Ketika Dea, Donna dan Anggi sibuk meributi kabar yang disampaikan Anton, Anton menyempatkan diri menoleh memandang Andrew, sembari memainkan matanya, memberi tanda misinya sudah termakan oleh Dea, Donna dan Anggi.
“Oke, Dea, Anggi, Donna aku sudah menyampaikan apa yang aku tau pada kalian. Maksudku menyampaikan ini, memang demi kepentingan temanku, Andrew. Dia tidak ingin kehilangan Ana, maka dengan terpaksa dia mengutarakan hal ini pada kalian. Padahal masalah ini sangat sensitif dan pribadi sekali serta tidak layak untuk dikonsumsi publik. Tapi Andrew itu sudah banyak berkorban untuk menyenangkan Ana. Wajar kalau diapun tidak ingin dicampakkan begitu saja oleh Ana. Sebagai temannya, maka kamipun tidak rela kalau Andrew itu dipermainkan begitu oleh Ana.”
“Oke Anton, terima kasih atas cerita kamu ini. Tapi awas kalau kamu dengan sengaja menyebar cerita bohong, maka jangan panggil namaku Dea kalau tidak dapat membuat perhitungan denganmu!!!
Ternyata Dea, Anggi dan Donna benar-benar mulai melaksanakan rencana kejinya untuk menyebarkan gosip samen love diriku dengan Andrew di pemondokan. Mula-mula mereka mengembangkan cerita di antara teman satu jurusannya, di kalangan anak-anak sastra. Pada awalnya cerita samen love diriku di sanggah oleh beberapa orang, terutama mereka yang sudah mengenal diriku. Akan tetapi dengan kepiawaian Dea, Donna dan Anggi meyakinkan mereka, bahwa mereka punya saksi yang mengetahui secara detail soal hubunganku dengan Andrew di pemondokan. Dibeberkan juga bagaimana Andrew mau mencuci pakaianku dan CD diriku. Itu dilakukan Andrew karena saking sayangnya Andrew padaku. Makan saja kami sudah sepiring berdua, bahkan tidak jarang kami dipergoki telah sekamar. Ditambah lagi berita syurku tersebut dibumbu-bumbui dengan hebatnya, sehingga mau tidak mau mereka setengah tidak percaya menjadi termakan juga oleh gosip tersebut. Tega-teganya mereka mengarang cerita keji seperti itu… Masya Allah!!!
Aku merasa lega melihat Andrew mau meninggalkan kamar pemondokanku. Tapi rasanya aku semakin tidak nyaman berada di pemondokanku ini. Aku malah teringat rumahku di kampung, sehingga ada keinginan kuat untuk segera pulang kampung. Aku ingin menjauhkan diri dari lingkungan yang membuatku merasa tertekan. Termasuk terhadap Adityapun pupus harapanku. Aku seperti tidak punya muka lagi berhadapan dengan Aditya. Aku tak yakin Aditya mampu menepis gosip murahan yang sangat mendeskreditkan diriku tersebut.Sepeninggal Andrew dan tanpa sepengetahuannya aku berkemas dan segera meninggalkan pemondokanku tersebut pulang kampung. Kebetulan Ratna sangat pengertian padaku, atas bantuannya aku dapat meninggalkan pemondokan tanpa diganggu oleh Andrew lagi.Andrew marah besar begitu dia tau diriku sudah meninggalkan pemondokan. Dia langsung menjumpai Ratna.“Ratna, mengapa kamu tidak memberitahukanku Ana pulang kampung?”Begitu Ratna lihat Andrew marah pad
