Induk semangku ini sama saja dengan cucunya yang selalu membuat diriku menjadi kesal juga. Aku sungguh direpotkan dengan keinginannya yang suka main perintah dan harus dipatuhi segala. Seharusnya induk semangku ini ngaca diri, bahwa aku ini bukan apa-apanya dan aku di sini itu bayar pemondokan. Daripada aku semakin pusing, maka aku berniat untuk menolak perintahnya itu.
“Maaf amangboru, aku tidak bisa memenuhi keinginan amangboru. Aku rasanya mau istirahat dulu, badanku terasa sangat letih dan aku pun harus mempersiapkan diri untuk kuliah nanti.”
“Ah, ini masalah penting Ana. Istirahatmu tunda saja nanti malam. Perempuan itu tidak baik kalau terlalu banyak tidur siang. Nanti badanmu bisa bongsor kayak si Ratna ini,” sergah induk semangku.
“Ih, amangboru mengapa pula aku dibawa-bawa segala. Tidak ada itu kaitannya antara tidur siang dengan ukuran tubuhku. Ukuran tubuhku ini memang sudah turunan dari kedua orang tuaku,” potong R
Ketika jam sudah menunjukkan hampir pukul satu siang, aku masih uring-uringan di atas pembaringan. Perasaan tak enak tiba-tiba menyelusup ke dalam hatiku, sehingga membuatku enggan untuk memenuhi keinginan induk semangku itu. Kebetulan saat ini, aku sendirian di kamar pemondokanku. Sedangkan Ratna sudah pergi ke kampus untuk mengikuti perkuliahan.Saat aku masih uring-uringan, tiba-tiba pintu kamar pemondokanku di ketuk orang dari luar. Dengan perasaan berat, aku turun juga dari atas tempat tidurku. Aku membuka pintu kamar pemondokanku dan ingin melihat siapa yang mengetuk pintu kamarku barusan. Ternyata pembantu induk semangku membawa pesan dari majikannya untuk memanggilku dengan embel-embel “segera”.Dengan perasaan gondok, aku suruh pembantu itu pergi duluan dan aku menyusul belakangan. Aku ingin mandi dulu, ujarku. Akupun dengan terpaksa memasuki kamar mandi untuk mengguyur tubuhku dengan air dingin. Aku guyur sekujur tubuhku dengan air sepuasku. Aku i
“Sebelum saya menjawab keinginan yang ibu tawarkan pada saya. Terlebih dahulu saya mohon maaf, kalau dikira gunjingan yang melanda diri saya itu benar. Tapi di sini saya akan meluruskan, bahwa apa yang digunjingkan orang tentang saya itu tidak benar. Saya merasa tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan pada saya itu. Malah saya merasa curiga dengan gosip murahan tentang saya ini, disengaja dibuat dengan maksud-maksud tersembunyi terhadap saya.”“Ah, itukan dalihmu saja. Kami bukan orang bodoh. Mana mungkin ada asap, kalau tidak ada api,” potong Mona dengan sinis.Lagi-lagi omongan Mona ini sangat pedas dan memojokkanku. Seolah-olah dia saja yang benar.“Tidak, kak Mona. Saya curiga gosip itu dihembuskan oleh orang yang berada dipemondokkan ini dengan maksud untuk mempermalukan dan menghancurkan diri saya. Coba kak Mona tanyakan pada Andrew, apa pernah kami melakukan hal-hal yang tidak senonoh dan dilarang oleh agama?” sergah
Sementara itu, induk semangku terdiam kaku lihat kepergian anak dan cucunya. Dia sungguh kecewa terhadapku yang telah menampik tawaran anak dan cucunya. Tapi induk semangku ini sangat sayang dan sangat memanjakan Andrew, sehingga dia sangat memahami perasaan dan harapan cucunya itu. Dia tidak sampai hati lihat wajah cucunya begitu murung dan sedih karena kutolak lamarannya.Setelah bayangan anak dan cucunya menghilang dari pandangannya, dia segera menoleh memandangku yang hendak beranjak juga dari ruangan itu.“Ana, aku harap kamu segera mengubah sikap dan keputusanmu itu. Jangan sampai kamu menyesal nanti!” ujar induk semangku dengan nada masih mangkel.“Maaf Amangboru, kalau sikap dan keputusanku ini membuat kecewa Amangboru. Tapi saya minta Amangboru menghormati keputusan yang telah saya ambil ini. Apapun resiko di belakang nanti, saya sudah siap menerimanya dan mengantisipasinya,” jawabku, mempertegas sikap yang telah aku
