“Abang seyakin itu sama aku?” tanya May.
Kali ini ia juga menatap dalam ke mata Romi.
“Ya, kenapa enggak?”
“Bagaimana kalau suatu hari aku mengkhianati Abang dan malah kabur sama laki-laki lain, yakin Abang enggak akan nyesel?”
“Abang sudah biasa dikhinati.”
“Ya Allah sedih banget jawabannya.”
“Aku yakin kamu enggak akan melakukan itu.”
“Seyakin apa?”
“Seyakin air laut yang menguap menjadi hujan, lantas pada akhirnya akan kembali lagi ke tempat asalnya.”
Mendengar perumpamaan yang sangat indah dari mulut suaminya, May juga hanya bisa terdiam. Ia tidak tahu di dunia ini akan ada orang yang menyayanginya seyakin itu, setelah kedua orang tuanya yang telah pulang lebih dahulu.
“Abang, makasih banyak ya. Aku masih enggak nyangka salah satu dari doa-doaku bakal dikabulkan secepat ini.”
&
“Pak tolong jangan pergi, Ibu juga enggak tahu harus bagaimana ngomongin Silvi. Ibu cuma takut kalau kita orang tuanya ikut menyalahkan keadaannya, malah bikin dia tambah stress.”“Kalau dia enggak stress pun aku duluan yang stress,” ucap Pak Erik yang memutuskan pergi begitu saja.Entah mau ke mana. Ia sendiri tak punya tujuan yang pasti. Hanya saja dari pada terus berdiam di rumah dengan Silvi yang sulit sekali dinasehati lebih baik meninggalkannya.Bu Tuti ingin sekali menahan suaminya, sayangnya ia juga paham betul jika tekadnya sudah bulat tidak akan ada yang bisa menahan kepergian Pak Erik. Namun, pilihannya juga sulit. Ia sangat menyayangi Silvi, meskipun dalam hati ia juga merasa jika yang Silvi lakukan bukanlah sesuatu yang dibenarkan. Sekarang ia hanya bisa menatap punggung suaminya yang semakin menjauh, lantas menghilang di balik persimpangan. Entah akan seperti apa hidupnya tanpa suami, apa lagi selama ini ia selalu meng
“Jadi Ibu lebih takut jadi janda dari pada ngasih tempat tinggal buat aku? Bu, aku ini anakmu loh. Seandainya Ibu enggak lahirkan aku, mana mungkin aku ada di dunia ini.”“Lancang banget kamu Silvi. Kamu memang anak Ibu, tapi semua ini enggak terjadi begitu saja. Ada sebab dan akibat, enggak mungkin kamu ditinggalkan begitu saja kalau enggak buat kesalahan yang fatal. Sekarang lihat, sekedar mempertahankan anakmu yang masih kecil saja kamu enggak ada kemauan. Ibu itu kecewa sama kamu. Sebagai Ibu kenapa kamu enggak punya rasa keibuan sama sekali, kalau kamu menuntut Ibu untuk tanggung jawab, tentu saja Ibu juga bisa nuntut kamu berlaku yang sama. Sekarang, bisa enggak kamu kembalikan Yora?”Saat itu Silvi hanya mampu terdiam ia tidak tahu kalau kalimatnya akan dengan mudah dibalikkan Bu Tuti.“Ibu bener-bener berubah, hiks.”“Jangan gunakan tangisan kamu buat mengelak kenyataan kalau dalam hal ini kamulah yang sal
“Abang kenapa sih, senyam-senyum terus? Aneh banget,” tanya Mayra yang sejak tadi rupanya terus memperhatikan gerak-gerik suaminya.“Biasalah orang aneh.”Romi bahkan tampak begitu santai, entah kenapa kali ini ia lebih peduli pada Gani, kakak iparnya dari pada kakak kandungnya sendiri. Bukan apa-apa selama ini ia sudah banyak sekali membantu setiap kesulitan Silvi, tetapi seakan tak ada ujungnya bantuan itu hanya menjadi angin lalu saja bagi wanita itu. Lihat saja bagaimana bantuannya bukan menjadikan hutang-hutang kakaknya menjadi berkurang, yang ada justru sebaliknya hutang itu malah bertambah banyak.“Bukan selingkuhan ‘kan?” bisik Mayra sembari menyipitkan matanya.Namun, bukannya marah karena istrinya mencurigai hal yang tidak ia lakukan, Romi justru kembali terkekeh.“Apa?” katanya sambil terus tertawa kecil.Ini momen langka bagi Romi, mengingat Mayra sangat jarang menunjukkan ras
