Keyla terdiam di tempat tidurnya. Memikirkan Wino yang berjanji akan segera memberi tahunya, tentang kejadian 10 tahun yang lalu. Apakah benar kakaknya Kayla meninggal bukan karena sakit, tapi memang ada seseorang yang membunuh kakaknya dengan alasan itu. Ia bangkit, menggigit ibu jarinya sendiri, berjalan ke sana-kemari. Teleponnya berdering, menghancurkan rasa penasarannya. Keyla langsung menjawab panggilan itu. "Hallo." "Keyla, dengar. Cepatlah temui aku, aku sudah share alamatnya padamu. Cepat kemari Keyla, aku ingin memberi tahumu." "Halo, tapi ini siap." Nut, nut. Orang itu mematikan teleponnya, Keyla langsung mengecek alamat itu. Ia merasa alamat itu tak terasa asing di matanya, apakah dia Wino? Tapi ... Jika ini adalah jebakan bagaimana? Keyla menggelengkan kepalanya sendiri. Meskipun demikian, ia tetap nekat pergi ke tempat itu. Penyebab kematian kakaknya dan juga ayahnya harus terbongkar. Jika memang ada seseorang dibaliknya, maka orang itu harus dihukum seberat-beratnya.
Keyla berlari ke sana-kemari, mengejar lelaki itu. Tinggi, postur tubuhnya, dan juga tatapannya. Tidak salah lagi, itu memang dia. Kedua bola matanya terus mencari, kaki panjang lelaki itu tampak terlihat berjalan sangat cepat baginya. Ia menemukannya, Keyla memegang pundak lelaki itu sambil mendongak ke arahnya. Berdebar-debar, jantungnya tak kuasa menahannya lagi. Setelah orang itu menengok ke arahnya. Keyla terkejut, orang itu bukanlah orang yang dia cari. "Ada apa?" tanya orang itu kebingungan melihatnya."Tidak, maaf ... Salah orang," sahut Keyla dengan sedikit tersenyum menatapnya. Orang itu berjalan kembali, Keyla mematung di tempat itu. Sampai membuat Will mengejarnya. "Ada apa, Keyla? Kenapa tiba-tiba kau lari begitu saja." Tanya Will sebari dengan kernyitan dikening."Bukan apa-apa," jawab Keyla."Apa kau tadi sedang mengejar seseorang?" Will kembali bertanya karena sikapnya yang terlihat aneh.Keyla menggeleng. "Aku hanya melihat kupu-kupu yang sangat unik, jadi kupikir j
Keyla harus bisa menjauhi semua orang yang berada disekitarnya, termasuk para sahabatnya, dan juga Will. Mereka tidak boleh lagi terlibat dalam masalahnya, ia takut kehilangan lagi. Takut, takut. Tak bisa berpikir secara akal sehat lagi, tak bisa.Beberapa hari ini Will masih dirawat di rumah sakit, tetapi Keyla sama sekali tak pernah menjenguknya sejak hari pertama. Lelaki itu hanya bisa mencoba memahami kembali sikap gadis itu, karena ia masih sangat berharap padanya. Saat ia sudah sembuh, ia akan kembali mengejar Keyla. Will termasuk tipikal pria yang tak mudah menyerah.Tino dan Ino datang menjenguk Will, Tino memasang wajah yang tidak biasa. Alis tertekuk dengan kedua tangannya yang saat ini memegang tangan Will, ino yang tadinya ikut sedih kini jadi tersenyum muram, melihat tingkah Tino yang mulai menjadi lagi."Will, kenapa lo harus berada di rumah sakit. Gue berharap banget lo cepet sembuh, orderan taksi gue makin banyak. Dan gue berharap lo kasih gue bonus, naikan gaji dan te
