Mayra tersenyum saja, sebenarnya seberat apa pun masalah yang ia hadapi, tidak ada yang mengalahkan rasa sakit saat kehilangan kedua orang tuanya. Sendirian di dunia sebesar ini, bukanlah hal mudah untuk dilewati. Mereka datang tentunya tidak dengan tangan kosong. Ada banyak oleh-oleh yang sudah Romi siapkan.
“Assalamualaikum,” ucap Romi.
“Waalaikumsalam, kamu ngapain ke sini? Lebarannya udah lewat? Baru inget masih punya orang tua?”
Mereka baru saja mengucap salam, tetapi sambutan Silvi begitu tak enak didengar.
“Kenapa enggak disuruh masuk?” tanya Gani yang kebetulan tengah berada di ruang tamu.
“I-iya Mas ini yang datang Romi sama istrinya,” sahut Silvi dengan sedikit gugup.
Meski idul fitri akan menjadi momen yang baik untuk saling memaafkan, rupanya tak menjadikan hubungan keduanya lantas membaik. Sepasang suami istri itu bahkan masih tampak kaku satu sama lain.
Begitu mendengar Rom
Bahkan jika Bu Tuti begitu menyayangi putrinya, ia harus berpikir dua kali jika membiarkan kehilangan tambang emasnya. Sekarang dengan berat hati ia harus bersikap tegas pada Silvi. Lagi pula ia juga sangat menyayangi kalung pemberian putranya. Sebenarnya ia yang membelinya sendiri hanya saja uangnya dari Romi.“Ya sudah kasihkan kalungnya kenapa malah diem aja?” tanya Gani yang sudah marah bercampur malu dengan tingkah istrinya,Namun, entah apa yang dipikirkan Silvi ia tak segera melepaskan kalungnya. Seolah ia tidak ingin melakukannya. Sayangnya, meskipun begitu Gani dengan gemas langsung melepaskan kalung itu dari leher Silvi. Ia juga turut memberikan benda itu pada tangan ibu mertuanya.“Maaf ya Bu, lain kali ini enggak akan terjadi lagi,” ucap Gani.Mengingat karakter istrinya yang serakah, ia bahkan lebih percaya Bu Tuti.“Terus gelangnya mana Bu?” tanya Romi.Sebenarnya tanpa bertanya pun ia sudah
Melihat ekspresi suaminya yang tampak tegang sontak saja membuat May curiga. Ia mencoba untuk melihat ke sekeliling, mungkin saja ada sesuatu yang bisa memberinya petunjuk. Sayangnya, nihil tak ada sesuatu yang mencurigakan selain wajah suaminya yang kini tampak tersenyum paksa.“Abang abis ngapain?”“Enggak ngapa-ngapain kok, memang kenapa?”“Kok muka Abang begitu?”“Ini sudah biasa kok. Kamu yang aneh, Abang cuma tunggu kamu.”Saat itu karena ingin mengalihkan fokus istrinya Romi memilih untuk kembali melajukan mobilnya. Namun, saat itu hatinya mendadak berdentum-dentum tak karuan kala melihat Mayra mulai mengambil ponselnya.Melihat ada sesuatu yang salah ia pun mulai menatap Romi dengan dahi yang mengerut.“Kenapa sih lihatin terus?” tanya Romi.“Abang abis ngepoin hp aku ya?”“Enggak.”“Bohong.”&ldquo
“Bu Una tolong saya, itu suami saya sama Silvi ribut di rumah. Tolong pisahin Bu. Takut suami saya khilaf mukulin Silvi,” teriak Bu Tuti di rumah tetangganya.Bu Una yang baru saja bangun dari tidurnya pun masih mencoba untuk mengumpulkan kesadarannya. Apa lagi Bu Tuti yang panik dan sedikit tidak tahu diri ini asal masuk saja ke dalam rumah.Sontak saja Bu Una dan suaminya yang tengah tertidur di ruang keluarga cukup terkejut.“Ibu kok sudah di sini saja?”“Ya habisnya saya tadi ketuk-ketuk enggak ada yang nyahut!”tanpa peduli dengan apa yang terjadi dengan tetangganya Pak Budi yang baru saja mendapatkan kesadarannya kembali tampak mendecak kesal. Sepertinya Bu Tuti juga menyadari hal itu.Apa lagi saat Pak Budi bangkit dan malah pergi ke kamarnya dengan wajah yang tampak marah. Lagi pula siapa yang tidak akan terganggu jika ada orang yang langsung masuk ke rumah tanpa permisi. Mungkin bagi Bu Tuti hal
