"Harusnya aku bisa lebih tegas pada wanita itu," ucap Mas Hamdan sambil berjalan hendak membuka pintu tempat Haifa duduk.Untungnya secepat mungkin aku menarik tangan suamiku dan mencegahnya."Tidak perlu sedrama ini, Mas. Dia hanya numpang, jadi, kita anggap di penumpang biasa," bisikku pelan."Baiklah, aku tidak akan banyak bicara lagi," ucap Mas Hamdan sambil masuk ke dalam mobilnya."Kalian lama sekali, apa yang kalian perbincangkan?""Membicarakan sesuatu yang tidak perlu kau ketahui intinya!""Astaga, ku jutek sekali Mas," balas Haifa sambil mendengus.Mobil pun perlahan merayap meninggalkan hotel, masuk ke jalan raya lalu menambah kecepatannya. Lima belas menit dari jalan biasa kami masuk ke gerbang tol dan mobil berbelok ke kiri, mengarah menuju kota kediaman kami.Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam, mas Hamdan sibuk dengan kemudi sementara aku hanya melihat jalanan dan perbukitan yang menghanpar. Di jok belakang Haifa mengenakan headset sambil sesekali bersenandung."K
"Tumben kau datang ke sini membawa makanan, Apakah ada perayaan tertentu?" tanya ibu mertua."Tidak, aku hanya ingin makan malam dengan Mas Hamdan dan keluarga sekaligus ngucapin terima kasih karena dia udah nganterin aku pulang.""Kamu seharusnya tak perlu repot repot karena kami baik baik saja," ujarku sambil memaksa senyum padanya."ah, tolonglah, jangan buat aku merasa seakan tidak diterima di tengah tengah kalian. Aku sudah antusias beli steak dan seafood, aku harap kalian akan suka," ujarnya sambil mengeluarkan hidangan dan kantong restoran.Aku segera berinisiatif bangun untuk membantunya. Tapi, tanpa disangka wanita itu malah secepat mungkin menduduki kursi yang tadinya kududuki dan itu berdekatan dengan Mas Hamdan. Tiba tiba kecanggungan terjadi, aku dan suami saling menatap dengan berbagai isyarat tak nyaman sementara wanita itu pura pura tidak tahu saja."Hamdan Cobain nih, crab stik denga saus merah," ucapnya sambil menyendoki makanan ke piring suamiku.Sikapnya sangat man
"ibu, kalau ibu biarkan wanita gembel itu untuk menguasai rumah ini, maka tidak menutup kemungkinan dia akan berbuat semaunya dan memanjakan anak-anaknya tanpa memperdulikan masa depan Nisa lagi padahal Nisa adalah anak kandungnya Mas Hamdan.""Sebenarnya Ibu sedikit cemas tapi insya allah tidak akan terjadi seperti itu, Yanti adalah wanita yang baik dan tulus jadi ibu yakin dia tidak akan melakukan hal yang menghianatiku.""Kita belum tahu Apa rencana dia yang sebenarnya. Boleh jadi sekarang dia bersikap kalem dan tenang berusaha mengambil hati dan pura-pura baik padahal nanti setelah Ibu sudah tiada dia akan menendang nisa dari rumahnya sendiri."Mendengar hal itu raut wajah ibu mertua menjadi tidak enak dan seakan sedikit cemas, berkali-kali dia meremas tangannya lalu melepasnya. Haifa yang tahu bahwa dia sudah berhasil melancarkan hasutannya, langsung meraih tangan Ibu dan berusaha menatap wanita setiap paruh baya itu dengan tatapan seakan ingin mengambil hati dan perasaannya."Ib
Sepertinya Mas Hamdan benar-benar melakukan apa yang dia katakan. Terbukti setelah selesai olahraga dan mandi Dia segera pergi ke peraduan ibunya untuk bicara tentang hal itu. Sebenarnya aku penasaran apa yang akan dia katakan, tapi akan kutunggu saja di kamar.Ada yang agak kusesalkan, yakni, mengapa Haifa tiba-tiba datang lagi ke dalam kehidupan mantan tunangannya, padahal dia sendiri yang memutuskan untuk tidak jadi menikah dengan mas Hamdan. Apakah ada hal yang mengubah prinsip dan keyakinan wanita itu, ataukah dia menyesal telah melepaskan pria yang begitu berharga. Entahlah, yang pasti dia terlambat karena Hamdan adalah milikku sekarang dan aku akan tetap menjaganya dalam pelukanku.Aku harus punya cara, minimal sesuatu yang akan membuat dia malu pada dirinya sendiri dan jera, seperti hal yang kulakukan pada sari, istri mantan suamiku, imam. Sesekali aku harus melakukan sesuatu, agar wanita itu melihat bahwa aku juga punya prinsip dan kekuatan. Aku tak akan biarkan dia terus m