Begitu melihat sosok yang sudah dikenalnya itu, rasa lega menyerbu dirinya. Rasanya ia bisa menangis, ia begitu gembira sampai-sampai ia harus menahan diri supaya tidak berlari dan memeluk laki-laki itu. Keyla memasang ekspresi kecewa dan menatap Mexsi ketika lelaki itu sudah berdiri di hadapannya. "Kau tahu sudah berapa lama aku menunggumu?" tanyanya.Mexsi tersenyum tipis mengangkat alis kananya, ia terlihat sangat lelah dan juga ingin menangis. Namun, kebingungan menghantam kepalanya, siapa gadis itu?"Ada apa ini? Bukankah aku datang hanya untuk pemotretan semata? Kenapa harus ada drama juga di sini. Aku tidak mengenalnya sama sekali, tapi ... " ucapannya terhenti cukup lama. Ketika melihat mata gadis itu dipenuhi dengan gumpalan air mata, hampir meluap keluar. Ini aneh sekali. Rasanya tubuh Mexsi tak bisa dikendalikan, ia ingin memukul sesuatu. Darah ditubuhnya semakin bergejolak, ia ingin meluapkan amarahnya. Namun pada siapa? Menatap wajah gadis itu membuat bahu kirinya seakan
Beberapa saat kemudian Keyla telah selesai dengan urusan makeup, Walaupun ia sedikit tidak nyaman dengan taburan bedak yang menempel diwajahnya. Mexsi membuka matanya secara perlahan menengok ke sampingnya, menatap gadis itu seraya berkata. "Kenapa gadis ini ada di sini?""Maafkan saya, dia adalah model utama wanitanya," kata mis En bicara tergesa-gesa. Mexsi membuang muka dengan tatapan sinis, lalu pergi menuju tempat pemotretan. "Tolong maafkan sikapnya ya, saya izin mau ke belakang.""Iya, Mis." Jawab Keyla. 'Dia bahkan tidak menginginkan keberadaanku di sini.' Keyla bangkit, Dito memegang lengannya. Ia sedikit terkejut dengan tingkah lelaki itu. "Dito," ucap Keyla menatap dan memanggilnya."Keyla, ada yang harus aku sampaikan padamu." "Apa itu?""Setelah pemotretan selesai, aku harap kita bisa bertemu di lantai atap," kata Dito bicara dengan cepat."Baiklah." Mereka berdua pergi bersama menyusul Mexsi dan yang lainnya, terlihat Mexsi begitu tampan dari kejauhan. Lelaki itu begi
Kedua bola mata Dito membulat, ia tak mampu mendengarkan ucapan Keyla. "Apa katamu barusan?" tanya Dito masih belum mengerti ucapannya."Aku, adalah penyebab Mexsi terluka." Keyla mengatakannya dengan bibir bergetar."Berhentilah bicara omong kosong begitu. Aku tahu kau tidak mungkin melakukanya, jangan mempersulit keadaan," kata Dito mencoba mengelak dengan ucapannya, karena masih belum percaya."Kau tahu aku lebih dari siapa pun Dito, kau juga tahu. Bahwa selama ini, hubunganku dengan Mexsi. Gak pernah berjalan baik, kami selalu bertengkar, saling membenci, saling mengejek, bahkan berkelahi. Aku membencinya, sangat membencinya ....""Maafkan aku ....""Kenapa kau meminta maaf padaku? Bukankah aku yang sudah membuat sahabatmu hampir terbunuh.""Seharusnya kau ucapkan kata-kata itu pada Mexsi. Kau berbohong Keyla, kau sama sekali tidak membencinya. Kau sangat mencintainya.""Apa maksudmu dengan bicara seperti ini padaku, kau tahu lebih dari pada siapa pun.""Tentu aku tahu, aku tahu K
Keyla memesan ojeg online. Ia sampai di taman lebih dahulu, ia mulai mencari keberadaan Wino. Hari sudah semakin gelap, orang yang sedang gadis itu tunggu kini berdiri dihadapannya. Tidak tapi lelaki itu sedikit jalan membungkuk sambil memegang dadanya, terdengar napasnya seakan-akan tercekat, terengah-engah mendekatinya."Wino, dari mana saja kamu? Apa kau baik-baik saja. Coba lihat keadaanmu, kenapa babak belur begini," kata Keyla sambil terus saja bertanya padanya.Inilah yang membuat Wino tak bisa lepas dari keinginannya, supaya dapat terus membantu Keyla. Gadis itu tak pernah pandang buluh terhadap siapapun, jelas-jelas ia sudah melukai gadis itu. Namun, gadis itu tetap mengkhawatirkan keadaannya. Bagaimana mungkin perhatian seorang gadis enggan membuat perasaannya melemah, pada akhirnya ia jatuh padanya.Wino tak berharap apapun untuk saat ini. Ia hanya perlu membantu Keyla sampai titik darah penghabisan, hanya inilah satu-satunya cara agar ia bisa membantu gadis yang disukainya
