Setelah menginap beberapa malam di Villa yang pernah di sambangi oleh Presiden Amerika ke empat puluh empat, sekarang Akbi membawa Bee ke resort yang pernah menjadi tempat menginap Raja Arab Saudi.Bee langsung terpesona ketika untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sana.Resort itu begitu luas dan terbuka menampilkan keindahan alam Bali dengan akses langsung ke pantai.Semakin terpukau ketika ia sudah berada di dalam kamar yang akan menjadi tempat tinggalnya beberapa hari ke depan.Dekorasi yang elegan dengan palet maroon khas Bali yang kental.Kamar mandi yang indah dan luas berbahan marmer. Pintu kaca dari lantai ke langit-langit yang terbuka ke teras pribadi.Pemandangan dari dalam kamar langsung mengarah ke laut dan akses ke laguna air asin cocok untuk berendam sambil bersantai berdua bersama pasangan.Taman yang rimbun dan gazebo tradisional Indonesia dengan sofa daybed, yang dikenal sebagai Bale Bengong, menyediakan tempat yang luar biasa untuk berjemur atau bersantap di
Akbi bergulir ke samping setelah menuntaskan gejolak hasratnya dan menjadikan perut Bee sebagai kanvas.Semenjak di Bali, hanya dua kali saja lelaki itu memasukinya tanpa pengaman dan keluar di dalam.Semoga tidak ada Akbi junior yang tumbuh di dalam perut Bee saat ini.“Enak keluar di dalam, By!” keluhnya dengan nafas tersengal dan mata terpejam.“Sapa suruh lupa beli pengaman,” sahut Bee sambil membersihkan perutnya.“Kemaren gue beli dua dus, masa habis ya?” Bee mendelik tajam, apa perlu Akbi mempertanyakan itu sementara hampir setiap kulit mereka bersentuhan lelaki itu selalu ingin memasukinya.“Marah sama gairah kamu tuh sama, enggak bisa dikontrol.” “Tapi bagian gairah, lo suka kaaaan,” tanya Akbi menggoda, dua jarinya mencolek dagu Bee yang sudah beralih membersihkan miliknya.Bibir Bee hanya mencebik tanpa berpaling untuk menyembunyikan rona merah di wajah.“Lo kok mau sih, By?” “Mau apa?” Bee menoleh sesaat kemudian melempar tissue basah ke tong sampah.“Bersihin punya gue
“Kenapa?” tanya Akbi ketika merasakan mata sang istri menatapnya lekat dari samping.Sepulangnya mereka dari rumah Yudha tadi, Bee memang tidak berhenti menatap Akbi karena mengingat ucapan Inggrid.Di balik sikap menyebalkan dan wajah garangnya ternyata ada luka dan kecewa yang Akbi sembunyikan.“Kita ke apotik dulu, Bi!” “Ngapain?” “Beli pil penunda kehamilan, kamu pengennya keluar di dalem terus ‘kan!” Bee mengalihkan tatapannya ke jendela setelah menjawab pertanyaan suaminya, ia malu.Driver yang mengemudi mobil mewaah sewaan Akbi mencuri pandang lewat kaca spion tengah.“Another forbidden love story,” batin driver bernama Made itu.Ia menganggap Akbi dan Bee adalah pasangan terlarang setelah mencuri dengar ucapan Bee tadi.“Emang lo enggak pengen kasih Papa cucu?” bisik Akbi yang sudah mencondongkan tubuhnya mendekati Bee.Driver tersebut kemudian menghapus prasangka buruknya itu.“Kamu yakin mau punya anak dari aku?” Bee mengembalikan pertanyaan Akbi.Akbi tertohok, wajahnya
Hari berikutnya Akbi dan Bee memilih menghabiskan waktu di area resort, siang hari gazebo berbantal sofa menjadi pilihan mereka untuk menghabiskan waktu sambil bersenda gurau.“Bi?” “Baby?” Akbi merubah posisi hingga kepalanya yang berada di atas pangkuan Bee menengadah menatap wajah sang istri.Menunggu perempuan cantik itu mengucapkan kalimat selanjutnya.“Tato yang ada di belakang ... di bawah leher kamu itu artinya apa?” “Kenapa sih lo jadi kepo gitu? Udah sayang ya sama gue?” Bee memajukan bibir sambil metrotasi bola matanya namun tangan mungilnya masih saja mengusap kepala Akbi lembut.“Dibaca Asha,” balas Akbi dengan tangan terangkat menyelipkan rambut ke belakang telinga Bee.“Artinya?” Bee bertanya lagi, tangannya sudah beralih mengusap pipi Akbi.“Harapan.” Ada jeda cukup lama karena mereka hanya saling menatap.Perlahan Ibu jari Akbi mengusap bibir Bee bagian bawah.“Dan lo adalah harapan gue.” Kode lainnya dari Akbi.Bee hanya mengulas sebuah senyum sebagai tanggapan.