Perasaan Aditya langsung tersentuh, begitu dengar Safira menyinggung kondisi diriku sekarang ini, maka dia langsung berusaha memencet tombol Hpnya, menghubungi Hpku. Berulang kali dia memencet tombol Hpnya, tapi berulang kali nada tidak aktif terdengar dari Hpku. Aditya menjadi bingung setengah mati. Dia tidak tau bagaimana cara menjumpai atau menghubungi diriku kini. Untuk menjumpai diriku dipemondokannya dia tidak berani, mengingat pesanku melarangnya dengan keras untuk datang kepemondokannya. Mengingat hal ini, terlintas di benak Aditya pikiran buruk tentang hubungan antara laranganku dengan gosip itu, sehingga menimbulkan keragu-raguan Aditya. Tapi Aditya berusaha menepis pikiran buruk tersebut.“Hp Ana tidak aktif Fir,” ucap Aditya lemah.“Sudahlah, nanti aku bantu kamu cari tau tentang Ana. Aku akan menjumpai Ana dan akan bicara dari hati ke hati untukmu Dit.”“Terima kasih Fir, kamu sungguh baik padaku.”&l
Pulang Kampung. Sesampainya di rumah aku lihat ibuku sedang duduk, sembari melipat pakaian yang baru saja diangkatnya dari jemuran. Akupun langsung membenamkan wajahku ke pangkuan ibuku. Tangisku langsung meledak di pangkuan ibuku. Ibuku mengelus rambutku dengan lembutnya. Dia cukup paham akan tabiatku. Memang kebiasaanku kalau sedang tertekan langsung membenamkan wajahku di atas pangkuan ibuku. Dibiarkannya aku menangis sepuasnya, agar aku menumpahkan seluruhnya ganjalan yang menyumbat dadaku. Setelah tangisku reda dan dadaku tidak sesak lagi, baru ibuku mulai bertanya padaku.“Ada apa nduk, kok kamu begitu sedih…?”Masih dalam dekapan ibuku, aku menghapus sisa-sisa air mata yang mengalir di pipiku, sembari mengadu akan deritaku.“Aku difitnah orang Bu.”“Fitnah bagaimana maksudmu, nduk?”“Masa aku digosipin kumpul kebo dengan Andrew di pemondokan.”“Tapi kamu
“Hai Ana, kapan sampai? Kok tak memberi kabar padaku kalau kamu mau pulang?” tanyanya, sembari menyandarkan motornya.“Huh… tak aku beritaupun kamu sudah tau aku berada di rumah, gitu. Aku lihat kamu seperti memiliki indra keenam ya Gie? Atau kamu pakai paranormal untuk memantau keberadaanku ya?” sidirku.“Huuu, kamu mengada-ngada saja Ana… Emangnya aku dukun apa?” balas Gilang.“Kaliiii.”“Kalau aku dukun sudah aku buat kamu jadi isteriku dari dulu-dulu Na.”“Tak uk,uk, yaouuu…”“Eh, ngomong-ngomong tumben kamu pulang ke kampung di saat begini, ini pasti ada apa-apanya nih?” tanya Gilang mengalihkan pembicaraan, sembari duduk di sampingku.Aku terdiam begitu Gilang menyinggung perasaanku, aku lantas membuang pandanganku jauh ke lembah bukit, ke arah perkampungan di bawah sana.Perubahan rona wajahku tak luput dari per
“Tenang Drew, peluangmu masih terbuka untuk mendapatkan Ana,” ujar Joni.Semangat Andrew kembali bangkit, begitu dia dengar dirinya masih berpeluang mendapatkan diriku, menurut Joni.“Peluang bagaimana Joni?” tanya Andrew dengan antusias.“Huh!!! Giliran dibilang masih punya peluang langsung bersemangat. Dasar babudung,” dengus Anton.“Iya ini Andrew, giliran terjepit ketakutan kayak tringgiling,” timpal Raka.“Tenang kawan. Andrew kan teman kita, ya nggak?” sela Joni, sembari menepuk-nepuk bahu Andrew. “Nah, kewajiban kita untuk membantu memuluskan harapannya, ya nggak?”“Bantu, ya bantu. Tapi kalau bantu membawa celaka, lain ceritanya. Bayarannya pun ya harus mahal juga, setimpal dong dengan usaha yang dilakukan,” celetuk Raka.“ Tenanglah kawan, masalah bayaran itu kecil. Jangan takut, aku tanggung beres nanti,” tukas Andrew.
