"Mbak Saras jangan khawatir, aku akan bekerja agar dapat uang untuk membantu Mbak Saras membayar hutang bapak," sahut Bayu sembari memegang tangan kakak perempuannya itu.
"Tidak, Bayu! Kamu harus tetap sekolah, bagaimanapun caranya, kamu harus tetap sekolah dan menjadi orang sukses. Tolong bantu Mbak mewujudkan cita-cita Mbak."
"Tapi Mbak! Bagaimana cara Mbak Saras membayar hutang Bapak?" tanya Bayu.
"Kita pikirkan nanti saja."
"Bagaimana kalau Broto ke sini dan nagih utang?"
"Bayu, biarkan Mbak istirahat sejenak, pikirannya Mbak masih kacau."
"Mbak, biarkan aku bekerja saja."
Saras memandang ke arah adiknya dengan tatapan tajam, ia terlihat kesal tapi juga sedih. Saras lalu menyandarkan kepalanya di dinding rumahnya yang terbuat dari bambu.
"Bayu, Mbak ingin kalian semua, adik-adikku yang Mbak sayangi menjadi orang h
"Ya Allah, belum juga 40 hari almarhumah ibuku, namun Broto gemblung itu minta aku menikah dengan dia. Dasar manusia tak ada udelnya, harusnya nunggu sampai 40 harinya ibuku.""Tapi kalau aku tak menikah dengannya, para pengawalnya pasti akan menyakiti keluargaku.""Ya Allah, andai saja aku bisa mati, matikan saja aku saat ini, aku takut membayangkan nasibku.""Tapi kalau aku mati, bagaimana dengan adik-adikku? Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku menikah dengannya?"Malam itu Saras tak bisa tidur, pikirannya kalut memikirkan nasibnya yang malang. Air matanya mengalir membasahi pipinya, bahkan kain selendang yang tersampir di pundaknya sudah basah oleh air mata.Saras merebahkan tubuhnya di atas tikar pandan yang ada di ruang tengah itu, ia bersama ketiga adiknya memang tidur di ruangan tengah, sedangkan neneknya tidur di dipan di sebelah ruang tamu.
Setelah beberapa saat, ia di kamar mandi, lalu masuklah seorang wanita paruh baya yang terlihat baik hati, ia menolong Saras mandi dan menuntun Saras ke tempat tidur."Ibu siapa?" tanya Saras lirih."Saya pengurus rumah ini, Non.""Nama Ibu siapa?""Non, jangan panggil aku Ibu, tapi panggil saja Mbok Tarni.""Mbok Tarni terima kasih ya!""Iya sama-sama, ini sudah tugas saya Non.""Sepreinya sudah Mbok ganti.""Iya Non, saat Non di kamar mandi, Mbok ganti sprei yang kotor dengan yang baru.""Mbok, badanku sakit semua dan bisakah Mbok bantu aku?""Bantu apa Non?"Saras melihat sekali lagi ke mata Mbok Tarni yang terlihat baik hati, Saras ingin minta tolong belikan pil KB agar dirinya tidak hamil dengan Broto."Mbok, belikan aku obat agar
Satu minggu kemudian...Daminah istri pertama almarhum Juragan Broto datang ke rumah Saras, dia di dampingi oleh pengawalnya yang bernama Jatmiko. Mereka datang berdua dengan wajah yang sinis, Saras yang sedang menerima mereka di ruang tamu rumahnya yang sederhana hanya tersenyum tipis.'Dua manusia tak tahu diri ini kenapa datang ke rumahku? Bikin pandangan mataku ternoda oleh penampilan Daminah yang menor, menyebalkan!' batin Saras.Daminah adalah wanita yang sombong dan suka pamer, penampilannya menor dan juga banyak perhiasan emas yang dia pakai. Daminah dijuluki toko emas berjalan."Hei, Saras! Kamu harus dengarkan aku baik-baik, ya!" Daminah membuka suara."Iya Bu.""Aku bukan ibumu, jangan panggil aku Bu!""Maaf," jawab Saras sambil menunduk, tapi dalam hati dia menahan tawa."Ada apa? Kenapa kamu senyum?"
