Pertanyaan itu melintas di pikiran Kenaya. Merasa anaknya memang dapat merasakan kehadiran papanya. Hal itu membuat Kenaya berpikir untuk segera memberitahu Kean. “Ke,” panggil Kenaya. Kean segera menegakkan tubuhnya ketika Kenaya memanggilnya. “Ada apa?” Dia menatap Kenaya. “Aku ingin memberitahu.” Kenaya memberanikan diri untuk mengatakan semua pada Kean. Dia tidak mau terus menunda mengatakan pada Kean. “Tentang apa?” Kean menatap Kenaya lekat. “Tentang—” Baru saja Kenaya hendak bicara, tiba-tiba harus terhenti karena suara ponsel Kean berbunyi. “Sebentar.” Kean merogoh ponselnya di dalam saku celannya. Mengecek siapa yang menghubunginya. Terpaksa Kenaya mengurungkan niatnya untuk mengatakan kenyataan jika anak yang berada di dalam kandungan adalah anak Kean. Saat melihat layar ponselnya, Kean mendapati jika yang dilihatnya adalah sang mommy. Dengan segera dia mengangkat sambungan telepon tersebut. “Halo, Mom.” Kean menyapa sang mommy di seberang sana. “Ke, kamu sudah pul
Enam bulan lalu,“Aku akan tinggal di sini denganmu.” Kenaya mengangguk ketika Kean memintanya untuk tetap tinggal. Dia ingin mengabulkan permintaan Kean untuk terakhir kalinya, sebelum dia akan menikah dengan pria pilihan papanya. Kean memang mengajak Kenaya untuk jalan-jalan ke pantai sejak pagi. Setelah matahari terbenam, mereka berniat untuk kembali. Namun, setelah Kenaya menjelaskan jika akan menikah dengan pria lain, Kean ingin menghabiskan waktu bersama Kenaya. Mereka berdua duduk di pinggir pantai seraya memandangi langit malam. Kean dan Kenaya saling menggandeng tangan sambil deburan ombak berlarian mencapai tepian. “Berjanjilah kamu tidak akan datang ke pesta pernikahanku. Aku tidak akan sanggup melihatmu jika kamu ada di pesta pernikahanku.” Kenaya takut jika dia akan goyah ketika Kean datang ke pesta. Tangisnya pasti akan pecah ketika bersanding dengan pria lain. Kean menghembuskan napasnya. Dia sendiri tidak yakin untuk datang. Bagaimana bisa dia melihat wanita yang d
Kenaya juga bingung. Namun, tubuhnya sudah basah kuyup. “Tidak apa-apa.” Kenaya pun setuju. Kean segera beralih pada resepsionis. “Saya pesan.” Resepsionis segera melakukan transaksi. Kemudian memberikan accesscard kamar pada Kean. Kean segera mengajak Kenaya untuk masuk ke kamar hotel. Kebetulan kamar mereka ada di lantai dua. Jadi mereka harus naik lift lebih dulu. Tepat di depan kamar hotel, Kean menempelkan access card. Saat pintu terbuka, kamar terlihat gelap. Kean masuk lebih dulu dan segera menyalakan lampu dengan access card yang dibawanya. Kenaya mengekor di belakang Kean dengan tubuh yang mulai kedinginan. “Sebaiknya kamu mandi dulu pakai air hangat. Agar tidak kedinginan.” Kean tidak tega melihat Kenaya yang tampak kedinginan sekali. “Baiklah.” Kenaya segera berbelok ke kamar mandi. Membersihkan tubuhnya dan menghangatkan dengan air hangat. Di saat Kenaya ke kamar mandi, Kean memilih segera membuka bajunya. Bajunya basah jadi dia harus membukanya agar karpet di kamar
Kean segera memiringkan tubuhnya. Menatap Kenaya dengan lekat. Dia begitu terkejut ketika mendengar apa yang diucapkan Kenaya. Selama ini dia sudah menjaga Kenaya dan tidak menyentuhnya, tetapi dengan entengnya gadis itu meminta hal itu padanya. “Apa kamu sadar apa yang kamu katakan?” Kean masih tidak pikir apa yang dikatakan Kenaya. “Aku sadar.” Suara Kenaya bergetar. Tangisnya yang nyaris keluar, berusaha ditahannya. “Aku tidak bisa bayangkan bagaimana bisa aku melakukan dengan orang lain dan orang itu tidak aku cintai.” Sayangnya, semakin dia berusaha keras menahan tangis, tetap saja. Kean jelas tidak rela jika Kenaya melakukannya dengan orang lain. Membayangkan saja Kean tidak sanggup. Namun, menjadi orang pertama yang menyentuh Kenaya adalah hal berat untuknya. Janjinya pada sang mommy untuk tidak melakukan di luar norma selalu diingatnya. Jika dia melakukan itu pada Kenaya, artinya dia melanggar janjinya pada sang mommy. “Sepertinya kamu memang sudah rela aku dimiliki orang
Enam bulan lalu,“Aku telat datang bulan.” Kenaya melihat kalender yang berada di kamarnya. Niatnya untuk melihat tanggal pernikahan besok, justru membuatnya melihat jadwal datang bulannya yang ditandai dengan spidol merah. Mendapati terlambat datang bulan, Kenaya segera pergi ke apotek. Dia harus melihat apakah dia hamil atau tidak. Setelah mendapatkan alat tes kehamilan Kenaya segera pulang. Besok pagi, dia akan mencoba alat tes kehamilan tersebut. Pagi harinya, sebelum pergi ke kota di mana calon suaminya tinggal, dia mengecek dengan alat tes kehamilan. Memastikan lebih dulu jika dia benar-benar hamil atau tidak.Kenaya menggunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan. Setelah itu dia menunggu alat tes kehamilan. Sesaat kemudian dengan penuh keberanian, Kenaya melihat hasilnya. Alangkah terkejutnya Kenaya ketika melihat jika ternyata alat tes kehamilan menunjukan dua garis merah. Hancur sudah dia mengetahui jika dirinya hamil. “Aku harus apa?” Kenaya benar-benar bingung. Besok ad
“Orang tua Jerick melarangnya untuk menyentuhku. Agar darah Jerick tidak bercampur dengan darahmu yang ada pada anakmu. Sayangnya, saat Jerick ingin menuntaskan hasratnya dia memaksa aku melakukannya dengan ….” Kenaya menggantung ucapannya malu mengatakannya. “Dengan apa?” Kean begitu ingin tahu apa yang dilakukan Kenaya untuk menuntaskan hasrat Jerick. “Tangan dan mulut.” Kenaya menjawab lirih. Tangisnya kembali terisak mengingat hal itu. “Aku tidak suka melakukan itu, karena itu terkadang Jerick kesal dan memukul aku. Kadang dia memberikan rokok yang masih menyala ke tanganku. Meluapkan kekesalannya.” Dia mencoba menjelaskan pada Kean. Akhirnya terjawab juga bagaimana bekas luka rokok bisa di tangan Kenaya. Kean memeluk Kenaya. “Terima kasih sudah berjuang.” Kean tahu pasti tidak mudah untuk Kenaya. Pukulan-pukulan itu pasti sangat menyakitkan. “Aku janji akan menjagamu.” Kean tidak akan pernah melepaskan dan membiarkan Kenaya sendiri lagi. Apalagi setelah perjuangan Kenaya. Ken
Kean tersenyum. Tampak saudara kembarnya duduk di ruang keluarga bersama daddy-nya. Dari arah dapur, mommy-nya keluar dengan membawa makanan. Tampak juga Ailee-iparnya juga ikut keluar juga dari dapur. Hal pertama yang dilakukannya adalah menghampiri sang mommy. “Apa kabar, Mom?” Kean menautkan pipi di pipi sang mommy. “Mommy kurang baik karena anak mommy tidak pulang-pulang.” Mommy Freya menyindir anaknya itu. Kean tersenyum. Dia merasa mommy-nya sedang kesal dengannya.“Aku sudah bilang bukan jika Kean sibuk.” Daddy El membela sang anak. “Iya, aku sibuk.” Kean menghampiri daddy dan saudara kembarnya yang duduk di sofa. Lean langsung membantu saudaranya itu duduk. Kean yang masih menggunakan tongkat memang ke mana-mana masih berjalan dengan tongkat. “Tetap saja kamu harus ke sini. Menengok mommy.” Mommy Freya mendengkus kesal. “Iya, nanti aku akan ke sini.” Kean memilih mengalah. Dari pada bertengkar dengan mommy-nya. Lean, Ailee, dan Daddy El hanya tersenyum ketika Kean memi
