Mexsi sampai di depan rumahnya. Menuruni motor, bergegas masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk. Ibunya menyapa tapi putranya hanya menengok sebentar, lari ke atas kamarnya.
Ibu Mexsi hanya ingin memberi tahu bahwa salah satu temannya sedang menunggunya di sana. Tapi yasudahlah! Mungkin putranya sudah mengetahui hal itu. Ibunya melanjutkan menonton kartun kesukaannya Spongebop, maklum masih jadi film terfavorit sampai sekarang.
Cklek! Membuka pintu. Menurunkan tasnya. Membuka tasnya, mengambil sebuah buku yang Mexsi beli tadi di toko. Membuang tasnya ke arah sofa yang berada di ujung kamarnya, terdengar suara dari sana.
"AAAWS!"
Mexsi terkejut bukan main saat mengetahui Tino berada di kamarnya. Tas yang ia lempar tak sengaja mengenai kepala Tino, ia menepuk jidatnya sendiri.
"Ngapain si lo di sini? Lagian ko bisa nyokap gue izinin lo masuk ke kamar gue. Tanpa se-izin pemiliknya lagi?" Me
Follow sebelum membaca. Komen, kritik, saran dan Like. Agar author makin semangat nulisnya. Ditunggu ya. See you, next part ➡️
Duduk santai dimeja makan, Kayla sarapan hanya memakan sebagian roti selai kacangnya. Bukan, mungkin makan sedikit sekali. Ibu Kayla tidak bisa tinggal diam melihat keadaan putrinya terus seperti ini, takut jika terbaring sakit lagi.Ibu Kayla memberikan kantung plastik berwarna putih. Dihadapannya.Kayla tergelak, mengulurkan sebelah tangan dan menyentuh kepala. Menggaruk-garuk kepalanya heran, tak harus menunggu lama. Ia membuka dan melihat apa isi di dalam kantung plastik yang berada dihadapannya."Kayla harus meminum vitamin ini, setiap hari mulai sekarang," ucap ibunya."Apa Mama bilang, vitamin?" mulutnya membulat menatap ibunya kosong. "Buat apa Mah? Aku baik-baik aja. Aku sehat ko, gak ah, apa kata teman aku nanti."Kayla langsung menolak. Ia menyingkirkan kantung plastik itu dari hadapannya.Ibunya cemberut. "Yaudah malu aja sama teman kamu, berarti kamu lebih pil
Kayla tercengang. Jantungnya terasa berhenti berdebar. Napasnya tercekat. Ia tidak percaya pada pendengarannya. Apa yang dikatakan Dokter Mala tadi? "Apa katamu?" tanya ibunya juga ikut terperanjat. "Tapi, aku juga tidak menginginkan putrimu menderita karena sakitnya. Aku minta maaf... " Dokter Mala menjelaskan dengan nada pasrah. Ibu Kayla sudah tidak mampu berkata-kata. Dokter Mala hanya bisa memeluk dan mencoba menenangkan pikirannya. Kaki Kayla mendadak lemas. Ia memutar tubuh dan harus bersandar di tembok supaya tidak jatuh. Apa yang dikatakan Dokter mala tadi... ? Penyakit... ? Kanker darah? Merasa pusing seakan-akan seluruh darah di tubuhnya terserap keluar. Tangannya dingin dan selain itu Kayla tidak merasakan apa pun. Bahunya tegang, dadanya berat sekali. Paru-parunya tidak mau berfungsi. Ia tidak bisa bernapas. Kepalanya terasa berat. Tida