Melihat aku menjadi melamun memikirkan hubunganku dengan Aditya, Cinthya langsung menggangguku.“Hai, sore-sore begini jangan bengong. Lagi mikirin Aditya ya?” goda Cinthya, sembari mencolek pinggangku. Lamunanku pun langsung buyar. Aku segera menoleh dan melontarkan senyum simpulku pada Cinthya. Lalu aku membalas gurauan Cinthya.“Bolehkan kalau aku melamunin Aditya?”“Ih, Ana Grrr nih!” seru Cinthya.“ Wajar toh…!”“Iyalah, kamu yang punya Aditya. Kami ini apalah, menjomblo terus,” tukas Widya dengan nada merendah.“Ih, Widya jangan cemberut gitu dong. Pasti kalian nanti ketemu cowok idaman kalian. Jangan kuatir semuanya itu telah diatur sama yang di Atas sana, ” ujarku.Akhirnya kami saling melontarkan senyum dan saling berangkulan. Rasanya kami ingin merayakan hari kebahagiaanku ini, tapi waktu berkata lain. Jam perkuliahan sudah tiba dan ib
Dea berusaha mencuri hati Aditya… Untuk mencuri perhatian Aditya, Dea cukup aktif mengikuti acara-acara yang diselenggarakan panitia kerjasama mahasiswa antar perguruan tinggi dari Negeri Penang Malaysia dengan USU. Dia mendaftarkan diri untuk mengikuti sarasehan, diskusi panel, pagelaran seni dan budaya serta karya wisata terhadap objek-objek wisata yang ada di Sumatera Utara. Kebetulan setiap acara yang diselenggarakan tersebut sudah barang tentu menuntut kehadiran Aditya selaku ketua panitia.Seperti pada malam pagelaran seni dan budaya, Dea mengajukan diri untuk menampilkan kemampuannya dalam pembacaan puisi. Pagelaran seni dan budaya ini merupakan kegiatan pertama diadakan dalam pekan kerjasama antarmahasiswa. Kebetulan Dea mewakili anak-anak sastra. Kepiawaian Dea dalam membaca puisi ternyata tidak boleh diremehkan. Terbukti saat dirinya tampil, para hadirin yang menyaksikan atraksi dirinya pada kagum. Aplus penontonpun membahana di gedung Serba Guna tem
Tak berselang lama Safira dan Aditya dapat menemukan diriku juga. Aditya langsung menarik tanganku.“Hai Ana, kamu baik-baik saja?” tanya Aditya dengan nada penuh rasa kuatir. Dia pandanginya wajahku. Sorot matanya yang dalam, langsung membuat hatiku menjadi tenang. Ternyata aku lihat tidak ada perubahan pada diri Aditya terhadapku.Aku hanya menganggukkan kepalaku lemah, lalu akupun melontarkan senyum manisku padanya. Aku merasa gembira sekali dapat melihatnya kembali. Beberapa saat kami hanya saling pandang dan saling melontarkan senyum. Tanpa berkatapun kami seolah-olah telah banyak menyampaikan gejolak perasaan kami masing-masing.“Hai Dit, emangnya kamu saja yang ingin menemui Ana?” tiba-tiba Safira menegur Aditya sambil menarik Aditya. “Hai Ana… Aku senang deh dapat melihatmu dari dekat,” sapa Safira padaku. Lalu Safira memelukku dengan erat. Akupun langsung memeluk Safira dengan senang hati. Perasaanku sangat ter
