Mobil yang dikendarai Saga dan Kenanga berhenti di pemakaman umum yang hanya diterangi lampu jalanan. Semantara di dalam pemakaman, hanya ada gelap dan rasa dingin yang menyambut. "Biarkan aku menggendongmu," ucap Saga begitu Kenanga hendak membuka pintu mobil.
"Aku bisa jalan sendiri.""Kalau tidak mau menurut, aku akan melajukan mobil ini lagi," ancam Saga kembali menghidupkan mesin. "Oke! Lakukan sesukamu!" balas Kenanga jengkel dan memalingkan muka. Bergegas Saga keluar dari mobil dan menggendong tubuh Kenanga."Lingkarkan tanganmu di leherku," perintah Saga dengan nada memaksa.
"Bossy!" gumam Kenanga yang mau tak mau melingkarkan tangannya di leher Saga. Sementara pria itu terus berjalan dengan ponsel sebagai penerangannya. Sementara Kenanga, bertengger manis di punggung Saga yang kuat dan Kenanga layaknya anak kanguru yang terus menempel pada induknya. Dia tak menyangka bahwa kini pria yang paling dih
"Aku bisa membukanya sendiri!" cegah Kenanga yang duduk di pinggir ranjang tempat tidur ketika Saga menawarkan diri untuk membuka celana Kenanga yang robek di bagian lutut."Oke. Aku akan mengambil kotak obat untukmu," balas Saga yang segera mengambil kotak obat dengan canggung. Ini pertama kalinya dia harus tidur sekamar dengan Kenanga sejak ingatannya sudah kembali. Dia tidak tahu bagaimana harus bersikap pada istrinya. Di sisi lain Saga sadar bahwa dirinya juga tak bisa memaksa Kenanga untuk menerima dirinya.Saat Saga kembali dari mengambil kotak obat, Kenanga telah menutupi tubuh bagian bawahnya dengan selimut dan perlahan Saga berjongkok di hadapannya dan mulai membersihkan luka Kenanga dengan sangat hati-hati."Kalau kau lapar aku akan memasak untukmu," ucap Saga sembari meniup obat merah agar cepat kering."Tidak. Terima kasih. Aku hanya ingin berganti baju dan langsung tidur," balas Kenanga canggung. Ia memperhat
"Pulang jam berapa nanti?" tanya Angel sambil menggigit roti yang ada di tangannya. Sementara Bram yang sedang meneguk secangkir kopi hanya menjawab datar. "Belum tahu. Hari ini kamu mau ke mana? Arisan lagi?""Iya. Biasalah perempuan.""Jangan menghambur-hamburkan uang. Kamu tahu kan kita banyak hutang? Perusahaan keuangannya belum stabil."Kita? Itu kan kamu yang hutang! Bukan aku! Aku tidak ada urusannya dengan hutang perusahaanmu yang hampir bangkrut!" Jawab Angel kesal. Sejak ketemu Kenanga bulan lalu, Angel menganggap bahwa Bram tiba-tiba menjadi pelit dan perhitungan. Padahal, sebelumnya ia sangat loyal. Apapun permintaan Angel pasti dituruti. Tapi sekarang? Sering sekali mengoceh dan memintanya untuk berhemat! Padahal, bukan Kenanga penyebabnya melainkan jatuh tempo pembayaran hutang pada perusahaan Saga semakin dekat tapi Bram belum juga menemukan titik cerah dalam menghadapi utang piutang. Kerjasamanya dengan perusahaan lain pun tak b
"Ini buat adik-adikmu, Ra." Kenanga menyerahkan beberapa plastik berisikan ayam goreng. Meskipun usia Kenanga terpaut jauh dengan Rara dan Ajeng, mereka teman yang cukup mengasikkan. Rara si pintar yang sedikit pemalu dan Ajeng si cerdas dan selalu terlihat ceria."Makasih, Kak. Kak Nanga sudah terlalu baik sama Rara.""Itu karena kamu anak baik!" Kenanga mengusap lembut kepala Rara seolah-olah dia adalah adik perempuannya. Wajar jika Kenanga seperti itu karena dia adalah anak satu-satunya di keluarganya."Makasih, Kak." Rara tersenyum lembut lalu menoleh ke arah pintu restoran untuk melihat Ajeng sudah kembali dari toilet atau belum. Hampir sepuluh menit gadis itu ke kamar kecil sampai sekarang tidak juga kembali."Kakak nyusul Ajeng dulu ya ke kamar mandi. Kamu tunggu di sini."Rara mengangguk mantab dan Kenanga berjalan dengan cepat sambil sesekali melihat jam di tangan kirinya. Sudah pukul satu, Arga pasti sudah sa