“Mas apa sih maksudnya? Jangan bercanda ya. Aku enggak suka kamu permainkan masalah talak. Apa lagi di depan banyak orang begini,” ucap Silvi yang masih menyangkal kenyataan yang ada di hadapannya.“Aku enggak lagi bercanda. Memang kamu lihat aku ketawa di sini?” tanya Gani dengan sorot mata penuh amarah.Ia selama ini sudah sabar dengan tingkah istrinya, bahkan jika ia harus bekerja lebih keras demi melunasi hutang-hutangnya yang menggunung Gani masih memiliki keyakinan jika istrinya bisa berubah. Apa lagi yang ia tahu selama ini hubungannya dengan ibu dan bapaknya cukup baik jadi ia pikir Silvi juga pasti akan bisa benar-benar berubah. Namun, apa yang ia lihat hari ini benar-benar menyangkal semua keyakinannya.Ia tak hanya gagal jadi istri dan ibu, sebagai anak ia juga layak dikatakan durhaka.“Mas aku enggak mau diceraikan, kita bisa kok bicarakan ini baik-baik.”“Kenapa kamu bisa bicara baik-baik
“Ayo diminum dulu Mas, seadanya ya!” ucap Mayra sembari meletakan jamuannya di meja.“Makasih May,” ucap Romi sembari mengusap lembut pergelangan tanganya, sementara Mayra hanya tersenyum saja.“May sini duduk dulu!” panggil Romi.Saat itu Mayra yang hendak kembali ke dapur pun mengurungkan niatnya.“Bukannya lagi bahas kerjaan? Memangnya enggak apa-apa kalau aku di sini?” tanya Mayra yang merasa tidak enak sendiri.“Enggak kok, Oh iya bisa ‘kan Mas ikut ke Bandung?” tanya Romi.“Bisa banget Rom, saya memang butuh pekerjaan kok.”“Padahal saya sangat berharap Mas bisa ikut saya terus. Banyak konsumen yang puas sama hasil kerja Mas Gani.”“Kamu ini bisa saja. Saya enggak sepintar itu kok, kamu ini terlalu berlebihan.”“Memang benar kok Mas, jadi nanti rencananya kami mau berangkat besok. Mas mau ikut sama kami apa enggak?”“Jadi kamu ke sananya sama Mayra?” tanya Gani yang sedikit bingung.Ia jadi ikut penasaran dengan apa yang sebenarnya Romi rencanakan.“Iya, Mas. Mumpung Rehan juga b
Saat itu May yang bingung harus melakukan apa hanya menatap Romi sambil tersenyum canggung. “Bohong, ya?” tanya May yang terlihat seperti orang ketakutan.“Dosa, baru juga idul fitri malah bohongin istri.”“Dalam rangka apa?”“Kan tadi sudah bilang Sayang, Abang mau kasih ini sebagai hadiah hari jadi pernikahan kita.”May malah menggeleng.“Jangan bikin aku terbang Bang, kemarin memangnya masih enggak cukup sudah kasih emas puluhan juta. Nanti kalau keluarga Abang tahu pasti mereka enggak akan tinggal diam. Sudah pasti aku dituduh macam-macam.”“Mereka mau ngomong apa pun biarkan saja. Selama kamu enggak salah kenapa harus takut? Ada Abang yang belain kamu, tenang saja.”Saat itu bukannya merasa senang Mayra malah menatap wajah suaminya dengan bibir yang sedikit maju.“Loh, kenapa kamu enggak suka dikasih kontrakan?”“Bukan enggak suka, tapi aku suka banget, hiks.”Melihat Mayra yang menangis di hadapannya sontak saja Romi langsung merangkulnya. Ia mencoba menepuk-nepuk pundak istrin
