Adam hanya bisa menekuk kedua alisnya, ia sangat kasihan pada Keyla. Ia tak menyangka sebelumnya, ternyata ini yang selama ini membuatnya murung mungkin tempat ini adalah tempat kenangan Keyla saat bersamanya. Lalu kenapa dia menembak seseorang yang sangat dicintainya? Apa mungkin nanti ia tanyakan sendiri pada Will, tapi apakah Will tidak akan curiga dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut dengan gadis itu."Keyla! Aku gak mau melihat kamu sedih. Aku hanya ingin kamu tersenyum, jangan menyalahkan dirimu atas apa yang sudah terjadi. Berhentilah menghukum diri sendiri!" Teriak Adam menghela napas lalu menatap Keyla segan sambil memegang tangannya.Keyla menatapnya. "Aku, apa aku bisa memaafkan diriku sendiri? Setelah apa yang sudah aku lakukan terhadapnya."Adam mengangkat alis. "Tentu saja, lagi pula dia sudah jauh darimu. Cobalah memaafkan dirimu sendiri, dan buka lembaran hidup yang baru bersama orang-orang terdekatmu dan aku.""Tapi, bukankah sudah terlambat. Kita akan mati di
Ibu Keyla menunggunya di ruang tamu. "Sudah pulang, gimana seru kencannya?""Nanti aja bahasanya. Mama aku mau istirahat.""Baiklah." Keyla terlihat sangat lelah, ia ke kamar mandi, mencuci wajahnya lalu tidur. "Keyla aku sungguh mencintaimu, maukah kamu menikah denganku?" tanya Adam sambil membuka kotak kecil yang berisi cincin. Keyla akan menerima lamarannya. Tiba-tiba saja Mexsi datang, menghancurkan acara lamaran itu.Mexsi menggandeng tangan Keyla. "Jika kamu tidak jadi milikku, maka kita harus mati bersama.""Apa maksudmu Mexsi?" tanya Keyla yang di bawa pergi ke tengah jalan.Mobil truk lewat. Mexsi menahannya di sana lalu ...."Aaaaa!" Teriak Keyla.Tengah malam Keyla terbangun, ia mengelus dadanya sendiri. "Menakutkan, kenapa harus bermimpi seperti itu." Ia mengatakannya dengan mata tertutup lalu tertidur kembali.Pagi hari ia sudah bersiap-siap untuk ke kampus, ibunya menyiapkan sarapan untuknya sebelum berangkat bekerja. Keyla merasakan apa yang dulu dirasakan kakaknya Kay
Adam menurunkan tangannya, Keyla melotot menatapnya. Lalu gadis itu memalingkan wajahnya, tentu saja ia sangat malu terhadap lelaki itu. Adam keluar terlebih dahulu dari mobil, tentu saja Keyla ikut keluar langsung lari tanpa bicara sepatah katapun dari Adam."Kenapa dia tiba-tiba lari, padahal aku hanya ingin." Adam menyentuh bibirnya sendiri lalu tersenyum manis. 'Kali ini jidatmu yang aku cium, lain kali pasti kudapatkan bibirmu.' Pikir Adam tersenyum sendiri berjalan ke ruang dosen.Mahasiswa yang lain saat ini sedang mengucapkan selamat pagi padanya, mendapatkan jawaban "pagi juga" sambil tersenyum tipis. Karena suasana hatinya saat ini sedang bagus, tentu saja semua gadis yang memberinya salam ikut tersenyum dan kegirangan haus kasih sayang. Adam tidak menyadari bahwa salah satu di antara anak didiknya ada yang sampai kejang-kejang bahkan pingsan, yang ia tahu ialah baru saja mencium jidat lebar gadis itu, rasanya sangat manis. Padahal kan tak ada rasanya sama sekali, tapi bagin
