Bab 40"MMM, apa aku tidak boleh pulang ke mari?" Bukannya menjawab, Alin justru balik bertanya yang membuat Noah bungkam.Noah tersenyum kecil."Tidak, tentu saja boleh. Tapi bagaimana jika Aldi mengikutimu?" "Tenang saja, dia sedang bertengkar dengan istrinya.""Apa aku melewatkan sesuatu?" "Kamu mau dengar? Kamu tidak lelah?" Lagi-lagi, Alin malah balik bertanya hingga membuat Noah terkekeh.Hening.Noah menatap Alin intens lalu melangkah maju memasuki kamar. "Ceritakan sambil tidur saja," ucapnya sembari lepas jas mahalnya.Alin menutup pintu kamarnya, lalu mengambil jas Noah yang baru pria itu lepaskan. "Baiklah,""Aku mau mandi dulu," ucap Noah membuka kancing lengannya."Oke."Seusai mandi, Noah mendengarkan cerita Alin seharian tadi, termasuk saat Aldi dan Melin datang. Tanpa ada yang ditambah atau pun di kurangi. Bahkan aksi Tasya yang masih dia anggap sebagai orang asing, tak luput dari uraian ceritanya. Tanpa tau jika Tasy
Bab 41Sore itu, Aldi membeli sebuket bunga di sebuah toko sebelum ia mendatangi Alin di resto. Senyum merekah di bibirnya, sudah ia bayangkan Alin yang senang menerima bunga darinya. Dulu, saat ia masih menjadi suami Alin, tak pernah sekali pun memberi Alin bunga. Jangankan bunga, makanan yang layak saja Aldi jarang memberi. Terlebih setelah mengenal Melin. Namun, sekarang ia kan melakukan demi meluluhkan hati Alin lagi. "Aku berharap kamu akan menyukainya, Alin."Aldi menyimpan buket bunga di kursi samping kemudi. Lalu mengendarai mobilnya ke resto Langit. Setelah sampai, ia keluar dengan membawa buket itu dan tersenyum lebar. Namun, matanya melebar sempurna melihat Melin di sana. Rasa kesal dan marah merasuki hatinya dengan cepat."Mau apa dia di sini??" gumam Aldi berjalan cepat ke arah Melin yang sedang berteriak-teriak di depan resto."Bikin malu saja!"Aldi bersungut mendekat, "jangan sampai Alin jadi marah gara-gara ini lagi! Bikin stres saja!""Suruh wanita ular itu keluar!"
Bab 42Tenggorokan Melin tercekat, menatap Aldi tak percaya. Akhirnya kalimat cerai itu keluar juga dari mulut suaminya. "Apa mas?""Mas sudah lelah menjalani rumah tangga denganmu. Kamu terlalu curiga dan banyak menuntut. Selama ini mas sudah mencoba sabar, tapi kamu... Kamu sedikit pun tak mengerti, tak berubah, dan terus bersikap egois. Masalah Melki, biar dia ikut dengan mu. Dia butuh asi dan kasih sayang mamanya. Mas janji akan tetap memberikan nafkah untuknya meski kita bercerai," ucap Aldi enteng tanpa menoleh dan tetap melihat ke depan.”Tapi, jika kamu nanti meras berat, aku bisa mengurusnya sendiri.”Melin masih terus menatap Aldi tak percaya. Lalu ia tertawa, hingga membuat Aldi menoleh padanya."Mas bilang aku egois dan banyak menuntut? Dan mas mau bercerai?" Melin mengulang, terlihat begitu menahan emosinya."Hei! Siapa yang egois di sini, Hem? Kau yang berselingkuh dan kau pula yang meminta bercerai. Jelas aku tau mas, mas ingin bercerai karena wanita murahan itu, kan? Ka
