Share

BAB 3

Author: Tutu
last update Last Updated: 2024-01-31 10:33:48

‘Selama ini kamu cuma jadi benalu!’ 

Ucapan ibu mertua masih terngiang-ngiang di kepala Dita meski sudah beberapa waktu ia pindah ke sebuah kontrakan di kampung sebelah. Tidak hanya memergoki suaminya berselingkuh, ia juga diusir dari rumah dengan begitu kejam. 

Tapi Dita tidak ingin berlarut dalam kesedihan lebih lama. 

Dengan uang tabungan yang tidak seberapa, Dita mencoba mencari peruntungannya sebagai seorang reseller untuk bertahan hidup.

Namun, meski Dita sudah pindah ke kampung sebelah, cibiran soal dirinya yang diusir mertua karena dicap sebagai istri yang nakal pun tetap berembus ke kampung ini. 

Tiba-tiba, suara pintu diketuk dengan kasar terdengar jelas dari luar, membuat lamunan Dita langsung buyar.

“Sebentar!” seru Dita sambil berlari kecil untuk membuka pintu karena siapapun yang mengetuknya, tampak sangat tidak sabaran.

“Heh! Dasar perempuan murahan!” 

Dita langsung tersentak mundur mendengar umpatan itu saat dirinya baru saja membuka pintu. 

“Kamu goda suami saya ya?! Suami saya sering liatin rumah kamu dan berhenti lama di depan pintu ini!” Wanita bertubuh gemuk dengan daster kembang itu mengomeli Dita tanpa jeda. 

Dita terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tatapan kebingungan terpantul di matanya. 

"Maaf, tapi saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya tinggal di sini aja, Bu." Dita mencoba untuk membela diri.

Namun, ibu-ibu itu tidak mendengarkan penjelasan Dita. Dengan penuh emosi, dia terus saja mengoceh. "Jangan berpura-pura nggak tahu! Wajahmu itu memang dibuat untuk merayu suami orang! Kamu pikir ini lucu, ya?!"

Dita mencoba menahan air mata yang akan tumpah. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tak adil. 

"Tapi saya benar-benar tidak tahu apa pun tentang suami Ibu!" seru Dita dengan suara lantang, mencoba membela diri. 

Perdebatan itu mau tidak mau menarik perhatian tetangga lainnya.

"Saya sudah tidak tahu bagaimana harus menjelaskan semuanya," kata Dita, mencoba menenangkan situasi.

Namun, kata-kata Dita tampaknya hanya memperkeruh suasana. Ibu-ibu itu semakin berapi-api, dan tetangga lainnya malah ikut mendekat. 

"Jangan berpura-pura polos, Dita! Kami punya bukti bahwa kamu memang orang seperti itu! Dari mana kamu bisa punya duit, kalau bukan karena kamu seorang perempuan malam, hah?!"

Dita merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia tidak tahu apa bukti yang dimaksud, namun keadaan semakin sulit untuk dia hadapi. 

"Saya bersumpah, saya tidak pernah menggoda suami orang lain! Ini semua bohong!" ucap Dita dengan nada keras, mencoba menunjukkan ketegasannya.

Namun, tidak ada yang mau mendengar keputusasaannya. Suasana semakin ricuh karena warga yang tadinya hanya menonton, malah ikut memanaskan suasana. 

"Dia menggoda suami-suami kita! Suami saya jarang pulang, dan saya yakin ini ada hubungannya dengan perempuan tidak tahu diri ini!" ucap ibu-ibu itu lagi, entah sudah berapa kali mengatakan kalimat yang sama, seolah tidak ada bosannya. 

Salah seorang tetangga, wanita setengah baya dengan rambut pendek berwarna hitam, berkomentar, "Aneh juga dia tidak terlihat bekerja, tapi selalu punya uang. Pasti dia mendapatkannya dengan menjadi simpanan laki orang!"

Tuduhan tersebut menghantam Dita begitu keras sehingga membuatnya tak sanggup menahan air mata. Dita merasa tak bisa percaya tuduhan itu semakin menyakitkan. 

"Saya tidak pernah menjadi simpanan siapa pun! Saya punya pekerjaan sendiri dan uang saya halal!" teriak Dita, tetapi suaranya lemah terhanyut oleh tuduhan dan fitnah yang terus menderu.