“Jika senyum-senyum seperti itu, pasti dia berkirim pesan dengan wanita.” Ailee menggoda. Kean menelan salivanya ketika sang ipar menggodanya seperti itu. Dia seketika takut. Takut sang mommy curiga dengannya.“Kamu berkirim pesan dengan Aurora?” Mommy Freya langsung menebak. “Iya, aku berkirim pesan dengan Aurora.” Akhirnya Kean pun mengiyakan ucapan sang mommy. Membuat sang mommy tidak curiga padanya. “Memang kalian membicarakan apa?” Mommy Freya bersemangat sekali. Ingin tahu apa yang membuat anaknya tersenyum-senyum. Sudah lama sekali dia tidak melihat senyum sang anak. Jadi dia ingin sekali tahu. “Itu urusan anak muda. Bagaimana bisa kamu ingin tahu.” Daddy El menegur sang istri. “Benar kata daddy.” Kean merasa beruntung sang daddy mengatakan hal itu. Mommy Freya hanya bisa menekukkan bibirnya. Namun, sesaat kemudian dia sudah baik-baik saja. Merasa jika tidak masalah tidak tahu apa yang dibicarakan Kean dan Aurora. Yang penting adalah kini anaknya sudah bisa move on. Maka
Akhirnya mereka sampai di bandara. Mereka semua langsung pulang ke rumah masing-masing. Kenaya masih ikut ke rumah Daddy El dan Mommy Freya. Mengambil barang-barangnya di rumah Mommy Freya dan Daddy El. Sewaktu tingal di sana, Kenaya dibelikan baju dan keperluannya. Jadi Kenaya berniat membawanya ke rumah kediaman Adion. Kean pun ikut juga pulang ke rumah orang tuanya. Karena belum mau pulang ke apartemen. Apalagi di apartemen sendiri. “Ingat, jangan curi-curi masuk ke kamar Kenaya!” Mommy Freya memberikan ancaman pada Kean. “Iya, Mom.” Kean benar-benar kesal. Sang mommy benar-benar curigaan sekali padanya. Kenaya hanya tersenyum tipis. Kean tampak lucu ketika marah.Akhirnya semua masuk ke kamar masing-masing. Mereka harus beristirahat karena baru saja melakukan perjalanan jauh. Apalagi Kean. Dia baru kembali ke rumah setelah di penjara selama hampir sebulan. Kean masuk ke kamarnya. Menjatuhkan tubuh di tempat tidur. Seenak-enaknya tempat tidur hotel, tetap tempat tidur rumah sen
Kenaya dan Gemma segera mengalihkan pandangan untuk melihat berita yang ditujukkan oleh Anka. Berita itu dikeluarkan oleh salah satu akun gosip di salah satu media sosial. Alangkah terkejutnya keduanya melihat berita yang dibacanya itu. Berita yang menurut mereka di luar akal sehat. “Sekarang Kak Kean jadi artis, lihatlah dia jadi bahan berita.” Anka tertawa.Berita itu menujukan foto Kean saat wawancara di depan pengadilan. Berita dengan judul pria pemberani itu membuat Kenaya, Anka, dan Gemma hanya bisa menggeleng kepala.Keandre Marvin Adion adalah cucu dari keluarga konglomerat Adion. Sebuah perusahaan kontraktor terbesar di negeri. Tak hanya itu Adion adalah pemilik perumahan mewah serta beberapa apartemen di kota. Sebagai cucu keluarga kaya itu baru saja menggegerkan publik dengan aksinya menyelamatkan wanita yang dicintai. Kasusnya bergulir dengan begitu panas. Namun, di tengah kasus itu, publik justru terkagum-kagum dengan pria yang biasa dipanggil Kean itu. Karena parasnya