Bab 43Alin terdiam sejenak, tak mungkin ia membuka pintu sedangkan ia masih dengan penampilan seperti ini. Ia hanya menunggu sampai suara bel berhenti sendiri. Selang beberapa menit, suara bel sudah tak terdengar lagi, Alin mulai bernafas lega.“Siapa yang datang? Apa mungkin itu Aldi?” batin Alin bertanya-tanya. Karena jika Noah, sudah pasti tidak akan menekan bel. Melainkan langsung membuka dengan aksesnya.Alin memasang telinga. Merasa mendengar sesuatu yang asing di luar kamarnya. “Apa itu Noah? Tapi, kenapa tadi dia menekan bel? Apa dia sengaja membuat ku takut?” gumam Alin meletakkan di atas meja Cube skincare yang tadi dia pegang.Pikiran Alin ke sana sini, rasa was-was dan cemas mulai menaunginya. “Apa itu Aldi? Tapi, bagaimana dia bisa masuk?”Alin berdiri, dan melangkah sampai ke depan pintu kamarnya. Ia menempelkan telinga pada daun pintu yang menutup di depannya. Terdengar suara asing di balik pintu, meski samar. Alin menjauhkan tubuhnya dari daun pintu, memegangi dadany
Bab 44Sudah dua hari lamanya Aldi tak pulang ke rumah, sejak pertengkaran dengan Melin malam itu. Ia hanya menginap di hotel dan kadang malah bermalam di kantor. Rasanya enggan untuk pulang, karena hanya makian yang jadi sambutan. Aldi juga sudah malas melihat ataupun mendengar suara Melin. Meski mereka satu kantor, tetapi, Aldi dan Melin beda departemen. Aldi menjabat sebagai manager, sedangkan Melin sebagai staf pengembangan produk di bagian lain.Aldi baru saja keluar dari salah satu ruang HRD, ia melihat dan harus berpapasan dengan sang istri di ujung lorong. Ia memutar matanya malas. Sudah pasti Melin akan memancing untuk bertengkar karena ia tak pulang beberapa hari ini. Dari pada membuat keributan di kantor, lebih baik Aldi menghindar dengan belok ke salah satu ruang meting yang sedang berlangsung meski ia tak masuk sebagai bagian di sana.Aldi mengangguk canggung saat masuk ke dalam ruangan itu dan menjadi pusat perhatian di sana. Beruntung itu hanya meting karyawan biasa,”S
Bab 45"Kenapa kamu sangat memaksa, Aldi?"Alin mendorong dengan kuat tubuh Aldi yang berusaha memeluknya. "Pulanglah, Aldi! Kamu mabuk, aku tak ingin berurusan dengan orang mabuk yang kehilangan akal," usir Alin."Mas mencintaimu, Lin. Tak bisakah kamu melihat kesungguhan hati mas ini?" ucap Aldi mengiba."Pulanglah Aldi! “"Aku akan mencerikan Melin, asalkan kita bisa kembali bersama," ucap Aldi tanpa beban berjalan mendekat dan menyentuh lengan Alin yang cepat menepis. "Aku mencintaimu, Lin. Sangat! Aku menyesal sudah menyia-nyiakanmu selama ini. Aku menyesal sudah membuatmu menderita. Tolong maafkan aku dan mari kita membuka lembaran baru bersama."Alin tersenyum tipis,"Begitu mudahnya kamu untuk menceraikan dan membuang istri dan anakmu. Dulu kami, sekarang Melin, jika nanti kita menikah, kau pasti juga akan membuangku lagi."Aldi menggeleng cepat,"Tidak, tidak Alin! Tidak akan!"Alin tersenyum sinis,
Bab 46Sengat-sengatan terasa menjalar dari sana, hingga tubuh Alin membeku dan meremang. Ia memejamkan matanya, sudah sangat lama ia tak merasakan hal seperti ini. Sebagai seorang janda yang pernah meneguk nikmatnya, Alin terpengaruh. "Baiklah," ucap Alin menyetujui dengan seutas senyuman. "Tapi, kamu bau alkohol. Mandilah dulu," sambung Alin meminta. Saat dalam perjalanan Noah sempat meminum alkohol. Meski Alin sudah berusaha mencegahnya, ia tak bisa apa-apa karena mata Noah malah menatapnya tajam dan mengintimidasi. Juga membagi cairan di dalam mulutnya pada Alin hingga wanita itu ikut merasakan pengarnya alkohol.Noah mengurai pelukannya, tanpa kata ia melangkah ke kamar mandi. Kesemptan itu Alin gunakan untuk menghubungi seseorang yang dia percaya untuk membeli sesuatu dan mengantarnya esok pagi. Tidak sampai lima belas menit, Noah sudah ke luar. Hanya membalut tubuh bawahnya dengan handuk, aroma sabun yang khas menguar dari tubuh kekarnya.Alin mengulas senyuman dengan segera me
