Home / CEO / Jadul Tapi Mantul / Godaan Iman

Share

Godaan Iman

Author: Bintang Kejora
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Entah kenapa aku jadi penasaran dengan gadis tersebut, kenapa dia begitu benci padaku, sampai bilang orang Medan tidak paham lalu lintas. Rumahnya memang tempat di belakang mesjid, akan tetapi ditembok tinggi. Jalan masuk ke sana juga  sekitar lima puluh meter di samping mesjid. Berarti dia keluar dari rumahnya  sebelum subuh. Sendirian dan hanya memakai baju tidur.

Subuh itu aku terlambat ke mesjid, sayup-sayup kudengar sudah tahrim, itu pasti Ridho, marbot masjid yang baru. Saat aku sampai, gadis itu sudah ada lagi di depan mesjid, kali ini dia tak masuk.

"Apakah harus pakaian toa keras?" tanyanya kemudian.

"Maaf," kataku kemudian.

"Sadar gak, orang butuh istirahat, saya baru bisa tidur jam dua belas, jam empat kalian sudah ribut," katanya lagi.

"Maaf, Bu," kataku seraya berlalu, akan tetapi dia memegang tanganku.

"Heh, semenjak kamu datang ke lingkungan ini, kamu saja yang bikin ribut," katanya.

"Astaghfirullah, terpaksa saya wudhu  lagi." jawabku.

"Mabuk agama, sok suci, tanganku bersih ya," katanya kemudian.

"Bukan perkara bersih tidaknya, Bu, tapi saya terpaksa wudhu lagi," kataku kemudian.

Aku pun menuju kamar mandi mesjid, akan tetapi saat aku selesai wudhu, perempuan itu sudah berdebat dengan beberapa jama'ah perempuan.

"Dasar setan lo, orang azan kepanasan telinga lo," kata seorang jemaah.

"Heh, azan ya azan, gak usah pakai toa," katanya.

"Lo siapa ngatur-ngatur orang?" Seorang jamaah tampak mulai emosi.

"Saya warga negara taat pajak," katanya.

"Lo pikir cuma lo aja yang bayar pajak, sana kau," seorang jamaah wanita mendorong tubuh gadis tersebut. 

Gadis ini sungguh pemberani, dia malah membalas, akhirnya gadis itu hendak dikeroyok orang. Seorang jamaah perempuan menarik rambutnya. Para jamaah laki-laki justru menonton. Tentu saja tak bisa kubiarkan, aku coba memegangi gadis itu, melindunginya dari amukan massa yang mulai beringis.

Aku membawa gadis itu menjauh, mengantarnya sampai pintu rumahnya. Rumahnya berada di bagian lain lingkungan ini. Ada tembok tinggi yang memisahkan lingkungan mesjid dengan kompleks tersebut. Akan tetapi ada pintu kecil yang hanya bisa dilewati orang. Konon penghuni komplek itu tak pernah bergaul dengan warga sekitar. Hanya bergaul sesama penghuni komplek. 

"Tolong tenang, Bu, saya akan usulkan menghapus penggunaan toa," kataku.

"Disentuh saja tanganmu kamu sudah bilang najis, ini kamu peluk aku, ini pelecehan, awas saja kamu," kata gadis tersebut.

Aku memang reflek memeluknya, akan tetapi itu kulakukan untuk menyelamatkannya dari amukan jemaah ibu-ibu yang sudah emosi.

"Sudah, Bu, sudah," kataku seraya pergi.

Akan tetapi seorang pria keluar dari rumah yang di sampingnya, pria kekar berpakaian olahraga.

"Ngapain kalian situ?" tanyanya.

"Dia mau melecehkan saya," jawab gadis tersebut.

"Astaghfirullah," 

"Kurang ajar kamu!" kata pria tersebut seraya memegangi tanganku. Sejurus kemudian dia sudah melingkarkan tangannya di leherku. 

"Saya aparat, Jangan macam-macam," kata pria itu.

"Saya tidak bersalah, Pak?" Aku coba membela diri.

Pria itu terus saja melingkarkan tangannya di leherku, satu tangannya yang lain bicara  lewat telepon. Sesaat kemudian datang dua orang pria naik motor. Bersamaan dengan itu jama'ah salat subuh juga berdatangan, mungkin mereka heran kenapa aku lama datang.