Betapa terkejutnya diri ini melihat pemandangan yang ada di layar ponsel, dadaku seolah diberikan hantaman besar oleh palu godam, aku sangat syok dan kehilangan kata-kata, hanya bisa menahan lelehan panas yang kini menganak sungai di sudut mataku."Ada apa?" tanya ibu mengernyit heran melihat ekspresiku."Ti-tidak, Bu," jawabku gugup. "Ibu makan dulu, saya harus ke belakang sebentar," jawabku sambil bergegas.Pemandangan itu amat mencungkil perasaanku, seperti pisau bermata dua yang ditusukkan secara vertikal, aku benar benar sakit. Di dalam sana terpampang foto suamiku sedang tidur pulas dan Haifa berada di pelukannya. Wanita itu nampak tak mengenakan baju, hanya menutupi tubuhnya sebatas atas dada lalu rambutnya tergerai dan dia meletakkan kepalanya di atas dada Mas Hamdan dengan senyum penuh kebahagiaan.Bagaimana tidak marah, murka, dan emosiku naik ke kepala jika pemandangan di depan mata amat menyakitkan mata dan perasaan."Apakah mungkin suamiku sudah mengkhianatiku? Tapi apaka
Menghadapi kenyataan bahwa suamiku tak bisa kutemukan, aku hanya bisa tersedu dan tergugu di depan keluargaku.Erwin dan Vito yang menyaksikan kepanikan ini segera mendekat dan coba menenangkanku dengan berbagai usaha mereka."Bunda, Bunda kenapa? Kenapa nangis, apa ada yang terjadi dengan Pak Hamdan?" tanya Vito."Entahlah, aku merasa punya firasat buruk," jawabku sedih."Tenangkan dirimu, minumlah segelas air," timpal ibu mertua sambil menyodorkan segelas air. Kuterima gelasnya dan kuminum sedikit dari sana, kedua anakku mencoba mendudukkanku."Katakan yang sebenarnya apa ada yang terjadi?""Tidak."Aku masih ragu untuk mengatakan bahwa saat ini Suamiku sedang bergelung di selimut yang sama bersama mantan tunangannya. Tidak bisa kubayangkan betapa syoknya ibu, dia bisa naik darah tinggi bahkan mungkin bisa kena serangan jantung, ibu dan tipe keluarga ini yang religius tidak akan menerima perbuatan Mas Hamdan dengan mudah. Suamiku akan dimarahi dan dihakimi habis habisan."Ya Tuhan,
Tanpa banyak bertanya lagi, kubiarkan Mas Hamdan untuk istirahat, dia rebahkan diri sambil terus memijit keningnya. Kuhampiri dia dan kuraba tubuhnya yang sedikit hangat. Sepertinya dia kurang sehat atau malah ada hal yang membuat dia tidak baik baik saja."Terakhir kali kau minum apa di resto sore tadi.""Kopi," jawabnya."Apakah setelah itu kepalamu pusing dan dadamu berdebar?""Iya, lalu entahlah, lamat lamat kudapatkan diriku di klinik."Iya, Fix, dia sepertinya menelan obat perangsang dan bius. Entahlah, salah satu dari itu mungkin, aku agak awam dengan obat obatan. Tapi, aku yakin, suamiku baik baik saja saat dia berangkat kerja tadi, anehnya dia sakit di sore hari. Itu tidak masuk akal."Baiklah, tidurlah." Aku masih tetap berusaha tenang dan merangkul suamiku yang pada akhirnya tertidur dengan dengkuran halusnya.**Keesokan hari.Rasanya tak sabar diri ini menunggu matahari yang sepenggalah naik, kutunggu suami terbangun dengan hati berdebar, ingin kutanyakan detail kejadian
Tak tahu mimpi apa semalam hingga pagi ini, ketika kubuka pintu untuk menghirup aroma embun yang perlahan menguap oleh cahaya mentari, tiba tiba saja sudah kudapati Haifa menunggu di kursi teras. Tidak seperti biasanya, tampil dengan rok pendek atau gaun selutut, kali ini ia datang menggunakan baju panjang dan kerudung yang tersampir di rambutnya yang hitam berkilau."Ada kamu di sini?" Tanyaku heran."Ya, aku menunggu penghuni rumah terbangun.""Siapa yang mau kau temui?""Denganmu.""Ada apa ya?" Aku mulai merasa tidak nyaman dengan kehadirannya, terlebih mengingat bahwa ia tidur dengan Mas Hamdan. Kebencianku tiba tiba membuncah."Kau mau bicara apa?"Tanpa bicara, wanita itu langsung menjatuhkan diri di kakiku dan menangis. Aku yang tak paham mengapa ia melakukan itu segera mundur dua langkah dari hadapannya."Tolong aku, setelah Hamdan meniduriku, ia tidak mengakui perbuatannya dan kini merendahkan diri ini. Aku harus bagaimana, setelah bertahun tahun menjaga diri, kesucian d