Cevin mendengar dia setuju.Cevin langsung memeluknya dan berkata, "Terima kasih Ayah."Dia menggandeng tangan ibunya dan Simon lalu melompat ke dalam mobil Keluarga Luke.Silvia membawa pergi kedua anaknya sesuai keinginannya.Vivi berdiri di belakangnya dengan pipi agak merah dan mata bersemangat.Kedua anak itu dibawa pergi tepat pada waktunya, dia bisa makan berduaan dengan Melvin di rumah, lalu meminta ayahnya untuk bersulang lebih banyak anggur dengan Melvin dan langsung membuat nasi menjadi bubur.Dia percaya bahwa selama Melvin pernah tidur dengannya, Melvin tidak akan pernah melupakannya. Dia akan menjerat Melvin beberapa kali dan hamil, maka dia tidak perlu lagi berpura-pura menyenangkan Cevin dan Simon!Kalau foto mereka diambil lagi, dia akan selangkah lebih dekat untuk menjadi Nyonya Direktur Grup Modern!"Melvin, ayo pulang makan."Dia mengulurkan tangan untuk menarik Melvin, tapi ada panggilan telepon masuk dan pria itu menghindari tangannya.Setelah menjawab panggilan t
Saat Cevin melihat Melvin di foto itu, dia langsung mendongak ke arah pintu dan berteriak penuh semangat, "Ayah!"Melvin masuk ke dalam rumah, "Ayah datang jemput kalian pulang."Nadine kebetulan sedang berada di pelukan Silvia. Keduanya menatap Melvin dan kedua anak cowok itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Ada foto-foto yang baru saja diambil di atas karpet. Cevin dan Simon menarik Melvin duduk lalu dengan antusias memperkenalkan foto-foto yang baru saja mereka ambil.Simon menunjuk Melvin di foto dan berkata, "Ayah, lihat, kamu juga ada di foto-foto ini."Lalu dia mengerutkan kening, "Tapi, Ayah, wajahmu serius sekali."Cevin melirik Silvia dan berbisik, "Ayah, ayo foto bersama kami."Simon segera mendekat dengan mata jernih."Iya iya, Ayah, sudah lama kita nggak berfoto, aku mau berfoto bersama Ayah, Ibu, Kakak dan Adik."Silvia tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menatap Simon dengan mata agak tersentuh, "Kamu tadi memanggilku apa?"Melvin dihentikan oleh Silvia saat hendak ber
Mata besar bocah itu yang cerah berkaca-kaca. Dia mengendus dan menatap mata Melvin yang hitam.Nadine, "Kalau begitu, Paman senyum."Melvin menghindari tatapannya, "Aku nggak suka senyum."Wajah cantik dan lembut itu tertunduk karena kecewa dan mata yang jernih itu jelas kecewa.Melihat bocah kecil di pelukannya hendak menangis lagi, Melvin terpaksa menggerakkan sudut mulutnya dan meski kaku, tetap saja itu adalah senyuman.Nadine langsung tertawa terbahak-bahak.Dia tersenyum cerah pada Silvia di sebelahnya dan mendekatkan wajah kecilnya pada Silvia."Bu, usap."Silvia menatapnya tak berdaya, bertanya-tanya kenapa putrinya tidak takut pada Melvin, padahal wajahnya sudah suram.Dia menyeka wajah Nadine dengan tisu.Sesaat setelah membersihkannya, bocah itu menoleh ke arah Melvin dan tersenyum sambil menggelengkan wajah kecilnya ke arahnya.Nadine, "Bersih."Dia bergoyang begitu keras hingga kehilangan keseimbangan dan jatuh ke samping.Melvin dan Silvia mengambil tindakan pada saat be
Itu sangat akrab.Mirip dengan merek favorit Silvia selama menikah dengannya.Dia mundur dua langkah dan menjauhkan diri.Mata jernih pria itu menyipit, temperamennya yang anggun dan pendiam tiba-tiba berubah menjadi dingin, auranya yang kuat membuat orang tidak bisa mundur.Silvia melirik jam dan berkata dengan hangat, "Nadine, Kakak mau pulang. Ucapkan selamat tinggal pada Kakak."Cevin dan Simon enggan pergi.Cevin bahkan bertanya langsung pada Melvin, "Ayah, bolehkah kami menginap di sini hari ini?"Pria itu berdiri di bawah cahaya dan berkata tanpa ragu, "Nggak boleh."Simon juga ingin menginap, ketika dia mendengar apa yang Melvin katakan, dia menundukkan kepala karena kecewa.Cevin malah menghiburnya, "Simon, kita bisa datang lagi besok."Nadine pun sangat enggan berpisah dengan mereka. dia memandang ke arah ibunya untuk meminta bantuan.Silvia menghela napas dan berlutut sambil memeluk ketiga anaknya."Cevin, Si ... Simon, Ibu jemput kalian pulang sekolah besok ya?" Dia masih b