Kelas begitu sepi. Pada hal sebentar lagi bel masuk akan segera berbunyi, tidak ada siapa pun di sana. Kayla tahu betul hari ini bukan tanggal merah, tidak libur. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kah telah terjadi sesuatu? Aneh sekali benar-benar aneh... Kayla menarik gagang pintu kelas. Membuka pintu perlahan. Pertama yang masuk menjulurkan kepala terlebih dahulu, menengok ke berbagai arah. Kedua bola mata memutar ke sana kemari. Aman... gadis itu melangkahkan kaki kanannya. "Happy birthday, Kayla." teriak semua orang yang berada di kelas. Tina membawakan kue. Kayla hampir saja meniup lilinnya yang lain tersenyum, sampai membuatnya tersenyum bahagia dan terharu. Tina menjauhkan kue darinya. "Buat permintaan dulu dong." Kayla sedikit cemberut, sebelum membuat permintaan ia mencari sesuatu. Ke mana perginya lelaki itu? Sudahlah, jika dia hadir pasti akan memb
Sudah berapa lama ia berdiri di sini? Menikmati kesunyian dan kesendiriannya. "Sudah gue duga lo akan datang, kemari." Suara itu memecahkan kabut hitam disekeliling Kayla. Ia mengangkat wajah dan menoleh dengan cepat. Napasnya tercekat ketika mendapati Mexsi berdiri di sampingnya. Kayla terpana. Apakah ia sedang bermimpi? Mungkin saja. Mexsi menatapnya dengan mata yang lembut, tersenyum kepadanya sama seperti senyuman Morgan... sangat disukainya. Lalu Mexsi mengulurkan tangan kanannya dan membelai lembut kepala Kayla. Gadis itu bisa merasakan sentuhan tulusnya. Ternyata ini bukan mimpi. Mexsi sungguh ada di sampingnya, tersenyum kepadanya, berbicara kepadanya. "Lo tahu... gue hampir mati, jika gue gak segera menemukan lo?" ungkap Mexsi sambil menghembuskan napas. "Gue hampir kehabisan napas, karena lelah mencari." Begitu mendengar lelaki itu dan mendengar suaranya, mendadak saraf Kayla kembali bekerja. Berbagai sentuhan perasaan memban
Malam dipenuhi bintang. Terdapat bulan sabit di atas sana, indah sekali. Sungguh malam yang sangat sempurna, akan menyesal jika Kayla harus menolak ajakan Mexsi. Namun, dia yakin. Semakin dekat dengan Mexsi semakin merasakan perasaannya, perasaan yang dipendam terlalu dalam, hampir meluap keluar. Jam 19.00. Terdengar suara derem knalpot motor Mexsi yang berderu-deru. Seketika menghancurkan lamunan Kayla, menengok ke jendela. Mexsi sudah berada di depan pintu, sebelum mengetuk pintu. Pintu terbuka, terlihat gadis cantik memakai dres berwarna merah muda. Rambutnya terurai. Warna bibirnya sungguh menggoda, merah muda alami. "Ehem... " ibu Kayla mendehem. Keduanya terkejut menatap ibu Kayla. "Jadi, kamu berlama-lama di dalam kamar... ini alasannya. Merias diri karena akan pergi deng- "Sebelum ibunya membongkar dirinya yang berhias cukup lama, dan sebelum membuat kedu
Mexsi menelpon ke sekolah. Ia menunggu di sana, membeli kacamata hitam dan memakai topi. Tino merasa kehausan, meminta pada Mexsi. Merasa kasihan lelaki itu pergi mencari minum untuk Tino. Belum lama Mexsi pergi seorang gadis dari kejauhan berlari ke arah Tino. Tino terkesiap kaget, gadis itu berada dihadapannya. Kini pertanyaannya berubah bukan tentang Mexsi. Tetapi gadis yang menghampirinya diparkiran. Wajahnya benar-benar mirip dengan Kayla, tapi dia tahu betul gadis itu terbaring lemah di rumah sakit, kepala Tino bagai dihantam beton. "Where are you going?" tanya gadis itu. "I'm stupid and speechless indonesia," jawab Tino apa adanya. Sangat menjelaskan bahwa ia tidak bisa berbahasa asing. "Hahah... dari indonesia?" gadis itu sedikit tertawa. Hanya satu anggukan pelan. "Lo gak bilang bisa bahasa Indonesia, tapi bahasa inggris gue bagus kan?"