Safira dapat membaca kesedihan hati Aditya dari roman wajah Aditya yang mengkerut. Aditya merasa bersalah tidak mampu bertindak selayaknya, sebagai orang yang sangat dekat dengan diriku, bisik Safira.“Tapi dari hasil pembicaraanku dengan Widya dan Cinthya, aku lihat dibalik gosip yang beredar ini, kelihatannya ada konspirasi untuk mendeskreditkan dan mempermalukan Ana,” sambung Safira.Aditya terperangah dengar omongan Safira. Dia tidak duga ada orang yang setega itu untuk menjatuhkan harga diri diriku. Makanya dia langsung menoleh menatap tajam Safira, ingin tau kelanjutan dari perkataan Safira.“Di sini ada persekongkolan dengan maksud tidak baik terhadap Ana maupun dirimu.”“Maksudmu Fira?”“Ada dua pihak yang berkepentingan di balik penyebaran gosip ini. Satu pihak menginginkan Ana menyingkir dari sisimu dan satu pihak lagi menginginkan Ana jatuh dalam perangkap dirinya.”&
“Sorry Gie, jika pertanyaanku ini menyinggung perasaanmu. Ternyata Gilang yang kocak dapat juga merasakan sedih, ya!”“Tidak apa-apa Ana. Inilah masalahku. Aku terlalu banyak menghabiskan waktuku hanya untuk hura-hura, sehingga kuliahku menjadi tercecer. Belum lagi kedua orang tuaku sekarang ini sering sakit-sakitan. Sebagai orang batak, kamu kan tau sendiri. Aku sebagai anak pertama tentu sangat diharapkan sebagai penerus keluarga. Untuk itu, mereka sangat mengharapkan aku segera menikah. Orang tuaku sangat berharap dapat menimang cucu dariku,” ujar Gilang dengan serius. Ternyata dia bisa juga serius.“Lha, masalah kedua kan mudah kamu lakukan, bukannya kamu sudah menjalin hubungan dengan Nania. Kawin saja kalian, kan beres. Kalau masalah pertama, maka kamu harus lebih serius belajar. Nah, kalau kamu sudah terikat dalam ikatan suami-isteri dengan Nania, tentu sifatmu yang suka hura-hura, main cewek dan jalan akan terkendali. Kamu bisa leb
Jum’at pagi. Aku pun berkemas-kemas untuk persiapan mengikuti acara family gathering yang diadakan oleh perusahaan tempatku bekerja. Safira pun bantu aku menyiapkan kebutuhanku untuk mengikuti acara family gathering.“Fira, aku minta kamu ya yang mengurus segala kebutuhan Aditya,” godaku pada Safira, sambil melemparkan pantatku ke sisi tempat tidur. Aku pun memandang Safira yang sedang menata pakaianku ke dalam koper. “Selama aku pergi. Aku serahkan sepenuhnya hak atas Aditya padamu…”“Iya, iya…aku yang melayani Aditya. Semuanya ditanggung beres deh soal itu. Puas kamu?” balas Safira. Dia pun berkacak pinggang, sambil menatapku. Senyum simpul pun menghias wajahnya. Yeah, aku lihat sorot matanya, balas menggodaku. Aku tau apa yang ada di benak Safira. Apalagi kalau bukan keinginannya untuk main enjot-enjotan dengan Aditya.“Ih, itu maumu, bukan?” aku kembali menggodanya, sambil mencekal lengannya
“Ah, sial…!” umpatku dalam perjalanan pulang dari kantor. Pikiranku terus terganggu oleh penampakan batang tongkat Cano tadi. Pemandangan mesum tadi pagi terus menghiasi benak pikiranku. “Memang gila Cano itu, Ah!” gumamku kembali. Jantungku berdetak kencang, hingga arus sirkulasi darahku pun jadi tak terkendali. Kepalaku pun jadi pusing. Apalagi, munculnya kedutan di tengah selangkanganku. Yeah…! Aku tahu berahiku bangkit. Makanya aku ingin cepat sampai di rumah. Aku minta Aditya juga buru-buru pulang. Aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin Aditya menetralisir darahku yang bergejolak deras dan sudah memenuhi batang otakku. Dalam perjalanan pun tanganku jadi nakal. Berulang kali, tanganku menyentuh area sensitifku. Aku ingin pelepasan. Untungnya ada suara klakson mobil menyadarkanku, akan bahaya di depanku telah mengintaiku. Aku berusaha menepis pikiran mesum dari benak pikiranku dan fokus menyetir mobil. Sebagai teman perjalanan, aku setel radio F
Wow, ada penampakan…! Bola mataku langsung terbelalak lebar, gitu lihat pemandangan yang luarbiasa ada di hadapanku. Aku pun segera menutup mulutku yang terbuka lebar. Mulutku pun jadi terkunci dan tak bisa berkata sepatah katapun. Malah hatiku tergelitik ingin tahu. Mataku terus ingin lihat pemandangan yang menggetarkan jiwaku itu. Aku lihat tubuh Annya begitu putih mulus dan sempurna bagi seorang cewek. Aku lihat juga Annya begitu menikmati goyangannya. Tangannya pun meremas-remas bukit kembarnya sendiri di antara desah dan deru nafasnya yang meluncur bebas dari bibirnya. Sementara, Cano terus menyemangati Annya untuk terus menggerakkan pinggulnya. Darahku berdesir. Aku pun jadi hanyut ingin menikmati pemandangan yang mengusik berahiku juga. Wajahku jadi merona merah lihat permainan Cano dan Annya. Tubuhku pun jadi panas-dingin. Selangkanganku terasa berdenyut juga. Apalagi aku lihat batang tongkat Cano yang panjang dan besar yang menantang itu. Aku lihat berbeda dengan mil
Cano sudah memperhitungkan salah satu cara untuk bisa dekat dengan Ana. Untuk itu dia bungkus dengan logika yang wajar. Sebagai pimpinan perusahaan yang baru tentu butuh chemistry dengan organisasi perusahaannya. Cano pun ingin menunjukkan bentuk apresiasi kebersamaan dalam perusahaan terhadap para karyawan dan keluarga, maka PT. Camerro Investment Solutions akan mengadakan family gathering. Gathering juga merupakan suatu cara untuk bersama-sama rileks sejenak dari kepadatan rutinitas kerja dan menjalin keakraban satu sama lain sehingga terbangun suasana yang kondusif untuk perusahaan.Untuk mewujudkan rencananya, Cano suruh Annya untuk buat proposal acara Family Gathering. Annya senang hatinya dengar Cano akan mengadakan acara family gathering keluarga besar perusahaan. Artinya, mereka akan bersenang-senang dan dia akan lebih dekat lagi dengan Cano. Annya pun dengan cekatan menyusun proposal yang diminta dengan petunjuk Cano itu sendiri. Tak butuh waktu lama, proposal itu te
Malam itu, Pak Leo Candra dinner di rumah. Dia di dampingi oleh anak dan isterinya untuk menyantap makan malamnya. Momen ini dimanfaatkan oleh Jesica untuk menyampaikan nota protesnya. Sementara, Robert memilih diam dan tidak ikut campur masalah perusahaan. Dia memang awam dengan urusan perusahaan. Bukan passion dia soal perusahaan investasi.“Ayah! Mengapa Mardiana itu ayah bagi saham segala? 7,5 persen itu gak sedikit, Ayah…” seru Jesica “Aku sebagai anak ayah sangat keberatan soal itu.”“Iya Ayah! Aku pun jadi bingung lihat cara ayah memberi apresiasi. Ada apa sebenarnya, Ayah?” celetuk isterinya Pak Leo Candra, sembari makan.“Kalian tau apa tentang perusahaan?!” tukas Pak Leo Candra dengan dingin. “Asal kalian tau, pencapaian perusahaan sampai saat ini. Itu semua atas dedikasi kerja dia yang all out.”“Tapi yang bekerja kan bukan dia saja, Ayah. Banyak yang memberi andil…
