Berbeda dengan orang lain, dirinya selalu melakukan apa pun seorang diri dan sering kali mereka selalu memberikan tanggapan yang membuat orang lain salah paham. Jauh di lubuh hatinya, dia menginginkan hal yang sama dengan apa yang di alami oleh orang lain dalam hidupnya dan merasakan bagaimana rasanya apresiasi dari sebuah keluarga. Mimpi yang selama ini terkubur maka akan menjadi kenyataaan jika dirinya mencoba untuk mewujudkannya dan kerja keras serta kesabaraan yang menyertainya. Itulah ungkapan yang di katakan oleh seseorang kepadanya demi menguatkan dirinya yang sebenarnya sangatlah rapuh. Grace bersama dengan Nina yang merupakan pelayan kelurga tersebut berjalan dengan perlahan di penuhi kegembiraan dalam hatinya menuju ke ruang makan yang ada di lantai bawah rumahnya. Sesampainya di depan ruangan tersebut, mereka kemudian memasukinya dan di sana sudah banyak sekali orang. Mereka terlihat duduk dan kemudian Grace duduk di depan kursi orang tuanya. Di sana ada beberapa kerabatn
Di mulai pada hari itu, Grace tumbuh menjadi anak yang dewasa sebelum menginjak usianya. Semuanya terjadi begitu saja tanpa di sadari olehnya dan sekarang, dia hanya perlu menghadapi semuanya seorang diri seperti biasanya. Malam hari di dalam rumah sakit. Lagi-lagi dirinya hanya di temani oleh pelayannya dan mereka tidak pernah datang ke sana hanya menerima laporan dari dokter dan terus fokus dengan pekerjaannya itu. Grace yang masih belum tertidur, dia telihat duduk di tempat tidurnya dan membaca beberapa buku yang sebelumnya di bawa oleh pelayannya agar dirinya tidak merasa bosan karena dokter masih mengatakan bahwa perawatannya masih lama dan itu membuatnya merasa kesepian. Di tempat berbeda, yang tidak lain adalah kediaman kerabatnya di sana lah sepupunya tinggal bersama dengan kedua orang tuanya dan sepupunya itu menanyakan sesuatu mengenai Grace kepada mereka berdua. Begitu mendengar ucapannya yang membuat sepupunya itu tidak dapat menahan terkejut karena mendengar kenyataanya
Semua ucapan yang keluar dari mulut mereka tidak ada yang enak di dengar. Grace yang saat itu berada di ruangan tersebut kemudian dirinya pergi sambil berlari menuju ke dalam kamarnya. Sesampainya di dalam kamar, dirinya hanya bisa menangis bahkan sampai pagi. Kejadian yang membuatnya merasa harus membencinya kemudian dirinya melakukannya karena sudah tidak tahan lagi. di depan cermin yang ada di dalam kamarnya, dia kemudian memecahkanya dengan melemparkan sebuah gelas ke arah cermin tersebut karena dirinya di penuhi dengan rasa kesal yang semakin lama semakin memuncak. Satu tahun berlalu dan sekarang dirinya sudah mulai memutuskan apa yang akan di lakukannya dan tidak akan lagi medapatkan perlakuan yang mengerikan seperti itu. di hari setelah dirinya memenangkan kontes, Grace kemudian bekerja paruh waktu untuk mendapatkan uang dan setelah sudah sampai pada targetnya dia kemudian melakukan suatu hal dengan membeli piano dan di gunakan olehnya sebagai guru les di usianya yang masih t
Hari ini ketika Grace sudah sampai di dalam rumahnya, ternyata hujan turun deras di kota tersebut. Dia yang melihat lebatnya hujan dari balik jendela rumahnya kemudian menghembuskan nafas panjang karena merasa lega sudah pulang ke rumah. Di tempat tinggalnya yang seorang diri, tidak membuatnya merasa kesepian karena ada beberapa kucing peliharaannya yang selalu ada bersama dengannya. Di tempat yang berbeda, saat ini Alice sedang sibuk dengan pekerjaannya itu akhirnya selesai dan kemudian dia meregangkan tangannya karena sudah lelah mengetik selama beberapa jam lamanya. Hujan yang turun membuatnya merasa rileks dan kemudian memandangi hujan dari balik jendelanya yang terlihat begitu deras seakan dunia ini sedang menangis di bawah tekanan. Alice yang kemudian beranjak dari tempat duduknya dan seketika melihat sebuah foto lama yang masih tersimpan di balik buku catatannya itu. Foto itu memperlihatkan dirinya yang sedang tersenyum lebar di bawah cahaya yang indah.“Ini...&r