Ibunya bertanya pun sampai tak dijawab oleh Keyla, gadis itu hanya terlihat cepat-cepat pergi ke suatu tempat. Ibunya hanya menggelengkan kepalanya sifat putrinya yang plin-plan menjadikannya sedikit ragu akan pilihannya sendiri, sebelum itu Adam sudah meminta izin pada ibu Keyla. Jam berapa pun putrinya pergi, Adam meminta tolong biarkan saja. Karena lelaki itu sudah tahu kemana tujuan Keyla yang sebenarnya, Keyla tiba di pantai Ancol. Membeli karcis lalu berjalan masuk, awalnya ia berjalan dengan sangat santai. Namun, saat melihat jam hampir sebelas malam tepat ia memutuskan lari. Ia terus menengok ke kiri dan ke kanan, Mencari keberadaannya. Setelah lelah dan ragu akan pilihannya, Keyla muak pada dirinya sendiri lalu ia menjatuhkan dirinya ke pasir putih yang cukup kasar."Apakah dia akan datang?" tanya Adam bicara pada diri sendiri. Sesekali Adam memandang ke sisi pantai lain sambil melamun, tiba-tiba matanya terpaku pada orang berbaju biru muda yang berjalan lewat tepat di depan
Kedua bola mata Keyla membulat alisnya terangkat, ketika ia berhenti mengunyah makanannya. Ia tersedak, Adam langsung bangkit memberinya minum dan pergi ke samping Keyla. Menepuk-nepuk bahunya pelan. "Sekarang sudah baikan?" tanya Adam merasa sangat khawatir padanya.Keyla mengangguk, Keyla menumpukkan tangan di atas meja. "Jadi, sekarang kamu sedang memainkan peranmu dengan serius?"Adam berpikir sejenak. "Sudah lama aku memikirkan semalaman suntuk, aku berjanji pada diriku sendiri untu tidak menjadikan perasaan sebagai candaan.""Maksud kamu?" "Aku sungguh menyukaimu Keyla," kata Adam meraih tangan Keyla, ditempelkan di dadanya yang cukup datar. Tak sempat Keyla berkata-kata, Adam mulai mengangkat mulutnya kembali. "Berdegup kencang bukan? Kau merasakannya?" tanya Adam menatapnya dengan penuh perasaan.Keyla menundukkan kepalanya. Bingung harus menjawab apa, di satu sisi ia merasakan gugup saat bersama Adam. Rasanya mungkin ia telah jatuh hati padanya, tapi di sisi lain. Ia takut ji
Keyla terkejut bukan main, ketika mendengar kata demi kata dari mulut seorang Tino? Benarkah dia Tino yang selama ini ia kenal? Keyla terdiam, hanya bisa terdiam rasa kejutnya belum sepenuhnya hilang."Gue mohon banget sama lo. Kalau ada masalah jangan lari, kalau lo merasa masalah itu cukup berat untuk dilalui sendiri. Gue siap jadi tameng buat lo, dan yang lain pun siap untuk menjadi senjata. Menumpas masalah yang lo hadapi, mari hadapai bersama?" Tino melanjutkan kata-katanya yang belum usai. Keyla hanya terlihat bingung, kali ini bukan Tino yang kebingungan sendiri tapi dirinya sendiri. Kabut hitam disekelilingnya seakan-akan memudar, lambat laun menghilang. Ia mulai menatap wajah Tino dengan jelas, ekspresi wajah lelaki itu sedikit berubah. Kedua alis ditekuk, keningnya sedikit berkerut, menatap serius ke dalam kedua matanya.Tino mengeluarkan kata-kata yang membuat hati Keyla sedikit tersentuh, bukan hanya sedikit bahkan ia hampir meneteskan air matanya. Ucapannya sungguh tulus
Keyla dan Tino terkejut, keduanya sampai berhenti bergerak beberapa detik, bahkan keduanya menahan napas. Siapakah yang akan keluar, apakah kuntilanak, atau pocong. Suasana semakin hening dan menegangkan, ketika lampu di atas kepala mereka secara tiba-tiba mati hidup. Berkedip-kedip berulang kali, kini Tino memegang lengan Keyla. Gadis itu dibuat risih olehnya, ketegangan keduanya semakin menjadi. Yang keluar dari pintu pertama tangannya lalu kepalanya, dan wajahnya putih pucat. "Aaaaa!" Mereka berdua berteriak bersama. Tino langsung tumbang, terguling-guling di lantai yang sedikit condong ke bawah. Sehingga membuat tubuh Tino berguling. "Aduh! Berisik banget sih kalian," kata Ibu Keyla menatap putrinya."Mama, kukira hantu, lagian malam-malam begini pakai masker wajah. Yang warna putih lagi. Lampu juga mati, lalu lampu diluar juga sangat mendukung," balas Keyla sambil menatap ke samping, Tino telah lenyap."Cari siapa?" tanya Ibunya memperhatikan."Tino, cowok jail yang sukanya bik