Bab 47Ciuman Noah semakin menuntut sampai Alin kesulitan bernafas. Tangan wanita itu berusaha menahan dada Noah walau kekuatannya jelas tak sebanding. “Aku ingin lebih dari ini,” bisik Noah dengan mata sayu.“Kita makan dulu, aku terlalu lelah dan tak punya tenaga.” Tanpa bermaksud menolak keinginan suamiya, Alin mencoba menunda hal yang sama seperti semalam.“Kau sedang mencoba menolakku?” tuduh Noah menatap tajam.“Bukan menolak, Noah. Aku butuh tenaga dan aku lapar,” kilah Alin. Noah masih menatap Istrinya tak suka dan masih berpikir jika Alin tak mau dan tak menginginkannya. Ia kembali memangkas jarak wajahnya dengan Alin.“Terserah kau saja, aku tidak akan membalas… Ummpp…” Alin biarkan saja Noah mengeksplore rongga mulutnya. Seperti yang ia katakan sebelumnya, bahwa ia tak akan membalas. Noah merasa kesal karena Alin serius dengan ucapannya, ia pun melepas pangutan.“Oke, setelah sarapan jangan menghindar lagi,” ucap Noah menyerah, dan terpaksa menuruti sang istri. Walau seben
"Noah?" "Noah." Noah baru saja memasuki kamar, tertegun melihat Alin memanggil namanya. lekas ia datang mendekat. "Sayang!?" Noah menggenggam tangan istrinya. "Aku di sini," tanyanya duduk di bibir ranjang."Apa yang kamu rasakan?" "Noah, aku... aku merasa kotor." Noah menatap istrinya sendu. "Jangan katakan itu. jika kotor, kita bisa membersihkannya." "Tapi..." "ssttt!" Noah menempelkan jari di bibir Alin. "Aku akan memandikanmu nanti, tapi, aku lapar, ayo kita makan dulu, hum?" Noah menggendong Alin keluar kamar, membawanya sampai ke dapur lalu mendudukkan di kursi bar. "Kita lihat ada apa di sini," cetusnya membuka kulkas. "Hmm, cuma ada telur, keju, dan roti tawar. Apa kita buat roti bakar saja?" usulnya menoleh pada Alin. "Aku ingin mandi Noah," ucap Alin lirih. "Iya, nanti aku mandikan," balas Noah mencoba terlihat acuh walau sebenarnya hati pria ini sudah sangat remuk. "Kita makan dulu. Setelah makan, aku janji akan membersihkan mu sampai benar-benar ber
Mata Noah tajam terarah. Bahkan bola mata yang kini di selimuti amarah itu hampir keluar dari rongganya. "Serahkan padaku.""Aku harus menyelesaikannya sendiri, Bin."Robin menggeleng, "tidak, serahkan padaku.""Kau mau aku diam saja saat istriku mendapat pelecehan seperti ini?"Robin diam, memilih kata yang tepat agar sedikit mengurangi amarah di dada Noah saat ini."Tidak, tentu saja tidak. Kamu harus lebih bisa menenangkan Alin. Saat ini ia membutuhkan dirimu. Masalah yang lain, serahkan padaku. Aku percaya padaku, kan?" Robin menatap Noah bersungguh-sungguh.Sedangkan Noah menatap dengan amarah yang berkobar di matanya."Bagaimana jika dia bangun dan mendapati dirimu tak ada di sisi. Saat ini, dia membutuhkanmu, bukan aku. Atau kamu memang lebih rela aku yang menenangkannya dalam pelukan ini?"Noah mencengkram kerah depan baju Robin. Dan itu berhasil membuat Robin tersenyum."Jadi, biarkan kami yang selesaikan. Kamu cukup terima laporan dari kami saja. Akan kami selesaikan dengan