Pria yang mengaku aparat itu berdebat dengan warga, dia bersikeras membawa ku ke kantor polisi. Gadis itu yang tadinya garang kini lebih banyak diam.  Mungkin dia tak menyangka akan begini jadinya.

"Ayo, Karen, kamu harus buat pengaduan resmi," kata lelaki yang mengaku aparat tersebut.

Gadis yang  ternyata bernama Karen itu tampak bingung, sementara aku sudah dipegangi dua orang polisi. Sementara itu jama'ah salat subuh seperti kalah argumen dengan aparat. Aku didudukkan di jok motor, diapit dua polisi, lalu dibawah ke kantor polisi. 

Sampai di kantor polisi, aku justru langsung dimasukkan ke sel, kata Polisi, pemeriksaan nanti dilaksanakan setelah petugas juper masuk kantor.

Begitu aku masuk sel, seorang penghuni sel langsung meraba isi kantong bajuku, saat itu aku memang hanya pakai sarung, tak ada uang di kantongku.

"Apa kasusmu?" tanya seorang pria bertato.

"Saya belum tahu, Bang," jawabku.

"Belum tahu? Aneh kamu, selesai dulu tanda tangan BAP, baru masuk ke sel ini," katanya.

"Entahlah, kata polisi, juper belum datang," kataku kemudian.

"Jadi karena apa kamu dibawa kemari?" tanyanya lagi, sementara tahanan lain masih tidur, ada enam orang di sel tersebut.

"Dituduh melecehkan," kataku lagi.

"Ssttt, jangan keras-keras bilang, jika mereka tahu kamu kasus melecehkan perempuan, bisa-bisa disodomi kamu di sini," katanya.

"Waduh!"

"Jika kamu mau aman di sini, kamu harus kasih aku rokok dan makan," katanya lagi.

"Aku gak bawa uang, Bang?" kataku.

"Nanti kan emakmu pasti datang, minta duit, jika mau aman di sini, rokok sebungkus satu hari, nasi dua bungkus satu hari," katanya lagi.

"Emakku di kampung, Bang,"

"Saudaramu, entah siapa, siapa saudaramu  di sini?"

"Pak Ali Akhir Pulungan, Bang?"

"Yang Kapolres itu?"

"Iya, Bang,"

"Hahaha, gak usah ngaku-ngaku kamu, kamu pikir saya takut, pokoknya satu bungkus rokok, dua bungkus nasi, kalau gak sodomi."

Comments (3)
goodnovel comment avatar
sekai
jd kelewat sholat shubuh d mesjid berjamaah gegara cewe. pusing pala tante....
goodnovel comment avatar
sekai
pdhl kalo mo misahin cewe yg lg gelud, bang ucok nya hrs lindungi tangan pake sarung at kain at apa kek. jd g sentuhan langsung. jd we mslh lg. ahh dasar bang ucok. tepok jidat dehh
goodnovel comment avatar
sekai
nahh ini, baru kelemahan bang ucok. sok jd pahlawan. sok melindungi tp diri sendiri bonyok. iyaa lahh, c Karen nyinyir. td kepegang tangan bang ucok langsung protes. lahh skrng malah g sadar meluk tuhh cewe. apa iyaa refleks nyaa sampe lama gitu. dr mesjid k dkt rumah.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jadul Tapi Mantul    Tahanan Polisi

    Waktu terasa lebih lama berjalan, satu persatu para tahanan lain pun mulai bangun. Tak ada kemanusiaan di ruang tahanan ini, kamar mandinya tak berdinding, ada di sudut ruangan. Mandi dan buang air terpaksa ditonton orang banyak. "Orang baru yang bayar sarapan pagi ini," kata seseorang. Semua mata memandang ke arahku, aku tidak punya uang, dompetku saja tertinggal di jok motor, dan sampai saat ini belum ada yang datang menjengukku. Dugaanku keliru, kupikir selama ini, tahanan polisi itu dibiayai negara, makan dikasih, ternyata tidak, kalau tidak beli tidak bisa makan. Ada seorang yang khusus bisa disuruh beli makanan."Apa kasusmu?" tanya seorang pria botak. Aku tak berani lagi mengatakan yang sebenarnya, karena kasus pelecehan ternyata sangat mereka benci. "Belum tahu, Bang, ada ribut-ribut di masjid tiba-tiba aku dibawa kemari," kataku kemudian."Oh, pantas lo cuma pake sarung," kata seorang pria ia lain."Bagaimana sarapan pagi ini?" tanya seorang pria berkulit hitam."Aku gak a