Jay kemudian pergi meninggalkan mereka yang masih berada di sana. Saat ini, dirinya terlihat sedang terburu-buru dan kemudian Theresia bersama dengan Alice kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke kelas. Mereka kemudian memasuki kelas dan duduk bersebelahan. Tidak lama setelahnya, kelas pun di mulai. Kali ini di tempatnya Rona. Dirinya sedang berada di sebuah restoran bersama dengan temannya itu dan mereka mulai membicarakan sesuatu. Rona yang selama ini tertarik kepada Marchell akhirnya dirinya mendapatkan sebuah jawaban yang membuatnya merasakan perasaan yang sama dengan cuaca hari ini. Temannya itu kemudian bertanya kepadanya mengenai apa yang terjadi dan tentu saja dengan suka rela Rona mengatakannya. Di hari itu, ketika dirinya setelah selesai melaksanakan kelas pagi dan rupanya dirinya bertemu dengan Marchell. Rona merasa itu seperti sebuah takdir di mana mereka berdua saling bertemu secara tidak sengaja di sebuah cafe. Rona yang sedang memesan kopi itu kemudian dia melihat
Mereka berdua kemudian berangkat menuju suatu tempat yang tidak lain adalah tempat makan baru yang selama ini menjadi destinasi orang-orang. Di sana mereka berdua sedang mengobrol dan terus membicarakan banyak hal. Rona kemudian mulai kepikiran akan perasaannya itu. dan tidak lama setelahnya, rupanya Adeline menyadari akan apa yang di rasakan olehnya itu. dia kemudian mengatakan sesuatu kepadanya dan mereka berdua terlihat mengobrol lagi.“Apa terjadi sesuatu?” tanya Adeline kepada Rona“Tidak. Bukan apa-apa.”“Jika ada masalah certitakan saja. Kau tidak seharunya menyimpan semua itu sendirian.”“Kau benar. tapi ini sungguh aku tidak apa-apa.”“Baiklah. Jika itu mau mu.”Pembicaraan mereka terus berlanjut dan mulai membicarakan hobi mereka yang ternyata bertolak belakang. Tidak lama setelahnya, mereka kemudian pulang ke rumahnya masing-masing. Saat ini, Adeline merasakan ada sesuatu
“Kau sudah mulai merasa baikan?” tanya Alice kepadanya.“Ah, iya. Terimakasih tisuenya. Kau baik sekali.”“Tidak usah di pikirkan. Ngomong-ngomong, apa terjadi sesuatu?”“Tidak. Bukan apa-apa.”“Sungguh?”“Iya. Aku baik-baik saja. Ini hanya kemasukan debu saja. Oh iya, apa yang kau lakukan di sini?”“Aku sedang mencari udara segar.”“Oh, begitu rupanya.”“Kau kan Rona?”“Benar. itu namaku. Dan lagi aku sering mendengar semua hal tentangmu dari orang-orang.”“Benarkah?”“Tentu saja. Mereka tidak habis pikir selalu membicarakanmu. Apa pun itu dan tentunya sangat mengganggu sekali. kenapa kau hanya diam saja?”“Aku tidak peduli. Semua yang mereka katakan tentangku, aku sama sekali tidak peduli.”“Bagaimana mungkin? Apa kau sama sekali ti
“Bagaimana interviewnya? Apa berjalan lancar?” tanya Grace kepada Alice dengan wajah penasaran.“Iya. Interviewnya berjalan dengan lancar. Aku hanya tinggal menunggu jawabannya di email.”“Baguslah. Sekarang kau punya kesibukan yang baru. Aku jadi ikut senang.”“Terimakasih. Oh iya, aku juga ingin menanyakan sesuatu kepadamu.”“Iya? Tanyakan saja.”“Bagaimana dengan liburan musim panas nanti? Apa kau ada libur?”“Oh, tentu saja. Aku ada libur selama tiga hari. Jadi kita bisa berkemah dalam kurun waktu itu.”“Syukurlah.”“Bagaimana denganmu?”“Aku juga kebetulan sedang tidak ada jadwal. Dan untuk kerja di toko itu ku rasa masih harus menunggu email konfirmasi kira-kira lumayan lama itu yang di katakan salah satu penjaga toko kepadaku sebagai pengalamannya dulu ketika dia juga masih melamar menjadi pekerja paru
“Alice,” ucap Marchell“Iya? Ada apa? kenapa kau berlarian seperti terburu-buru?”“Ah, sebenarnya... ada yang ingin ku katakan.”“Apa?”“Mungkin ini terdengar mengerikan. Tapi, aku sudah memikirkan ini cukup lama.”“Apa yang akan kau katakan itu?” ucap Alice yang terdengar datar itu.“Kau tahu? Kalau kita pernah bertemu sebelumnya secara tidak sengaja di toko buku? Saat itu kita masih sekolah menengah. Apa kau mengingatnya?”“Ah, aku ingat. Dan tidak ku sangka ternyata akau bisa bertemu lagi denganmu di kampus. apakah ini kebetulan?”“Entahlah. Tapi, saat itu aku....”‘Entah kenapa rasanya aku tidak ingin mendengarnya. Ucapannya selanjutnya entah kenapa perasaanku mengatakan sesuatu akan memjadi bencana,’ batin Alice“Kau akan bilang apa? ini sudah sore. Aku harus segera kembali.”
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang