahu akan hal itu."Mer langsung bangun, dia ingin sekali mengecek data pribadi milik Adi yang mungkin saja ada di dalam lemarinya. Mer de

Latest chapter

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    Liburan Yang Menyenangkan

    Pada kesempatan yang ada, Mer membicarakan tentang rencana liburan yang sudah dia atur untuk kepentingan Anggi dan juga Johan. Dia mengatakan kepada Arga kalau liburan juga penting untuk mereka berdua dan kedua anaknya.Arga awalnya merasa keberatan karena perusahaan miliknya kini sedang berada di atas kejayaan, dia sedang begitu sibuk mengerjakan pekerjaannya. Namun, di satu sisi dia juga tidak ingin mengecewakan istrinya, anaknya dan juga adik iparnya. Lagi pula, untuk masalah pekerjaan bisa dia kerjakan di Bali sambil liburan.Akhirnya Arga memutuskan untuk pergi berlibur ke Bali, tentunya setelah dia menekankan kepada Johan Kalau pria itu juga harus tetap bekerja walaupun lewat laptop. Jika ada meeting penting, mereka harus melakukan zoom meeting melalui layar laptop. Agar perusahaan mereka tetap berjaya, karena itu penting adanya."Yes! Kalau gitu kita harus pesan Villa aja, biar lebih leluasa saat berlibur. Jangan pesan kamar hotel, Yang. Kurang asik," ujar Mer.Mer merasa jik

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    73. Rencana Berlibur

    Sesuai dengan apa yang sudah direncanakan, Johan dan juga Anggi benar-benar mengadopsi Meira. Karena mereka merasa kasihan terhadap gadis kecil malang itu.Mereka benar-benar merasa iba karena di usianya yang masih sangat kecil, dia justru malah mendapati nasib yang sangat malang.Ayahnya kini divonis jika usianya tidak akan lama lagi, sedangkan ibunya sama sekali tidak mencari keberadaan putrinya tersebut. Ibunya seolah tidak peduli dengan perkembangan anaknya dan seolah tidak ingin menoleh ke belakang lagi.Padahal, jika memang Hanum begitu membenci Adi, itu tidak masalah jika dia tidak mau menemui pria itu. Namun, masalahnya Meira adalah putri kandungnya, setidaknya wanita itu harus ingat untuk mengurus putrinya tersebut.Anggi sangat sedih karena sudah cukup lama menikah dengan Johan, tetapi belum memiliki keturunan. Padahal, dia begitu menginginkan keturunan, tetapi yang sudah memiliki keturunan malah seolah tidak mau mengurusi keturunannya.Saat Anggi dan juga Johan membawa Meir

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    72. Mempersiapkan Semuanya

    Setelah mendapatkan perawatan selama tiga hari, akhirnya Mer diperbolehkan untuk pulang membawa baby cantiknya.Saat Mer pulang, Arya terlihat begitu bahagia sekali bertemu dengan ibunya. Karena selama Mer di rumah sakit, anak itu tidak pernah sekalipun diajak ke rumah sakit.Arya juga begitu senang saat bertemu dengan adik perempuannya, adik perempuan yang terlihat begitu cantik sekali.Di sana juga ada tuan Danu, pak Adan, Johan dan juga Anggi. Mereka nampak berada di sana untuk menyambut kedatangan dari baby cantik milik Mer.Mereka bahkan menyulap ruang tamu milik Mer layaknya ruangan untuk berulang tahun, penuh dengan balon dan juga foto-foto baby kecil Mer yang selalu Arga kirimkan kepada tuan Danu dan juga Johan."Uuhh! Keponakan aku cantik sekali, siapa namanya?" tanya Johan yang langsung mengambil alih baby cantik dari pangkuan Mer.Mer menolehkan wajahnya ke arah suaminya, wanita itu seolah berharap jika yang akan menjawab pertanyaan dari adiknya itu adalah suaminya tersebut

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    71. Baby Girl

    Arga merasa begitu bangga karena selalu bisa memuaskan istrinya, dia merasa begitu berharga sebagai seorang pria. Melihat wajah penuh kepuasan dari istrinya, dia merasa sangat puas."Balik, Yang!" pinta Arga.Mer paham dengan apa yang diminta oleh suaminya tersebut, wanita itu nampak merangkak seperti bayi. Karena itu adalah posisi yang paling difavoritkan oleh suaminya tersebut.Tidak lama kemudian, Arga nampak memompa tubuh istrinya dari belakang. Dia maju mundurkan pinggulnya dengan penuh perasaan."Enak, Yang. Sangat enak," ujar Arga seraya menekan pinggang istrinya.Tidak lama kemudian Arga merasa seperti ada gejolak hasrat yang hendak keluar, tentu saja dia langsung mempercepat goyangan pinggulnya. Lalu, dia memperdalam miliknya dan memuntahkan cairan cintanya."Ouch! Yang, sangat enak." Arga memejamkan matanya karena mencapai klimaksnya.Kini Mer yang nampak tersenyum puas mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya tersebut, dia merasa senang karena Arga selalu bisa mencapai pu