  • Jadul Tapi Mantul    Bukan Orang Biasa

    "Yang mana yang mukul kau, Cok?" tanya Pak Ali Akhir lagi.Aku melihat juper tersebut, dia menunduk, polisi tetangga Karen itu pun sepertinya ketakutan. "Kenapa kau dipukul, Cok?" tanya Pak Ali Akhir lagi."Dia melawan petugas, Pak," Kapolsek itu yang menjawab."Bukan, Pak, aku dipaksa tanda-tangani BAP yang isinya tidak sesuai kenyataan," kataku kemudian.Pak Ali Akhir marah-marah di kantor polisi tersebut. Aku akhirnya dibawa Pak Ali Akhir keluar dari Polsek itu. Di luar, sudah menunggu beberapa jama'ah masjid. Aku menyalami mereka satu persatu. "Cok, entah kenapa denganmu, masalah seperti selalu datang mengikutimu, belum satu tahun kamu di sini, sudah berapa kali berurusan dengan polisi," kata Pak Ali Akhir saat kami sudah di mobil."Maaf, Pak, saya sudah merepotkan Bapak?" jawabku."Bukan itu masalahnya, Cok, saya senang bisa membantu, tapi ini terlalu sering, bagaimana nanti jika saya sudah pensiun? tak ada yang membantumu?""Iya, Pak, aku juga heran, kenapa masalah selalu da

  • Jadul Tapi Mantul    Pelet

    Aku sedikit kecewa dengan mamak, selalu saja aku yang disalahkan. Padahal menurutku aku sudah merasa benar. Mamak sepertinya berubah setelah jadi wakil bupati. Segala tindak-tandukku bisa berpengaruh pada satu kabupaten. Ah, aku ingin jadi orang biasa saja. Sukses tanpa embel embel nama orang tua.Ormas yang pernah kutolak itu ternyata yang jadi biang kerok. Mereka lah yang ambil video cctv, karena kebetulan komplek itu mereka yang jaga keamanannya. Aku dikuliti habis-habisan. Mereka juga yang posting di Facebook, mereka yang gencar membagikan postingan tersebut. "Kita tidak bisa diam saja, kita harus melawan," kata Ridho di suatu sore, saat itu kami berkumpul di masjid menunggu waktu salat magrib."Iya, tapi bagaimana caranya, mereka punya video cctv," kataku kemudian."Kita temui gadis itu?" usul Ridho."Itu tambah masalah, sudah pasti dia benci kita," kata Ahmad."Kita coba saja," kata Ridho lagi.Akhirnya kami bertiga pergi ke rumah gadis tersebut. Rumahnya tepat di belakang mas

  • Jadul Tapi Mantul    Tertipu

    Tabrakannya ringan saja, tak sampai membuat aku terpental, tak juga membuat motor jatuh, akan tetapi kaca belakang motorku pecah."Heh, lo mau mati ya?" kata seorang wanita. Aku menatapnya, wanita itu balik menatapku. Matanya melotot."Heh, masalah lo apa?" katanya lagi.Ini kesempatan emas, dua baris doa itu akhirnya aku lafalkan juga. Akan tetapi tidak ada yang berubah. Karen justru makin marah.Aku coba yang empat baris, dia justru berpaling dariku. Ternyata kali ini dia menyetir sendiri. "Singkirkan motor butut lo," katanya kemudian.Aku menggeser motor tersebut, akan tetapi sekuriti komplek datang."Sudah penyot ini, Bu, suru dia ganti," kata sekuriti itu seraya menunjuk bumper mobil Karen."Motorku juga pecah lampunya," kataku kemudian."Yang salah kan, lo, tiba-tiba berhenti," kata Karen."Benar, kamu yang salah," sambut sekuriti tersebut.Masyarakat lingkungan itu mulai berdatangan, mungkin karena melihat orang datang, Karen sepertinya takut juga."Nih, ganti lampu motor lo,"