Kenanga melenguh panjang begitu merasakan ada setitik cahaya mentari pagi menyusup ke kamarnya."Good morning, Honey," sapa Saga mengelus pipi Kenanga yang kemerahan. Pria itu bangun terlebih dahulu dan menyandarkan diri smbil membaca laporan yang ada di tangannya."Hmmm? Jam berapa sekarang?""Jam 7. Kau lapar?""What?" Kenanga yang kaget langsung beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu tanpa menyadari bahwa tak ada sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya. "Aku harus menyiapkan sarapan untuk Arga!""Dengan tubuh telanjang begitu?" Saga terkekeh melihat tingkah konyol suaminya. Dia pasti sudah sangat kelelahan hingga tak sadar bahwa Kenanga tak memakai baju."Ya Tuhan!" Kenanga menepuk jidatnya dan buru-buru membuka lemari pakaian."Arga sudah berangkat. Pak Man membuatkan sarapan dan bekal makan siang untuknya."Kenanga yang baru saja akan memakai celana dal
"Ajeng ikut ya, Ma!" sela Ajeng ketika meliha Dewi, Yunita dan Halima bersiap menggerebek suami mereka di sebuah hotel bintang lima yang ada di pusat ibukota. Ajeng ingin sekali mengabadikan pemandangan itu dan mengirimkannya kepada Kenanga sebagai hadiah atas kebaikannya selama ini."Anak kecil gak usah ikut-ikutan! Di rumah saja belajar!""Tapi ini hari Minggu, Ma! Ajeng bosen belajar terus!""Kalau bosan ajak main adikmu!" balas Dewi melihat ke anak-anak Halima yang masih balita karena setiap setahun sekali dia pasti melahirkan. Untung saja kekayaan Santoso masih cukup untuk menghidupi keluarga mereka sampai sepuluh turunan. Meskipun begitu, tetap Dewi tak rela harta anak cucunya digunakan oleh perempuan sundal!"Kan udah ada baby sitter, Ma. Ya, Ma ... Ajeng boleh ikut, ya."Semelas apapun Ajeng berakting, Dewi tetap bersikeras tidak membolehkan anak bungsunya ikut. Bukan konsumsi anak kecil! Lahir di keluarg
Dua Minggu kemudian setelah kejadian di hotel ....Bram yang sedang mondar-mandir di rumahnya merasa tertekan dan stress karena semua kerjasama bisnisnya tak ada yang berjalan lancar. Dia bahkan tertipu sahabatnya sendiri dan melarikan sisa-sisa uangnya yang dipinjam dari perusahaan Sagara. Kepalanya seolah-olah mau pecah menjadi kepingan-kepingan. Belum lagi istrinya, Angel yang sudah dua Minggu tidak pulang. Katanya, ada arisan bersama teman-temannya di Bali dan mengharuskan mereka menginap di sana."Bikinkan saya kopi, Bi!" teriak Bram kepada pembantu yang baru dipekerjakannya. Tak mungkin kan laki-laki yang sudah sibuk seharian di kantor harus membereskan rumah yang berantakan?"Oya, Pak. Tadi ada yang ngirimin surat," kata Bibi meletakkan kopi di depan Bram."Surat? Ini kan hari Minggu. Dari tukang pos?""Bukan, Pak. Kurir biasa.""Di mana suratnya, Bi?""Saya taruh di meja