“Kak Kean tidak boleh dekat-dekat dengan Kak Kenaya.” Anka menyeringai. Mengingat apa yang dikatakan Mommy Freya tadi. “Kalian menyebalkan sekali. Bukan begitu juga artinya. Yang tidak boleh itu jika dekat-dekat hanya berdua saja. Kalau ada kalian bukan masalah.” Kean mencoba menjelaskan pada adiknya itu. Karena sang adik salah tafsir. “Memang apa bedanya. Sama saja. Intinya Kak Kean tidak boleh dekat-dekat dengan Kak Kenaya.” Anka masih dengan pikirannya. “Kamu ini.” Kean kesal juga. Adiknya itu tidak mengerti-mengerti dengan penjelasannya. Ailee dan Gemma hanya menahan tawa. Anka memang seperti itu. Keras kepala sekali. “Kamu mau apa ke sini?” Kenaya menatap Kean. Dia tahu jika Kean pasti punya alasan mendekatinya. “Tidak. Aku hanya ingin memandangi kamu saja.” Kean tersenyum. Dia memang tidak berniat apa-apa. “Mommy, Kak Kean merayu Kak Kenaya.” Anka yang melihat apa yang dilakukan Kean langsung melapor. “Dasar tukang lapor!” Kean benar gemas dengan Anka. Karena tidak mau s
“Kenaya.” Kean memanggil Kenaya. Kenaya membungkukkan sedikit badannya. “Aku meminta maaf sebesar-besarnya karena sudah membuat keributan sebesar ini. Membuat kalian dirugikan dan membuat kalian semua malu.” Air mata Kenaya tak tertahan lagi. Jatuh wajah cantiknya. “Kamu memang adalah orang yang paling bersalah dalam hal ini!” Grandpa Bryan menatap Kenaya. Semua orang langsung menatap ke arah Grandpa Bryan. Mereka semua benar-benar terkejut ketika mendengar jika Grandpa menyalahkan Kenaya. Kenaya yang tertunduk berusaha untuk menahan tangisnya lebih deras. “Sayang.” Grandma Shea langsung menarik tangan Grandpa Bryan yang asal sekali bicara. Dia takut Kenaya merasa terluka dengan apa yang dikatakan suaminya. “Jika kamu merasa bersalah, maka berikan ganti rugi yang setimpal untuk kami.” Grandpa Bryan melanjutkan kembali ucapannya. “Sayang, jangan seperti itu, kasihan Kenaya.” Grandma Shea terus mengingatkan sang suami. Dia takut Kenaya semakin tertekan dengan apa yang dikatakan s
“Namanya juga anak muda.” Grandpa Bryan dengan entengnya menjawab. Dia menyesap teh yang berada di cangkirnya. “Dad, aku juga pernah muda, tapi aku melakukannya saat sudah menikah.” Mommy Freya masih merasa jika yang dilakukan Kean tidak mencerminkan anak muda. “Sabarlah.” Grandpa Felix mencoba menenangkan anaknya. Grandpa Felix ikut menyesap teh hangat pesanannya. “Aku heran Kean itu sifatnya itu menurun dari siapa. Benar-benar berbeda dengan aku dan El.” Mommy Freya masih meluapkan kekesalannya. “Apa jangan-jangan Daddy dan Papa punya gen nakal yang menurun pada Kean?” Mommy Freya menatap papa dan mertuanya. Grandpa Bryan dan Grandpa Felix seketika langsung tersedak ketika mendapati pertanyaan itu. Grandpa Regan, Grandpa Erix, Grandma Shea, Grandma Chika, Grandma Selly, dan Grandma Lyra tersenyum. Mereka tahu pasti kelakuan dua casanova itu di jaman muda. Bisa jadi memang Kean menurun dari keduanya. Perpaduan keduanya. “Kamu ini, sembarangan saja menuduh.” Grandpa Felix langsu
Kean membulatkan matanya. Tidak menyangka jika ternyata kamar sepupunya itu terhubung dengan kamar Kenaya. Lalu untuk apa dirinya susah payah keluar masuk untuk menghindari orang tuanya. “Kenapa tidak mengatakan sejak tadi?” Kean mendengkus kesal.“Kamu tidak tanya.” Gemma menatap malas. Dengan segera Kean ke kamar sebelah. Menemui sang kekasih hati. “Jangan ganggu aku!” Sebelum menutup pintu kembali, dia memberikan peringatan pada adik-adiknya itu. “Awas, nanti Kak Kenaya hamil lagi!” Anka kembali memberikan peringatan. “Berisik.” Kean segera menutup pintu. “Anka, Gemma.” Kenaya memanggil. Dia yang baru saja dari kamar mandi mendengar suara. Namun, alangkah terkejutnya ketika melihat Kean yang berada di sana. “Kenapa kamu di sini?” tanya Kenaya. Kean tidak menjawab apa-apa. Dia langsung memeluk Kenaya. Ada rindu yang terselip dalam pelukan itu. Rindu yang tidak bisa disalurkan selama di dalam penjara. “Aku merindukanmu.” Berada di dalam pelukan Kenaya, membuat Kean jauh lebih