  • Jadul Tapi Mantul    Karena Karen

    PoV KarenNamaku Karen, lengkapnya Karenina. Kuliah kedokteran di universitas paling bergengsi di ibukota. Orang tuaku pejabat, beliau menjabat kepala dinas di kota kelahiranku di Sumatra. Di sini aku tinggal bersama seorang ART dan seorang sopir. Rumah di komplek tergolong elit dikontrak Ayah untuk tempat tinggalku.Semula di sini aman saja, tetangga kiri yang seorang polisi sangat baik. Akan tetapi ketenanganku mulai terusik. Belakangan ini, adab suara mengaji dan azan sangat keras dari masjid yang di belakang rumah.Hingga suatu hari, kesabaranku sudah habis, saat itu aku baru saja bisa tidur, jam sudah menunjukkan angka tiga, akan tetapi baru saja aku terlelap, suara mengaji itu mulai lagi. Suaranya seakan menggetarkan dinding kamarku. Mungkin karena pengaruh PMS, hatiku seakan terbakar, akhirnya aku pergi ke masjid tersebut.Saat aku sampai seorang pria lagi asyik mengaji, kutegur pun dia tak menggubris, akhirnya aku ucapkan salam. Astaga, wajah pemuda ini teduh sekali. Aku ha

  • Jadul Tapi Mantul    Lelaki Bersarung

    Lelaki Bersarung PoV UcokIlmu meluluhkan hati orang itu ternyata berhasil, akan tetapi hasilnya sungguh tak terduga. Aku ditembak cewek yang lebih tua umurnya tiga tahun. Karen namanya, gadis cantik calon dokter.Malam itu aku terkejut melihat Karen datang ke masjid, dia memakai mukena warna pink, manis sekali. Saat itu aku dan Ridho duduk di teras masjid menunggu waktu isya."Assalamualaikum," salam dari Karen."Waalaikum salam," jawabku dan Ridho hampir bersamaan."Masih ada waktu Magrib kah?" tanyanya kemudian."Masih, masih," kataku seraya menunjuk ruang salat untuk perempuan.Gadis itu kemudian masuk masjid, aku dan Ridho melanjutkan obrolan. Beberapa saat kemudian gadis itu sudah selesai salat, dia justru duduk di depan kami."Diskusi apa kita ini?" tanyanya."Maaf, bertanya dulu, Karen, kamu muslim kan?" tanyaku kemudian. Karena pernah dia suruh aku pasang lampu di kamarnya, aku sempat melihat tanda-tanda agama lain."Ayahku tadinya muslim, ibuku kristen, jadi aku diberikan k

  • Jadul Tapi Mantul    Bu Wabup

    Bu Wabup PoV NiaSemenjak dilantik jadi wakil bupati, kehidupan kami benar-benar berubah. Senin sampai Jumat harus tinggal di rumah dinas walikota bupati. Sabtu Minggu baru ke rumah pribadi. Pelaksana tugas kepala desa kuserahkan pada wakil kepala desa.Akan tetapi apakah kami berubah lebih baik? Entahlah, aku tidak tahu, apakah ini lebih baik? Cantik kini diurus seorang baby sitter. Butet juga pindah sekolah ke kota. Bupati juga menepati janjinya, aku dilibatkan dalam setiap rapat penting. Urusan sosial dan pertanian juga jadi pekerjaanku. Satu lagi yang disarankan bupati aku urus, yaitu pemberdayaan perempuan.Hari itu kami lagi di rumah dinas Wakil Bupati. Bang Parlin tak berubah, hobby yang berkebun masih dia bawa sampai rumah dinas. Belakang rumah dinas itu jadi kebun sayuran dan tanaman obat-obatan.Ada tamu datang, mobil berpelat merah parkir di halaman rumah. Seorang pria paruh baya turun dari mobil. Aku kenal pria ini, dia kepala dinas sosial."Selamat sore, Bu," sapanya