Melihat Aditya begitu kuatir, Cinthya langsung menyetuk.“Dit, rasa kuatirmu itu terlambat. Bagaimana sih kamu ini sebagai laki-laki, kurang banget memperhatikan sang pujaanmu? Seharusnya kamu itu selalu melindungi keselamatan Ana dari gangguan orang lain. Bukannya terlambat melulu begitu, “ gurau Cinthya. Lalu lanjutnya,”Rasa kuatirmu kini simpan saja karena Ana kini sudah pindah pemondokan. Sekarang dia tinggal di rumah Bibinya di Jl. Alfalah 14, Glugur Darat, tau…”Aditya yang merasa diledek menjadi jengah. Aku langsung menendang betis Cinthya, sembari melototinya.“Aduh!!!” teriak Cinthya. “Idiiih… Ada yang bela nih,” sindir Cinthya. Aku menjadi malu dan keki dibuat Cinthya. Sedangkan Safira dan Widya tersenyum melihat gurauan Cinthya dan tingkahku. “Udah deh! Aku nggak ganggu lagi.”“Ih merajuk nih?” goda Safira.“Habis sih aku dikeroyok begini&he
Sementara itu, Cinthya sempat kehilangan jejak rombongan mobil Andrew. Sampai-sampai Cinthya berkeliling di kawasan perkebunan yang sangat luas tersebut. Ingin bertanya di jalan, tidak seorangpun yang dilihatnya. Hampir dua jam Cinthya keliling perkebunan. Sampai akhirnya dia bertemu rombongan teman-teman Aditya yang menggunakan lima mobil dan didampingi oleh petugas dari kepolisian. Akupun menyusul mereka dari belakang. Setelah mobil yang aku kendarai sampai di depan mobil Cinthya, aku segera turun dan bergabung dengan Cinthya, Widya dan Safira.Petugas kepolisian yang turut serta dalam pengejaran aksi penculikan Aditya ini langsung menjumpai Cinthya, Widya dan Safira untuk mencari informasi lebih lanjut tentang keberadaan Aditya. Cinthya, Widya dan Safira dengan terbata-bata menjelaskan, mereka kehilangan jejak setelah memasuki kawasan perkebunan tebu dan tembakau ini. Mendengar penjelasan Cinthya, Widya dan Safira, aku jadi panik setengah mati. Aku benar-benar tak du
Jum’at pagi. Aku pun berkemas-kemas untuk persiapan mengikuti acara family gathering yang diadakan oleh perusahaan tempatku bekerja. Safira pun bantu aku menyiapkan kebutuhanku untuk mengikuti acara family gathering.“Fira, aku minta kamu ya yang mengurus segala kebutuhan Aditya,” godaku pada Safira, sambil melemparkan pantatku ke sisi tempat tidur. Aku pun memandang Safira yang sedang menata pakaianku ke dalam koper. “Selama aku pergi. Aku serahkan sepenuhnya hak atas Aditya padamu…”“Iya, iya…aku yang melayani Aditya. Semuanya ditanggung beres deh soal itu. Puas kamu?” balas Safira. Dia pun berkacak pinggang, sambil menatapku. Senyum simpul pun menghias wajahnya. Yeah, aku lihat sorot matanya, balas menggodaku. Aku tau apa yang ada di benak Safira. Apalagi kalau bukan keinginannya untuk main enjot-enjotan dengan Aditya.“Ih, itu maumu, bukan?” aku kembali menggodanya, sambil mencekal lengannya
“Ah, sial…!” umpatku dalam perjalanan pulang dari kantor. Pikiranku terus terganggu oleh penampakan batang tongkat Cano tadi. Pemandangan mesum tadi pagi terus menghiasi benak pikiranku. “Memang gila Cano itu, Ah!” gumamku kembali. Jantungku berdetak kencang, hingga arus sirkulasi darahku pun jadi tak terkendali. Kepalaku pun jadi pusing. Apalagi, munculnya kedutan di tengah selangkanganku. Yeah…! Aku tahu berahiku bangkit. Makanya aku ingin cepat sampai di rumah. Aku minta Aditya juga buru-buru pulang. Aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin Aditya menetralisir darahku yang bergejolak deras dan sudah memenuhi batang otakku. Dalam perjalanan pun tanganku jadi nakal. Berulang kali, tanganku menyentuh area sensitifku. Aku ingin pelepasan. Untungnya ada suara klakson mobil menyadarkanku, akan bahaya di depanku telah mengintaiku. Aku berusaha menepis pikiran mesum dari benak pikiranku dan fokus menyetir mobil. Sebagai teman perjalanan, aku setel radio F