“Mas aku saja baru datang dari warung. Mana sempat ke kamar dulu,” ucap Laila.Ilham mendadak mengerutkan keningnya, lantas kemudian ia meminta Laila agar segera memeriksa ke kamar. Khawatir jika ada barang-barang yang hilang. Tanpa banyak berpikir Laila pun langsung memeriksa lemari tempat ia menyimpan perhiasan. Sebagian memang ia pakai, tetapi untuk gelang dan kalung yang gramnya cukup besar ia sengaja menyimpannya dan baru dikeluarkan saat ada acara besar saja. Rupanya dugaannya tak meleset kalung dan gelang miliknya raib.“Ya Allah Abang, kalung sama gelang besar aku enggak ada!”Laila yang panik pun lantas berteriak dan mulai menangis histeris.“Coba kamu cari dulu yang bener, jangan nangis! Barangkali saja keselip!” pinta Ilham.Tak hanya itu, ia juga turut mencari perhiasan milik istrinya. Sayangnya, nihil. Hanya tersisa kotak perhiasannya saja tanpa isi.“Aku sudah cari kok, hiks. Memang eng
“Bapak ini apa-apan sih, emangnya mau anak kita saling lapor polisi? Ibu ini ‘kan mau cari jalan keluar yang terbaik. Bapak malah bikin tambah rumit.”“Kamu yang bikin rumit, kalau saja dari awal bisa tegas sama Silvi, anak itu enggak akan kurang ajar begini,” ucap Pak Erik yang sudah terlanjur kesal.Sekarang ia bahkan terlihat sangat marah, padahal niatnya pulang untuk beristirahat dengan tenang. Namun, setelah kejadian ini ia sudah bisa memastikan harapan itu akan pupus seketika. Bahkan rasa kantuk yang sudah ia tahan sejak di perjalanan pulang pun menghilang begitu saja.Laila yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dengan sigap mengambil kalung beserta suratnya dari lengan Bu Tuti.“Maaf Bu, kali ini aku enggak mau ngalah lagi sama Mbak Silvi. Dulu waktu dia diam-diam ambil cincin, aku bisa diem walaupun sampai hari ini aku masih sakit hati. Cincin itu dibeli dari hasil jerih payahku, tapi seenaknya Mbak S
Sekarang Bu Tuti tidak bisa melakukan apa-apa, meskipun ia sangat ingin membantu Silvi. Namun, ia juga sudah mencoba untuk mengganti kerugian yang dialami Laila, sayangnya hal itu tidak menjadikan Laila mau membebaskan Silvi begitu saja.“Pusing ‘kan kamu sekarang, Bu?” tanya Pak Erik sembari menyenderkan punggungnya ke sofa.Ia terlihat sangat santai, seolah tak peduli dengan apa yang dipikirkan istrinya. Baginya ini bukanlah masalah yang perlu dibesar-besarkan, lagi pula sebagai orang tua ia sudah benar-benar muak menghadapi tingkah putrinya yang kelewatan.“Hari ini ngambil punya adiknya, kamu biarin dia. Kamu kasih uang Laila, biar aman. Besok kalau dia ngambil di rumah orang, kamu yakin masih bisa belain anak kesayanganmu itu?”“Ya, enggak mungkin juga Silvi senekat itu Pak. Anak kita bukan maling sungguhan. Selama ini dia begitu ‘kan cuma sama kita saja, keluarganya. Enggak pernah berani ambil punya orang la