  • Jadul Tapi Mantul    Beda Zaman

    Jabatan ini ternyata berat juga, berat dalam arti susah untuk yang jujur. Aku baru paham, ternyata jual beli jabatan itu sudah hal yang lumrah. Orang jujur justru banyak dimusuhi orang. Aku juga ternyata salah pilih, dinas sosial itu ternyata lahan basah. Karena menyalurkan uang yang banyak. Jabatan ini juga ternyata sangat menyita waktu dan pikiran. Aku sangat bersyukur punya Bang Parlindungan dan Butet yang selalu siap membantu. Hp-ku yang tadinya jarang berbunyi kini hampir-hampir setiap setengah jam ada yang menelepon."Kayaknya mamak dahulu butuh asisten ini, yang kerjanya khusus terima telepon dan atur jadwal mamak," usul Butet di suatu hari."Belum perlu lah, Tet,""Camat saja ada asistennya," kataku Butet lagi."Iya juga ya, nantinya kita cari,"Pak bupati meneleponku di suatu hari, saat itu aku lagi berada di kantor dinas sosial."Bu Nia, saya mohon jangan terlalu keras, saya setuju kita berantas korupsi, tapi pelan-pelan saja," kata Bupati."Maaf, Pak, saya lihat di dinas s

Latest chapter

  • Jadul Tapi Mantul    The End

    PoV Nia Sangat sedih melepas Butet untuk mengarungi rumah tangga barunya. Rasanya baru kemarin dia kugendong. Dia teman diskusi yang sangat asyik. Selama ini dia memang sudah tinggal jauh dari kami, akan tetapi tetap berat juga untuk melepasnya. Bang Parlin juga terlihat sangat sedih, pesta ini justru jadi ajang tangis bagi suamiku. Dia justru sering menangis. Tamu yang datang sangat beragam, mulai dari pekerja kami, sampai toke sawit, sampai bupati pun datang. Akan tetapi aku sedikit kecewa, menantuku tidak datang dengan alasan tak bisa meninggalkan warungnya. Karena Menantu tidak datang, otomatis cucu kamI juga tidak datang. Padahal ini hari bersejarah. Aku ingin berfoto seluruh keluarga. Akan tetapi menantu dan satu-satunya cucu tidak datang. Aku sudah coba hubungi menantu, akan tetapi jawaban dia adalah tidak bisa meninggalkan warungnya. Katanya jika ditinggalkan, terpaksa ditutup dan pelanggan akan lari. Sementara warung itu belum bisa diserahkan kepada karyawan. Resep

  • Jadul Tapi Mantul    Selamat Menempuh Hidup Baru, Butet

    Aku bangun pagi seiring azan subuh berkumandang dari mesjid desa. Lalu mandi dan pergi ke mesjid untuk salat subuh berjamaah, kami sekeluarga pergi ke mesjid. Cantik juga ikut, kami mau sekalian membicarakan proses akad nikah di masjid tersebut. Penghulunya juga masih Abang angkatku, yang dulu pernah jadi guru mengaji di rumah kami. Setelah membicarakan semua, kami pulang ke rumah. Mulai ada kesibukan di rumah. Para Bapak-bapak memasak rendang, para ibu-ibu memasak nasi. Jam delapan pagi sudah bisa makan. Satu kampung makan di rumah kami. Kebanyakan bawa baskom masing-masing. Ibunya Bang Sandi datang, begitu datang dia langsung salaman. "Kok lama kali datangnya?" tanya mamak."Itu tadi, Bu, ngantar Sandy mau pulang," jawab Ibu tersebut."Kok cepat kali dia pulang?" tanya mamak lagi."Katanya mau tugas,"Ternyata Bang Sandy memang di sini, ingin aku bertanya pada ibunya, akan tetapi aku tahan, tak ingin merusak suasana hati yang beberapa jam lagi akan menikah. Bang Sandy bohong soal

  • Jadul Tapi Mantul    Sedihnya Melepas Butet

    Pertanyaan Bang Sandy ini sepertinya tidak masuk akal, mengajak tinggal di Brunei, pekerjaan membobol bank. "Bagaimana, Tet, kita akan bahagia bersama," kaya Bang Sandy lagi."Hei, Bang Sandy, kamu masih waras gak? masa ajak aku jadi penjahat, kerja membobol bank, emangnya kamu pikir aku penjahat ya," kataku kemudian."Itu hanya perumpamaan, Tet, intinya aku bisa lebih baik dari si Cina itu," "Hei, Bang, kamu sudah rasis, gak boleh manggil orang dengan sukunya,""Bukan maksud rasis ya, Tet, hanya kesal, ayolah, Tet, kita akan hidup makmur di Brunei, Kamu tahu gak, pemerintah Brunei pernah mengajak aku pindah ke sana, sebagai tenaga ahli bidang IT," kata Bang Sandy lagi."Wah,""Iya, Butet, aku bisa lebih baik dari si sipit itu, percayalah," Lama-lama omongan Bang Sandy makin melantur saja, padahal biasanya dia orang yang santun, jarang bicara, ini sudah rasis segala. "Kok kamu jadi rasis sih, ini bukan Bang Sandy yang kukenal,""Cinta, Tet," Oh, seperti kata ayah, cinta bisa mem