Keributan itu menarik perhatian seseorang yang melintas. Pria itu, seorang pemuda berpakaian santai dengan tas ransel melekat erat di pundaknya, berhenti sejenak melihat keributan di depan kontrakan Dita. Ekspresi kebingungan melintas di wajahnya saat ia mendekati kerumunan. 

"Ada apa ini?"

Salah satu ibu-ibu berdaster menjawab dengan wajah tajam. "Ini, si janda murahan ini, menggoda suami-suami kami!"

Laki-laki asing itu menatap Dita, yang terlihat sangat kacau. Dita hanya bisa tertunduk karena sudah tidak bisa lagi berkata-kata.

"Bukankah seharusnya kita mencari solusi yang lebih baik daripada saling tuduh seperti ini? Mengapa tidak kita bicarakan dengan ketua RT untuk menyelesaikan masalah ini?" 

Wajah beberapa ibu-ibu yang terlibat dalam keributan itu sedikit mereda mendengar saran si laki-laki asing.  

“Bagaimana kalau kita semua pergi ke rumah ketua RT sekarang? Kita bisa memberikan klarifikasi dan mencari solusi yang adil untuk semua pihak. Saya akan mengantar,” katanya sambil mengamati satu per satu orang di sana yang tampak menimbang saran darinya. “Dan perkenalkan, nama saya Dika.”

Dita, yang masih mencoba menyembunyikan kesedihan di balik sorot mata, menatap Dika dengan ungkapan terima kasih. Ia mengangguk setuju, merasa lega bahwa ada seseorang yang bersedia membantu menyelamatkan namanya dari tuduhan yang tak benar.

Bersama-sama, mereka meninggalkan kompleks kontrakan menuju rumah ketua RT. 

Berkumpul di ruang tamu rumah ketua RT, suasana tegang masih terasa memenuhi udara. Dita, duduk di antara Dika yang membantunya dan ketua RT yang tampak serius, mencoba menjelaskan situasinya dengan tegas dan jelas.

Ibu-ibu berdaster yang menuduh Dita masih bersikukuh dengan argumennya, meski tidak memiliki bukti yang mendukung. 

"Tanpa bukti yang jelas, kita tidak bisa mengambil tindakan apa pun, Dita pun bukan seorang janda. Dia masih memiliki suami, tapi statusnya masih menggantung," ujar ketua RT dengan suara tenang.

“Saya kenal sama Bu Salim mertuanya Dita ini! Dia mandul dan wanita liar! Bu Salim sendiri yang cerita sama saya! Semua ibu-ibu juga tahu kan?” 

Dengan suara gemetar karena emosi yang terpendam, Dita menjelaskan pekerjaannya sebagai reseller kecil yang memungkinkannya untuk bekerja di rumah dan menahan amarah karena fitnahan mertuanya.

"Saya hanya membuka laptop dan mengerjakan pesanan dari pembeli. Saya tak perlu keluar rumah. Meskipun tak banyak, tapi saya tetap memiliki penghasilan," ucap Dita, berusaha menunjukkan bahwa dia tidak bergantung pada siapa pun, apalagi menjadi simpanan.

“Saya sarankan untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik," saran ketua RT. 

Ketua RT kemudian meminta ibu-ibu berdaster itu untuk memberikan permintaan maaf kepada Dita. Namun, wajah mereka tetap kecut, tak bersedia mengakui kesalahannya. Ibu-ibu itu meninggalkan rumah ketua RT dengan wajah kesal dan napas yang masih terengah-engah.

“Terima kasih banyak, Mas Dika, sudah membantu saya,” kata Dita saat mereka sudah keluar dari rumah ketua RT.

Meskipun masalah sudah selesai, tapi Dita masih merasa tidak tenang. 

Dan hal itu tidak luput dari perhatian Dika yang sedari tadi melihat bagaimana Dita tampak gelisah dan tidak nyaman ketika ibu-ibu itu menyudutkannya.

“Kamu baik-baik saja?” 

Dita mendongak, menatap pria yang baru pertama kali dilihatnya di lingkungan ini dengan ekspresi terkejut.

Satu pertanyaan sederhana itu membuat hati Dita terasa ngilu. Setelah semua masalah yang ia hadapi, tidak pernah ada yang bertanya apakah ia baik-baik saja. 

Hal itu membuat perasaan Dita tidak karuan. Tidak ingin mempermalukan diri sendiri, Dita hanya mengangguk dan langsung pamit sebelum air matanya tumpah di hadapan pria asing ini. 