Jantung Melvin berdetak kencang.Telinganya berdengung dan dunia menjadi sunyi.Suara Silvia tidak terdengar dan suara anak itu tidak terdengar. Dia sepertinya jatuh dari gunung berapi ke gletser dalam sekejap dan anggota tubuhnya lemah.Setelah beberapa saat.Dia membalikkan punggungnya, napasnya berangsur-angsur stabil dan kembali seperti sebelumnya, tapi suaranya lebih dingin dan lebih kejam dari sebelumnya."Nggak masalah kalau kamu nggak menginginkanku, aku nggak akan memberimu hak asuh anak."Silvia mengira dia baru saja pulang bersama Vivi untuk menemui orang tua Vivi. Dia sudah menikah dengan Silvia selama lima tahun. Setelah anak lahir, Silvia memintanya untuk menemani Silvia pulang ke Desa Hujan untuk memberi penghormatan kepada neneknya, tapi dia menolak dengan segala cara.Perbedaan ini ....Benar saja, perbedaan cinta dan tidak cinta terlalu kentara.Silvia menekan rasa tidak nyaman di hatinya. Demi anaknya, dia tidak boleh bertengkar besar dengan Melvin saat ini.Dia bert
Cevin menatap Silvia, "Bu, apa Ayah baik-baik saja?"Silvia mengangguk.Dia menyeka air mata kedua anaknya dan berkata dengan lembut, "Ayah perlu istirahat. Cevin ajak Simon tidur dulu, oke?"Melvin selalu bersikap lebih lembut di hadapan anak-anaknya.Dia menyentuh kepala mereka dan berkata, "Sayang, Ayah baik-baik saja. Kalian tidur dengan Ibu dulu."Cevin dan Simon menoleh ke belakang berulang kali.Silvia membawa mereka keluar dari kamar tamu, meninggalkan Daniel yang mengurusnya.Ketika menutup pintu, Silva melirik ke arah Melvin yang sedang bersandar di samping ranjang dengan mata terpejam. Separuh wajahnya tertutup bayangan dan profilnya terlihat jelas.Menyadari tatapan Silvia, dia perlahan mendongak untuk menatap Silvia.Pada akhirnya, keduanya terdiam dan saling menghindari pandangan.Dokter Keluarga Lint bergegas datang, dia melakukan pemeriksaan seluruh tubuh pada Melvin dan menemukan bahwa kondisinya sudah stabil."Pak Melvin, keadaanmu kali ini jauh lebih baik dari sebelu
Keesokan harinya.Cevin dan Simon langsung menuju kamar tamu setelah mandi.Jarang sekali Melvin tidak menderita insomnia tadi malam. Dia menatap dupa yang menyala di meja samping ranjang sambil berpikir.Saat anak-anak masuk, dia baru saja keluar dari kamar mandi dan mengenakan pakaian bersih yang dibawakan Daniel pagi-pagi.Cevin dan Simon masing-masing memeluk salah satu kakinya, menatapnya dan menghela napas lega setelah yakin dia baik-baik saja.Nadine selangkah lebih lambat dari mereka.Dia melihat kedua kaki Melvin dan mengerucutkan bibirnya. Oh tidak, paman hanya memiliki dua kaki, dia tidak memiliki kaki untuk dipeluk lagi.Dia ragu-ragu sejenak.Nadine mengulurkan tangannya ke arah Melvin. Mukanya yang putih dan kemerahan karena baru saja dioleskan bedak terasa lembut dan halus, itu sangat menghangatkan hati.Dia bergumam, "Paman, gendong aku."Melvin berpikir selama dua detik dan menggendongnya.Seandainya Ayah menggendong anak lain, Cevin dan Simon pasti cemburu, tapi merek
Melvin merasakan sesuatu di sakunya dan mengulurkan tangan untuk menyentuhnya.Itu tiga permen merah muda.Dia bersandar di sandaran kursi dan tertegun untuk waktu yang lama sebelum sadar kembali.Dia memasukkan kembali permen itu ke sakunya, suasana hatinya yang baik terlihat dengan mata telanjang.Waktu berlalu dengan cepat.Begitu bel sekolah berbunyi, Cevin dan Simon berlari menuju pintu masuk taman kanak-kanak sambil menggendong tas sekolah mereka yang sudah dirapikan.Saat Silvia datang pagi ini, dia meninggalkan foto dan informasi kontaknya di taman kanak-kanak, jadi gurunya mengetahui bahwa dia adalah ibunya Cevin dan Simon.Nadine melepaskan tangan ibunya dan berlari ke arah Cevin dan Simon. Kali ini dia melemparkan dirinya ke pelukan Simon yang sangat terkejut tapi senang.Simon memandangnya dengan antusias, "Dik!"Nadine mengangkat matanya, senyumnya lebih cerah dari bunga matahari, "Kak."Cevin juga sangat senang karena hubungan Simon dan adik baik. Dia menggandeng tangan m