Tadinya Angel sama sekali tak curiga ketika Bram mengajak ke acara pesta ulangtahun perusahaan PT. Emas Prakoso. Dia telah berdandan semaksimal mungkin dengan dress warna hitam dengan dada yang terbuka dan belahan gaun yang sampai ke paha. Semua mata tertuju padanya dan decak kagum diantara direktir-direktut berperut gendut yang ada di ballroom tak mungkin bisa didustakan. Tapi siapa sangka di sanalah Bram menjual Angel, istrinya sendiri kepada pemilik PT. Emas Prakoso yaitu Imam Prakoso? Kini Angel tahu apa yang dimaksud kata-kata suaminya tempo hari. "Dan kau akan membantuku mendapat uang dari investor-investor itu.""Sialan kamu, Bram! Aku tidak mengira kamu akan menjualku pada tua bangka ini!" umpat Angel yang melihat Imam Prakoso, pria berusia enam puluhan mulai melucuti pakaiannya. Perutnya buncit, bulu-bulu kemaluannya sudah memutih dan kulitnya mengendur. Benar-benar lalaki tua yang bau tanah!"Malam ini kau milikku, Sayang! Suamimu telah mengambil
"Berteriklah, Sayang. Aku sangat menyukai teriakanmu," bisiknya tepat di telinga Kenanga. Terdengar mesra, suaranya yang macho membuat perempuan manapun yang mendengarnya pasti merinding. Suara yang jantan!Kenanga yang jantungnya hampir copot mengenali betul suara siapa itu. Suara yang sering bilang cinta padanya, suara yang memanjakannya, menenangkannya saat kecemasan melanda. Ia berbalik dan langsung meninju perut suaminya. Saga mengaduh pura-pura kesakitan."Ya, Tuhan! Aku hampir saja mati kena serangan jantung!"Lelaki itu menempelkan jari telunjuk di atas bibir Nanga yang dipoles lipstick berwarna peach. "Jangan bicara tentang kematian, Nga. Aku ingin hidup bersamamu sampai seribu tahun lagi.""Memangnya aku vampir?""Kalau kau vampir aku manusia serigalanya.""Kenapa kamu ada di sini? Tidak makan siang?"Saga melingkarkan tangan di pinggul Kenanga dan menghapus jarak diantara mereka. "M
"Bagaimana tidurmu, Dew? Aku harap kamu bisa tidur dengan nyenyak," ucap Kenanga yang sedang mengoleskan selai pada roti untuk sarapan ketika Dewi baru saja bergabung dengan mereka di meja makan untuk sarapan. Gadis itu langsung duduk tanpa rasa rikuh sedikit pun. Apalagi di meja makan tersaji berbagai menu sarapan yang menggiurkan. Dengan gajinya yang pas-pasan, Dewi tak bisa membeli makanan yang terlalu mahal. Dia harus puas hanya dengan sarapan bubur ayam yang sering nongkrong di depan kosnya. "Nyenyak kok, Mbak," katanya berdusta. Padahal, bagaimana dia bisa tidur jika semalaman kamar di sebelahnya begitu berisik. Dia heran bagaimana rumah sebesar ini tidak kedap suara. Ah, hampir semalam suntuk Dewi menelan kejengkelannya ketika mendengar suara berisik dari kamar Saga dan Kenanga. Dia tak tahu kalau Kenanga yang sedang hamil ternyata memiliki nafsu yang begitu besar. Ah, pantas saja Sagara tak tergoda olehnya. Padahal, apa yang kurang dari Dewi? Biar pun ekonominya pas-pasan, t
Sagara menyunggingkan senyum lalu berdiri berhadapan dengan Dewi. Lelaki itu memandang gadis itu hingga membuat jantung Dewi berdegup kencang dan pipinya memerah karena malu sekaligus terbakar gairah. Apakah Pak Saga mulai tertarik padaku? Tanya gadis itu pada dirinya sendiri. Dia tak menyangka bahwa merayu bosnya yang kaya akan semudah ini. Oh, ternyata laki-laki di mana pun sama saja. Tak tahan melihat wajah cantik dan paha mulus, langsung tergoda dan seolah lupa jika mereka sudah memiliki anak-istri. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Dewi langsung merangkulkan kedua tangannya di leher Sagara, tetapi sayang halusinasi Dewi harus berhenti cukup sampai di situ."Singkirkan tanganmu dari tubuhku atau aku akan mematahkannya?" kata pria itu dengan nada yang datar serta terdengar dingin. Dewi lantas menarik tangannya dan menggigit bibir hingga sedikit berdarah. "Dengarkan aku ...." Sagara mulai berbisik di telinga gadis yang dinilainya tak memiliki harga diri dan picik."Kau bisa menipu