Seorang pria tampan datang mendekat, setelah Daminah pergi bersama pengawalnya. Pria itu terlihat kebingungan. Permadi adik dari Saras baru pulang dari beli minyak goreng, ia lalu bicara dengan pria tampan itu."Maaf Mas, cari siapa ya?" tanya Permadi."Anu Dik, apa kamu tahu rumahnya Pak Sujarwo?""Ada apa cari Pakde Jarwo?""Orang itu katanya mau jual tanah jadi saya cari dia, tapi aku tak tahu pasti rumahnya di mana, karena ponselku mati gak bisa telpon dia.""Pakde Jarwo kan?""Iya Sujarwo.""Sujarwo atau Jarwo?" tanya Permadi. Bocah kecil itu memastikan siapa yang di cari orang itu."Aku tahunya dia namanya Sujarwo pedagang beras di pasar.""Oh, kalau itu betul namanya Pakde Jarwo.""Dia Pakde kamu?"Permadi mengangguk perlahan, ia lalu menunjuk sebua
Saras melamun hingga dia berjalan melewati rumah Pakde Jarwo, dan kebetulan Pakde Jarwo sedang ada di depan teras rumahnya dan melihat Saras berjalan bersama pria tidak dikenal."Saras, kamu mau ke mana?" tanya Pakde Jarwo.Sontak Saras berhenti dan membalikkan badan, ia lalu memandang sekelilingnya, ia tersipu malu karena melamun, ia tak sadar bila telah melewati rumah Pakde nya."Kamu mau ke mana, Nduk!" tanya Pakde Jarwo lagi.Saras tak menjawab tapi langsung berlari kecil menghampiri pamannya itu, ia tersipu malu seraya menunduk setelah sampai di di teras rumah Pakde Jarwo."A-anu Pakde, aku antar tamunya Pakde," jawab Saras."Orang itu ta?""Iya Pakde.""Oalah, lalu orang itu siapa, Nduk?""Ya, gak tahu Pakde, wong aku baru saja ketemu."Pakde Jarwo tersenyum mendengar uc
"Betul sekali, nasib Saras tak seberuntung anak gadis seusia dia, aku kalau ingat gitu suka nangis," ucap Pakde Jarwo sambil berkaca-kaca matanya menahan kesedihan."Lalu sekarang Saras tinggal dengan siapa?'"Saras tinggal dengan ketiga adiknya, ia sekarang menjadi kepala keluarga, ibu serta kakak buat adik-adiknya.""Bapaknya ke mana?""Kabur entah ke mana, Mas! Orang jahat itu semoga kena adzab Allah.""Oh, gitu."Reyhan manggut-manggut kepalanya, ia mencoba mencerna cerita dari Pakde Jarwo, tapi semakin ia memikirkan, ia semakin penasaran dengan kisah hidup Saras."Mas Reyhan orang kota, jadi tidak ada cerita kayak gitu ya?""Aku dengar yang seperti ini, ceritanya kayak di sinetron aja, hehehe!""Yaah, begitu nasib orang mah, tidak ada yang tahu, kadang di bawah kadang juga di atas, kita
Keesokan harinya...Saras pergi berjualan ke pasar seperti biasanya, dan hari itu lumayan banyak pembeli di warung sembako miliknya. Saras juga berjualan nasi bungkus yang ia biat sendiri. Dalam dua jam nasi bungkus buatannya sudah ludes terjual."Nasi bungkus buatan kamu itu enak, sayur dan lauknya bumbunya pas dan lezat.""Iya, aku juga suka lo Bu.""Rahasianya apa, sih?"Saras hanya tersenyum ramah saat menanggapi semua ucapan mereka. Di pasar Kali Baru Bayuwangi, Saras punya lapak di pasar dan ia gunakan untuk berjualan sembako dan ada sayuran segar dan juga nasi bungkus.Dari hasil berdagang itulah dirinya membayar semua biaya sekolah adik-adiknya. Saras sejak kecil sudah pandai memasak karena saat ibunya berjualan di pasar, Saras di rumah menjaga adik-adiknya di bantu oleh neneknya. Semua bumbu rahasia dari neneknya kini diturunkan kepada Saras, jadi Sa