“Baik, Mom.” Kean mengangguk. “Ayo, Kak. Kita ke kamar.” Rigel menatap Kean. Kean mengangguki. Dia akan tinggal satu kamar dengan Rigel. Jadi dia harus pergi bersama Rigel.Mommy Freya dan Daddy El pun segera masuk ke kamar mereka. Disusul dengan keluarga lain. Mereka juga ikut masuk ke dalam kamar masing-masing. Tersisa Kenaya, Kean, Rigel, Anka, dan Gemma. “Kamu tinggal di kamar mana?” Kean menatap Kenaya. “Aku di kamar ini.” Kean mengangguk-anggukkan kepalanya. Kalau begitu istirahatlah.” Kean membelai lembut pipi Kenaya. “Baiklah.” Kenaya mengangguk. Mereka masuk ke kamar masing-masing. Kean yang masuk ke kamar pun segera membersihkan tubuh. Kebetulan keluarganya sudah membawakan pakaian, jadi dia ingin mengganti pakaian tersebut. Kean menjatuhkan tubuhnya ketika selesai mana. Dia merasakan nikmatnya tempat tidur. Sudah sekian lama dia tidak merasakan empuknya kasur. Di penjara dia hanya beralaskan karpet tipis. Dinginnya lantai penjara pun harus ditahannya. “Ternyata kel
“Baiklah.” Kean akhirnya setuju untuk bertemu dengan Jerick. “Mom, Dad, Naya. Aku pergi dulu.” “Ke, untuk apa kamu menemui pria itu.” Kenaya langsung bereaksi. Dia tidak rela jika Kean bertemu dengan Jerick. Dia takut terjadi apa-apa dengan Kean. “Tenanglah. Aku akan baik-baik saja.” Kean berusaha meyakinkan Kenaya. “Ke, sudahlah lupakan saja. Dari pada kamu kenapa-kenapa.” Mommy Freya pun ikut bereaksi. Benar-benar takut jika Kean kenapa-kenapa. “Jangan khawatir, Mom. Aku baik-baik saja.” Akhirnya Kean menutup kembali pintu mobil. Kemudian ikut dengan pengacara Jerick untuk bertemu dengan Jerick. Mereka ke ruang tunggu pengadilan. Pengacara mempersilakan Kean untuk masuk sendiri. Saat masuk tampak di ruangan hanya Jerick saja. Kean segera duduk tepat di depan Jerick. “Aku tidak menyangka jika kamu adalah mantan kekasih Kenaya.” Jerick masih belum bisa menerima jika Kean adalah mantan Kenaya. Apalagi dia adalah ayah dari anak yang pernah dikandung Kenaya. “Sepertinya memang Tuh
“Terdakwa Jerick Arkan terbukti melakukan kekerasan rumah tangga. Memukul wajah, menjambak rambut, mencekik leher, dan tanpa sengaja membuat korban Kenaya Audria terjatuh, hingga membuat korban keguguran. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga, sebagaimana dalam dakwaan kesatu subsidiari dan Tindakan Pidana kekerasan Psikis dalam Rumah Tangga sebagai dalam dakwaan kedua. Menjatuhi pidana Terdakwa dengan pidana penjara lima tahun dikurangi selama terdakwa ditahan.” Hakim membacakan putusan pada Jerick. Kenaya menangis mendengar putusan itu. Walaupun mungkin putusan itu baginya kurang, tetapi itu lebih baik dibanding melihat Jerick bebas dari penjara. Mommy Freya memeluk Kenaya. Merasa bersyukur akhirnya Jerick dihukum sesuai dengan perbuatannya. Usaha mereka selama ini paling tidak sia-sia karena Jerick akhirnya di penjara. Jerick pun segera dibawa keluar dari ruang persidangan setelah mendapatkan keputusan dari hakim.