Dito meraih daun pintu mobilnya, lalu menyuruh Mexsi masuk ke dalam. Ia langsung tancap gas, ditengah perjalanan menancap rem sampai tubuh Mexsi sedikit terpental ke depan. Lelaki itu menatapnya sinis, sedangkan Dito menoleh ke belakang dengan mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanya Mexsi sedikit kesal dibuatnya."Gue baru inget Mexsi," selorohnya dengan nada sombongnya."Inget apaan?" Kembali bertanya dengan menaikan sebelah alisnya."Mau pergi ke mana?""Ck," Mexsi berdecak heran. "Mangkannya tanya dulu, cari aja di Maps. Makam terdekat taman indah buana," katanya melipat kedua tangannya di atas dada."Oke!" Mereka kembali melanjutkan perjalanannya.Sesampainya mereka di tempat tujuan. Dito turun dari balik pintu mobil, ia mulai sigap membukakan pintu mobil untuk Mexsi. Kenapa demikian? Mexsi berpikir jika Dito tak membukakannya pintu nanti akan disuruh masuk kembali. Seperti kejadian di waktu yang lalu, saat mereka berada di Singapura. Ingatan Mexsi tajam mengenai hal itu, tapi ia
Kepala Keyla sulit sekali bergerak, ia tak mampu menengok ke belakang. Ia berjanji tidak akan menangis lagi, tetapi sulit baginya berhenti. Lelaki itu melingkarkan tangannya pada tubuh Keyla, lalu mendekapnya tanpa ragu dari belakang."Kau jahat sekali, kenapa berpura-pura tidak mengenaliku?" tanya Mexsi menopang dagunya di atas pundak Keyla. "Kau tahu aku begitu menderita, setiap hari harus meminum obat dan melupakan semua hal tentangmu." "Ba .. gaimana mungkin, kau mengingatku kembali. Harusnya kau tetap melupakanku, Mexsi!" Jerit Keyla dengan wajah sedih."Itu kah maumu?" tanya Mexsi mundur selangkah. Keyla tetap tidak berani berbalik, apalagi menatap wajahnya. "Baik kalau begitu, aku pergi .... "Keyla tiba-tiba saja memegang lengannya sambil menunduk, tangannya bergerak sendiri tanpa meminta izin pada pemiliknya. "Aku ... Aku takut menembakmu, aku sangat takut kehilanganmu.""Tatap mataku, Keyla," kata Mexsi. Gadis itu hanya dapat menggeleng. "Kubilang tatap mataku, Keyla!" Teri
Tina dan Ino terdiam sesaat, mereka berharap kalau Keyla tidak memikirkan perkataan Tino. Mereka meyakini jika sampai percaya maka apa yang akan terjadi pada sahabatnya, tiba-tiba saja Keyla berdiri, menatap segan ke arah Tino. "Keyla mau ke mana?" tanya Ino pelan."Keyla, di sini aja ya. Gak usah dengerin apa yang barusan Tino bilang, kita kan tahu kalau dia suka bercanda. Dan selalu membangkitkan emosi kita, iya kan Ino?" kata Tina melirik pelan ke arah Ino."Oh iya haha." Ino sedikit tertawa sambil memukul pelan pundak Tino.Selama ini Mexsi yang menemani Kayla dalam keadaan sesulit apapun, bahkan sampai detik-detik terakhirnya saja. Mexsi mampu membuat bahagia di masa sulitnya, apakah Keyla menyadari hal itu. Tentu saja, Keyla sangat memahami hubungan mereka berdua. Satu hal lagi yang belum Keyla tahu. "Gue sama Mexsi udah saling benci pada saat usia kanak-kanak."Tina langsung bertanya. "Apa penyebab kalian saling membenci?"Ino dan Tino hanya menatap ke dalam mata Keyla sambil m
