"Mbak, maaf. Alice teman saya, dan dia tidak mungkin melakukan hal itu. Mungkin Pak Raymond sedang bersama saudaranya, jangan menuduh teman saya seperti ini, Mbak," ucap Erryana kepada Olive."Aku tidak percaya! Aku tahu, wanita ini sedang berbohong. Awas saja, jika Raymond ada bersamamu, urusan kita belum selesai," ucap Olive dengan tatapan kejam.Ia pun pergi meninggalkan kantor, Alice menghela nafas melihat kepergian wanita itu. Erryana menatap kesal kepada semua karyawan yang hanya menyaksikan tanpa berbuat apapun."Kalian juga! kenapa malah diam saja melihat Alice diperlakukan seperti itu?" tanya Erryana dengan tegas."Ka-kami takut, Bu. Wanita tadi adalah tunangannya Pak Raymond," ucap salah satu karyawan dengan menunduk."Sudahlah, Er. Mereka tidak salah, memang Olive yang selalu mencari masalah denganku," ucap Alice.Erryana menghela nafas panjang. Ia berjalan bersama Olive menuju ruangannya. Ia menatap wajah Alice dengan bingung. Sebenarnya, apa yang telah terjadi diantara me
"Lihat, dengan beraninya, wanita ini masih bekerja setelah membuat hubungan saya dengan Raymond hancur," ucap Olive dengan sinis.Alice tersentak. Baru saja ia sampai, sudah di sambut dengan ucapan seperti itu.Alice menatap dengan rasa kesal mendengar ucapan Olive. Semua karyawan menggelengkan kepalanya dengan tatapan tidak suka. Alice merasa ingin hilang dalam sekejap saja.Namanya benar-benar buruk dimata karyawan lain karena Olive.Olive berpangku tangan dengan menaikkan sebelah alisnya. Ia benar-benar puas mempermalukan Alice seperti itu.Suasana kantorpun berubah menjadi kegaduhan dan cemo'ohan terhadap Alice."Tidak! Itu semua tidak benar!" Alice mencoba membela diri.Olive mendekat dan mengenggam tangan Alice dengan erat. Tatapan tajam dan penuh amarah terpancar dimata Olive. Rasa tidak rela menyelimuti benak Olive karena Alice tengah dekat dengan Raymond.Olive tak memperdulikan karyawan lain disekitarnya yang melihat. Tidak ada yang berani membela Alice karena Olive adalah
Deru suara mobil terdengar jelas dibalik gemuruhnya hujan. Karena penasaran, netra cantik itu memperjelas penglihatannya.Sedetik saja, sebuah mobil berwarna merah berhenti di depannya. Alice yang tengah duduk di haltepun mengamati mobil itu. Terlihat seseorang keluar dengan memakai payung berlari mendekat.Dengan tatapan pasti, Alice membulatkan matanya karena yang datang adalah Raymond, bos-nya di kantor."Pak Raymond?" Alice mengernyitkan dahi. "Ayo masuk! Saya antar kamu pulang," ucap Raymond.Sedikit ragu, kesal dan tidak nyaman karena pulang tanpa pamit. Tetapi, karena hujan semakin deras dan tak kunjung ada bus datang, Alice menerima tawaran Raymond untuk diantarkan pulang. Alice pun mengangguk, mereka melangkah bersama di bawah payung menuju mobil.Suasana dingin kota Yogyakarta mulai terasa. Hujan dengan intensitas sedang membuat kota tidak terlalu ramai. Hanya beberapa kendaraan saja yang mengisi jalanan. Raymond membukakan pintu untuk wanita tersebut masuk.Ia berlari
Alice menutupi tangannya dan berharap ibunya tidak melihat. Ia tak ingin ibunya khawatir karena insiden tadi pagi.Terpaksa, Alice harus berbohong demi kebaikan semua. Biarlah kejadian yang menimpanya, hanya Alice yang tahu."Tadi kerjaan Alice sedikit, Bu. Jadi, bos mengizinkan pulang cepat.""Kamu yakin? Tidak ada masalah dalam pekerjaan kamu, kan?" tanya Ibu Rima menatap anaknya."Tidak, Bu. Ibu tidak usah khawatir, semua baik-baik saja. Alice mengganti pakaian dulu," ucap Alice.Ia beranjak masuk ke kamarnya. Sejenak, Alice menatap dirinya di depan cermin. Ia menghela nafas panjang mengusap lengannya. Kenapa dirinya harus mengalami hal seperti ini?Di saat perasaan terhadap Raymond muncul, justru membuat dirinya berada dalam bahaya. Bayangan kejahatan Olive tergambar difikirannya. Jika dengan dekat saja bisa membuat tangannya sakit, apalagi mempunyai hubungan lebih. Mungkin, dirinya bisa mati ditangan wanita itu.Alice membuka lemari dan memakai pakaian rumahannya. Ia kembali menem
Setelah lama berbincang, Erryana kembali ke ruangannya. Netra cantik Alice terpaku pada sebuah berkas yang harus ditanda tangani oleh Raymond saat ini. Ia menatap jam ditangannya, dan terlihat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.Alice yakin, Raymond pasti sudah datang dan berada di ruangannya.Alice berjalan cepat menuju ruangan bos-nya.Sesaat, ingatan hari kemarin kembali muncul difikirannya. Alice menghela nafas, rasanya, ia tak ingin mengalaminya untuk kedua kali.Alice berjalan menuju ruangan Raymond dengan berkas ditangannya.Ia mengetuk dan memutar gagang pintu ruangan itu. Dengan langkah pasti, Alice berjalan mendekati meja Raymond. Tatapan lelaki itu, selalu membuat degup jantung Alice tak beraturan."Permisi, Pak. Ini ada berkas yang harus ditanda tangani."Alice meletakkan lembaran berkas dimeja bos-nya. Raymond mulai membuka dan membaca perlahan berkas itu.Raymond mengangguk pelan dan mengambil pulpennya. Coretan tanda tangan, Raymond lakukan sesuai perintah Ali
"Aku tidak melakukan apapun, Er! Tadi memang sempat ada insiden kecil, aku tidak sengaja tersandung, dan Pak Raymond menolongku. Pas itulah tunangan Pak Raymond melihat kita dan terjadi salah paham."Erryana mengangguk mendengar ucapan Alice."Tapi, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Erryana."Aku tidak apa-apa, Er. Pak Raymond terus melindungiku, entah apa yang terjadi setelah aku keluar tadi," jawab Alice."Sudah, kamu tenang. Semoga mereka baik-baik saja," ucap Erryana dengan mengusap pundak Alice.*Jam istirahat tiba, Alice merapikan beberapa berkas dimejanya. Sejenak, ia teringat akan ajakan Raymond. Setelah kejadian tadi, Alice yakin kalau Raymond akan membatalkan makan siang dengannya. Alice mengusap wajahnya dan berfikir untuk makan siang bersama Erryana, temannya. Ia bergegas keluar dan berjalan menuju ruangan Erryana. Langkahnya terhenti saat terdengar seseorang memanggil namanya."Alice!" Suara yang sangat Alice kenali. Dengan perasaan gugup, Alice menoleh dan terlihat sen
"Aku mencintaimu Alice," ucap Raymond dengan tatapan dalam.Angin pun datang berhembus mengiringi ucapan itu. Sedetik saja, jantung Alice seakan loncat dari dadanya. Mata teduh yang selalu membuat Alice kaku, dengan jelasnya mengungkapkan perasaannya kepada Alice. Lidahnya terasa kelu, ia tak mampu untuk menjawab. Raymond menatapnya dengan serius. Harapan Alice akan menerimanya begitu besar. Tetapi, bayangan Olive tiba-tiba hadir difikiran Alice. Hampir saja ia menjadi babak belur oleh wanita pemarah itu. Dengan cepat, Alice melepaskan tangannya dari genggaman Raymond."Maaf, Pak, saya tidak bisa. Saya tidak ingin menjadi benalu diantara hubungan Pak Raymond dengan Olive," jawab Alice dengan mengalihkan pandangannya dari Raymond.Alice memang tak bisa membohongi perasaannya. Tetapi, bayangan wanita itu seakan menjadi penghalang dalam hidup Alice. Ia tak ingin disebut wanita pengganggu, hanya karena mencintai Raymond. Apalagi, ia telah dijodohkan dengan Olive yang artinya, sudah di