Pagi itu, Saras malas berjualan ke pasar, ia masih merasa dongkol soal yang terjadi di pasar kemaren, ia sekarang lagi malas-malasan di rumahnya sambil menggerutu seorang diri. "Memangnya kenapa kalau aku janda? Kenapa orang-orang begitu benciku? Huh, sebel!" "Aku tak akan mengganggu suami mereka, tak ada yang membuat aku terpikat, kecuali satu orang yaitu pria yang kemaren." Saras tersenyum malu sambil tidur-tiduran di dipan bambu yang ada di dekat dapur, ia sebetulnya mau masak, tapi dia malas untuk bangun dari dipan. Adik-adiknya pergi sekolah semua, karena itu ia malas untuk masak. "Saras, ada lauk dan sayur?" tiba-tiba Bude Sumiati masuk ke dapur lewat pintu belakang. "Bude saya libur gak jualan, jadi gak masak, tapi ada tahu goreng sama sambal kecap." "Aduh, kenapa tidak masak? Itu kemaren Reyhan ke sini terus tak kasih makan, tapi lauk dan sayurnya ambil di rumah kamu, dan sekarang tanya masakan yang kayak kemarin. Saras, gimana
"Kenapa kamu bersama Saras?" "Kenapa, kamu tidak suka?" jawab Radytia seraya menatap Reyhan tajam. Seakan tidak mau kalah dengan Radytia, Reyhan berkacak pinggang sambil menatap balik Radytia dengan pandangan yang siap tanding, "Kalau berani, kita bisa berduel di luar." "Jangan Mas." Saras memegang tangan Radytia erat-erat. Reyhan semakin cemburu melihat Saras begitu dekat dengan Radytia, padahal dengannya Saras selalu menjauh, dia juga tidak tahu sejak kapan Radytia dan Saras bisa sedekat itu. "Apa kalian sudah tidur bersama?" "Dasar gila, kamu bicara terbuka seperti itu, apa tidak malu?" sahut Saras kesal. "Malu ... kalian yang seharusnya malu bergandengan tangan di depan umum padahal dia masih istriku." Plaaakk! Saras menampar Reyhan dengan keras hingga Radytia terkejut melihatnya, dia sungguh tidak menyangka bila Saras senekat itu di depan orang banyak. "Aku bukan istrimu lagi jadi jangan sebut lagi aku istrimu. Ngerti!" Zapp! suara pukulan bogem mentah yang langsung mend
"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Saras sambil menengadah menatap Radytia."Kenapa, apa kamu tidak suka aku melihatmu?""Tidak juga sih.""Kamu cantik, pribadimu juga menarik, apa kamu mau jadi pacarku?"Saras menatap dalam-dalam Radytia, dia rasa Radytia sedang mabuk karena bicaranya ngaco, "Kamu baik-baik saja kan?""Tentu saja," jawab Radytia yang tanpa sungkan duduk di ranjang sambil menatap Saras penuh perhatian."Kenapa lihat-lihat hah! Jauh-jauh sana!""Biasanya kalau wanita bilang jauh-jauh itu tandanya suruh mendekat.""Dekat-dekat sana!" sahut Saras yang mengira Radytia bicara sungguh-sungguh, tetapi Saras tidak tahu kalau itu hanya modus Radytia untuk mendekatinya."Bagaimana, apa ini sudah dekat?"Saras terkejut dengan tindakan Radytia yang langsung mendekatinya dan bahkan wajahnya tepat di depannya hingga hidupnya bisa merasakan hidung Radytia. Saras tidak berani buka mulut karena dia baru bangun tidur dan belum gosok gigi, tapi wajah Radytia yang semakin mendekat mem
Saras menahan gejolak rindu dalam hatinya karena Reyhan sekarang sudah punya istri, sedangkan dirinya hanya ibu dari anaknya, tidak seharusnya dia berduaan dengan suami orang."Aku mencintaimu, percayalah cintaku hanya untukmu," lirih Reyhan."Maafkan aku Mas, aku tidak bisa menerimamu. Tolong kembalilah ke kamarmu, kita sudah bukan lagi suami istri, Mas sudah memilih menikah dengan Bella dan meninggalkanku jadi sekarang waktunya kita untuk berpisah."'Apa maksud kamu Dik, kita sudah lama tidak bertemu dan duku kita berpisah karena salah paham, jadi kembalilah padaku, aku tahu dulu aku banyak salah padamu, tapi mohon mengertilah keadaanku.""Maafkan aku Mas," jawab Saras sambil menepis tangan Reyhan.Mendapat penolakan dari Saras Reyhan pun terduduk lemas sambil bersandar di sisi ranjang, matanya terpenjam dan dia duduk bersila, penyesalan yang begitu besar menyesakkan dadanya."Dik, andai saja dulu aku tidak melakukan kebodohan, mungkin saat ini kita sudah hidup bahagia.""Mungkin sa
Saras sudah muak dengan perilaku Bella, terlebih mereka saat itu di kamar hotel. Langkah kakinya menuju pintu kamar lalu membuka pintu."Keluar dari sini!"Semua yang di dalam kamar memandang ke arah Saras, mereka terkejut dengan ucapan Saras yang tajam."Lama tidak bertemu, aku tidak menyangka kau sekarang lebih berani padaku," balas Bella. "Cukup sudah kau hina aku, jadi sebaiknya kau pergi."Mendengar ucapan Saras, Bella berjalan menuju tempat Saras berdiri, terlihat senyuman sinis dari sudut bibirnya. "Kau menantangku …?""Selama ini aku sudah menghindar dan pergi dari kehidupan kalian, tapi kau masih saja mengangguku, jadi untuk apa aku mengalah?""Saras, kau sudah berubah," balas Bella. "Bukan urusanmu aku berubah atau tidak, tapi kalau kau usik aku, maka aku tak akan tinggal diam!""Baiklah, aku akan pergi, tapi ingat, kalau kamu main-main dengan suamiku, maka rasakan akibatnya!"Tatapan serta ucapan Bella begitu tajam pada Saras, namun Saras bukan wanita yang gampang takluk
Saras setuju menginap di hotel, karena dirinya juga butuh istirahat setelah kemarin melakukan perjalanan dari kota Solo. Melihat perhatian Radytia, saudara-saudara Saras beranggapan bila Radytia punya perasaan khusus pada Saras. "Mbak, sepertinya Mas Radyt itu orang baik," ucap Sundari yang sedang bermain dengan Elena di atas kasur. "Baik dari mananya, bukankah kau baru kenal dia?" "Iya sih, tapi terlihat dari tatapan matanya yang syahdu saat melihat Mbak Saras." "Mbak rasa setiap laki-laki begitu adanya, mereka akan menatap dengan penuh cinta saat belum mendapatkan apa yang dia incar." "Menurut Mbak Saras seperti itu?" "Iya," jawab Saras sambil tersenyum. Saras masih ingat bagaimana perhatian Reyhan padanya saat dirinya belum menikah dengannya, namun setelah dirinya hamil, malah Reyhan memintanya untuk menggugurkan kandungan. Perasaan benci pada Reyhan waktu itu masih sangat terasa sampai saat ini. Rasa benci, rindu dan cinta bercampur aduk dalam hatinya saat ini. "Mbak, kenap
"Radyt, tolong bicara dengan Bella kalau kita cari makan hanya berdua saja," ucap Reyhan sambil memandang Radytia. "Apa maksudmu? Kenapa aku harus berbohong padanya?" "Ayolah bantu aku kali ini saja." "Hahaha!" tiba-tiba saja Saras tertawa melihat wajah Reyhan, "dasar pengecut!" lanjutnya. "Aku tidak pengecut, tapi saat ini ada Mama di rumah sakit dan Papa juga masih kritis di ICU, jadi aku tidak bisa jujur dengan mereka," jawab Reyhan. "Tetap saja kau seorang pengecut bagiku," sahut Saras dengan pandangan tajam ke arah Reyhan. "Sudah su-" belum sempat Radytia selesai bicara, ponsel yang dipegang Reyhan berdering kembali. "Radyt, tolong bicara dengan Bella," pinta Reyhan. "Aku tidak mau," jawab Radytia. "Radyt aku mohon." Radytia terlihat cuek dan asik dengan makanan yang dia kunyah, sedangkan Reyhan terlihat gelisah sambil memandang ponselnya yang berdering. "Radyt kalau Mama tahu aku makan bersama Saras, Mama bisa kena serangan jantung." Saras yang tadinya merasa kesal de
Mereka sudah sampai di sebuah restoran keluarga yang terletak di sebuah hotel yang nuansanya tradisional berpadu dengan nuansa modern. Makanan melimpah dari nuansa Indonesia, nuansa Western, nuansa oriental dan nuansa Jepang semuanya tersedia. Pelayanannya ramah, saat Saras dan rombongan masuk ke dalam restoran, mereka disambut oleh senyuman ramah para pegawai restoran."Mbak Saras pernah ke sini?" bisik Permadi."Aku pernah pernah ke sini.""Mbak ini hotel dan restoran gitu kayaknya," sahut Sundari."Kayaknya sih iya," jawab Saras.Saras berjalan diapit oleh Permadi dan Sundari, sedangkan Bayu berjalan di depan beriringan dengan Reyhan. "Radyt ke mana?" tanya Saras yang tidak melihat Radytia di antara mereka."Radyt lagi pesan tempat," jawab Reyhan."Oalah," jawab Saras."Mbak, di sini suasananya enak ya.""Iya suasananya enak, ada yang di dalam ruangan ada yang di luar ruangan, pohonnya besar dan rindang, enak buat duduk-duduk," jawab Saras."Hah Radyt harusnya reservasi dulu sebe
"Kenapa kau berubah seperti ini?" tanya Reyhan."Aku tidak suka Mas Reyhan mempermainkan perasaan wanita sebaik dan secantik Mbak Saras.""Aku tidak main-main dengannya, aku sungguh-sungguh mencintainya.""Oh ya, dari yang aku lihat dan yang aku tahu, Mas Reyhan sudah mempermainkan dia," jawab Radytia sambil tersenyum sinis."Sejak kapan kau perduli dengan masalah pribadiku?" "Sejak setahun yang lalu aku melihat Mbak Saras yang sedang bersedih karenamu.""Aku pikir kau pria dingin yang tak punya hati," jawab Reyhan."Jangan mengungkit masa lalu, Mas!""Aku masih ingat bagaimana kau pergi dari Indonesia dan kuliah ke Amerika setelah kita bertengkar.""Aku juga masih ingat itu, saat itu kita bertengkar karena seorang gadis.""Gadis itu jatuh cinta padamu, tapi malah kau tinggalkan?""Aku pergi karena kamu, aku kasih kau kesempatan untuk mendekati gadis itu.""Tapi dia menolakku," jawab Reyhan sambil menghela nafas berat, pikirannya menerawang jauh saat dirinya masih muda dan baru tamat
"Apa Radyt tidak tahu hubunganku dengan keluarga mereka?" "Ah sudahlah, itu tidak lagi menjadi masalahku." Saras terus berjalan menuju parkiran mobil, ia ingin segera sampai di mobil tempat anaknya berada. "Loh Mbak, kok sudah kembali?" ucap Bayu saat melihat Saras sudah ada di samping mobil. "Loh katanya tadi Elena nangis," jawab Saras. "Oh tadi memang nangis, tapi setelah itu dia diam, lalu main sama Permadi dan Sundari." "Oalah tak kira dia masih nangis." "Mbak masuk dulu, nanti kita bicara di dalam mobil," ucap Bayu. Saras masuk ke dalam mobil dan duduk di depan, karena jok belakang sudah ditempati oleh Sundari dan Permadi. "Bayu, kamu sebaiknya masuk ke dalam untuk bantu jaga Pakde, kasihan Bude sendirian di dalam," ucap Saras. "Bagas sudah otw ke ruangan Pakde," jawab Bayu. "Ya udah kalau begitu." Saras menjawab tanpa semangat, ia merebahkan kepalanya di bantalan jok mobil dan memejamkan matanya, tapi sebenarnya dalam hatinya dia teringat dengan kejadian yang barusan