Seketika ponsel Bu Tuti terjatuh ke lantai begitu saja. Kejadian ini benar-benar mengguncangkan hatinya. Ia tidak tahu jika Laila akan senekat ini pada kakak kandungnya sendiri. Saking terkejut akan berita yang baru saja ia dengar, Bu Tuti bahkan sampai tidak sadarkan diri karenanya. Ilham yang memang masih berada di dekatnya langsung membawa ibu mertuanya itu ke dalam.Laila yang tadinya begitu kecewa dengan sikap ibunya yang dirasa berat sebelah pun tidak sampai hati membiarkan wanita paruh baya itu jatuh tak berdaya.“Segitunya Ibu belain Mbak Silvi,” ucap Laila sambil terisak.“Yang sudah terjadi biarlah terjadi Dek, bagaimanapun ini orang tua kamu. Kamu boleh benci Silvi, tapi jangan Ibumu. Orang tua juga manusia biasa, bisa salah. Termasuk ibumu,” ucap Ilham.“Tapi, dari dulu Mbak Silvi memang suka ngambil barang-barang aku Mas. Enggak sekali dua kali, yang paling besar memang waktu cincin. Cuma sebelumnya kayak m
“Jadi saya harus pulang sekarang atau bagaimana, Pak?” tanya Abdul yang masih dibuat bingung oleh ide gila bosnya.“Boleh, kamu pulang saja! Ini kunci rumahnya.”“Saya mungkin akan dituduh yang enggak-enggak nanti.”“Saya yang bilang ke Bu RT nanti. RTnya juga depan rumah. Aman kok.”Di sisi lain Abdul juga tidak ingin niatnya yang ingin membantu justru mencelakainya. Ia juga perlu memastikan jika semuanya aman. Sebelum ia beraksi. Begitu kunci sudah di tangan Abdul, pria itu malah tersenyum lebar.“Kenapa kamu senyam-senyum, Dul?”“Saya berasa jadi artis, harus akting begini.”“Hahaha, ya mau bagaimana lagi. Saya sudah sangat lelah menghadapi keluarga yang hanya ada saat butuh saja.”“Sabar ya Pak, umumnya orang ya memang begitu.”“Tapi, ‘kan kami ini sedarah.”“Enggak peduli sedarah atau
“Pasti Abang doain kamu Sayang, pokoknya kamu harus kuat. Abang yakin kamu dan adek bayi bakal selamat. Kamu harus lihat ‘kan anak kedua kita. Kita punya banyak banget rencana setelah ini. Kamu udah janji sama Abang, enggak boleh ingkarin gitu aja.”Tanpa sadar air mata lolos begitu saja dari sudut mata Romi. Namun, ia lekas menyekanya. Seharusnya ialah yang menguatkan Mayra, tetapi saat ini Romi justru terlihat sebagai pihak yang lebih butuh dikuatkan. Sepanjang jalan menuju ruang operasi Romi seakan tak mau melepaskan genggaman tangannya, sampai ketika Mayra masuk ia sempat mengatakan satu kalimat yang benar-benar membekas di hati Romi.“Abang, kita enggak boleh terlalu cinta sama manusia. Nanti Allah cemburu,” ucap Mayra.Sebelum akhirnya pintu ruangan operasi tertutup. Romi hanya diperkenankan mengantarnya sampai ke depan pintu, ia tidak menyangka kalau proses melahirkan anak keduanya justru berkali-kali lipat lebih sulit saat M
Sembari menghapus jejak tangisan di wajahnya Silvi memutuskan untuk mempercepat langkahnya menuju toilet. Ia hanya ingin mencari tempat yang nyaman untuk bisa melepaskan penyesalannya. Rupanya maaf saja tak cukup untuk menebus kesalahan yang sudah terlanjur menggunung. Memang benar semua butuh waktu, tetapi ia sendiri tidak menyangka jika Romi justru lebih sulit dihadapi dari pada Mayra.Sebelumnya ia selalu berpikir adiknya yang selalu ada di saat sulit akan mudah dihadapi, rupanya ia justru tampak begitu keras bahkan pada ibu kandungnya sendiri. Sudah semalam mereka berada dalam satu atap yang sama, tetapi sikap Romi justru semakin dingin. Ia bahkan terang-terangan melarang istrinya untuk sekedar membantu Silvi dalam hal menulis.Cukup lama Silvi berada di sana, mungkin sekitar satu jam. Tak ia pedulikan jika hari semakin larut, tetapi ia hanya takut jika tangisannya akan terdengar oleh Romi yang berada tepat di samping kamar tamu, jadi untuk saat ini toilet me