Erryana mengangguk pelan dan tersenyum. Ia mengedipkan sebelah mata kepada Alice dan berjalan keluar meninggalkan keduanya. Setelah pintu tertutup, Alice merasa kurang nyaman. Raymond mengalihkan pandangan kepada Alice yang terlihat kaku dalam duduknya."Tolong siapkan berkas untuk meeting kita besok," ucap Raymond.Netra cantik Alice membulat. Pikiran aneh yang muncul difikirannya, kini seakan pecah begitu saja. Pipi Alice seketika memerah, ia benar-benar malu pada dirinya sendiri.Ternyata Raymond hanya menyuruhnya untuk menyiapkan berkas."Baik, Pak. Secepatnya saya siapkan."Raymond menarik sudut bibirnya. Ia berjalan keluar tanpa menoleh sedikitpun. Alice menghela nafas panjang dan menyandarkan punggung dikursinya.*Beberapa menit berlalu, Alice masih fokus dalam kerjaannya. Erryana kembali muncul dan mendekat ke arah Alice. Senyum mekar terus ia perlihatkan dibibirnya.Alice meliriknya heran."Bicara apa si Bos tampan itu?" tanya Erryana."Dia hanya meminta disiapkan berkas un
"Mbak, maaf. Alice teman saya, dan dia tidak mungkin melakukan hal itu. Mungkin Pak Raymond sedang bersama saudaranya, jangan menuduh teman saya seperti ini, Mbak," ucap Erryana kepada Olive."Aku tidak percaya! Aku tahu, wanita ini sedang berbohong. Awas saja, jika Raymond ada bersamamu, urusan kita belum selesai," ucap Olive dengan tatapan kejam.Ia pun pergi meninggalkan kantor, Alice menghela nafas melihat kepergian wanita itu. Erryana menatap kesal kepada semua karyawan yang hanya menyaksikan tanpa berbuat apapun."Kalian juga! kenapa malah diam saja melihat Alice diperlakukan seperti itu?" tanya Erryana dengan tegas."Ka-kami takut, Bu. Wanita tadi adalah tunangannya Pak Raymond," ucap salah satu karyawan dengan menunduk."Sudahlah, Er. Mereka tidak salah, memang Olive yang selalu mencari masalah denganku," ucap Alice.Erryana menghela nafas panjang. Ia berjalan bersama Olive menuju ruangannya. Ia menatap wajah Alice dengan bingung. Sebenarnya, apa yang telah terjadi diantara me
"Raymond tidak bisa tinggal disini lagi, Bunda! Raymond selalu dipersalahkan disini. Bunda egois! Raymond juga ingin mempunyai kebahagian sendiri, dan tanpa adanya paksaan. Jika Bunda lebih mendengar ucapan Olive, silahkan. Biarkan Raymond pergi!" Ibu Rosa menangis dan menggelengkan kepala mendengar ucapan Raymond. "Tidak, Ray! Jangan pergi!" ucap ibu Rosa.Namun, tenaga anaknya lebih kuat. Raymond bergegas meninggalkan ibunya dan juga Olive. Ia melajukan mobilnya dengan cepat, tanpa peduli dengan tangisan di rumahnya.Raymond menuju ke sebuah apartemen miliknya. Setelah memarkirkan mobil, Raymond bergegas masuk dan mengunci kamarnya. Ia benar-benar butuh ketenangan saat ini.*Pagi ini, Alice kembali melakukan rutinitasnya. Dari mulai menyiapkan sarapan untuk Reno, membereskan rumah dan bersiap untuk bekerja.Alice segera berjalan ke ruang makan, dan memulai sarapan bersama ibunya. Di sela sarapan, ibu Rima membuka pendapatnya kepada Alice mengenai bos muda dan tampan itu."Alice,