Keyla masih menatap foto itu, lambat laun kelopak matanya terasa sangat berat, ia menjatuhkan dirinya ke tempat tidur. Lalu tertidur pulas, klontang, klontang. Keyla terbangun, tapi tidak membuka matanya. Ia mencari ponselnya, melihat layar ponselnya sudah jam enam lewat tiga puluh menit. Suaranya itu sungguh berisik, sampai mengganggu tidurnya. Berkat itu ia tidak bangun kesiangan, duduk sebentar mengambil handuk lalu pergi mandi.Ia turun ke bawah, terdengar suara bariton seorang lelaki dari sana. Suara yang paling enek sedunia. "Selamat pagi Keyla," ucap Tino sedang membantu ibu Keyla menyiapkan sarapan."Pagi," jawab Keyla cukup tenang, ia duduk di meja makan."Pagi sayang," kata ibunya baru saja kembali dari pasar."Pagi juga Mah, habis dari mana?" tanya Keyla mengambil gelas dan diisi susu putih."Habis dari pasar, katanya Tino mau bikin nasi goreng buat sarapan. Yaudah Mama pergi ke pasar," jawab ibunya Keyla.Keyla mendesis. "Terus Mama kasih izin dia buat masak?" Keyla menunj
Kepala Keyla sulit sekali bergerak, ia tak mampu menengok ke belakang. Ia berjanji tidak akan menangis lagi, tetapi sulit baginya berhenti. Lelaki itu melingkarkan tangannya pada tubuh Keyla, lalu mendekapnya tanpa ragu dari belakang."Kau jahat sekali, kenapa berpura-pura tidak mengenaliku?" tanya Mexsi menopang dagunya di atas pundak Keyla. "Kau tahu aku begitu menderita, setiap hari harus meminum obat dan melupakan semua hal tentangmu." "Ba .. gaimana mungkin, kau mengingatku kembali. Harusnya kau tetap melupakanku, Mexsi!" Jerit Keyla dengan wajah sedih."Itu kah maumu?" tanya Mexsi mundur selangkah. Keyla tetap tidak berani berbalik, apalagi menatap wajahnya. "Baik kalau begitu, aku pergi .... "Keyla tiba-tiba saja memegang lengannya sambil menunduk, tangannya bergerak sendiri tanpa meminta izin pada pemiliknya. "Aku ... Aku takut menembakmu, aku sangat takut kehilanganmu.""Tatap mataku, Keyla," kata Mexsi. Gadis itu hanya dapat menggeleng. "Kubilang tatap mataku, Keyla!" Teri
Tina dan Ino terdiam sesaat, mereka berharap kalau Keyla tidak memikirkan perkataan Tino. Mereka meyakini jika sampai percaya maka apa yang akan terjadi pada sahabatnya, tiba-tiba saja Keyla berdiri, menatap segan ke arah Tino. "Keyla mau ke mana?" tanya Ino pelan."Keyla, di sini aja ya. Gak usah dengerin apa yang barusan Tino bilang, kita kan tahu kalau dia suka bercanda. Dan selalu membangkitkan emosi kita, iya kan Ino?" kata Tina melirik pelan ke arah Ino."Oh iya haha." Ino sedikit tertawa sambil memukul pelan pundak Tino.Selama ini Mexsi yang menemani Kayla dalam keadaan sesulit apapun, bahkan sampai detik-detik terakhirnya saja. Mexsi mampu membuat bahagia di masa sulitnya, apakah Keyla menyadari hal itu. Tentu saja, Keyla sangat memahami hubungan mereka berdua. Satu hal lagi yang belum Keyla tahu. "Gue sama Mexsi udah saling benci pada saat usia kanak-kanak."Tina langsung bertanya. "Apa penyebab kalian saling membenci?"Ino dan Tino hanya menatap ke dalam mata Keyla sambil m