Dita tiba di rumah dengan napas terengah. Ia terduduk di lantai setelah menutup pintu. 

Tangisnya tumpah. Rasanya, Dita tidak sanggup lagi menjalani kehidupan yang begitu rumit.

Di tengah kekalutan itu, Dita mulai membayangkan hidup di kota besar yang sibuk, tempat di mana ia bisa berusaha membangun hidup baru tanpa bayang-bayang tuduhan yang menyakitkan. 

“Tapi duit dari mana …” lirih Dita di sela isak tangisnya. 

Dita merenung dalam keheningan, merasakan getaran dari keputusan yang harus diambil. Haruskah dia pergi? 

Tiba-tiba suara pintu yang kembali diketuk dengan cepat, kembali terdengar. 

“Tuhan, apa lagi ini…”

Related chapters

  • Janda Tapi Perawan   BAB 4

    Dita membuka pintu dengan ragu dan melihat sosok Dika yang tersenyum kecil. Dita pun membuka pintu lebih lebar lagi. “Saya mau tanya-tanya tentang rumah sewa di sekitar sini,” katanya. Dita tampak sedikit tidak nyaman. Matanya gelisah memandang sekitar. Ia takut hal ini akan menjadi bahan gunjingan tetangga lagi. “Maaf, saya juga tidak tahu banyak tentang wilayah di sini.” Dita menolak dengan halus. “Mungkin saya memang datang di waktu yang tidak tepat. Maaf ya, Dita.” Tanpa menunggu waktu lebih lama, Dika pun berpamitan. Tapi sebelum itu, ia memberikan kartu namanya. Dita memandang kartu itu lamat-lamat. Di sana tertulis, Dika adalah manajer minimarket di kota. ‘Mungkin ini bisa menjadi jalan untukku keluar dari kampung ini…’ batinnya sambil menggenggam erat kartu nama itu. Setelah berpikir semalaman, Dita pun bertekad untuk ke kota. "Sebentar lagi, aku akan meninggalkan tempat ini," gumam Dita sambil menatap lirikan matahari pagi yang menyapa melalui tirai tipis. Semak

    Last Updated : 2024-01-31
  • Janda Tapi Perawan   BAB 5

    Rizal, mantan suami Dita, yang tengah sibuk dengan ponselnya di ruang tamu, mengangkat kepala saat mendengar langkah-langkah ibunya. "Ada apa, Ma?" Bu Salim menghela nafas dalam-dalam sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Dita sudah pindah ke kota besar." Rizal hanya mengangguk sebentar, kembali fokus pada ponselnya. "Ya, aku tahu." "Wanita itu mungkin sedang mencari target baru di sana," kata Bu Salim dengan nada sinis. Rizal menoleh, wajahnya tak berubah. “Biarin saja.” Nyonya Salim terdiam. Ia menyadari bahwa putranya telah dewasa dan mampu melihat hal-hal dari perspektif yang berbeda. Keesokan harinya, suasana di warung-warung kecil di kampung semakin riuh dengan percakapan tentang Dita. Bu Salim tiba di salah satu warung. Wajahnya yang keras dan sinis menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. "Tau nggak, sebenernya Dita tuh selama di sini, nggak pernah bener-bener jadi istri yang baik," ucap Bu Salim dengan nada berbisik, sambil memegang gelas kopi

    Last Updated : 2024-01-31
  • Janda Tapi Perawan   BAB 6

    Dita melangkah keluar dari pintu kontrakan. Langkah Dita membawanya menuju sebuah gedung perkantoran yang menjulang tinggi di tengah pusat kota. Gerbang kaca berkilau menyambutnya dengan cahaya pagi yang menyilaukan. Rasa tegang melanda. Dengan napas dalam, Dita masuk ke dalam gedung tersebut. Di dalam, suasana tenang kantor tampak kontras dengan keramaian jalanan di luar. Seorang resepsionis dengan senyuman ramah menyambutnya. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" ucap resepsionis sambil menatap Dita dengan penuh perhatian. Dita menjelaskan tujuannya. "Saya datang untuk melamar pekerjaan. Apakah ada lowongan yang tersedia? Saya tahu tempat ini dari Dika manajer store." Resepsionis tersebut memberikan senyum manis. "Tentu, silakan naik ke lantai dua dan bertemu dengan Pak Budi di Departemen Sumber Daya Manusia. Mereka menerima lamaran secara langsung di sana." Dita mengucapkan terima kasih dan naik ke lantai dua dengan hati yang berdebar. Di Departemen Sumber Daya Manusia