Yeah…! Siang itu, ada yang merasa bersalah, setelah mengayuh biduk kenikmatan. Aditya dan Safira sudah kembali ke rumah. Aku menyambut kedatangan mereka berdua. Aku langsung memeluk Safira, sambil mencubit pinggangnya. Aditya pun membiarkan aku dan Safira saling berpelukan.“Gimana, seru gak tadi malam?!” bisikku menggoda.Tentu Safira tahu, kalau aku menggodanya telah melewatkan malam pertamanya itu. Wajahnya merona merah. Safira pun melontarkan senyum bahagianya dan memelukku erat-erat. Dia ciuminya pipiku.“Dahsyat! Makasih ya Ana,” bisik balik Safira. “Kamu telah membuatnya serba indah. Aku suka itu.”Aditya tersenyum kecut, curi dengar gurauanku. Dia jengah juga dengan godaanku. Apalagi dia terbayang apa yang telah dia dan Safira lakukan untuk melewatkan malam pertamanya itu. Siapa gak jengah, kalau kedua isteri sendiri yang bahas soal kehebohan senggama dirinya.“Ehem…enak dikau, tegang
Bagi orang yang menikah, tentu yang dinanti-nantikan adalah soal malam pertama. Malam pertama itu begitu sakral. Gimana pengantin baru melewati malam pertamanya? Apakah biasa-biasa saja, atau ingin dapat moment indah yang dapat dikenang seumur hidup? Sudah tentu, aku tidak biarkan Aditya dan Safira melewatkan malam pertamanya dengan biasa-biasa saja dan berlalu tanpa kesan. Aku sudah siapkan tempat istimewa buat mereka. Untuk itu, aku telah booking kamar unique suite di Putri Duyung Resort. Aku minta pihak wedding organizer untuk mempersiapkan segalanya, termasuk dekorasi tata ruang interior dan eksterior cottage tempat menginap. Aku ingin buat suasana yang berkesan romantis buat Aditya dan Safira. Pilihanku tepat di Putri Duyung Resort. Land scape Putri Duyung Resort begitu mempesona dan menarik sekali. Apalagi posisi tepat antara pemandangan hutan tropis yang teduh dan nyaman di tepi pantai teluk Jakarta yang eksotis dan di pinggir danau Kawasan Taman Impian Jaya Ancol. So pasti,
Sabtu siang itu, aku cukup puas lihat aula kantor urusan agama ramai oleh pengunjung yang diundang khusus menghadari akad nikah Aditya dan Safira, termasuk para tetangga di komplek perumahan tempatku tinggal. Tidak sedikit di antaranya yang menggeleng-gelengkan kepala dan salut padaku. Mereka sangat memuji tindakan dan ketulusanku membiarkan suami nikah lagi untuk yang kedua kalinya atas prakarsaku. Mana ada cewek di dunia yang rela dan tulus berbagi ranjang dengan cewek lain. Apalagi calon mempelai wanitanya itu pilihan isteri pertama itu sendiri. Aku dan dibantu panitia yang telah dipersiapkan oleh WO yang aku sewa dengan gembira menyambut para undangan di depan pintu masuk aula.
Pagi itu, suasana kantor sungguh hening, lain dari biasanya. Biasanya suasana kantor penuh dengan keceriaan. Maklum perubahan pimpinan biasanya membawa suasana baru juga. Karyawan pada menahan diri, wait and see. Walau mereka sebenarnya tidak ingin mengubah suasana kekeluargaan yang sudah terbangun selama ini. Mereka sudah terbiasa dengan etos kerja kekeluargaan, di mana mereka sudah merasa perusahaan merupakan bagian kehidupannya. Rasa memiliki mereka begitu kuat, hingga perusahaan bisa besar seperti sekarang ini. Mereka tidak ingin suasana kantor jadi kaku dan membosankan. Mereka tidak ingin dijadikan seperti robot, diperah saat dibutuhkan dan dibuang setelah tak produktif lagi.Mereka sedikit kuatir, karena mereka tahu pimpinan baru merupakan jebolan Singapura. Mereka pun takut pola kerja yang dibawa, sama dengan pola kerja yang berkembang di Singapura. Pekerja dipandang seperti robot, hingga kehilangan a sense of humanity. Apakah Cano sebagai direktur