“Abang enggak mau ceraikan kamu,” ucap Bang Romi sambil memegangi lenganku.
Seolah tubuhnya pun ikut merayu agar aku percaya kalau saat ini lisannya tidak sedang berdusta. Ah sayangnya, sikapmu memang selalu manis, tetapi kenyataannya tidak begitu.
“Kalau begitu aku yang gugat,” ucapku dengan yakin.
Memang tak ada nada yang meletup-letup saat mengucapkan hal itu. Bagaimana bisa aku punya semnagat untuk bicara dengan nada yang begitu emosional, kalau hasratku untuk bertahan hidup saja seakan memudar setiap hari. Aku bahkan harus memupuknya dengan kalimat-kalimat tasbih yang tak henti-hentinya aku lantunkan. Aku tahu, sekarang ada Rehan. Jika aku saja menyerah ini pada kehidupan, lalu bagaimana dengan hidup Rehan tanpa bundanya?
“May.”
“Bang aku capek, beneran capek banget ngurusin keluarga Abang yang enggak ada selesai-selesainya. Boleh ya, aku istirahat dulu. Lagi pula aku merasa lebih baik kalau hidup send
PoV Romi.Aku tidak pernah tahu kalau Mayra akan senekat itu. Ia yang memilih tinggal di kontrakan kecil bahkan tidur hanya dengan beralaskan karpet using yang tipis. Benar-benar membuatku tak habis pikir, kenapa ia memilih menderita di sana dari pada tinggal di rumah yang jauh lebih nyaman. Ia bilang lebih tenang tinggal di tempat seperti itu dari pada di rumah.Aku tahu rumah itu memang dihuni oleh anggota keluargaku yang lain, tetapi aku juga tidak bermaksud menjadikan Mayra pelayan di rumah kami. Aku tidak menyangka kalau kelakuan adik dan kakakku akan semalas itu. Baru seharian rumah ditinggal Mayra keadaannya begitu kacau. Malam di mana Mayra pergi keadaan benar-benar tak terkendali. Semua orang menyalahkanku yang tak bisa mendidik istri. Sehingga ia begitu lancang.Aku sendiri terkejut akan sikap Mayra yang biasanya lembut, kini mendadak senekat itu. Ia pergi begitu saja dengan keadaan emosi yang masih menggebu-gebu. Semua orang menahanku malam itu. Andai
“Mbak ngadu ke ibu sama bapak?” tanyaku.“Aku enggak ngadu. Cuma kasih tau aja, biar mereka bisa nasehatin anaknya yang udah salah arah.”“Salah arah? Sadar enggak sih, rumah tangga aku hancur gara-gara kalian? Aku bantu kalian di sini, tapi kayak gini balasannya buat aku sama Mayra?”Entah kenapa Mbak Silvi sama menyebalkannya dengan Laila, untuk apa juga ia mengadukan semua ini pada ibu. Aku pikir ia sudah cukup dewasa untuk menyelesaikan masalah sendiri. Aku hanya ingin mempertahankan rumah tangga, kenapa jadi mereka yang malah begitu alot meninggalkan rumah ini.“Romi, kamu kok begitu ngomong sama Silvi? Dia ini kakak kamu loh! Kenapa enggak ada sopan santunnya sama sekali!” ucap ibuku.Rupanya dia mendengar apa yang baru saja kuutarakan. Di sampingnya juga ada bapak yang menatapku dengan pandangan yang marah
“Kamu ngomong apa sih Romi, jelas-jelas kamu ini anak ibu. Bisa-bisanya kamu ngomong begitu!”Saat itu aku bisa melihat kemarahan yang teramat sangat di wajah ibuku. Hanya saja apalah arti ucapannya jika perilaku mereka mencerminkan hal yang sebaliknya.“Romi jangan keterlaluan ya kamu! Ucapan kamu itu udah nyakitin ibu!”Sekarang Mbak Silvi bahkan ikut angkat suara.“Romi dari tadi bapak diam, tapi sekarang semakin dibiarkan omonganmu ini jadi ke mana-mana. Ibu dan bapak yang merawat kamu dari kecil, jelas kamu ini anak kami. Bisa-bisanya kamu bicara seperti itu? Apa karena wanita itu? Bilang apa dia sama kamu, sampai nuduh kami bukan orang tua kandungmu?”“Aku enggak nuduh, Romi cuma mempertanyakan kenapa sikap Bapak sama Ibu beda banget. Kalian bisa peduli sama Mbak Silvi dan Laila, tapi kenapa enggak sama Romi. Lihat rumah tangga Romi berantakan aja, kalian malah seneng. Ibu sama sekali enggak mau nyega
