"Tidak mungkin Om Hamdan adalah pria religius yang sangat mempertahankan prinsip dan moralnya. Apa apaan ini? Tidak ada Kak ide yang lebih kreatif dari itu agar dia bisa terdengar masuk akal dan kami bisa menerima pernikahannya dengan ayah tiri kami?""Itu sudah terjadi?""Apakah ada bukti mereka tidur berdua dan bersetubuh?""Ada bukti foto ketika mereka berdua saling memeluk, namun ketika kutanya mas Hamdan tidak begitu ingat kejadiannya dengan detail. Dia hanya bilang dalam keadaan tidak sadar dan lupa segalanya.""Kalau begitu ..." Erwin nampak berbinar dan segera meraih kedua bahuku lalu menggenggamnya kuat."Om Hamdan tak salah, dia tidak bisa mengingat kejadiannya karena kejadian itu memang tidak terjadi. Mungkin wanita itu hanya menjebaknya dan mengambil sebuah foto.""Entahlah ... bunda tak mengerti," ucapku galau."Lihat, bunda sendiri galau, jika Bunda tidak yakin, jangan berikan izin, jangan konyol.""Baiklah, Bunda akan jelaskan, begini, kalau bunda tidak izinkan, maka ke
Sekarang di sinilah kami berdiri, berbaris di depan rumah Haifa sambil tetap memegang kotak seserahan yang ada di kedua tanganku. Erwin yang tetap merasa tidak senang dengan apa yang terjadi tetap gigih mendekat dan mempengaruhiku."Bunda, bunda yakin?""Ya.""Aku kita cegah ini terjadi.""Terlambat untuk mengharap keajaiban," jawabku sambil tersenyum tipis."Tapi kemungkinan tetap ada.""Semoga saja, tapi ... wanita itu sudah terlanjur mengaku ditiduri, terlambat untuk memperbaiki.""Apakah dia mengaku hamil pada nenek?""Kuyakin dia mengatakan bahwa ada kemungkinan dia mengandung anak Mas Hamdan pada Ibu Syaimah," jawabku."Halunya ketinggian," gumam Erwin, "aku masih gak yakin, Bapak Hamdan akan melakukan hal bodoh.""Siapa yang mengira bahwa kejadian semacam ini akan terjadi, sudahlah, kembalilah ke belakang ayahmu dan dukung dia. Kita harus bersikap baik," jawabku sambil mendorong anakku agar kembali ke barisan belakang."Astaga, aku tidak percaya dengan ini ...."*Duduklah kam
"Ada apa ya?" tanya seorang tamu kepada Mas Hamdan dan diriku."Tidak ada kami masuk ke dalam lalu bicara dan membuat kesepakatan?""Kesepakatan di hari pertunangan?" Tanya wanita itu sambil mengangkat alisnya sebelah"Heran sekali karena kalian semua mempercayai Haifa dan mau saja melakukan apa yang dia inginkan, tapi sudahlah, karena aku juga termasuk dalam golongan bodoh itu, karena mau saja dipelintir olehnya," jawab Mas Hamdan tersenyum miring."Aku tak paham," jawab Wanita itu sambil mengerikan alisnya dan terlihat tidak senang dengan ucapan Mas Hamdan barusan.'"Kami tetap akan bertunangan jadi jangan khawatir tante," ujar Mas Hamdan."Bukankah tidak ada seorangpun yang memaksa kalian.""Memangnya berbeda ya, antara dipaksa dan berada di bawah tekanan?" tanya Mas Hamdan sambil menyunggingkan senyum dan meninggalkan wanita itu, kembali ke bangku kami. Wanita cantik dengan gamis berwarna ungu itu masih terlihat bingung namun Ia hanya mengangkat kedua bahunya dan kembali duduk lag