Hanyut dalam dekapan ibu Ino membuat Keyla semakin tak sanggup menahan air matanya. Cukup lama ia menahannya, terbendung sudah hampir meluap keluar. Air matanya mengalir deras turun melewati pipinya yang kini memerah, ia tidak tahu kalau selama ini ia butuh dipeluk oleh seseorang dalam keadaannya yang sedang mencari informasi terkait kematian kakaknya.Ibu Ino berniat menceritakan sedikit tentang semasa hidup Kayla, waktu itu di mana geng Sarah menghancurkan usahanya. Sebagai ibu pemilik kantin di sekolah Ino dulu, Ibu Ino melepaskan pelukannya. Menatap Keyla yang saat ini sedang mengusap air matanya. "Kakakmu Kayla adalah gadis yang sangat baik, dia sangat berjasa bagi kami." Tiba-tiba saja ibu Ino membahas tentang kakaknya."Benarkah?" Kedua bola mata Keyla berbinar-binar saat mengatakannya."Tentu saja, Kayla maju digaris paling depan. Saat kantin kami sedang diobrak-abrik oleh Sarah dan teman-temannya, Kayla sempat terluka dia tidak menyerah sedikit pun. Demi membantu kami, dia sa
Ibunya mendongak ke atas menatap wajah putranya. "Aku tahu betul, jika tangan Bunda bergetar seperti ini. Artinya Bunda berbohong, apakah sangat sulit bagi Bunda memberitahuku yang sebenarnya?" tanya Mexsi masih tetap memegang tangan ibunya."Bunda sudah memesan tiketnya, lebih baik kita bergegas. Nanti ketinggalan pesawat.""Cukup Bunda!" Mexsi sedikit meninggikan suaranya, tapi masih dalam batas wajar. Ia melangkah pergi ke depan pintu."Mau kemana?" tanya ayahnya yang baru saja sampai di depan pintu."Ayah, cegah dia Yah. Mexsi kita mau pergi, dia tidak ingin ikut bersama kita kembali ke Singapura. Ayo Ayah cegah dia," kata istrinya merasa ketakutan yang amat sangat dalam.Suaminya menggeleng. "Biarkan saja.""Apa maksud Ayah?""Biarkan saja Mexsi tinggal dan melanjutkan studynya di sini."Mexsi berhenti melangkah, membulatkan matanya, menengok ke arah ayahnya sedang bicara. Ternyata ayahnya malah memilih membela dirinya ketimbang ibunya sendiri. Selama ini, ayahnya selalu tunduk d
Puk. Sekotak kecil menimpa kepalanya, sampai Mexsi mengelus kepalanya beberapa kali tanpa bersuara. Kotak kecil itu patah, sehingga terlihat isinya sedikit. Ia memegang kotak itu lalu memperhatikannya dengan seksama, nampak tidak asing baginya. Ia mengambil buku diary ingin membuka selembar kertas. "Mexsi!" Jerit ibunya dari luar kamar. Mexsi sampai menjatuhkan buku diary milik kakaknya, ia jongkok mengambil buku diary itu. Ibunya langsung merebut buku itu darinya, ia mengangkat kedua alisnya."Bunda kembalikan, buku diary itu milikku." Pinta Mexsi merengek dengan sedikit bergurau."Nggak, mulai detik ini, buku diary ini. Milik Bunda," jawab ibunya tersenyum masam."Kenapa begitu?" Mexsi menaikan sebelah alisnya karena tak terima buku itu tiba-tiba diambil ibunya."Gak usah banyak tanya, kalau kamu mau buku diary ini. Maka kembalilah ke Singapura, Bunda pasti memberikannya padamu." Ibunya melangkah pergi dari sana setelah mengatakannya.Mexsi hanya terdiam sambil memikirkan segala ke
"Biar gue tarik kata-kata gue waktu itu, beres kan?" jawab Keyla lalu bertanya padanya."Bisa gak, jangan egois. Ambil keputusan secara sepihak begitu, kita.""Kenapa, kenapa, nyawa kalian bisa dalam bahaya jika terus bareng gue. Kalian tahu sendiri kan, ayah gue udah jadi korban. Dan gue gak mau kehilangan lagi, gue mohon sama kalian jangan pedulikan untuk kali ini saja, jangan menoleh. Cukup berpaling aja," ungkap Keyla yang bersungguh-sungguh takut kehilangan lagi.Tina dan Ino terdiam sesaat, lalu Tina maju selangkah menujunya. "Terus lo pikir kita juga mau gitu kehilangan sahabat kita lagi?""Kenapa kalian sampai segitunya, harusnya kalian gak usah melakukan hal ini.""Karena kita ini sahabat," jawab Ino dengan tersenyum sambil menutup matanya."Huaaaa!" Keyla menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Tina dan Ino kembali saling pandang, mereka memeluk Keyla bersamaan. Mereka menumpahkan kesedihan, kerinduan, serta persahabatan menangis bersama di sana. Beberapa saat Ino menghapus a