Terlalu sering membantu rupanya tak selamanya baik. Hal yang paling sering terjadi adalah berkurangnya rasa terima kasih dalam diri mereka, bahkan sebagian orang justru akan merasa yang kita lakukan merupakan kewajiban yang sudah seharusnya mereka dapatkan“Ya, ‘kan kamu yang ngajak ke sini. Wajarlah kalau aku minta uangnya sama kamu.”Sungguh aku hanya bisa menggelengkan kepala, menghadapi tingkah ajaib kakak kandungku ini.“Kenapa kamu beneran enggak mau tanggung jawab?”“Yang Mbak nikahi ini aku atau Mas Gani?”“Nyebelin banget sih kamu Rom. Tahu bakal diusir begini aku enggak mau diajak ke sini.”Mbak Silvi malah mengentakkan kakinya dan kembali menyalahkanku, padahal aku sudah memberikan solusi terbaik agar dia bisa keluar dari rumah mertuanya. Namun, bukannya berterima kasih ia malah meminta hal yang lebih.“Sudah ayo ikut Ibu dulu! Tolong anterin ke rumah dulu, Pak! Bi
Mayra masih saja terdiam. Aku tahu dia tidak mungkin membeli tiket ini hanya untuk liburan. Sudah pasti ia ingin melarikan diri.“Kenapa kamu bohong May, kamu bilang kalau rumahnya kosong mau balik lagi ke rumah, kenapa malah mau melarikan diri?”“Karena aku tahu itu enggak mungkin.”“Siapa bilang mereka udah pergi dari rumah kita. Bisa jadi kamu pingsan sekarang itu buat nyegah kamu melarikan diri.”Saat itu Mayra hanya diam saja, bahkan saat aku merobek 2 tiket untuk penerbangan besok pagi persis di depan wajahnya.“Mau marah?”“Enggak.”“Aku enggak akan biarkan kamu pergi. Aku jamin mereka enggak akan balik lagi.”“Tapi pasti mereka benci aku, apa yang mau Abang lakukan buat bisa bikin mereka enggak benci sama aku? Enggak ada ‘kan? Jadi sudahlah akhiri aja semua ini. Urus saja keluarga Abang, aku yakin mereka lebih butuh kamu.”&
“Ya sewajarnya orang makan nasi aja Bu,” ucapku.Sontak saja Mayra melirik ke arahku sepertinya ia tidak menyangka kalau aku akan berani menjawab pertanyaan ibu, biasanya memang aku tidak pernah mau ambil pusing dengan tuduhan-tuduhan seperti ini yang kerap dilontarkan ibu pada Mayra. Namun, kali ini rasanya aku perlu meluruskan satu hal, agar kedepannya tak lagi terulang.“Ibu enggak nanya sama kamu, tapi sama Mayra.”“Apa yang Bang Romi makan itu juga yang kami makan satu rumah. Biasanya juga aku yang masak buat dimakan bareng-bareng.”“Iya saya tahu, tapi kamu kasih apa? Sampai ada anak yang rela mengusir saudara-saudaranya demi mentingin kamu?”“Maksud Ibu Mayra main dukun gitu?” tanyaku yang sudah gemas.Entah kenapa Ibu ini suka sekali mencari keributan, ada saja yang ia bahas, bahkan pada hal-hal yang tidak masuk akal dan merusak akidah.“Selemah-lemahnya iman sa
PoV 3“Apa lagi sih ini?” keluh Romi usai membaca pesan dari kakak perempuannya.Entah kenapa mereka selalu saja membuat nama Mayra terlihat buruk di mata suaminya, seolah tak kenal lelah padahal sejak awal Romi sudah mengelak tuduhan Silvi sebelumnya.“Ada apa? Kenapa lihat hp nya sampai seperti itu?” tanya Mayra sembari menepuk pundak suaminya.Wanita itu baru saja datang dari warung usai membeli pembersih toilet.“Loh udah datang aja, enggak ada apa-apa kok.”Meskipun berkata tidak, Mayra cukup mengerti kalau suaminya tengah menyembunyikan sesuatu. Lihat saja ia yang terlihat tergesa-gesa memasukkan ponselnya ke saku celana.“Aku dari tadi di sini, tapi Abang enggak dengar aku manggil-manggil.”Ia bahkan harus menepuk pundak Romi, demi membuatnya merespons panggilan Mayra. Entah apa yang terdapat di ponselnya, Mayra juga tidak ingin mencari tahu lebih dalam lagi. Ia hanya tidak