Setelah mengelilingi rumah Saga, Dewi semakin ingin merealisasikan niatnya merebut Sagara dari tangan Kenanga, wanita yang dinilainya bodoh dan mudah untuk ditipu. Sekali lagi Dewi melihat ke sekeliling ruangan, memastikan bahwa tidak ada cctv di rumah itu. Dan yang benar aja, memang tak nampak kamera pengawas yang akan mengintai gerak-geriknya di rumah ini. Jalan untuk menjalankan niat busuknya jadi makin mudah. "Mbak, kamar ini kosong, kan?" Dewi menunjuk kamar yang ada di sebelah kamar Kenanga dan Saga."Iya. Kamu mau tidur di sini?" tanya Kenanga tanpa rasa curiga sedikit pun."Boleh, Mbak?""Boleh dong, Wi. Kamar di sini sangat banyak, kamu bebas memilih yang mana pun yang kamu mau.""Terima kasih, Mbak. Mbak baik banget, deh!" Dewi mengecup pipi Kenanga yang membuat wanita itu merasa bahwa Dewi seperti adiknya sendiri. Kenanga berpikir bahwa seandainya dia memiliki adik perempuan, barangkali beginilah rasanya. Menurutnya Dewi begitu manja, lemah, dan butuh perlindungan. Dielusn
"Saga, bagaimana kalau kita antar Dewi pulang? Bagaimanapun juga dia bekerja untuk perusahaanmu," tanya Kenanga penuh harap. Dia memandangi suaminya yang tepat berdiri di sebelahnya sambil menenteng tas kresek warna merah.Belum juga Sagara menjawab, Dewi membuka mulut. "Dewi gak mau pulang, Mbak! Dia pasti sudah menunggu Dewi. Dewi takut sekali, Mbak. Dewi sebatang kara di Jakarta, tidak punya siapa-siapa. Tolong Dewi, Mbak ...." Dewi merengek meminta belas kasihan. Wajahnya benar-benar dibuat memelas sehingga Kenanga dibuat tak tega melihatnya. "Kamu tenang saja, ya. Aku pasti bakalan bantu kamu," balas Kenanga sambil memeluk Dewi lalu mengajaknya masuk ke dalam mobil. Saga tidak bisa menolak permintaan istrinya. Dia hanya mendesah melihat tubuh Kenanga yang menghilang di dalam mobil sambil membatin. Oh, istriku. Kau ini baik atau bodoh?***Pintu gerbang terbuka secara otomatis begitu mobil Saga berada di depan rumah. Dewi yang melihatnya tak berhenti berdecak kagum ketika melihat
"Ga, bisakah nanti berhenti di depan gedung?" tanya Kenanga ketika mereka berdua di dalam lift menuju tempat parkir.Sagara mendekap istrinya ke dalam pelukannya dan mencium keningnya. "Tentu saja. Ingin makan sesuatu?""Ya. Aku kemarin aku lihat ada banyak yang jualan di sana.""Apa perlu aku meminta mereka untuk jualan di depan rumah kita?"Kenanga tertawa dan mencubit perut suaminya yang liat. Tak percuma laki-laki itu rajin berolahraga di gym pribadi miliknya. "Siapa yang akan beli? Kamu bahkan tak punya tetangga."Minta pak Man dan yang lain untuk ngabisin.""Saga?""Hmmm?""Sudah menyiapkan nama untuk anak kita?"Sagara pura-pura berpikir dan menuntun Kenanga keluar dari lift. "Bagaimana kalau Magani dan Rinjani?""Sungguh?"Saga membukakan pintu mobil untuk Kenanga dan memasangkan sabuk pengaman dengan hati-hati. "Tentu, Sayang. Aku tak sabar lagi menunggu kelahiran mereka. Magani nama yang b