"Kenapa kamu tinggalkan Alin sama Tasya aja?" Noah berteriak penuh emosi karena orangnya malah sangat teledor meninggalkan dua wanita saat Alin jelas dalam incaran."Maaf, saya sudah meninggalkan beberapa orang juga di sana."Ricky menjawab penuh sesal, di wajahnya sudah membekas lebam oleh pukulan Noah tadi."Lalu bagaimana bisa Alin sampai diculik!? Bagaimana kalian bekerja? Hah?""Maaf, Tuan." "Haahh!" Noah menendang jog belakang di depannya. Marah, marah, dan amarah itu terus menjilati dirinya. "Jika sampai terjadi hal buruk padanya, habis kalian semua!""Tenanglah!" ucap Robin yang menyetir di depan melihat Noah sedari tadi hanya marah-marah dan mengamuk."Kita sudah dapat lokasinya. Jangan habiskan tenagamu untuk mengamuk di sini."Noah berdecak kesal, tangan itu terus mengepal dan wajah yang semakin mengeras. Dalam pikirannya Alin kini sedang ketakutan. Pikiran buruk terus berkelebat mencemaskan wanitanya."Aku bersumpah, ta
"Tolong siapkan untuk meja nomor lima. Yang ini sedikit spesial ya, pesanan khusus." Alin memberi instruksi pada koki di dapur restonya. "Baik, Bu.""Dan untuk ruang VIP satu. Sudah dibooking oleh Mr. Marvin untuk meting nanti malam.""Baik."Setelah memberi beberapa arahan dan mengecek laporan, Alin melangkah keluar dari restonya. Di belakangnya beberapa orang tampak mengikuti. Merasa diikuti, Alin menoleh. Terkejut karena orang-orang itu mendorong tubuhnya kedepan. "A-apa yang kalian lakukan!?" Serunya. "Ikut kami," ujar seorang berbadan besar yang paling dekat dengannya dan menahan lengan wanita cantik itu."Le-lepas!" Dengan gemetar Alin mencoba berontak dan meloloskan diri."Si-siapa kalian? Lepaskan aku!" lontarnya dengan terbata.Lelaki itu tersenyum tipis, semakin menarik tubuh Alin."Ikut saja jika tak ingin kami bertindak lebih kasar di sini."Mata Alin bergerak liar, mencari siapa saja yang bisa dimintai bantuan. Namun, sekitar serasa sepi dan tak banyak orang melintas
Di lorong depan pintu apartemen Alin, tampak tiga orang preman tengah berkelahi dengan seorang pria dan wanita. ketiganya tampak kuwalahan meskipun memiliki badan lebih besar karna kelincahan sepasang pria dan wanita yang tiba-tiba mengganggu pekerjaan mereka. kedua orang itu adalah bodyguard Alin itu. Tasya dan Ricky."Siapa kalian? kenapa mengganggu pekerjaan kami?!"Ricky tertawa mencemooh,"Pekerjaan kalian, mengganggu pekerjaan kami!" cetusnya memasang kuda-kuda, saling melindungi punggung dengan membelakangi rekan kerjanya."Siapa yang menyuruh kalian?""Bukan urusan mu!" sentak salah satu preman itu menyerang. Dengan gesit, Ricky dan Tasya membalas.Ketiga preman itu memang hanya badannya saja yang besar. Namun, kalah oleh kegesitan dan teknik yang Ricki dan Tasya punya. Tiba-tiba saja, dari ujung lorong, Noah muncul. terkejut melihat kedua bodyguard Alin sedang bertarung melawan tiga preman. Ia ikut menerjang, memanjangkan kaki mengenai bagian vital salah satu preman tersebut. H
Bab 52Melin terduduk lemas menyenderkan tubuhnya di ruangan kepala bagian. Wajahnya masih tak percaya dan matanya bergarak liar tak terima dengan apa yang baru saja ia dengar.“A-apa maksud bapak?” meminta penjelasan.“Seperti yang sudah saya utarakan tadi, Melin. Kamu mendapat peringatan sebelumnya tentang kedislipinan. Tetapi, kamu berulang kali bahkan seperti menganggapnya sepele. Aku tau suamimu adalah seorang manager juga. Apa karena itu juga kamu jadi berani seperti ini?”“Ti-tidak pak. Saya memang sedang dalam kondisi yang rumit.” Melin mencoba memberi penjelasan dan alasan.“Maaf, ini sudah keputusan semua orang. Ini surat pemecatanmu,” ucap Pak kepala bagian seraya menyerahkan surat pada Melin.“Ta-tapi pak.” Melin menggeleng kuat tak terima, berharap masih memiliki kesampatan berikutnya. Tetapi, melihat gelagat atasannya itu, Melin tau harapan tinggallah harapan.“Maaf, Melin. Ini sudah keputusan final. Pesangonmu, mintalah pada bagian HRD.”*Brak!Aldi terperanjat melihat