“Benar juga, Mas juga tahu kalau Romi itu orangnya enggak tegaan. Paling cuma ngegertak doang, enggak mungkin benar-benar ngusir,” ucap Ilham.Orang bilang jodoh itu cerminan diri, sepertinya ini terjadi pada Ilham dan Laila mereka bahkan masih saja mengandalkan Romi untuk memenuhi kebutuhan mereka.“Loh Mbak kenapa barang-barangnya dimasukkin lagi? Katanya mau kos di sini?” tanya Bu Tuti yang tidak lain merupakan pemilik kos yang hendak mereka sewa.“Kami enggak jadi pindah, Bu,” ucap Laila sambil tersenyum lebar.“Loh, ini saya udah bawa ember sama gayung, kok malah enggak jadi sih?”Mendengar pernyataan Laila, sontak saja Bu Tuti merasa sedikit kecewa. Bagaimana pun sebelumnya ia juga sudah membawa karpet dan kasur lantai yang diminta Laila karena memang pasangan suami istri itu mengeluh tidak punya alas untuk tidur.Ia hanya mengasihani Rehan yang harus tidur tanpa alas kasur, sudah pasti i
“Pasti Abang doain kamu Sayang, pokoknya kamu harus kuat. Abang yakin kamu dan adek bayi bakal selamat. Kamu harus lihat ‘kan anak kedua kita. Kita punya banyak banget rencana setelah ini. Kamu udah janji sama Abang, enggak boleh ingkarin gitu aja.”Tanpa sadar air mata lolos begitu saja dari sudut mata Romi. Namun, ia lekas menyekanya. Seharusnya ialah yang menguatkan Mayra, tetapi saat ini Romi justru terlihat sebagai pihak yang lebih butuh dikuatkan. Sepanjang jalan menuju ruang operasi Romi seakan tak mau melepaskan genggaman tangannya, sampai ketika Mayra masuk ia sempat mengatakan satu kalimat yang benar-benar membekas di hati Romi.“Abang, kita enggak boleh terlalu cinta sama manusia. Nanti Allah cemburu,” ucap Mayra.Sebelum akhirnya pintu ruangan operasi tertutup. Romi hanya diperkenankan mengantarnya sampai ke depan pintu, ia tidak menyangka kalau proses melahirkan anak keduanya justru berkali-kali lipat lebih sulit saat M
Sembari menghapus jejak tangisan di wajahnya Silvi memutuskan untuk mempercepat langkahnya menuju toilet. Ia hanya ingin mencari tempat yang nyaman untuk bisa melepaskan penyesalannya. Rupanya maaf saja tak cukup untuk menebus kesalahan yang sudah terlanjur menggunung. Memang benar semua butuh waktu, tetapi ia sendiri tidak menyangka jika Romi justru lebih sulit dihadapi dari pada Mayra.Sebelumnya ia selalu berpikir adiknya yang selalu ada di saat sulit akan mudah dihadapi, rupanya ia justru tampak begitu keras bahkan pada ibu kandungnya sendiri. Sudah semalam mereka berada dalam satu atap yang sama, tetapi sikap Romi justru semakin dingin. Ia bahkan terang-terangan melarang istrinya untuk sekedar membantu Silvi dalam hal menulis.Cukup lama Silvi berada di sana, mungkin sekitar satu jam. Tak ia pedulikan jika hari semakin larut, tetapi ia hanya takut jika tangisannya akan terdengar oleh Romi yang berada tepat di samping kamar tamu, jadi untuk saat ini toilet me
Saat sedang asyik mengobrol Romi dan yang lainnya malah datang. Mau tidak mau mereka harus menghentikan pembicaraan. Tak enak juga rasanya memaksa Mayra untuk terus membantunya. Jika Romi tahu, mungkin hal ini hanya akan memicu masalah baru.”“Terus sekarang kita mau bagaimana Bu, kalau Mayra yang jadi harapan satu-satunya malah enggak bisa bantu apa-apa.”“Ibu juga enggak tahu, kita udah terlanjur ke sini. Ya pokoknya kita harus bisa memperbaiki hubungan sama Romi,” ucap Bu Tuti.Usai mengatakannya, mereka pun ikut menyusul Romi dan yang lainnya ke dalam. Di sana Romi juga mengajak Pak Erik untuk melihat kebun sayuran Mayra di belakang rumah ia menceritakan bagaimana Mayra membuatnya tetap subur. Sampai Pak Erik pun berencana untuk membuat kebun sayuran yang sama di depan rumahnya.“Kayaknya bagus juga Bu, idenya Mayra ini. Kita bisa buat di de