Saat sedang asyik mengobrol Romi dan yang lainnya malah datang. Mau tidak mau mereka harus menghentikan pembicaraan. Tak enak juga rasanya memaksa Mayra untuk terus membantunya. Jika Romi tahu, mungkin hal ini hanya akan memicu masalah baru.”“Terus sekarang kita mau bagaimana Bu, kalau Mayra yang jadi harapan satu-satunya malah enggak bisa bantu apa-apa.”“Ibu juga enggak tahu, kita udah terlanjur ke sini. Ya pokoknya kita harus bisa memperbaiki hubungan sama Romi,” ucap Bu Tuti.Usai mengatakannya, mereka pun ikut menyusul Romi dan yang lainnya ke dalam. Di sana Romi juga mengajak Pak Erik untuk melihat kebun sayuran Mayra di belakang rumah ia menceritakan bagaimana Mayra membuatnya tetap subur. Sampai Pak Erik pun berencana untuk membuat kebun sayuran yang sama di depan rumahnya.“Kayaknya bagus juga Bu, idenya Mayra ini. Kita bisa buat di de
Menyadari kedatangan Silvi dan orang tuanya, jelas saja ekspresi Gani langsung berubah. Ia terlihat sedikit gelisah, mungkin terkejut karena tak menyangka jika mereka akan datang. Gani tetap menyalami mantan mertuanya dengan takzim, tentunya kecuali Silvi ia hanya menundukkan kepala.“Bapak sama Ibu sehat?” tanya Gani.“Alhamdulillah, ini kamu mau pulang apa bagaimana? Kok udah bawa tas aja?” tanya Pak Erik sekaligus memecah suasana canggung di antara mereka.“Iya Pak, ini mau pulang ke Subang. Udah lama di Bandung, kangen juga sama Yoora.”“Bukannya Subang sama Bandung deket banget, emang enggak sering pulang.”“Sebenarnya sering sih paling 2 minggu sekali, tergantung kerjaan aja. Kalau bisa tiap minggu pulang ya maunya sih begitu. Cuma ‘kan yang ada kerjaannya enggak selesai-selesai. Ya sudah kalau begitu Pak, saya pamit dulu.”Sata itu Bu Tuti juga bingung harus berka
Entah kenapa rasanya dunia Silvi mendadak berhenti berputar. Kenapa ada Bunda selain dirinya?Silvi pun tahu cepat atau lambat hal ini akan terjadi, tetapi kenapa harus secepat ini? Ia melihat keduanya begitu akrab, bahkan sepertinya Yoora terlihat begitu nyaman berada di pelukan wanita yang ia panggil Bunda itu. Di sampingnya juga adik iparnya yang tampak cukup dekat dengannya.Jika diingat kembali hubungan Silvi dan adik iparnya bahkan tidak sedekat itu. Ia sendiri yang sengaja menjaga jarak dari adik suaminya. Sekarang melihat mereka begitu akrab, Silvi bahkan tidak bisa menyalahkannya juga. Apa lagi statusnya sekarang juga bukan lagi istri Gani. Niat hati ingin memberikan kejutan pada anaknya, sekarang ia sendiri yang terkejut.“Bunda Silvi,” ucap Yoora yang saat itu mengalihkan pandangannya.Ia baru sadar jika sejak tadi ada Silvi di dekatnya. Anak kecil itu pun langsung menghambur memeluk ibu kandungnya.“Bunda kenapa enggak bilang mau ke sini?” Bahkan jika hatinya begitu sakit
Saat itu juga Bu Tuti langsung menghubungi Romi lewat panggilan telepon. Namun, entah kenapa tak kunjung diangkat juga. Sudah 10 kali mencoba, tetap saja tak ada hasilnya.“Pak, kenapa Romi enggak mau ngangkat telepon dari Ibu?”“Enggak tahu, kemarin-kemarin masih mau ngangkat telepon dari Bapak kok. Mungkin lagi sibuk aja.”“Apa jangan-jangan dia masih marah sama Ibu, sampai enggak mau ngangkat. Gak mungkin Romi jauh dari hpnya Pak, di aitu sibuk terus kalau jam segini.”Sebagai ibunya sedikit banyak ia tahu kebiasaan Romi, termasuk jam sibuk putranya. Rasanya sedikit janggal kalau Romi tak memegang ponselnya di jam sibuk.“Bentar, biar Bapak yang coba telepon!”Kali ini karena penasaran, Pak Erik juga mencoba untuk menghubunginya. Namun, hasilnya sama. Mereka sontak saja jadi berpikir yang tidak-tidak.“Jangan-jangan terjadi sesuatu sama Romi, Pak?” ucap Bu Tuti dengan wajah yang mulai panik.“Kamu jangan ngomong sembarangan. Bisa aja dia memang lag