    Last Updated : 2024-01-31
  • Janda Tapi Perawan   BAB 7

    Setelah beberapa kali telfon itu diabaikan, sebuah pesan masuk. "Baguslah kamu pergi dari rumah ini.. Dasarnya kamu memang hanya sebuah beban saja di sini! Memang menjadi liar itu kan keinginanmu!" Dita membaca pesan itu dengan mata sedih. Teganya Rizal mengiriminya pesan seperti itu, mereka seperti orang asing yang tidak pernah dipersatukan oleh pernikahan. “Kenapa Dit?” tanya Dika membuyarkan lamunan Dita. Dita memasukan ponselnya ke dalam tas. “Gak ada apa apa, ini ada penawaran pinjaman uang.” “Kamu lagi butuh uang?” “Engga, tabungan saya masih ada kok.” Dita turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih. Dalam hati Dita, berharap kalau ia bisa diterima kerja di tempat Dika dan menyusun hidupnya kembali. ** Dita terbangun karena suara dari ponselnya, Dita mengecek pesan masuk yang memang ia sudah nantikan.“Selamat kepada kandidat Dita. Silakan mulaI bekerja hari ini pukul 10.00 pagi.” Dita bergegas bangun dan bersiap siap berangkat kerja. Dita yakin ini adalah permulaan bai

    Last Updated : 2024-03-12
  • Janda Tapi Perawan   BAB 8

    Tidak terasa Dita sudah bekerja selama 3 bulan di Super store. Dita membawa banyak hal baik. Karena kesungguhannya dalam bekerja. Dika duduk di ruangannya, terfokus pada layar komputer yang menampilkan hasil penjualan bulan ini. Senyumnya mengembang, penuh kepuasan. Sejak kedatangan Dita ke perusahaan, tampaknya ada perubahan positif yang terjadi, terutama dalam pencapaian penjualan. Penghasilan bulan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, dan Dika tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Dia merasa bangga atas kontribusi Dita dan tim marketing dalam mencapai pencapaian tersebut. Dari sanalah Dika memutuskan untuk berbicara langsung dengan Dita, seakan tak bisa menahan hasratnya untuk memberi apresiasi. Tanpa ragu, dia meninggalkan ruangannya dan menuju ke lokasi supermarket. Semua karyawan terkejut melihatnya, tetapi Dika dengan tegas mengatakan bahwa dia hanya ingin berbicara dengan Dita pada saat ini. Bertemu di tengah ruangan, Dika melihat Dita. "Tolong, ikut aku sebe

    Last Updated : 2024-03-13
  • Janda Tapi Perawan   BAB 9

    "Lihat, dia mengambil uangnya! Dia mencuri dari mesin kasir!"Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi. "Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, r

    Last Updated : 2024-03-20
  • Janda Tapi Perawan   BAB 10

    Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi."Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, ruangan itu hanya diisi dengan suara langkah dan detik-detik wak

    Last Updated : 2024-03-20
  • Janda Tapi Perawan   BAB 11

    Dita melangkah mundur, memandang dua potongan pakaian yang telah ia pilih. Blus lavender dengan leher tinggi dan rok hitam panjang yang merayap ke lantai. Ia memutuskan untuk mencoba kombinasi itu. Saat ia mengenakan pakaian tersebut, Dita merasa seperti bintang yang bersinar di langit malam.Kemudian, ia memeriksa dirinya di cermin.Blus satin melingkari lehernya dengan lembut, memberikan sentuhan romantis. Rok hitam panjang menyorot anggunnya, menciptakan siluet yang mempesona. Dita tersenyum puas, namun kegelisahannya masih menyelinap di dalam hatinya.Dia membuka lemari lagi dan melirik dress hitam yang selalu menjadi andalannya. Meski sederhana, dress itu selalu berhasil menonjolkan kecantikan alaminya. Setetes keringat dingin mengelilingi keningnya saat dia memutuskan untuk tetap dengan pilihan pertamanya.Ponsel Dita berdering dengan lembut, menciptakan getaran kecil di udara. Pandangannya langsung tertuju pada ponsel yang tergeletak di a