Wow, ada penampakan…! Bola mataku langsung terbelalak lebar, gitu lihat pemandangan yang luarbiasa ada di hadapanku. Aku pun segera menutup mulutku yang terbuka lebar. Mulutku pun jadi terkunci dan tak bisa berkata sepatah katapun. Malah hatiku tergelitik ingin tahu. Mataku terus ingin lihat pemandangan yang menggetarkan jiwaku itu. Aku lihat tubuh Annya begitu putih mulus dan sempurna bagi seorang cewek. Aku lihat juga Annya begitu menikmati goyangannya. Tangannya pun meremas-remas bukit kembarnya sendiri di antara desah dan deru nafasnya yang meluncur bebas dari bibirnya. Sementara, Cano terus menyemangati Annya untuk terus menggerakkan pinggulnya. Darahku berdesir. Aku pun jadi hanyut ingin menikmati pemandangan yang mengusik berahiku juga. Wajahku jadi merona merah lihat permainan Cano dan Annya. Tubuhku pun jadi panas-dingin. Selangkanganku terasa berdenyut juga. Apalagi aku lihat batang tongkat Cano yang panjang dan besar yang menantang itu. Aku lihat berbeda dengan mil
Cano sudah memperhitungkan salah satu cara untuk bisa dekat dengan Ana. Untuk itu dia bungkus dengan logika yang wajar. Sebagai pimpinan perusahaan yang baru tentu butuh chemistry dengan organisasi perusahaannya. Cano pun ingin menunjukkan bentuk apresiasi kebersamaan dalam perusahaan terhadap para karyawan dan keluarga, maka PT. Camerro Investment Solutions akan mengadakan family gathering. Gathering juga merupakan suatu cara untuk bersama-sama rileks sejenak dari kepadatan rutinitas kerja dan menjalin keakraban satu sama lain sehingga terbangun suasana yang kondusif untuk perusahaan.Untuk mewujudkan rencananya, Cano suruh Annya untuk buat proposal acara Family Gathering. Annya senang hatinya dengar Cano akan mengadakan acara family gathering keluarga besar perusahaan. Artinya, mereka akan bersenang-senang dan dia akan lebih dekat lagi dengan Cano. Annya pun dengan cekatan menyusun proposal yang diminta dengan petunjuk Cano itu sendiri. Tak butuh waktu lama, proposal itu te
Malam itu, Pak Leo Candra dinner di rumah. Dia di dampingi oleh anak dan isterinya untuk menyantap makan malamnya. Momen ini dimanfaatkan oleh Jesica untuk menyampaikan nota protesnya. Sementara, Robert memilih diam dan tidak ikut campur masalah perusahaan. Dia memang awam dengan urusan perusahaan. Bukan passion dia soal perusahaan investasi.“Ayah! Mengapa Mardiana itu ayah bagi saham segala? 7,5 persen itu gak sedikit, Ayah…” seru Jesica “Aku sebagai anak ayah sangat keberatan soal itu.”“Iya Ayah! Aku pun jadi bingung lihat cara ayah memberi apresiasi. Ada apa sebenarnya, Ayah?” celetuk isterinya Pak Leo Candra, sembari makan.“Kalian tau apa tentang perusahaan?!” tukas Pak Leo Candra dengan dingin. “Asal kalian tau, pencapaian perusahaan sampai saat ini. Itu semua atas dedikasi kerja dia yang all out.”“Tapi yang bekerja kan bukan dia saja, Ayah. Banyak yang memberi andil…