“Abang mana bisa sih jauh-jauh dari kamu?”“Gombal ih, sudah mau punya anak dua juga. Masih saja kayak anak muda. Lagi panik ini tuh!” ucap Mayra sambil mengusap dadanya perlahan.Lagi pula istri mana yang tidak akan berasumsi macam-macam jika suaminya mengatakan kalimat seperti itu. Lihat saja sekarang May malah memegangi kening, lantas beralih pada leher Romi.“Enggak anget kok,” ucapnya.“Ya memang Abang enggak demam. Orang sehat walafiat gini dipegang-pegang. Adek kayaknya alasan doang, bilang aja cuma mau pegang-pegang Abang! Iya, ‘kan?”Mayra pun langsung menarik lengannya di leher Romi. Sayangnya, hal itu lebih dulu ditahan oleh Romo. Jadilah Mayra hanya bisa pasrah ketika suaminya mengambil lengannya lantas mulai mengusapnya perlahan.“Abang ini ‘kan cuma bicara kemungkinan. Umur manusia ‘kan enggak ada yang tahu, Sayang. Bukan berarti Abang mau pergi.”Sepertinya Mayra masih tidak percaya pada suaminya, lihat saja caran
“Abang seyakin itu sama aku?” tanya May.Kali ini ia juga menatap dalam ke mata Romi.“Ya, kenapa enggak?”“Bagaimana kalau suatu hari aku mengkhianati Abang dan malah kabur sama laki-laki lain, yakin Abang enggak akan nyesel?”“Abang sudah biasa dikhinati.”“Ya Allah sedih banget jawabannya.”“Aku yakin kamu enggak akan melakukan itu.”“Seyakin apa?”“Seyakin air laut yang menguap menjadi hujan, lantas pada akhirnya akan kembali lagi ke tempat asalnya.”Mendengar perumpamaan yang sangat indah dari mulut suaminya, May juga hanya bisa terdiam. Ia tidak tahu di dunia ini akan ada orang yang menyayanginya seyakin itu, setelah kedua orang tuanya yang telah pulang lebih dahulu.“Abang, makasih banyak ya. Aku masih enggak nyangka salah satu dari doa-doaku bakal dikabulkan secepat ini.”&
“Pasti Abang doain kamu Sayang, pokoknya kamu harus kuat. Abang yakin kamu dan adek bayi bakal selamat. Kamu harus lihat ‘kan anak kedua kita. Kita punya banyak banget rencana setelah ini. Kamu udah janji sama Abang, enggak boleh ingkarin gitu aja.”Tanpa sadar air mata lolos begitu saja dari sudut mata Romi. Namun, ia lekas menyekanya. Seharusnya ialah yang menguatkan Mayra, tetapi saat ini Romi justru terlihat sebagai pihak yang lebih butuh dikuatkan. Sepanjang jalan menuju ruang operasi Romi seakan tak mau melepaskan genggaman tangannya, sampai ketika Mayra masuk ia sempat mengatakan satu kalimat yang benar-benar membekas di hati Romi.“Abang, kita enggak boleh terlalu cinta sama manusia. Nanti Allah cemburu,” ucap Mayra.Sebelum akhirnya pintu ruangan operasi tertutup. Romi hanya diperkenankan mengantarnya sampai ke depan pintu, ia tidak menyangka kalau proses melahirkan anak keduanya justru berkali-kali lipat lebih sulit saat M
Sembari menghapus jejak tangisan di wajahnya Silvi memutuskan untuk mempercepat langkahnya menuju toilet. Ia hanya ingin mencari tempat yang nyaman untuk bisa melepaskan penyesalannya. Rupanya maaf saja tak cukup untuk menebus kesalahan yang sudah terlanjur menggunung. Memang benar semua butuh waktu, tetapi ia sendiri tidak menyangka jika Romi justru lebih sulit dihadapi dari pada Mayra.Sebelumnya ia selalu berpikir adiknya yang selalu ada di saat sulit akan mudah dihadapi, rupanya ia justru tampak begitu keras bahkan pada ibu kandungnya sendiri. Sudah semalam mereka berada dalam satu atap yang sama, tetapi sikap Romi justru semakin dingin. Ia bahkan terang-terangan melarang istrinya untuk sekedar membantu Silvi dalam hal menulis.Cukup lama Silvi berada di sana, mungkin sekitar satu jam. Tak ia pedulikan jika hari semakin larut, tetapi ia hanya takut jika tangisannya akan terdengar oleh Romi yang berada tepat di samping kamar tamu, jadi untuk saat ini toilet me