"Apa aku sudah boleh keluar?" tanya Kenanga polos ketika suaminya memasuki ruangan ganti. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh Sagara.Saga mendengus pelan kemudian mendekati Kenanga yang duduk di sofa dan mengamatinya dengan wajah penih tanya."Bagaimana menurutmu baju ini?"Kenanga melihat ke bawah dan menyentuh kain satin yang melekat di tubuhnya. "Aku merasa baju ini terlalu seksi untuk baju hamil. Dan ini lebih mirip baju tidur untuk penganti baru. Terlalu terbuka dan terlalu merangsang. Apa kamu yakin akan menjual ini untuk ibu hamil?""Kenapa tidak? Nanga, kau tahu?" Saga membelai pipi istri dengan lembut lalu mengecupnya dengan mesra. "Wanita yang sedang hamil adalah wanita tercantik sedunia. Selain itu ....""Apa?""Aku ingin agar perempuan hamil di sana bisa secantik dirimu.""Kamu memang pandai merayu! Apakah aku sudah boleh keluar? Kru pasti sedang menungguku." Kenanga bertanya sekali lagi."Pemotretannya ditunda
"Pelan-pelan, Sayang," ucap Sagara mengulurkan tangannya begitu pintu mobilnya terbuka. Mereka telah sampai di sebuah gedung pencakar langit yang asing bagi Kenanga. Wanita itu turun perlahan sambil memegangi perutnya. Digenggamnya erat tangan Sagara dan mereka berjalan menuju lift yang ada di sudut parkiran basedment. "Mau ketemu klien?" "Kau akan segera tahu, Istriku," balas Saga melingkarkan tangannya di pinggul Kenanga yang terasa padat. Beitu angka menunjukkan lantai sepuluh, lift berhenti dan Sagara menuntun istrinya keluar dari lift. "Apa kamu sering kemari?""Ya, akhir-akhir ini." Sagara membukakan pintu yang terletak tepat di ujung koridor. Dari luar kelihatan tak perpenghuni tapi di dalam suasana begitu riuh. Begitu hidup. Dan hanya sekalimoihat saja Kenanga bis tahu bahwa ruangan itu adalah studio foto. Banyak pencahayaan dan model-model yang sedang bergaya di depan kamera. "Boooos!" sapa seorang pria dengan suara kemayu padahal da
"Sudah puas?" tanya Sagara mencubit hidung istrinya begitu Berlian sudah keluar dari ruangan. Dengan perasaan senang, Kenanga tertawa dan memegangi tangan suaminya."Salah sendiri! Jadi perempuan kok genit dan suka menggoda suami orang!""Cemburu?" Saga tersenyum menggoda. Dia senang melihat istrinya yang protektif. Biasanya, laki-laki tak suka dicemburui. Tapi bagi Sagara, cemburu adalah micin bagi rumah tangganya biar makin sedap dan nikmat. Lagipula, sejak awal dia tahu kalau istrinya hanya pura-pura bermanja-manja untuk membuat Berlian kesal."Hummph! Siapa yang cemburu?"Sagara mengangkat tubuh istrinya dengan cepat dan diletakkan di atas pangkuannya. Makin hari Kenanga makin manja, menggemaskan, dan makin cantik. Semua tingkah lakunya terasa menyenangkan apalagi kalau sedang berada di depan cermin sambil melihat perutnya yang semakin buncit. Sagara tak pernah jemu melihat semua itu. Tak pernah marah jika di tengah malam ia terbangun karena Kenanga harus bua
Saga langsung menepis tubuh Berlian, teman kuliahnya yang sekarang menjadi model ternama. Dan kebetulan, perempuan yang bisa dibilang usianya matang itu akan bekerjasama dengan perusahaan Sagara sebagai model. "Jaga sikapmu, Ber. Ada istriku di sini."Berlian merengut. Dia memang mendengar bahwa Saga telah menikah. Taoi, dia tak menyangka istri Saga terlihat biasa-biasa saja. Pakaian tidak modis, rambut tanpa stylish dan wajah polos dengan riasan alakadarnya."Oh ... hai. Aku Berlian. Mantan pacar Gara!" Berlian mengulurkan tangannya dan Kenanga hanya tersenyum.Hmmpphh! Baru juga mantan pacar. Sudah bangga dan sombong!"Kenanga. Kenanga Ramdani. Istri dan juga ibu dari anak-anak Sagara Ramdani!" balas Kenanga menjabat erat tangan Berlian dan mereka pun saling bertatapan.Dasar wanita udik! Baru juga istri. Kapan pun bisa cerai!"Saya harap Anda bukanlah wanita murahan yang suka menggoda suami wanita lain," lanjut Kenanga lagi dengan s