Para pelayan itu kembali setelah beberapa saat, Mexsi mulai bingung dengan dirinya sendiri. Terkejut dengan apa yang baru saja ia pesan, ternyata makanan itu sama dengan apa yang dipesan gadis itu. Tapi makanan itu sangat familiar untuknya, rasanya ia sudah pernah memberikan makanan itu pada seseorang tetapi siapa?Keyla bukan tanpa sebab memilih berada di lestoran itu, ia merindukan sahabatnya yaitu Ino berada di sana. Tanpa gadis itu sadari Ino telah berada dihadapannya, duduk di sana sembari terus memperhatikannya.Mexsi sedang mengunyah makanannya, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Ia menoleh dengan santai, setelah mengetahui siapa orang itu ia tetap melanjutkan makan. "Gue cari lo kemana-mana ternyata lo ada di sini, lagi enak makan lagi. Bla, bla." Dito ngedumel dengan seribu bahasanya.Dirasa cukup lelah membacot sendirian, akhirnya ia memilih duduk memesan minum. Kembali menatap wajah Mexsi. "Udah makannya kan?" tanya Dito sambil menyeruput segelas kopi hangat."Iya,"
"Iya Keyla, maksudku kanker itu kantong kering," jawab Dito sedikit membekap mulutnya sendiri. Terdengar cekikikan kecil di sana. Keyla mengerutkan keningnya. "Aku mau beli bunga buat dimakam, masalahnya aku gak bawa uang. Gimana ya?" lanjutnya kembali melirik Keyla dengan penuh harap.Tanpa berpikir panjang Keyla langsung mengambil dompetnya dari dalam tas selempangnya. Ia mengeluarkan beberapa sejumlah uang dari sana, memberikannya pada lelaki itu tentu saja sudah mengerti Dito tak mau mengambilnya. "Apa lagi, masalahnya?" tanya Keyla sedikit geram.Dito malah melangkah dengan cepat memegang tangan Keyla. Entah kenapa Mexsi merasa kesal setengah mati, ketika melihat Dito memegang tangan gadis itu. "Bisa tolong pilihkan, aku gak paham caranya memilih bunga yang bagus. Aku mohon banget sama kamu. Bantu aku untuk kali ini aja ya, ya." Dito mengatakannya dengan penuh harap. Dengan amat sangat terpaksa Keyla mengangguk. "Emang kamu mau ziarah ke makam siapa?""Kak Morgan, terus aku sam
Dito meraih daun pintu mobilnya, lalu menyuruh Mexsi masuk ke dalam. Ia langsung tancap gas, ditengah perjalanan menancap rem sampai tubuh Mexsi sedikit terpental ke depan. Lelaki itu menatapnya sinis, sedangkan Dito menoleh ke belakang dengan mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanya Mexsi sedikit kesal dibuatnya."Gue baru inget Mexsi," selorohnya dengan nada sombongnya."Inget apaan?" Kembali bertanya dengan menaikan sebelah alisnya."Mau pergi ke mana?""Ck," Mexsi berdecak heran. "Mangkannya tanya dulu, cari aja di Maps. Makam terdekat taman indah buana," katanya melipat kedua tangannya di atas dada."Oke!" Mereka kembali melanjutkan perjalanannya.Sesampainya mereka di tempat tujuan. Dito turun dari balik pintu mobil, ia mulai sigap membukakan pintu mobil untuk Mexsi. Kenapa demikian? Mexsi berpikir jika Dito tak membukakannya pintu nanti akan disuruh masuk kembali. Seperti kejadian di waktu yang lalu, saat mereka berada di Singapura. Ingatan Mexsi tajam mengenai hal itu, tapi ia