Saat sedang asyik mengobrol Romi dan yang lainnya malah datang. Mau tidak mau mereka harus menghentikan pembicaraan. Tak enak juga rasanya memaksa Mayra untuk terus membantunya. Jika Romi tahu, mungkin hal ini hanya akan memicu masalah baru.”“Terus sekarang kita mau bagaimana Bu, kalau Mayra yang jadi harapan satu-satunya malah enggak bisa bantu apa-apa.”“Ibu juga enggak tahu, kita udah terlanjur ke sini. Ya pokoknya kita harus bisa memperbaiki hubungan sama Romi,” ucap Bu Tuti.Usai mengatakannya, mereka pun ikut menyusul Romi dan yang lainnya ke dalam. Di sana Romi juga mengajak Pak Erik untuk melihat kebun sayuran Mayra di belakang rumah ia menceritakan bagaimana Mayra membuatnya tetap subur. Sampai Pak Erik pun berencana untuk membuat kebun sayuran yang sama di depan rumahnya.“Kayaknya bagus juga Bu, idenya Mayra ini. Kita bisa buat di de
Menyadari kedatangan Silvi dan orang tuanya, jelas saja ekspresi Gani langsung berubah. Ia terlihat sedikit gelisah, mungkin terkejut karena tak menyangka jika mereka akan datang. Gani tetap menyalami mantan mertuanya dengan takzim, tentunya kecuali Silvi ia hanya menundukkan kepala.“Bapak sama Ibu sehat?” tanya Gani.“Alhamdulillah, ini kamu mau pulang apa bagaimana? Kok udah bawa tas aja?” tanya Pak Erik sekaligus memecah suasana canggung di antara mereka.“Iya Pak, ini mau pulang ke Subang. Udah lama di Bandung, kangen juga sama Yoora.”“Bukannya Subang sama Bandung deket banget, emang enggak sering pulang.”“Sebenarnya sering sih paling 2 minggu sekali, tergantung kerjaan aja. Kalau bisa tiap minggu pulang ya maunya sih begitu. Cuma ‘kan yang ada kerjaannya enggak selesai-selesai. Ya sudah kalau begitu Pak, saya pamit dulu.”Sata itu Bu Tuti juga bingung harus berka
Entah kenapa rasanya dunia Silvi mendadak berhenti berputar. Kenapa ada Bunda selain dirinya?Silvi pun tahu cepat atau lambat hal ini akan terjadi, tetapi kenapa harus secepat ini? Ia melihat keduanya begitu akrab, bahkan sepertinya Yoora terlihat begitu nyaman berada di pelukan wanita yang ia panggil Bunda itu. Di sampingnya juga adik iparnya yang tampak cukup dekat dengannya.Jika diingat kembali hubungan Silvi dan adik iparnya bahkan tidak sedekat itu. Ia sendiri yang sengaja menjaga jarak dari adik suaminya. Sekarang melihat mereka begitu akrab, Silvi bahkan tidak bisa menyalahkannya juga. Apa lagi statusnya sekarang juga bukan lagi istri Gani. Niat hati ingin memberikan kejutan pada anaknya, sekarang ia sendiri yang terkejut.“Bunda Silvi,” ucap Yoora yang saat itu mengalihkan pandangannya.Ia baru sadar jika sejak tadi ada Silvi di dekatnya. Anak kecil itu pun langsung menghambur memeluk ibu kandungnya.“Bunda kenapa enggak bilang mau ke sini?” Bahkan jika hatinya begitu sakit
Saat itu juga Bu Tuti langsung menghubungi Romi lewat panggilan telepon. Namun, entah kenapa tak kunjung diangkat juga. Sudah 10 kali mencoba, tetap saja tak ada hasilnya.“Pak, kenapa Romi enggak mau ngangkat telepon dari Ibu?”“Enggak tahu, kemarin-kemarin masih mau ngangkat telepon dari Bapak kok. Mungkin lagi sibuk aja.”“Apa jangan-jangan dia masih marah sama Ibu, sampai enggak mau ngangkat. Gak mungkin Romi jauh dari hpnya Pak, di aitu sibuk terus kalau jam segini.”Sebagai ibunya sedikit banyak ia tahu kebiasaan Romi, termasuk jam sibuk putranya. Rasanya sedikit janggal kalau Romi tak memegang ponselnya di jam sibuk.“Bentar, biar Bapak yang coba telepon!”Kali ini karena penasaran, Pak Erik juga mencoba untuk menghubunginya. Namun, hasilnya sama. Mereka sontak saja jadi berpikir yang tidak-tidak.“Jangan-jangan terjadi sesuatu sama Romi, Pak?” ucap Bu Tuti dengan wajah yang mulai panik.“Kamu jangan ngomong sembarangan. Bisa aja dia memang lag