Bee mengerjap ketika sebuah tangan merengkuh tubuhnya.Ia menyipitkan mata untuk menyesuaikan retina dengan lampu tidur yang menempel di atas headboard.“Bi?” panggil Bee dengan suara parau.“Baby,” Akbi membalas dan aroma alkohol yang menyengat yang keluar dari mulutnya membuat Bee menjauhkan kepalanya dari leher Akbi.“Kamu mabuk? Jam berapa ini?” cecarnya bermaksud galak tapi sekali lagi, Bee tidak mempunyai karakter seperti itu dan malah membuatnya nampak menggemaskan.“Enggak! Cuma minum sedikit.” Kening Bee terlipat dalam, matanya memicing menunggu penjelasan berikutnya dari Akbi.Akbi menjawil hidung Bee membuat istrinya semakin mengerucutkan wajah, ia pun terkekeh.“Meetingnya berjalan lancar, perusahaan dari Jepang mau bekerjasama dengan kita dan tadi gue dipaksa ngerayain sama mereka di club malam.” “Syukur laaaaah, aku ikut seneng ya, Bi.” Saking bahagianya Bee langsung memeluk Akbi yang telah mengganti pakaiannya.“Makasih ya do’anya,” bisik Akbi kemudian mengecup punca
Brak!!! Akbi mendongak dari berkas yang berada di atas meja, tatapannya nyalang ke arah seorang wanita sexy yang saat ini tengah menampilkan wajah garang.Rani tergopoh-gopoh masuk ke ruangan bosnya untuk menyusul perempuan itu.“Ma ... maaf Pak, Bu Anggit me ... maksa,” Rani terbata seraya menunduk setelah mendapat tatapan tajam dari Anggit.Akbi sedikit mengangguk kemudian mengangkat tangan, memberi kode agar Rani segera pergi dari ruangannya.Setelah kepergian Rani, perempuan yang memakai mini skirt dan stiletto itu melangkah cepat ke arah Akbi.“Brengsek kamu Akbi!!” Anggit berseru seraya menggebrak meja, ia membungkuk dengan kedua tangan menumpu di atas meja.Nafas perempuan itu memburu seakan sedang menahan emosi padahal baru saja ia lampiaskan pada meja kerja Akbi yang tidak bersalah.“Kamu ... setega itu kamu biarin aku waktu malam fashion show minggu lalu, kamu lebih milih bersama jalang it—““Anggita!!!” sela Akbi membentak.“Jangan sekali-kali kamu panggil istri ku dengan
Bee sudah mengangkat tangan namun ia turunkan lagi.Di depannya terdapat sebuah pintu menuju kamar sang Ibu mertua yang jahatnya melebihi Ibu tiri.Sejenak Bee ragu namun niat untuk menyelesaikan masalah antara Diana dan sang Bunda begitu dalam tertanam di hatinya.Seharusnya tidak perlu terjadi kesalah pahaman ini karena sudah jelas Miranda dan Beni tidak pernah terlibat hubungan terlarang.Sang Bunda begitu menyayangi Ayahnya dan Beni juga mencintai Diana hingga bersedia mengalah dan menerima sikap juga kebiasaan buruk istrinya.Bee menghirup udara dalam sebelum ia benar-benar mengetuk benda di hadapannya.Tok ...Tok ...Tok...Suara ketukan itu terdengar nyaring padahal Bee yakin sudah menghentak buku jarinya pada pintu secara perlahan.Beberapa saat kemudian pintu tersebut terbuka dengan Diana yang berada di belakangnya.Alis Diana yang tebal karena bantuan pinsil alis juga eyeshadow coklat pekat di kelopak mata membuat matanya nampak galak terlebih saat ini ia sedang menatap Bee
“Sejak kapan Mama yang sosialita jadi bar-bar kaya gini? Mama pernah sekolah kepribadian ‘kan? Apa kelakuan seperti ini pantas dilakukan oleh istri seorang Marthadidjaya? Kampungan Ma! Mama sama aja kaya Anggit!” Akbi berteriak kepada Mamanya, lupa akan durhaka.Bee sampai terkesiap kemudian tubuhnya bergetar hebat dampak dari rasa ketakutannya yang besar.“Akbi!!!” sentak Diana tidak terima, wanita tua itu memelototkan matanya kepada sang anak semata wayang.“Biiii!!” Sekuat tenaga Bee menyerukan nama sang suami.Biarpun Diana telah melukai wajahnya tapi ia tidak setuju dengan sikap Akbi yang membentak Mamanya.“Kamu udah jadi anak durhaka ya, Akbi! Gara-gara perempuan itu kamu jadi berani melawan Mama!” Telunjuk Diana tidak tinggal diam ketika berkata demikian, ia arahkan pada Bee yang setengah tubuhnya ada di belakang punggung Akbi.Tangan Akbi tanpa sadar mencekal tangan istrinya cukup kencang karena diliputi emosi.“Apa Akbi salah, kalau Akbi menegur Mama yang udah nyakitin ist