Yeah…! Siang itu, ada yang merasa bersalah, setelah mengayuh biduk kenikmatan. Aditya dan Safira sudah kembali ke rumah. Aku menyambut kedatangan mereka berdua. Aku langsung memeluk Safira, sambil mencubit pinggangnya. Aditya pun membiarkan aku dan Safira saling berpelukan.“Gimana, seru gak tadi malam?!” bisikku menggoda.Tentu Safira tahu, kalau aku menggodanya telah melewatkan malam pertamanya itu. Wajahnya merona merah. Safira pun melontarkan senyum bahagianya dan memelukku erat-erat. Dia ciuminya pipiku.“Dahsyat! Makasih ya Ana,” bisik balik Safira. “Kamu telah membuatnya serba indah. Aku suka itu.”Aditya tersenyum kecut, curi dengar gurauanku. Dia jengah juga dengan godaanku. Apalagi dia terbayang apa yang telah dia dan Safira lakukan untuk melewatkan malam pertamanya itu. Siapa gak jengah, kalau kedua isteri sendiri yang bahas soal kehebohan senggama dirinya.“Ehem…enak dikau, tegang
Bagi orang yang menikah, tentu yang dinanti-nantikan adalah soal malam pertama. Malam pertama itu begitu sakral. Gimana pengantin baru melewati malam pertamanya? Apakah biasa-biasa saja, atau ingin dapat moment indah yang dapat dikenang seumur hidup? Sudah tentu, aku tidak biarkan Aditya dan Safira melewatkan malam pertamanya dengan biasa-biasa saja dan berlalu tanpa kesan. Aku sudah siapkan tempat istimewa buat mereka. Untuk itu, aku telah booking kamar unique suite di Putri Duyung Resort. Aku minta pihak wedding organizer untuk mempersiapkan segalanya, termasuk dekorasi tata ruang interior dan eksterior cottage tempat menginap. Aku ingin buat suasana yang berkesan romantis buat Aditya dan Safira. Pilihanku tepat di Putri Duyung Resort. Land scape Putri Duyung Resort begitu mempesona dan menarik sekali. Apalagi posisi tepat antara pemandangan hutan tropis yang teduh dan nyaman di tepi pantai teluk Jakarta yang eksotis dan di pinggir danau Kawasan Taman Impian Jaya Ancol. So pasti,
Sabtu siang itu, aku cukup puas lihat aula kantor urusan agama ramai oleh pengunjung yang diundang khusus menghadari akad nikah Aditya dan Safira, termasuk para tetangga di komplek perumahan tempatku tinggal. Tidak sedikit di antaranya yang menggeleng-gelengkan kepala dan salut padaku. Mereka sangat memuji tindakan dan ketulusanku membiarkan suami nikah lagi untuk yang kedua kalinya atas prakarsaku. Mana ada cewek di dunia yang rela dan tulus berbagi ranjang dengan cewek lain. Apalagi calon mempelai wanitanya itu pilihan isteri pertama itu sendiri. Aku dan dibantu panitia yang telah dipersiapkan oleh WO yang aku sewa dengan gembira menyambut para undangan di depan pintu masuk aula.
Pagi itu, suasana kantor sungguh hening, lain dari biasanya. Biasanya suasana kantor penuh dengan keceriaan. Maklum perubahan pimpinan biasanya membawa suasana baru juga. Karyawan pada menahan diri, wait and see. Walau mereka sebenarnya tidak ingin mengubah suasana kekeluargaan yang sudah terbangun selama ini. Mereka sudah terbiasa dengan etos kerja kekeluargaan, di mana mereka sudah merasa perusahaan merupakan bagian kehidupannya. Rasa memiliki mereka begitu kuat, hingga perusahaan bisa besar seperti sekarang ini. Mereka tidak ingin suasana kantor jadi kaku dan membosankan. Mereka tidak ingin dijadikan seperti robot, diperah saat dibutuhkan dan dibuang setelah tak produktif lagi.Mereka sedikit kuatir, karena mereka tahu pimpinan baru merupakan jebolan Singapura. Mereka pun takut pola kerja yang dibawa, sama dengan pola kerja yang berkembang di Singapura. Pekerja dipandang seperti robot, hingga kehilangan a sense of humanity. Apakah Cano sebagai direktur