“Bu Tuti tahu enggak sih kemari ‘kan Silvi ke sini,” ucap Bu Mia saat mereka sama-sama belanja di warung.“Oh iya saya tahu, Bu,” ucap Bu Tuti canggung.Pasalnya di sana tak hanya mereka berdua ada pembeli lain yang juga sedang memilih sayuran. Ia hanya tidak ingin pembahasan ini jadi ke mana-mana. Apa lagi gosip di sini mudah sekali menyebar.“Loh kalau tahu kenapa enggak pulang cepat-cepat Bu Tuti? Kasihan loh jadinya Silvi keburu diusir sama Pak RT.”Sudah ia duga, Bu Mia ini pasti akan membahas perkara pengusiran ini.“Saya juga enggak bisa ninggalin kerjaan begitu aja, saya jaga bayi. Enggak mungkin bayinya saya tinggal malam-malam.”“Ya harusnya ibu kasih tahu Silvi alamat ibu kerja, eh apa Ibu takut ya kalau Silvi nanti malah mencuri barang-barang di rumah majikannya. Hehe, susah juga ya jadi ibu, serba salah banget. Dipikir-pikir kalau saya jadi Bu Tuti juga akan ngelakuin hal yang sama sih, dari pada ngambil risiko yang malah merugikan diri sendiri.”“Sudah Bu ngomongnya, say
“Tapi, Pak saya enggak ada niat buat mencuri, saya juga enggak mau lagi masuk penjara. Saya sudah tobat.”“Saya tahu, tapi sebagai ketua RT saya juga punya kewajiban bikin warga tenang. Ada banyak sekali keluhan dari siang sampai sekarang, warga sangat keberatan kalau Mbak Silvi memutuskan kembali tinggal di lingkungan sini. Tolong pengertiannya ya Mbak, saya ikut senang kalau Mbak memang sudah tobat. Cuma Mbak juga harus tahu kalau enggak semua orang bisa menerima dan enggak Mbak enggak bisa maksa orang lain buat mengerti.”“Apa karena saya bukan warga sini, makanya Bapak tega mengusir saya malam-malam begini?”“Bukan masalah itu, saya pikir Mbak juga sudah tahu apa alasannya. Mbak dipenjara atas kasus pencurian, sudah jadi hukum sosial kalau Mbak jadi dijauhi orang-orang.”Akhirnya emosi Pak RT yang sejak tadi ditahan kini tidak terbendung juga sekarang mau tidak mau ia harus mengutarakan maksud dari perkataannya secara gamblang. Masa bodo kalau Silvi akan saki
Sejak kepergian ibu mertuanya tempo hari Mayra memang sengaja menahan untuk tak membahas masalah itu. Sampai ia merasa kali inilah waktu yang tepat untuk mengatakan ini pada suaminya. Perlu waktu seminggu untuk Mayra menunggu sampai Romi bisa diajak diskusi. “Sayang, boleh aku ngomong sesuatu?” tanya Mayra tepat ketika ia dan Romi hendak beristirahat di malam hari. “Kenapa Sayang, ngomong aja!” “Ini soal Ibu.” Mayra bahkan sengaja memberi jeda ucapannya, hanya untuk melihat respons suaminya. Melihat Romi yang terlihat menatapnya dengan antusias, barulah Mayra yakin kalau kali ini ia tidak salah waktu. “Seseorang yang susah untuk dinasihati itu memang kadang perlu merasakan kehilangan dulu, sampai mereka mengerti kalau apa-apa yang tidak ada dalam genggamannya itu begitu berharga.” “Harus dengan cara enggak kasih kabar sama sekali?” “Abang tetap kontrol kok, ‘kan di depan rumah Ibu ada istrinya Jefri. Dia ka