Pagi pun datang dengan nafas baru yang lebih menyegarkan, sinar matahari mulai menunjukkan warna keemasan dari balik cakrawala, membiarkan aku menikmati mereka sambil berdiri di taman bunga seraya menyirami tanaman-tanaman itu agar tumbuh dengan subur.Usai dengan urusan tanaman, aku masuk ke dalam ruma untuk melihat apakah ibu saima sudah bangun dan duduk di meja makan. Ternyata seperti biasa, beliau sudah bangun dan duduk dengan kopi di hadapannya. Melihat kedatanganku yang menghampiri wanita itu memberi pandangan yang seolah-olah menyimpan kemarahan."Kau terlihat tenang.""Iya, Bu. Mengapa ibu berkata begitu?""Setelah kekacauan terselubung semalam kau nampak sangat bahagia.""Apakah Haifa memberitahu ibu yang sebenarnya?""Dia bilang bahwa Hamdan hanya memakaikan cincin untuk melindungi martabatnya.""Iya, dia sudah ketahuan menipu Mas Hamdan."Ibu mertua lantas tertegur mendengar jawabanku. Dia mengernyit seakan tidak mengerti apa yang sedang aku sampaikan."Mas hamdan tidak t
Seperti yang kuduga, Ibu mertua mengadu pada suamiku, aku yang kebetulan melewati ruang kerja pribadi Mas Hamdan mendengar ibu mertua melaporkan perbuatanku pagi tadi. Pintu yang tertutup, tak membuatku terhalang untuk menyimak apa saja percakapan mereka."Dia sudah mulai keterlaluan," desis ibu mertua."Keterlaluan gimana Bu?""Dia mulai mengancamku, dia mulai berani menunjukkan perlawanan hanya karena aku menyetujui pernikahanmu dengan Haifa.""Seorang wanita mungkin wajar merasa cemburu, tolong maafkan dia.""Tidak bisa, harusnya dia yang lebih muda yang minta maaf pada Ibu, jangan keterlaluan macam itu. Tanpa restu dariku, kalian tak akan bisa menikah," jawabnya sengit."Aku akan bicara pada Yanti.""Beraninya ia bilang bahwa aku pilih kasih, kuberikan anakku padanya, kuberikan kasih sayang, tempat tinggal dan tak pernah membedakan perlakuanku pada anak anaknya, beraninya dia memprotes keputusan yang kubuat.""Baiklah, tenanglah Bu, kalau itu marah marah begini situasi akan memana
"sudahlah bunda, tidak apa apa, kami akan makan belakangan saja," ucap Erwin sambil melirik adiknya, mereka berdua bangkit dari meja makan lalu meninggalkan aku dan Ibu yang masih saling menatap dengan kekecewaan masing-masing."Tapi Nak.""Kami juga akan menuruti semua omongan Oma jadi kami harap bahwa Oma tidak memusuhi ibu kami. Bahkan kami rela tidak diberi makan," ucap Vito seraya melangkah pergi."Ah, kalian harusnya bekerja sama untuk saling memberi pengertian dan mengerti bahwa aturan yang kubuat di rumah ini tidak untuk main-main saja.""Anehnya aturan itu baru berlaku hari ini dan itu cukup mengejutkan karena selama ini kita makan yang selalu bersama-sama." Erwin memprotes dengan wajah kecewa, tapi ia tetap tersenyum pada ibu mertua sambil memberi isyarat pada adiknya agar mereka meninggalkan tempat itu."Lihat anakmu, terlalu diberi hati jadi tidak tahu diri," desis ibu mertua dengan geram."Ibu ... Tidak akan menunjukkan kekecewaan kalau mereka tidak kecewa ...""Apa pedul
*Kubawakan baki makanan ke paviliun tempat anak anak tinggal. Sudah sejak awal kalau mereka tidak tinggal satu rumah dengan rumah induk. Mereka dipisahkan agar tidak mengganggu kenyamanan ibu mertua serta demi keleluasaan anak-anak yang sudah beranjak dewasa. Kusadari sekarang, setelah berdiri di ambang pintu utama paviliun. Alasannya memisahkan anak-anakku bukan demi kenyamanan mereka tapi karena ibu mertua tidak menganggapnya sebagai anggota keluarga. Baginya Erwin dan Vito tetap adalah anak pembantu, mereka hanya tinggal di paviliun tanpa membaur dengan kami. Episode baru yang terjadi hari ini kemudian memberikan mereka jarak agar semakin jauh dari Nisa dan Mas Hamdan. Ibu mertua sudah membatasi anak anak untuk tidak masuk lagi ke dalam rumah.Ya, ya selama ini mereka masuk untuk makan, jadi, Jadi kalau sudah dilarang makan bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain maka mereka tidak punya alasan lagi untuk masuk ke rumah utama. Jika hal itu terjadi maka kami akan semakin sa