Hanyut dalam dekapan ibu Ino membuat Keyla semakin tak sanggup menahan air matanya. Cukup lama ia menahannya, terbendung sudah hampir meluap keluar. Air matanya mengalir deras turun melewati pipinya yang kini memerah, ia tidak tahu kalau selama ini ia butuh dipeluk oleh seseorang dalam keadaannya yang sedang mencari informasi terkait kematian kakaknya.Ibu Ino berniat menceritakan sedikit tentang semasa hidup Kayla, waktu itu di mana geng Sarah menghancurkan usahanya. Sebagai ibu pemilik kantin di sekolah Ino dulu, Ibu Ino melepaskan pelukannya. Menatap Keyla yang saat ini sedang mengusap air matanya. "Kakakmu Kayla adalah gadis yang sangat baik, dia sangat berjasa bagi kami." Tiba-tiba saja ibu Ino membahas tentang kakaknya."Benarkah?" Kedua bola mata Keyla berbinar-binar saat mengatakannya."Tentu saja, Kayla maju digaris paling depan. Saat kantin kami sedang diobrak-abrik oleh Sarah dan teman-temannya, Kayla sempat terluka dia tidak menyerah sedikit pun. Demi membantu kami, dia sa
Ibunya mendongak ke atas menatap wajah putranya. "Aku tahu betul, jika tangan Bunda bergetar seperti ini. Artinya Bunda berbohong, apakah sangat sulit bagi Bunda memberitahuku yang sebenarnya?" tanya Mexsi masih tetap memegang tangan ibunya."Bunda sudah memesan tiketnya, lebih baik kita bergegas. Nanti ketinggalan pesawat.""Cukup Bunda!" Mexsi sedikit meninggikan suaranya, tapi masih dalam batas wajar. Ia melangkah pergi ke depan pintu."Mau kemana?" tanya ayahnya yang baru saja sampai di depan pintu."Ayah, cegah dia Yah. Mexsi kita mau pergi, dia tidak ingin ikut bersama kita kembali ke Singapura. Ayo Ayah cegah dia," kata istrinya merasa ketakutan yang amat sangat dalam.Suaminya menggeleng. "Biarkan saja.""Apa maksud Ayah?""Biarkan saja Mexsi tinggal dan melanjutkan studynya di sini."Mexsi berhenti melangkah, membulatkan matanya, menengok ke arah ayahnya sedang bicara. Ternyata ayahnya malah memilih membela dirinya ketimbang ibunya sendiri. Selama ini, ayahnya selalu tunduk d
Puk. Sekotak kecil menimpa kepalanya, sampai Mexsi mengelus kepalanya beberapa kali tanpa bersuara. Kotak kecil itu patah, sehingga terlihat isinya sedikit. Ia memegang kotak itu lalu memperhatikannya dengan seksama, nampak tidak asing baginya. Ia mengambil buku diary ingin membuka selembar kertas. "Mexsi!" Jerit ibunya dari luar kamar. Mexsi sampai menjatuhkan buku diary milik kakaknya, ia jongkok mengambil buku diary itu. Ibunya langsung merebut buku itu darinya, ia mengangkat kedua alisnya."Bunda kembalikan, buku diary itu milikku." Pinta Mexsi merengek dengan sedikit bergurau."Nggak, mulai detik ini, buku diary ini. Milik Bunda," jawab ibunya tersenyum masam."Kenapa begitu?" Mexsi menaikan sebelah alisnya karena tak terima buku itu tiba-tiba diambil ibunya."Gak usah banyak tanya, kalau kamu mau buku diary ini. Maka kembalilah ke Singapura, Bunda pasti memberikannya padamu." Ibunya melangkah pergi dari sana setelah mengatakannya.Mexsi hanya terdiam sambil memikirkan segala ke
"Biar gue tarik kata-kata gue waktu itu, beres kan?" jawab Keyla lalu bertanya padanya."Bisa gak, jangan egois. Ambil keputusan secara sepihak begitu, kita.""Kenapa, kenapa, nyawa kalian bisa dalam bahaya jika terus bareng gue. Kalian tahu sendiri kan, ayah gue udah jadi korban. Dan gue gak mau kehilangan lagi, gue mohon sama kalian jangan pedulikan untuk kali ini saja, jangan menoleh. Cukup berpaling aja," ungkap Keyla yang bersungguh-sungguh takut kehilangan lagi.Tina dan Ino terdiam sesaat, lalu Tina maju selangkah menujunya. "Terus lo pikir kita juga mau gitu kehilangan sahabat kita lagi?""Kenapa kalian sampai segitunya, harusnya kalian gak usah melakukan hal ini.""Karena kita ini sahabat," jawab Ino dengan tersenyum sambil menutup matanya."Huaaaa!" Keyla menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Tina dan Ino kembali saling pandang, mereka memeluk Keyla bersamaan. Mereka menumpahkan kesedihan, kerinduan, serta persahabatan menangis bersama di sana. Beberapa saat Ino menghapus a