    Last Updated : 2024-03-21

Latest chapter

  • Janda Tapi Perawan   BAB 12

    Dita mengelap bibirnya dengan serbet yang halus. Matanya melirik ke arah Dika. Dika, dengan wajah tenangnya, sedang meneguk jus dengan tenang, seperti tak terlalu banyak pikiran yang mengganggunya."Ada sesuatu yang ingin Anda bicarakan malam ini, Pak Dika?"Dika membalas senyuman Dita dengan santai, kemudian berkata, "Ya, sebenarnya ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan. Salah satunya adalah tentang peningkatan gaji untukmu."Sorot wajah Dita berubah, pipinya sedikit kemerahan."Tapi, saya baru bekerja di sini selama lima bulan, Pak," ujarnya dengan nada yang masih mencerminkan rasa tidak percaya.Dika tertawa ringan."Ya, tapi peranmu di sini sungguh berarti bagi perusahaan kita, Dita. Kamu telah berkontribusi besar dalam meningkatkan penjualan barang-barang kita dalam sebulan terakhir."Senyuman merekah di wajah Dita, dia merasa bangga dan dihargai."Terima kasih, Pak Dika. Say

  • Janda Tapi Perawan   BAB 11

    Dita melangkah mundur, memandang dua potongan pakaian yang telah ia pilih. Blus lavender dengan leher tinggi dan rok hitam panjang yang merayap ke lantai. Ia memutuskan untuk mencoba kombinasi itu. Saat ia mengenakan pakaian tersebut, Dita merasa seperti bintang yang bersinar di langit malam.Kemudian, ia memeriksa dirinya di cermin.Blus satin melingkari lehernya dengan lembut, memberikan sentuhan romantis. Rok hitam panjang menyorot anggunnya, menciptakan siluet yang mempesona. Dita tersenyum puas, namun kegelisahannya masih menyelinap di dalam hatinya.Dia membuka lemari lagi dan melirik dress hitam yang selalu menjadi andalannya. Meski sederhana, dress itu selalu berhasil menonjolkan kecantikan alaminya. Setetes keringat dingin mengelilingi keningnya saat dia memutuskan untuk tetap dengan pilihan pertamanya.Ponsel Dita berdering dengan lembut, menciptakan getaran kecil di udara. Pandangannya langsung tertuju pada ponsel yang tergeletak di a

  • Janda Tapi Perawan   BAB 10

    Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi."Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, ruangan itu hanya diisi dengan suara langkah dan detik-detik wak

  • Janda Tapi Perawan   BAB 9

    "Lihat, dia mengambil uangnya! Dia mencuri dari mesin kasir!"Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi. "Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, r

  • Janda Tapi Perawan   BAB 8

    Tidak terasa Dita sudah bekerja selama 3 bulan di Super store. Dita membawa banyak hal baik. Karena kesungguhannya dalam bekerja. Dika duduk di ruangannya, terfokus pada layar komputer yang menampilkan hasil penjualan bulan ini. Senyumnya mengembang, penuh kepuasan. Sejak kedatangan Dita ke perusahaan, tampaknya ada perubahan positif yang terjadi, terutama dalam pencapaian penjualan. Penghasilan bulan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, dan Dika tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Dia merasa bangga atas kontribusi Dita dan tim marketing dalam mencapai pencapaian tersebut. Dari sanalah Dika memutuskan untuk berbicara langsung dengan Dita, seakan tak bisa menahan hasratnya untuk memberi apresiasi. Tanpa ragu, dia meninggalkan ruangannya dan menuju ke lokasi supermarket. Semua karyawan terkejut melihatnya, tetapi Dika dengan tegas mengatakan bahwa dia hanya ingin berbicara dengan Dita pada saat ini. Bertemu di tengah ruangan, Dika melihat Dita. "Tolong, ikut aku sebe