Satu bulan berlalu... berlarut dalam kesedihan, Mexsi berubah menjadi seperti dulu lagi. Diam, dingin, cuek dan pemarah. Tino akhirnya bertobat sebagai raja jail, Ino dan Tina turut bahagia tentang perubahan Tino tapi tidak dengan Mexsi. Jika ada yang mengganggu, amarah Mexsi meledak. Sampai Tino takut menyapanya, meski duduk bersebelahan lelaki itu seperti duduk sendirian. Mexsi pergi ke tempat yang pernah didatanginya bersama Kayla. Begitu banyak kenangan meski sedikit waktu yang diberikan, kenangan gadis itu akan selalu tetap tinggal di dalam hatinya. Mengambil air minum melamun, makan melamun, bahkan sedang bicara dengan ibunya tetap melamun. Ibunya hanya bisa mencoba memberi pengertian, namun putranya tidak berubah sama sekali. *** Pelajaran akan segera dimulai, Padil akan menutup pintu kelas tiba-tiba seseorang menahan pintu. Ia masuk ke dalam, pak Selamet melotot melihatnya. Si
Hari minggu. Bagi kebanyakan orang hari minggu adalah hari santai, istirahat dan bersenang-senang. Berbeda dengan Mexsi, jam empat sore. Ia sudah ada di sana, di Taman. Duduk di atas bangku taman. Tangan kanannya memegang foto. Foto tentang ia, kakanya dan juga Kayla. Lucu sekali, jika mereka berdua masih hidup pasti adik kaka itu akan saling merebutkan cinta gadis yang mereka sayangi. Takdir sudah menentukan jalannya sendiri, kini hanya mengikuti ke mana takdir itu akan membawanya. Jika Kayla datang ke sana setiap hari minggu. Berbeda dengan Mexsi. Setiap kali pulang sekolah, ia akan menyempatkan diri ke taman itu. Berharap dapat terus mengingat hari di mana kisah cintanya di mulai, sampai pergi tak pernah kembali. "Gue boleh duduk disamping lo?" tanya Will. Pertanyaan Will membuat Mexsi sedikit terkejut. Lelaki itu menoleh menatap Will sebentar mengangguk. "Gue gak pernah nyangka, g
Kepala Keyla sulit sekali bergerak, ia tak mampu menengok ke belakang. Ia berjanji tidak akan menangis lagi, tetapi sulit baginya berhenti. Lelaki itu melingkarkan tangannya pada tubuh Keyla, lalu mendekapnya tanpa ragu dari belakang."Kau jahat sekali, kenapa berpura-pura tidak mengenaliku?" tanya Mexsi menopang dagunya di atas pundak Keyla. "Kau tahu aku begitu menderita, setiap hari harus meminum obat dan melupakan semua hal tentangmu." "Ba .. gaimana mungkin, kau mengingatku kembali. Harusnya kau tetap melupakanku, Mexsi!" Jerit Keyla dengan wajah sedih."Itu kah maumu?" tanya Mexsi mundur selangkah. Keyla tetap tidak berani berbalik, apalagi menatap wajahnya. "Baik kalau begitu, aku pergi .... "Keyla tiba-tiba saja memegang lengannya sambil menunduk, tangannya bergerak sendiri tanpa meminta izin pada pemiliknya. "Aku ... Aku takut menembakmu, aku sangat takut kehilanganmu.""Tatap mataku, Keyla," kata Mexsi. Gadis itu hanya dapat menggeleng. "Kubilang tatap mataku, Keyla!" Teri
Tina dan Ino terdiam sesaat, mereka berharap kalau Keyla tidak memikirkan perkataan Tino. Mereka meyakini jika sampai percaya maka apa yang akan terjadi pada sahabatnya, tiba-tiba saja Keyla berdiri, menatap segan ke arah Tino. "Keyla mau ke mana?" tanya Ino pelan."Keyla, di sini aja ya. Gak usah dengerin apa yang barusan Tino bilang, kita kan tahu kalau dia suka bercanda. Dan selalu membangkitkan emosi kita, iya kan Ino?" kata Tina melirik pelan ke arah Ino."Oh iya haha." Ino sedikit tertawa sambil memukul pelan pundak Tino.Selama ini Mexsi yang menemani Kayla dalam keadaan sesulit apapun, bahkan sampai detik-detik terakhirnya saja. Mexsi mampu membuat bahagia di masa sulitnya, apakah Keyla menyadari hal itu. Tentu saja, Keyla sangat memahami hubungan mereka berdua. Satu hal lagi yang belum Keyla tahu. "Gue sama Mexsi udah saling benci pada saat usia kanak-kanak."Tina langsung bertanya. "Apa penyebab kalian saling membenci?"Ino dan Tino hanya menatap ke dalam mata Keyla sambil m