Di kediaman Raymond.Olive datang dengan wajah marah dan mengetuk pintu rumah. Sesaat, pintu terbuka dan terlihat wanita paruh baya dengan memakai perhiasan di tangannya. Dia adalah Rosa, ibunda Raymond. Melihat Olive yang tiba-tiba menangis, gegas ibu Rosa mengajaknya masuk ke dalam rumah.Olive duduk di sofa dengan menangis tersedu.Ibu Rosa berlalu ke area dapur dan kembali dengan segelas air putih di tangannya. Ia duduk di samping Olive dengan wajah bingung. "Ini, minum dulu, sayang," ucap ibu Rosa.Olive meneguknya dengan cepat, ia terlihat seperti anak kecil saat ini. Ibu Rosa mengusap punggungnya pelan."Coba ceritakan, kenapa kamu menangis seperti ini? Ada masalah apa, Olive?" tanya Bu Rosa."Raymond mengkhianati Olive, Bunda. Olive melihatnya dengan wanita lain di kantornya," Olive semakin tersedu.Ibu Rosa terkejut, ia menatap marah mendengar ucapan Olive. Harapan akan perjodohannya, seketika membuatnya ingin di percepat. Raymond telah membuatnya malu saat ini."Kamu ya
Erryana mengangguk pelan dan tersenyum. Ia mengedipkan sebelah mata kepada Alice dan berjalan keluar meninggalkan keduanya. Setelah pintu tertutup, Alice merasa kurang nyaman. Raymond mengalihkan pandangan kepada Alice yang terlihat kaku dalam duduknya."Tolong siapkan berkas untuk meeting kita besok," ucap Raymond.Netra cantik Alice membulat. Pikiran aneh yang muncul difikirannya, kini seakan pecah begitu saja. Pipi Alice seketika memerah, ia benar-benar malu pada dirinya sendiri.Ternyata Raymond hanya menyuruhnya untuk menyiapkan berkas."Baik, Pak. Secepatnya saya siapkan."Raymond menarik sudut bibirnya. Ia berjalan keluar tanpa menoleh sedikitpun. Alice menghela nafas panjang dan menyandarkan punggung dikursinya.*Beberapa menit berlalu, Alice masih fokus dalam kerjaannya. Erryana kembali muncul dan mendekat ke arah Alice. Senyum mekar terus ia perlihatkan dibibirnya.Alice meliriknya heran."Bicara apa si Bos tampan itu?" tanya Erryana."Dia hanya meminta disiapkan berkas un
"Aku mencintaimu Alice," ucap Raymond dengan tatapan dalam.Angin pun datang berhembus mengiringi ucapan itu. Sedetik saja, jantung Alice seakan loncat dari dadanya. Mata teduh yang selalu membuat Alice kaku, dengan jelasnya mengungkapkan perasaannya kepada Alice. Lidahnya terasa kelu, ia tak mampu untuk menjawab. Raymond menatapnya dengan serius. Harapan Alice akan menerimanya begitu besar. Tetapi, bayangan Olive tiba-tiba hadir difikiran Alice. Hampir saja ia menjadi babak belur oleh wanita pemarah itu. Dengan cepat, Alice melepaskan tangannya dari genggaman Raymond."Maaf, Pak, saya tidak bisa. Saya tidak ingin menjadi benalu diantara hubungan Pak Raymond dengan Olive," jawab Alice dengan mengalihkan pandangannya dari Raymond.Alice memang tak bisa membohongi perasaannya. Tetapi, bayangan wanita itu seakan menjadi penghalang dalam hidup Alice. Ia tak ingin disebut wanita pengganggu, hanya karena mencintai Raymond. Apalagi, ia telah dijodohkan dengan Olive yang artinya, sudah di
"Aku tidak melakukan apapun, Er! Tadi memang sempat ada insiden kecil, aku tidak sengaja tersandung, dan Pak Raymond menolongku. Pas itulah tunangan Pak Raymond melihat kita dan terjadi salah paham."Erryana mengangguk mendengar ucapan Alice."Tapi, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Erryana."Aku tidak apa-apa, Er. Pak Raymond terus melindungiku, entah apa yang terjadi setelah aku keluar tadi," jawab Alice."Sudah, kamu tenang. Semoga mereka baik-baik saja," ucap Erryana dengan mengusap pundak Alice.*Jam istirahat tiba, Alice merapikan beberapa berkas dimejanya. Sejenak, ia teringat akan ajakan Raymond. Setelah kejadian tadi, Alice yakin kalau Raymond akan membatalkan makan siang dengannya. Alice mengusap wajahnya dan berfikir untuk makan siang bersama Erryana, temannya. Ia bergegas keluar dan berjalan menuju ruangan Erryana. Langkahnya terhenti saat terdengar seseorang memanggil namanya."Alice!" Suara yang sangat Alice kenali. Dengan perasaan gugup, Alice menoleh dan terlihat sen
Setelah lama berbincang, Erryana kembali ke ruangannya. Netra cantik Alice terpaku pada sebuah berkas yang harus ditanda tangani oleh Raymond saat ini. Ia menatap jam ditangannya, dan terlihat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.Alice yakin, Raymond pasti sudah datang dan berada di ruangannya.Alice berjalan cepat menuju ruangan bos-nya.Sesaat, ingatan hari kemarin kembali muncul difikirannya. Alice menghela nafas, rasanya, ia tak ingin mengalaminya untuk kedua kali.Alice berjalan menuju ruangan Raymond dengan berkas ditangannya.Ia mengetuk dan memutar gagang pintu ruangan itu. Dengan langkah pasti, Alice berjalan mendekati meja Raymond. Tatapan lelaki itu, selalu membuat degup jantung Alice tak beraturan."Permisi, Pak. Ini ada berkas yang harus ditanda tangani."Alice meletakkan lembaran berkas dimeja bos-nya. Raymond mulai membuka dan membaca perlahan berkas itu.Raymond mengangguk pelan dan mengambil pulpennya. Coretan tanda tangan, Raymond lakukan sesuai perintah Ali
Alice menutupi tangannya dan berharap ibunya tidak melihat. Ia tak ingin ibunya khawatir karena insiden tadi pagi.Terpaksa, Alice harus berbohong demi kebaikan semua. Biarlah kejadian yang menimpanya, hanya Alice yang tahu."Tadi kerjaan Alice sedikit, Bu. Jadi, bos mengizinkan pulang cepat.""Kamu yakin? Tidak ada masalah dalam pekerjaan kamu, kan?" tanya Ibu Rima menatap anaknya."Tidak, Bu. Ibu tidak usah khawatir, semua baik-baik saja. Alice mengganti pakaian dulu," ucap Alice.Ia beranjak masuk ke kamarnya. Sejenak, Alice menatap dirinya di depan cermin. Ia menghela nafas panjang mengusap lengannya. Kenapa dirinya harus mengalami hal seperti ini?Di saat perasaan terhadap Raymond muncul, justru membuat dirinya berada dalam bahaya. Bayangan kejahatan Olive tergambar difikirannya. Jika dengan dekat saja bisa membuat tangannya sakit, apalagi mempunyai hubungan lebih. Mungkin, dirinya bisa mati ditangan wanita itu.Alice membuka lemari dan memakai pakaian rumahannya. Ia kembali menem
Deru suara mobil terdengar jelas dibalik gemuruhnya hujan. Karena penasaran, netra cantik itu memperjelas penglihatannya.Sedetik saja, sebuah mobil berwarna merah berhenti di depannya. Alice yang tengah duduk di haltepun mengamati mobil itu. Terlihat seseorang keluar dengan memakai payung berlari mendekat.Dengan tatapan pasti, Alice membulatkan matanya karena yang datang adalah Raymond, bos-nya di kantor."Pak Raymond?" Alice mengernyitkan dahi. "Ayo masuk! Saya antar kamu pulang," ucap Raymond.Sedikit ragu, kesal dan tidak nyaman karena pulang tanpa pamit. Tetapi, karena hujan semakin deras dan tak kunjung ada bus datang, Alice menerima tawaran Raymond untuk diantarkan pulang. Alice pun mengangguk, mereka melangkah bersama di bawah payung menuju mobil.Suasana dingin kota Yogyakarta mulai terasa. Hujan dengan intensitas sedang membuat kota tidak terlalu ramai. Hanya beberapa kendaraan saja yang mengisi jalanan. Raymond membukakan pintu untuk wanita tersebut masuk.Ia berlari