Tak berhenti sampai di sana rupanya kebencian ibu mertua terhadap kedua anakku yang konon kata beliau adalah anak-anak benalu yang numpang hidup.Biasanya sopir akan mengantarkan Erwin dan Vito ke tempat kuliah dan sekolah mereka tapi kali ini Ibu Syaimah malah melarangnya."Sopir datang kepadaku ke dapur, menyapa dengan sopan dan sedikit membungkuk.""Maaf Bu, saya tidak bisa mengantarkan anak-anak karena nyonya meminta saya untuk tidak mengantarnya," ujar Pak Udin."Kenapa?""Katanya beliau mau pergi ke suatu tempat jadi saya tidak boleh mengantarkan anak-anak?""Kalau begitu tolong berikan saja mereka kunci motor yang ada di dalam garasi biar anak-anak yang berangkat sendiri," pintaku sambil tersenyum, berusaha memahami bahwa mertuaku hari ini sedang membutuhkan sopir, tidak perlu terlalu banyak negatif thinking."Uhmm, begini bu semua kunci mobil dan motor yang ada di garasi sudah dipegang oleh Nyonya besar, beliau bilang tidak ada yang boleh menggunakan kendaraan tanpa izin belia
Mendengar ucapan Mas Hamdan yang sangat lugas tentu saja ibu mertua merasa tidak enak kepada calon menantunya yang kini menangis tersedu dan putus asa ibu mertua segera bangkit dan mencegah mas hamdan melanjutkan perkataannya sambil mendekati Haifa dan merangkul wanita itu."Cukup Hamdan, cukup!""Ibu, biarlah Haifa tahu kenyataan sebenarnya agar dia tersadarkan dan bisa membuka hatinya untuk cinta yang baru. Wanita itu adalah wanita yang cantik dan sukses, dia bisa dapatkan laki-laki manapun yang dia inginkan.""Sudah cukup Mas, Kamu sudah menikah jantungku dengan kalimat-kalimatmu ucap wanita itu sambil merangkum tangisannya yang melolong sedih kedua anak kami yang baru saja pulang sekolah juga kaget melihat drama yang terjadi di ruang tamu. Mereka memandang kami dengan kernyitan dahi yang begitu heran."Ada apa Bunda?""Pergilah ke dalam.""Gak bisa Bund, kami juga berhak tahu," jawab Erwin."Ini masalah kami berempat, pergilah ke dalam," tegasku.Setelah memastikan anak-anak be
“Mas, aku sungguh minta maaaf atas apa yang terjadi Mas, situasinya memanas, Yanti mulai melawan ibu dan menyerang mental beliau, Yanti mulai menunjukkan taring dan keberaniannya untuk mendominasi di dalam rumah ini. Aku sungguh tidak menyangkanya Mas," ujar Haifa yang segera saja ingin mendapatkan pembelaan, dengan panik dan memasang wajah polos dia berusaha untuk mendapatkan kepercayaan Mas Hamdan.Dia pikir suamiku akan percaya semudah itu padanya. "Aku dengar percakaan kalian dari luar.'“Tapi itu hanya sebagian kan Mas? kau pasti tidak dengar dengan detil dari awal?” ucap haifa yang terus be rusaha meracuni pikiran suamiku.Sekuat apapun dia berusaha untuk meyakinkan mas hamdan wanita itu tetap dijauhi, jangankan mau disentuh, dihampiri daja suamiku langsung menjauh menjaga jaraknya.“Mas kamu kok hindarin aku?”“Kita ini bukan mahram! jaga sikapmu, kau bersikap seperti anak kecil di hadapan ibu dan istriku, apa kautak sadar?”“Saya masih tunangannya Mas…" Ada bola bening yang t