“Bu Tuti tahu enggak sih kemari ‘kan Silvi ke sini,” ucap Bu Mia saat mereka sama-sama belanja di warung.“Oh iya saya tahu, Bu,” ucap Bu Tuti canggung.Pasalnya di sana tak hanya mereka berdua ada pembeli lain yang juga sedang memilih sayuran. Ia hanya tidak ingin pembahasan ini jadi ke mana-mana. Apa lagi gosip di sini mudah sekali menyebar.“Loh kalau tahu kenapa enggak pulang cepat-cepat Bu Tuti? Kasihan loh jadinya Silvi keburu diusir sama Pak RT.”Sudah ia duga, Bu Mia ini pasti akan membahas perkara pengusiran ini.“Saya juga enggak bisa ninggalin kerjaan begitu aja, saya jaga bayi. Enggak mungkin bayinya saya tinggal malam-malam.”“Ya harusnya ibu kasih tahu Silvi alamat ibu kerja, eh apa Ibu takut ya kalau Silvi nanti malah mencuri barang-barang di rumah majikannya. Hehe, susah juga ya jadi ibu, serba salah banget. Dipikir-pikir kalau saya jadi Bu Tuti juga akan ngelakuin hal yang sama sih, dari pada ngambil risiko yang malah merugikan diri sendiri.”“Sudah Bu ngomongnya, say
“Tapi, Pak saya enggak ada niat buat mencuri, saya juga enggak mau lagi masuk penjara. Saya sudah tobat.”“Saya tahu, tapi sebagai ketua RT saya juga punya kewajiban bikin warga tenang. Ada banyak sekali keluhan dari siang sampai sekarang, warga sangat keberatan kalau Mbak Silvi memutuskan kembali tinggal di lingkungan sini. Tolong pengertiannya ya Mbak, saya ikut senang kalau Mbak memang sudah tobat. Cuma Mbak juga harus tahu kalau enggak semua orang bisa menerima dan enggak Mbak enggak bisa maksa orang lain buat mengerti.”“Apa karena saya bukan warga sini, makanya Bapak tega mengusir saya malam-malam begini?”“Bukan masalah itu, saya pikir Mbak juga sudah tahu apa alasannya. Mbak dipenjara atas kasus pencurian, sudah jadi hukum sosial kalau Mbak jadi dijauhi orang-orang.”Akhirnya emosi Pak RT yang sejak tadi ditahan kini tidak terbendung juga sekarang mau tidak mau ia harus mengutarakan maksud dari perkataannya secara gamblang. Masa bodo kalau Silvi akan saki
Sejak kepergian ibu mertuanya tempo hari Mayra memang sengaja menahan untuk tak membahas masalah itu. Sampai ia merasa kali inilah waktu yang tepat untuk mengatakan ini pada suaminya. Perlu waktu seminggu untuk Mayra menunggu sampai Romi bisa diajak diskusi. “Sayang, boleh aku ngomong sesuatu?” tanya Mayra tepat ketika ia dan Romi hendak beristirahat di malam hari. “Kenapa Sayang, ngomong aja!” “Ini soal Ibu.” Mayra bahkan sengaja memberi jeda ucapannya, hanya untuk melihat respons suaminya. Melihat Romi yang terlihat menatapnya dengan antusias, barulah Mayra yakin kalau kali ini ia tidak salah waktu. “Seseorang yang susah untuk dinasihati itu memang kadang perlu merasakan kehilangan dulu, sampai mereka mengerti kalau apa-apa yang tidak ada dalam genggamannya itu begitu berharga.” “Harus dengan cara enggak kasih kabar sama sekali?” “Abang tetap kontrol kok, ‘kan di depan rumah Ibu ada istrinya Jefri. Dia ka