  • Jadul Tapi Mantul    Gadis Mahal

    Sekitar jam 10.00 malam, Ayah akhirnya pulang ke rumah. Ini kesempatanku untuk bertanya apakah Ayah setuju. Bang Ucok, mamak dan bahkan Cantik tidak setuju aku pergi kuliah di Amerika. Tinggal Ayah yang belum kutanyakan."Papa, Kak Butet mau pergi ke Amerika," belum sempat aku bertanya Cantik sudah mengadu duluan. "Amerika," Ayah melihatku."Iya, jauhhh,""Hahaha," ayah malah tertawa, mungkin ayah mengira ini lelucon."Ayah, Cantik benar, aku mau pergi ke Amerika," kataku kemudian."Waw, mau ngapain?""Kuliah pascasarjana, Yah," "Jauh sekali ke Amerika?""Aku dapat beasiswa, Yah," Ayah' terdiam, dia melihat mamak, lalu kembali melihatku."Boleh, Yah?" tanyaku lagi."Kamu sudah dewasa, Butet sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk," kata Ayah."Ayah dukung apapun keputusanmu, tapi Ayah berikan sedikit gambaran, Amerika itu jauh, jika sekiranya ayah meninggal kamu gak akan bisa kejar, terus adikmu suka' kangen kakaknya, kamu satu bulan tidak pulang saja Cantik sudah sering be

  • Jadul Tapi Mantul    Amerika?

    Aku justru makin bingung, Ini kesempatan langka, beasiswa di Amerika. Akan tetapi aku dan Pak Johan sudah membuat semacam kesepakatan. Tiga tahun lagi kami akan menikah, itu 2 tahun yang lalu. Apakah kesepakatan itu sudah janji? "Bagaimana, Butet? kok malah bengong?" kata Pak Dosen."Saya berpikir dulu, Pak," jawabku akhirnya."Butet, ini kesempatan langka, Jangan disia-siakan, aku yakin kamu bisa berkarir di luar negeri," kata Pak Dosen."Cita-cita saya bukan seperti itu, Pak, cita-cita saya buka kantor pengacara publik, yang memberikan layanan hukum' gratis untuk masyarakat miskin," kataku kemudian."Jika memang itu cita-citamu, cocok juga, tapi ambil S-2 ini juga, paling dua tahun," kata Pak Dosen."Saya pikirkan dulu, Pak," kataku kemudian."Kupikir tadi kamu akan sujud sukur sambil menamgis karena dapat beasiswa penuh," kata seorang pengacara yang lain."Iya, gak nyangka kamu masih berpikir, padahal ini kesempatan emas, dari propinsi ini hanya dua orang, kamu salah' satunya," ka

  • Jadul Tapi Mantul    Butet Bingung

    Bertanya ke Bang Ucok ternyata jawabannya sangat logika, ini sesuatu yang berubah pada diri Bang Ucok. Setelah dia menikah bicaranya sekarang sudah banyak yang secara logika. Atau karena dia sekarang sudah sarjana psikologi. "Memangnya siapa yang orang Cina siapa yang orang Padang?" Tanya Bang Ucok lagi."Adalah,""Biar kutebak, kalau Cina itu yang pemilik hotel itu ya?" "Iya, Bang,""Yang orang Padang siapa?" "Coba tebak?" tanyaku kemudian.Heran juga Bang Ucok tidak ingat kepada Bang Sandy, Padahal kami dulu sering memecahkan kasus bersama. Bahkan kudengar Bang Sandi setelah jadi polisi pernah pergi ke tempat Bang Ucok. Kenapa dia tidak ingat?"Umar ya?" "Bukan?""Jadi siapa?""Ah, payah Bang Ucok."Aku memutuskan panggilan telepon karena Bang Ucok tidak ingat kepada Sandy. Aku makin bingung entah memilih siapa. Cari jawaban Bang Ucok juga mengambang, masalah umur dia pilih pada Sandy, di masalah profesi dia pilih Pak Johan. Sedangkan masalah suku dia tidak memberikan pilihan.