"Apa?!"Kedua wanita itu kompak berteriak dengan mata terbelalak Haifa sendiri sampai berdiri dari tempat duduknya sambil menatapku dengan tatapan melotot.""Apa kau yang menghasut Hamdan untuk memutuskan semua ini, Yanti?""Sudah ku bilang aku tidak berminat ikut campur, tapi aku hanya akan berdiri sesuai dengan batasan dan tugasku. Aku mengikuti apa saja kehendak mertua dan suami .... tapi semenjak mengetahui bahwa suamiku sendiri tidak setuju dengan sandiwara yang kalian buat dan pernikahan settingan ini, aku jadi punya kekuatan untuk membela Mas Hamdan," jawabku."Kau pikir kau hebat? kau pikir pengaruhmu telah mengubah Hamdan sepenuhnya dan membuat dia tidak akan mendengarkan orang tuanya, hah?" Ibu berteriak, tapi setelahnya Dia terpaksa mendudukkan diri karena akhirnya wanita itu tersengal-sengal capek dengan emosinya sendiri.Sebenarnya aku sama sekali tidak mempengaruhi Mas Hamdan tapi prinsip dan kemampuan lelaki itulah yang membuat dia akhirnya mengambil keputusan untuk men
"Oh iya? sok jago sekali kamu ingin menunjukkan dominasi dan betapa hebatnya kau di rumah ini, padahal kamu hanya orang datangan yang tidak pernah tahu apa-apa," ucap Ibu Syaimah sambil mengacungkan jemarinya ke wajahku."Saya memang orang datang dengan ibu namun saya terikat secara emosional dan secara hukum dengan keluarga ibu. Hamdan adalah suamiku dan ibu adalah mertuaku di mana aku harus memperlakukannya dengan pantas sebagai orang tua. Jadi harusnya Ibu pun memperlakukan aku seperti anak.""Dirimu jadi anakku? Sejak kapan? Sejak kapan kau punya pemikiran seperti itu. Selama ini hanya aku yang bersikap baik padamu, sementara kau, acuh tak acuh saja, kadang aku melihat bahwa kau tidak pernah tulus dalam mengurusiku!"Astagfirullah, tega-teganya Ibu mengatakan hal demikian padahal aku selalu tulus mengurusnya, penuh cinta kasih menyiapkan makanannya dan selalu memberinya perhatian yang pantas ia dapatkan. Tega-teganya Ibu mengatakan itu di hadapan Haifa dan mempermalukanku."Jadi
"Saya pergi dulu, permisi ya Pak, Bu, saya minta maaf dan memohon perngertiannya."Klik.Akhirnya ponsel pun di matikan, dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Aku paham betul posisi mas Hamdan yang telah dengan sekuat tenaga mengumpulkan keberanian dan ketenangan dirinya untuk bicara pada keluarga yang emosional itu. Nampaknya mereka semua sangat tidak terima dengan keputusan Mas Hamdan dan merasa kecewa sekali serta tidak mampu menyembunyikan kemarahannya.Sekarang setelah suamiku mengumpulkan keberanian untuk menemui keluarga Haifa maka aku sendiri juga akan bertindak untuk menyelesaikan masalah yang ada di rumah ini. Masalah itu harus diperselesaikan bersama tidak boleh hanya di bebankan pada satu bahu saja.Segera kurapikan diriku dan jilbabku lalu turun ke ruang tamu di mana Ibu dan Haifa masih sibuk berbincang dan membicarakan masa depan mereka.Aku ketuk pintu sambil mengumpulkan nafas, aku tarik dalam-dalam nafas lalu membuangnya, kemudian mendorong pintu dan masuk
"Tapi Nak Hamdan, sudah terlanjur bahagia dengan pertunangan itu, semua keluarga juga sama, terutama Nenek Haifa yang kini sakit sakitan, kami khawatir mengetahuinya cucu dicampakkan Ibuku akan sangat syok dan kena serangan jantung.""Saya bisa memaklumi itu, tapi tidak bisa memaksakan keadaan, kalaupun saya tetap berpura-pura jadi tunangan Haifa maka itu akan melahirkan kebohongan demi kebohongan berikutnya. Saya bukan tipe orang yang suka berbohong dan bersandiwara."Tiba-tiba dari seberang sana aku bisa mendengar ibunda Haifa menangis terisak dengan kesedihannya. Di sisi lain di rumah ini Haikal dan ibu mertua sedang tertawa-tawa di ruang tamu khusus wanita. Mereka bersenda gurau layaknya ibu dan anak, sementara diri ini dan Mas Hamdan berada di tengah-tengah kegalauan dan kebingungan itu."Ibu tolong maafkan saya ya, saya mau pergi dulu," ucap Mas Hamdan."Baiklah, Nak Hamdan. Jika itu keputusanmu, maka kami akan pasrah, tapi tolong, jika ibumu mengharapkan Haifa jadi menantunya,