Hanyut dalam dekapan ibu Ino membuat Keyla semakin tak sanggup menahan air matanya. Cukup lama ia menahannya, terbendung sudah hampir meluap keluar. Air matanya mengalir deras turun melewati pipinya yang kini memerah, ia tidak tahu kalau selama ini ia butuh dipeluk oleh seseorang dalam keadaannya yang sedang mencari informasi terkait kematian kakaknya.Ibu Ino berniat menceritakan sedikit tentang semasa hidup Kayla, waktu itu di mana geng Sarah menghancurkan usahanya. Sebagai ibu pemilik kantin di sekolah Ino dulu, Ibu Ino melepaskan pelukannya. Menatap Keyla yang saat ini sedang mengusap air matanya. "Kakakmu Kayla adalah gadis yang sangat baik, dia sangat berjasa bagi kami." Tiba-tiba saja ibu Ino membahas tentang kakaknya."Benarkah?" Kedua bola mata Keyla berbinar-binar saat mengatakannya."Tentu saja, Kayla maju digaris paling depan. Saat kantin kami sedang diobrak-abrik oleh Sarah dan teman-temannya, Kayla sempat terluka dia tidak menyerah sedikit pun. Demi membantu kami, dia sa
Ibunya mendongak ke atas menatap wajah putranya. "Aku tahu betul, jika tangan Bunda bergetar seperti ini. Artinya Bunda berbohong, apakah sangat sulit bagi Bunda memberitahuku yang sebenarnya?" tanya Mexsi masih tetap memegang tangan ibunya."Bunda sudah memesan tiketnya, lebih baik kita bergegas. Nanti ketinggalan pesawat.""Cukup Bunda!" Mexsi sedikit meninggikan suaranya, tapi masih dalam batas wajar. Ia melangkah pergi ke depan pintu."Mau kemana?" tanya ayahnya yang baru saja sampai di depan pintu."Ayah, cegah dia Yah. Mexsi kita mau pergi, dia tidak ingin ikut bersama kita kembali ke Singapura. Ayo Ayah cegah dia," kata istrinya merasa ketakutan yang amat sangat dalam.Suaminya menggeleng. "Biarkan saja.""Apa maksud Ayah?""Biarkan saja Mexsi tinggal dan melanjutkan studynya di sini."Mexsi berhenti melangkah, membulatkan matanya, menengok ke arah ayahnya sedang bicara. Ternyata ayahnya malah memilih membela dirinya ketimbang ibunya sendiri. Selama ini, ayahnya selalu tunduk d
Puk. Sekotak kecil menimpa kepalanya, sampai Mexsi mengelus kepalanya beberapa kali tanpa bersuara. Kotak kecil itu patah, sehingga terlihat isinya sedikit. Ia memegang kotak itu lalu memperhatikannya dengan seksama, nampak tidak asing baginya. Ia mengambil buku diary ingin membuka selembar kertas. "Mexsi!" Jerit ibunya dari luar kamar. Mexsi sampai menjatuhkan buku diary milik kakaknya, ia jongkok mengambil buku diary itu. Ibunya langsung merebut buku itu darinya, ia mengangkat kedua alisnya."Bunda kembalikan, buku diary itu milikku." Pinta Mexsi merengek dengan sedikit bergurau."Nggak, mulai detik ini, buku diary ini. Milik Bunda," jawab ibunya tersenyum masam."Kenapa begitu?" Mexsi menaikan sebelah alisnya karena tak terima buku itu tiba-tiba diambil ibunya."Gak usah banyak tanya, kalau kamu mau buku diary ini. Maka kembalilah ke Singapura, Bunda pasti memberikannya padamu." Ibunya melangkah pergi dari sana setelah mengatakannya.Mexsi hanya terdiam sambil memikirkan segala ke
"Biar gue tarik kata-kata gue waktu itu, beres kan?" jawab Keyla lalu bertanya padanya."Bisa gak, jangan egois. Ambil keputusan secara sepihak begitu, kita.""Kenapa, kenapa, nyawa kalian bisa dalam bahaya jika terus bareng gue. Kalian tahu sendiri kan, ayah gue udah jadi korban. Dan gue gak mau kehilangan lagi, gue mohon sama kalian jangan pedulikan untuk kali ini saja, jangan menoleh. Cukup berpaling aja," ungkap Keyla yang bersungguh-sungguh takut kehilangan lagi.Tina dan Ino terdiam sesaat, lalu Tina maju selangkah menujunya. "Terus lo pikir kita juga mau gitu kehilangan sahabat kita lagi?""Kenapa kalian sampai segitunya, harusnya kalian gak usah melakukan hal ini.""Karena kita ini sahabat," jawab Ino dengan tersenyum sambil menutup matanya."Huaaaa!" Keyla menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Tina dan Ino kembali saling pandang, mereka memeluk Keyla bersamaan. Mereka menumpahkan kesedihan, kerinduan, serta persahabatan menangis bersama di sana. Beberapa saat Ino menghapus a
Para pelayan itu kembali setelah beberapa saat, Mexsi mulai bingung dengan dirinya sendiri. Terkejut dengan apa yang baru saja ia pesan, ternyata makanan itu sama dengan apa yang dipesan gadis itu. Tapi makanan itu sangat familiar untuknya, rasanya ia sudah pernah memberikan makanan itu pada seseorang tetapi siapa?Keyla bukan tanpa sebab memilih berada di lestoran itu, ia merindukan sahabatnya yaitu Ino berada di sana. Tanpa gadis itu sadari Ino telah berada dihadapannya, duduk di sana sembari terus memperhatikannya.Mexsi sedang mengunyah makanannya, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Ia menoleh dengan santai, setelah mengetahui siapa orang itu ia tetap melanjutkan makan. "Gue cari lo kemana-mana ternyata lo ada di sini, lagi enak makan lagi. Bla, bla." Dito ngedumel dengan seribu bahasanya.Dirasa cukup lelah membacot sendirian, akhirnya ia memilih duduk memesan minum. Kembali menatap wajah Mexsi. "Udah makannya kan?" tanya Dito sambil menyeruput segelas kopi hangat."Iya,"
"Iya Keyla, maksudku kanker itu kantong kering," jawab Dito sedikit membekap mulutnya sendiri. Terdengar cekikikan kecil di sana. Keyla mengerutkan keningnya. "Aku mau beli bunga buat dimakam, masalahnya aku gak bawa uang. Gimana ya?" lanjutnya kembali melirik Keyla dengan penuh harap.Tanpa berpikir panjang Keyla langsung mengambil dompetnya dari dalam tas selempangnya. Ia mengeluarkan beberapa sejumlah uang dari sana, memberikannya pada lelaki itu tentu saja sudah mengerti Dito tak mau mengambilnya. "Apa lagi, masalahnya?" tanya Keyla sedikit geram.Dito malah melangkah dengan cepat memegang tangan Keyla. Entah kenapa Mexsi merasa kesal setengah mati, ketika melihat Dito memegang tangan gadis itu. "Bisa tolong pilihkan, aku gak paham caranya memilih bunga yang bagus. Aku mohon banget sama kamu. Bantu aku untuk kali ini aja ya, ya." Dito mengatakannya dengan penuh harap. Dengan amat sangat terpaksa Keyla mengangguk. "Emang kamu mau ziarah ke makam siapa?""Kak Morgan, terus aku sam
Dito meraih daun pintu mobilnya, lalu menyuruh Mexsi masuk ke dalam. Ia langsung tancap gas, ditengah perjalanan menancap rem sampai tubuh Mexsi sedikit terpental ke depan. Lelaki itu menatapnya sinis, sedangkan Dito menoleh ke belakang dengan mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanya Mexsi sedikit kesal dibuatnya."Gue baru inget Mexsi," selorohnya dengan nada sombongnya."Inget apaan?" Kembali bertanya dengan menaikan sebelah alisnya."Mau pergi ke mana?""Ck," Mexsi berdecak heran. "Mangkannya tanya dulu, cari aja di Maps. Makam terdekat taman indah buana," katanya melipat kedua tangannya di atas dada."Oke!" Mereka kembali melanjutkan perjalanannya.Sesampainya mereka di tempat tujuan. Dito turun dari balik pintu mobil, ia mulai sigap membukakan pintu mobil untuk Mexsi. Kenapa demikian? Mexsi berpikir jika Dito tak membukakannya pintu nanti akan disuruh masuk kembali. Seperti kejadian di waktu yang lalu, saat mereka berada di Singapura. Ingatan Mexsi tajam mengenai hal itu, tapi ia