  • Jadul Tapi Mantul    Di Antara Dua Cinta

    PoV ButetSidang meja hijau berjalan lancar, cerita orang tentang seramnya sidang itu tak berlaku padaku. Bahkan dosen memujiku. Semua berjalan mulus, aku akan jadi wisudawan termuda di perguruan tinggi tersebut. Setelah selesai sidang, kegiatanku kini lebih lapang, aku bisa pulang ke desa setiap Minggu. Tinggal menunggu jadwal wisuda, tidak lama lagi aku akan jadi seorang sarjana hukum, seperti cita-citaku selama ini.Hari itu aku terkejut dengan kedatangan Pak Johan, dia datang bersama Ibunya ke tempat kos-ku. Ini tidak biasa, biarpun kami sudah berjanji akan menikah nanti, kami tidak pacaran, tidak bertemu rutin selayaknya pasangan kekasih."Ada apa ya, Pak?" tanyaku seraya mempersilahkan duduk.Ibunya Johan sudah jauh berubah penampilannya, dulu beliau selalu memakai pakaian ketat, kini beliau memakai pakaian Muslim, jilbabnya juga panjang."Butet, kamu datang mau menanyakan sesuatu," kata Ibunya Johan."Iya, Bu,""Jadi begini, kamu sebentar lagi kan akan diwisuda, jadi kamu akan

  • Jadul Tapi Mantul    Makin Tua Makin Tampan

    Keesokan harinya Pak Dullah datang lagi, kali ini dia minta Bang Parlin yang jadi saksi pernikahan anaknya dan Agus. Mereka gerak cepat, katanya akad nikah akan dilaksanakan jam sepuluh pagi. Nikah duluan dan suratnya diurus belakangan. Karena kebetulan Butet masih di rumah, aku ikut Bang Parlin ke rumah Pak Dullah. Agus sudah datang, anak Pak Dullah juga sudah didandani ala kadarnya. Petugas pencatat nikah yang juga guru di pesantren kami yang menikahkan. Acara berjalan lancar, diakhiri doa bersama yang dipinpin Bang Parlin. Lalu makan bersama.Agus lalu salim ke semua orang, saat salim ke Bang Parlin dia menangis. "Terimakasih kasih, Pak, aku ada permintaan satu lagi," kata Agus."Apa lagi, Gus?""Aku ingin pekerjaan tetap, Pak, aku sudah punya istri sekarang," katanya.Selama ini dia kami pekerjakan memang tidak tetap, hanya jika panen saja. "Baiklah, ngurusi sapi bisa?" tanya Bang Parlin."Bisa, Pak, bisa," jawabnya kemudian.Padahal mertuanya juga punya kebun sawit, biarpun ti

  • Jadul Tapi Mantul    Romeo dan Juliet

    Aku dan Bang Parlin langsung saja ke rumah Pak Dollah. Ketika kami tiba sudah ramai orang di situ. Kami segera masuk, di dalam rumah ada putrinya Pak Dollah dipegangi oleh dua orang. "Dia mau gantung diri, untung cepat' ketahuan," kata seorang ibu-ibu sambil menunjuk tali yang sudah terikat di kamar gadis tersebut."Mungkin sudah saatnya gunakan ilmu, Bang, luluhkan dia," kataku pada Bang Parlin. Yang sebenarnya adalah aku lelah, ingin istirahat selalu saja ada masalah. Mungkin jika Bang Parlin menggunakan ilmunya meluluhkan gadis itu, masalah akan selesai.Gadis itu terus meronta-ronta, dia dipegangi dua orang perempuan. Ayahnya tampak sudah gelisah. "Aku harus bagaimana lagi, Pak Kades?" kata Pak Dollah. "Bagaimana lagi mau kubilang, sudah ada penyelesaian mudah, nikahkan mereka, tapi bapak tidak mau, sekarang mau bagaimana lagi, satu di penjara, satu bunuh diri, begitu lah kisah cinta mereka," kata Bang Parlin."Aku lakukan ini demi anakku juga""Mirip Romeo dan Juliet, Agus j

DMCA.com Protection Status