Para pelayan itu kembali setelah beberapa saat, Mexsi mulai bingung dengan dirinya sendiri. Terkejut dengan apa yang baru saja ia pesan, ternyata makanan itu sama dengan apa yang dipesan gadis itu. Tapi makanan itu sangat familiar untuknya, rasanya ia sudah pernah memberikan makanan itu pada seseorang tetapi siapa?Keyla bukan tanpa sebab memilih berada di lestoran itu, ia merindukan sahabatnya yaitu Ino berada di sana. Tanpa gadis itu sadari Ino telah berada dihadapannya, duduk di sana sembari terus memperhatikannya.Mexsi sedang mengunyah makanannya, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Ia menoleh dengan santai, setelah mengetahui siapa orang itu ia tetap melanjutkan makan. "Gue cari lo kemana-mana ternyata lo ada di sini, lagi enak makan lagi. Bla, bla." Dito ngedumel dengan seribu bahasanya.Dirasa cukup lelah membacot sendirian, akhirnya ia memilih duduk memesan minum. Kembali menatap wajah Mexsi. "Udah makannya kan?" tanya Dito sambil menyeruput segelas kopi hangat."Iya,"
"Iya Keyla, maksudku kanker itu kantong kering," jawab Dito sedikit membekap mulutnya sendiri. Terdengar cekikikan kecil di sana. Keyla mengerutkan keningnya. "Aku mau beli bunga buat dimakam, masalahnya aku gak bawa uang. Gimana ya?" lanjutnya kembali melirik Keyla dengan penuh harap.Tanpa berpikir panjang Keyla langsung mengambil dompetnya dari dalam tas selempangnya. Ia mengeluarkan beberapa sejumlah uang dari sana, memberikannya pada lelaki itu tentu saja sudah mengerti Dito tak mau mengambilnya. "Apa lagi, masalahnya?" tanya Keyla sedikit geram.Dito malah melangkah dengan cepat memegang tangan Keyla. Entah kenapa Mexsi merasa kesal setengah mati, ketika melihat Dito memegang tangan gadis itu. "Bisa tolong pilihkan, aku gak paham caranya memilih bunga yang bagus. Aku mohon banget sama kamu. Bantu aku untuk kali ini aja ya, ya." Dito mengatakannya dengan penuh harap. Dengan amat sangat terpaksa Keyla mengangguk. "Emang kamu mau ziarah ke makam siapa?""Kak Morgan, terus aku sam
Dito meraih daun pintu mobilnya, lalu menyuruh Mexsi masuk ke dalam. Ia langsung tancap gas, ditengah perjalanan menancap rem sampai tubuh Mexsi sedikit terpental ke depan. Lelaki itu menatapnya sinis, sedangkan Dito menoleh ke belakang dengan mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanya Mexsi sedikit kesal dibuatnya."Gue baru inget Mexsi," selorohnya dengan nada sombongnya."Inget apaan?" Kembali bertanya dengan menaikan sebelah alisnya."Mau pergi ke mana?""Ck," Mexsi berdecak heran. "Mangkannya tanya dulu, cari aja di Maps. Makam terdekat taman indah buana," katanya melipat kedua tangannya di atas dada."Oke!" Mereka kembali melanjutkan perjalanannya.Sesampainya mereka di tempat tujuan. Dito turun dari balik pintu mobil, ia mulai sigap membukakan pintu mobil untuk Mexsi. Kenapa demikian? Mexsi berpikir jika Dito tak membukakannya pintu nanti akan disuruh masuk kembali. Seperti kejadian di waktu yang lalu, saat mereka berada di Singapura. Ingatan Mexsi tajam mengenai hal itu, tapi ia