Bab 51“Apa dia masih di sana?” bisik Alin dengan mata sayu. Wajah lelaki yang hanya berjarak beberpa centi saja darinya.Noah yang masih memeluk pinggang Alin melirik ke bawah sana. Di mana Aldi masih terlihat mematung dengan seorang balita dalam pangkuan.“Masih,” jawab Noah berganti melihat Alin yang membelakangi dinding kaca. Menautkan lagi bibirnya dengan milik Alin. Sementara itu, di bawah sana, Aldi masih memandang mantan istrinya sedang berciuman mesra dengan seorang lelaki. Ia tak tau siapa lelaki itu karena wajahnya tertutup kepala Alin yang membelakanginya. “Siapa dia? Aku tau Alin belum menikah, lalu apa pria itu pacarnya?” Aldi bermonolog tanpa melepaskan pandngannya dari dua sejoli di lantai tiga itu. Tentu saja, dari jarak setinggi itu, Aldi tak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki yang tengah berciuman dengan mantan istrinya.“Sudahlah, untuk apa aku terus melihat mereka, bikin hatiku panas saja,” gumam Aldi terus merasakan nyeri di dada. Kebetulan, saat itu Melki
Bab 50“Kenapa pak Aldi gegabah menceraikan ibuk?” Anis yang sedari tadi merasa tak enak dan tak nyaman karena pergi dengan majikan prianya terus merasa berslah pada Melin.“Kamu nggak usah ikut campur urusan saya! Tugas kamu, mengasuh Melki. Ngerti?”“Maaf, pak.” Anis pun sebenarnya merasa sudah lancing mengatakan hal itu. Tetapi, ia sendiri merasa kasihan pada Melin juga pada Melki. Karena keegoisan majikannya, bocah itu tak merasakan kasih sayang yang utuh.*“Kamu pulanglah dulu, Nis. Aku masih ada urusan dan nggak bisa membawa kamu serta,” ucap Aldi setelah mereka selesai membeli kebutuhan Melki. “Melki biar sama aku, kamu beli lah apa pun atau jalan-jalan dulu jika malas pulang dan ketemu Melin,” sambung Aldi mengangsurkan lembaran uang pada Anis. Anis terlihat keberatan berpisah dengan Melki. Tetapi, gadis itu juga tak punya hak apa pun untuk menyampaikan keberatannya. Bagi gadis itu, Melki sudah menjadi bagian dari hidupnya, hingga saat mer
Bab 49“Suruh wanita itu keluar!”Alin yang baru saja sampai di resto, langsung bisa melihat keributan di sana. Bahkan suara Melin pun terdengar sampai di telinga Alin yang baru keluar dari mobil.“Siapa yang kau suruh keluar, Mel?”Seketika Melin yang sdang marah itu menoleh ke arah pintu masuk. Mendapati Alin di sana darahnya mendidih, sekonyong-konyong mendekat dengan tangan terulur. Alin reflek menangkap tangan itu, dan mendorongnya.“Jangan sampai aku melaporkanmu atas tuduhan penyerangan, Mel! Lihatlah berapa banyak orang yang bisa menjadi saksi di sini!” tukas Alin mendelik tajam pada Melin yang menahan amarah hingga tampak deretan giginya yang putih dan bergemeletuk.“Kau! Jalang sialan! Di mana kau sembunyikan suamiku?”“Sembunyikan bagaimana? Pria dewasa sebesar itu bagaimana aku menyembunyikannya. Harusnya kau gunakan akal sehatmu dan bertanya padanya! Bukan padaku!” hardik Alin tak kalah keras.“Dia tidak pulang semalam,”“Lalu apa urusannya denganku?”“Kau pasti mempenga