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    70..Sebentar Lagi

    Semakin buncit perut Mer, wanita itu semakin kesulitan untuk bergerak. Karena bukan hanya perut wanita itu saja yang semakin membesar, tetapi badannya juga semakin membengkak.Beruntung kaki wanita itu tidak ikut membengkak, karena dengan seperti itu Mer masih bisa bergerak dengan begitu bebas. Walaupun memang dalam berjalan lebih lambat.Mer juga merasa beruntung karena Arga semakin perhatian saja kepada wanita itu, bahkan Arga lebih sering menemani wanita itu dalam kesehariannya.Awalnya Mer sempat ilfil karena tubuhnya yang membengkak, dia takut jika suaminya akan berselingkuh dan akan meninggalkan dirinya.Namun, dugaannya sangat salah. Karena Arga justru semakin memberikan perhatian kepada dirinya dan juga memberikan pujian.Arga berkata jika istrinya kini semakin gemoy, semakin enak saja kalau mereka melakukan percintaan panas seperti biasanya. Arga juga begitu pandai memuji dirinya.Tentunya hal itu membuat Mer percaya diri, tetapi walaupun dalam keadaan hamil wanita itu tidak

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    69. Bersedia

    Dulu Mer memang sempat merasa kecewa dan juga sakit hati karena dibohongi oleh Adi, padahal dia begitu mencintai pria itu, tetapi nyatanya pria itu hanya ingin memanfaatkan dirinya untuk mencetak bayi.Adi bekerjasama dengan istrinya sendiri untuk menipu dirinya, satu hal yang membuat Mer merasa begitu lebih sakit hati. Hanum meminta Adi untuk meninggalkan dirinya setelah dia melahirkan.Sungguh itu adalah hal kejam yang tidak bisa dimaafkan begitu saja, karena menurut Mer, rencana Hanum benar-benar tidak manusiawi.Namun, kini setelah melihat Adi yang nampak begitu sengsara setelah ditinggalkan oleh Hanum, Mer merasa kasihan terhadap pria itu. Terlebih lagi terhadap Meira, anak itu tidak berdosa.Rasanya Mer ingin menangis ketika mendengar Adi menderita penyakit kanker hati stadium akhir, bahkan Adi berkata jika umurnya tidak akan lama lagi."Kata dokter, aku hanya akan bertahan selama 6 bulan. Aku--aku takut jika aku mati, Meira tidak ada yang mengurus, karena Hanum sama sekali tida

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    68. Kanker Hati

    Semenjak mengetahui jika istrinya hamil, Arga bukan hanya mengalami mual dan lemas saja. Namun, jika pagi hari tiba dia akan mengalami mual dan juga muntah yang hebat.Pria itu akan terlihat begitu lemas sekali, dia akan merasa lebih baik jika sudah terkena cahaya matahari. Namun, Arga tidak pernah mengeluh. Dia menjalani hari-harinya dengan begitu sabar, karena dia tahu jika ini adalah efek dari kehamilan istrinya.Justru Arga sangat bersyukur karena dirinya yang mengalami ngidam dan juga mual muntah, karena dengan seperti itu dia merasa bisa meringankan beban Mer. Arga sering membaca tentang artikel kehamilan, wanita yang hamil itu sangat repot dan tentunya pasti akan ada perubahan mood pada wanita hamil itu.Setidaknya jika dia tidak bisa menggantikan Mer untuk melahirkan, dia bisa merasakan bagaimana tersiksanya saat wanita hamil."Hari ini kamu pucet banget deh, Yang. Apa ngga usah kerja saja?" tanya Mer seraya mengelusi perutnya yang sudah besar.Kini usia kehamilan Mer sudah m

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    67. Baik-baik Saja

    Malam ini Arga dan juga Mer bercinta dengan begitu penuh gairah, keduanya berlomba-lomba untuk saling memuaskan. Mer juga malam ini terlihat tidak mau diam sama sekali, dia selalu mengimbangi goyangan pinggul dari suaminya.Bahkan, setelah istirahat beberapa waktu karena mendapatkan pelepasannya, Mer naik ke atas tubuh Arga dan mencoba untuk menjadi pengendali.Alhasil setelah Mer dan juga Arga sudah merasa begitu puas, Mer merasa jika perut bagian bawahnya terasa begitu sakit. Arga tentunya begitu panik ketika melihat istrinya mengaduh kesakitan."Yang? Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Arga panik karena wajah istrinya begitu pucat.Kalau saja Arga tahu jika bercinta dengan istrinya bisa membuat wanita itu kesakitan, Arga tidak akan mau melakukannya. Karena Arga masih bisa menahannya."Sakit banget, Yang. Tolong bawa aku ke dokter," ujar Mer karena rasa sakitnya datang dengan begitu kuat.Bahkan kini dia merasa jika perutnya keram, Mer takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. M

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    66. Panik

    Setelah dijanjikan akan diberikan kenikmatan sebanyak dua kali, Arga bekerja dengan begitu bersemangat. Dia tidak merengek sama sekali kepada istrinya, sangat sigap dalam bekerja walaupun sesekali dia mengeluh lemas.Terkadang Arga mengeluh kalau dirinya merasa sakit kepala, apalagi saat mencium bau pengharum ruangan yang biasa dipakai, dia terus saja mengeluh mual dan rasanya ingin muntah.Alhasil Mer terpaksa pergi ke swalayan untuk membeli pengharum ruangan yang baru, Arga meminta kepada Mer untuk dibelikan pengharum ruangan dengan wangi lemon.Pokoknya, makanan pun Arga inginnya yang berbau lemon. Mer sampai menggelengkan kepalanya karena tingkat suaminya itu benar-benar di luar nalar."Cape banget, Yang. Pulang yuk?" ajak Arga ketika waktu sudah menunjukkan pukul empat sore.''Boleh, tapi sebelum pulang kita shalat di sini aja dulu. Takutnya malah ngga keburu," usul Mer."Boleh, Yang," jawab Arga.Pada akhirnya Mer dan juga Arga melaksanakan salat ashar terlebih dahulu, setelah i

DMCA.com Protection Status