“Halo, Mas.”Tidak ada jawaban, tapi terdengar suara percakapan antara beberapa orang pria dan wanita. Sepertinya Mas Hamdan sengaja menghubungiku agar aku bisa mendengar percakapan mereka."Saya datang kemari untuk menjelaskan yang sebenarnya, bahwa saya dan Haifa tidak benar benar bertunangan,' ujar Mas hamdan memulai pembicaraaan. "Lho, kok bisa Nak Hamdan, tolong, kami tidak mengerti, bisa kamu jelaskan dari awal ?""Baiklah, awalnya, saya dan dia pergi untuk bertemu klien bisnis, usai deal kesepatakan, aku dan Haifa ngopi di sebuah cafe dan tiba tiba saya lupa segalanya. Aku sadar saat kutemukan diri ini di klinik. Tapi entah kenapa para perawat dan dokter yang ada di sana tidak memberi tahu apa yang terjadi. Pada akhirnya aku ingat semuanya, aku tidak meniduri Haifa, aku hanya kehilangan kesadaran dan tertidur. Belakangan aku tahu alamat klinik tempatku dirawat kemarin, dan setelah kutelusuri ternyata aku kelebihan obat tidur dan dosis obat perangsang.""Apa?""Ya, Haifa mela
'Gimana ini Mas, ibu bersikeras untuk menjadikan haifa menantunya, kita harus bagaimana?"Mas hamdan yang aku ajak bicara hanya terdim sambil menggengam erat kotak cincin yang ibu berikan. Kuguncang bahunya untuk menyadarkan dirinya, suamiku tersentak dan menatap diri ini dengan tatapan penuh makna, dia seakan memintaku untuk memberinya waktu.“Aku akan pergi sebentar,” ucapnya.“Kemana?”“Ke rumah keluarga Haifa, kau tunggu disini saja, aku akan membereskan kesalahpahaman ini, aku akan beritahu keluuarga Haifa bahwa pertunangan kami tempo hari hanya settingan, aku akan jelaskan semuanya bahwa haifa sudah menjebak diri ini agar mau menikah dengannya dengan cara apa saja,” balas Mas Hamdan sambil membuang napasnya.Kuantar suamiku ke depan pintu rumah, dia naik ke mobilnya sedang aku mengiringi kepergiannya dengan doa, berharap bahwa semua masalah ini akan selesai secepatnya. Kuharap suamiku bisa kembali ke pelukanku tanpa gangguan wanita lain.Aku kembali ke dalam rumah tepat saat s
"Hamdan, yang terjadi di belakang kami tidaklah penting karena yang diketahui orang lain adalah kalian sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah. Yang diketahui orang adalah kau lelaki baik yang akan meminang Haifa sementara Haifa adalah wanita cantik berprestasi yang akan menjadi madu dari istrimu yang berhati mulia. Itu yang terlihat. Aku tidak mau citra yang kita bangun hancur dan mempermalukan semua orang, karena itu, aku ingin kalian melanjutkan pertunangan."Mendengar ucapan ibu tentu saja Mas Hamdan langsung berdiri dari tempat duduknya memandang dengan satu tarikan nafas dalam di dadanya. "Ibu, Kenapa Ibu tega mengambil keputusan sepihak seperti ini?""Membatalkan pertunangan tanpa persetujuan kedua belah pihak adalah perbuatan yang zalim Hamdan, lagi pula apakah kau tidak menimbang perasaan haifa yang kemudian akan mendapatkan penghakiman jika orang-orang tahu bahwa kau dan dia hanya bertunangan dengan palsu?!""Tapi apakah ibu tahu apa masalahnya, hingga aku memutus