  • Janda Tapi Perawan   BAB 7

    Setelah beberapa kali telfon itu diabaikan, sebuah pesan masuk. "Baguslah kamu pergi dari rumah ini.. Dasarnya kamu memang hanya sebuah beban saja di sini! Memang menjadi liar itu kan keinginanmu!" Dita membaca pesan itu dengan mata sedih. Teganya Rizal mengiriminya pesan seperti itu, mereka seperti orang asing yang tidak pernah dipersatukan oleh pernikahan. “Kenapa Dit?” tanya Dika membuyarkan lamunan Dita. Dita memasukan ponselnya ke dalam tas. “Gak ada apa apa, ini ada penawaran pinjaman uang.” “Kamu lagi butuh uang?” “Engga, tabungan saya masih ada kok.” Dita turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih. Dalam hati Dita, berharap kalau ia bisa diterima kerja di tempat Dika dan menyusun hidupnya kembali. ** Dita terbangun karena suara dari ponselnya, Dita mengecek pesan masuk yang memang ia sudah nantikan.“Selamat kepada kandidat Dita. Silakan mulaI bekerja hari ini pukul 10.00 pagi.” Dita bergegas bangun dan bersiap siap berangkat kerja. Dita yakin ini adalah permulaan bai

  • Janda Tapi Perawan   BAB 6

    Dita melangkah keluar dari pintu kontrakan. Langkah Dita membawanya menuju sebuah gedung perkantoran yang menjulang tinggi di tengah pusat kota. Gerbang kaca berkilau menyambutnya dengan cahaya pagi yang menyilaukan. Rasa tegang melanda. Dengan napas dalam, Dita masuk ke dalam gedung tersebut. Di dalam, suasana tenang kantor tampak kontras dengan keramaian jalanan di luar. Seorang resepsionis dengan senyuman ramah menyambutnya. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" ucap resepsionis sambil menatap Dita dengan penuh perhatian. Dita menjelaskan tujuannya. "Saya datang untuk melamar pekerjaan. Apakah ada lowongan yang tersedia? Saya tahu tempat ini dari Dika manajer store." Resepsionis tersebut memberikan senyum manis. "Tentu, silakan naik ke lantai dua dan bertemu dengan Pak Budi di Departemen Sumber Daya Manusia. Mereka menerima lamaran secara langsung di sana." Dita mengucapkan terima kasih dan naik ke lantai dua dengan hati yang berdebar. Di Departemen Sumber Daya Manusia

  • Janda Tapi Perawan   BAB 5

    Rizal, mantan suami Dita, yang tengah sibuk dengan ponselnya di ruang tamu, mengangkat kepala saat mendengar langkah-langkah ibunya. "Ada apa, Ma?" Bu Salim menghela nafas dalam-dalam sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Dita sudah pindah ke kota besar." Rizal hanya mengangguk sebentar, kembali fokus pada ponselnya. "Ya, aku tahu." "Wanita itu mungkin sedang mencari target baru di sana," kata Bu Salim dengan nada sinis. Rizal menoleh, wajahnya tak berubah. “Biarin saja.” Nyonya Salim terdiam. Ia menyadari bahwa putranya telah dewasa dan mampu melihat hal-hal dari perspektif yang berbeda. Keesokan harinya, suasana di warung-warung kecil di kampung semakin riuh dengan percakapan tentang Dita. Bu Salim tiba di salah satu warung. Wajahnya yang keras dan sinis menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. "Tau nggak, sebenernya Dita tuh selama di sini, nggak pernah bener-bener jadi istri yang baik," ucap Bu Salim dengan nada berbisik, sambil memegang gelas kopi

  • Janda Tapi Perawan   BAB 4

    Dita membuka pintu dengan ragu dan melihat sosok Dika yang tersenyum kecil. Dita pun membuka pintu lebih lebar lagi. “Saya mau tanya-tanya tentang rumah sewa di sekitar sini,” katanya. Dita tampak sedikit tidak nyaman. Matanya gelisah memandang sekitar. Ia takut hal ini akan menjadi bahan gunjingan tetangga lagi. “Maaf, saya juga tidak tahu banyak tentang wilayah di sini.” Dita menolak dengan halus. “Mungkin saya memang datang di waktu yang tidak tepat. Maaf ya, Dita.” Tanpa menunggu waktu lebih lama, Dika pun berpamitan. Tapi sebelum itu, ia memberikan kartu namanya. Dita memandang kartu itu lamat-lamat. Di sana tertulis, Dika adalah manajer minimarket di kota. ‘Mungkin ini bisa menjadi jalan untukku keluar dari kampung ini…’ batinnya sambil menggenggam erat kartu nama itu. Setelah berpikir semalaman, Dita pun bertekad untuk ke kota. "Sebentar lagi, aku akan meninggalkan tempat ini," gumam Dita sambil menatap lirikan matahari pagi yang menyapa melalui tirai tipis. Semak

DMCA.com Protection Status