Menyadari kedatangan Silvi dan orang tuanya, jelas saja ekspresi Gani langsung berubah. Ia terlihat sedikit gelisah, mungkin terkejut karena tak menyangka jika mereka akan datang. Gani tetap menyalami mantan mertuanya dengan takzim, tentunya kecuali Silvi ia hanya menundukkan kepala.“Bapak sama Ibu sehat?” tanya Gani.“Alhamdulillah, ini kamu mau pulang apa bagaimana? Kok udah bawa tas aja?” tanya Pak Erik sekaligus memecah suasana canggung di antara mereka.“Iya Pak, ini mau pulang ke Subang. Udah lama di Bandung, kangen juga sama Yoora.”“Bukannya Subang sama Bandung deket banget, emang enggak sering pulang.”“Sebenarnya sering sih paling 2 minggu sekali, tergantung kerjaan aja. Kalau bisa tiap minggu pulang ya maunya sih begitu. Cuma ‘kan yang ada kerjaannya enggak selesai-selesai. Ya sudah kalau begitu Pak, saya pamit dulu.”Sata itu Bu Tuti juga bingung harus berka
Entah kenapa rasanya dunia Silvi mendadak berhenti berputar. Kenapa ada Bunda selain dirinya?Silvi pun tahu cepat atau lambat hal ini akan terjadi, tetapi kenapa harus secepat ini? Ia melihat keduanya begitu akrab, bahkan sepertinya Yoora terlihat begitu nyaman berada di pelukan wanita yang ia panggil Bunda itu. Di sampingnya juga adik iparnya yang tampak cukup dekat dengannya.Jika diingat kembali hubungan Silvi dan adik iparnya bahkan tidak sedekat itu. Ia sendiri yang sengaja menjaga jarak dari adik suaminya. Sekarang melihat mereka begitu akrab, Silvi bahkan tidak bisa menyalahkannya juga. Apa lagi statusnya sekarang juga bukan lagi istri Gani. Niat hati ingin memberikan kejutan pada anaknya, sekarang ia sendiri yang terkejut.“Bunda Silvi,” ucap Yoora yang saat itu mengalihkan pandangannya.Ia baru sadar jika sejak tadi ada Silvi di dekatnya. Anak kecil itu pun langsung menghambur memeluk ibu kandungnya.“Bunda kenapa enggak bilang mau ke sini?” Bahkan jika hatinya begitu sakit
Saat itu juga Bu Tuti langsung menghubungi Romi lewat panggilan telepon. Namun, entah kenapa tak kunjung diangkat juga. Sudah 10 kali mencoba, tetap saja tak ada hasilnya.“Pak, kenapa Romi enggak mau ngangkat telepon dari Ibu?”“Enggak tahu, kemarin-kemarin masih mau ngangkat telepon dari Bapak kok. Mungkin lagi sibuk aja.”“Apa jangan-jangan dia masih marah sama Ibu, sampai enggak mau ngangkat. Gak mungkin Romi jauh dari hpnya Pak, di aitu sibuk terus kalau jam segini.”Sebagai ibunya sedikit banyak ia tahu kebiasaan Romi, termasuk jam sibuk putranya. Rasanya sedikit janggal kalau Romi tak memegang ponselnya di jam sibuk.“Bentar, biar Bapak yang coba telepon!”Kali ini karena penasaran, Pak Erik juga mencoba untuk menghubunginya. Namun, hasilnya sama. Mereka sontak saja jadi berpikir yang tidak-tidak.“Jangan-jangan terjadi sesuatu sama Romi, Pak?” ucap Bu Tuti dengan wajah yang mulai panik.“Kamu jangan ngomong sembarangan. Bisa aja dia memang lag
“Bu Tuti tahu enggak sih kemari ‘kan Silvi ke sini,” ucap Bu Mia saat mereka sama-sama belanja di warung.“Oh iya saya tahu, Bu,” ucap Bu Tuti canggung.Pasalnya di sana tak hanya mereka berdua ada pembeli lain yang juga sedang memilih sayuran. Ia hanya tidak ingin pembahasan ini jadi ke mana-mana. Apa lagi gosip di sini mudah sekali menyebar.“Loh kalau tahu kenapa enggak pulang cepat-cepat Bu Tuti? Kasihan loh jadinya Silvi keburu diusir sama Pak RT.”Sudah ia duga, Bu Mia ini pasti akan membahas perkara pengusiran ini.“Saya juga enggak bisa ninggalin kerjaan begitu aja, saya jaga bayi. Enggak mungkin bayinya saya tinggal malam-malam.”“Ya harusnya ibu kasih tahu Silvi alamat ibu kerja, eh apa Ibu takut ya kalau Silvi nanti malah mencuri barang-barang di rumah majikannya. Hehe, susah juga ya jadi ibu, serba salah banget. Dipikir-pikir kalau saya jadi Bu Tuti juga akan ngelakuin hal yang sama sih, dari pada ngambil risiko yang malah merugikan diri sendiri.”“Sudah Bu ngomongnya, say
“Tapi, Pak saya enggak ada niat buat mencuri, saya juga enggak mau lagi masuk penjara. Saya sudah tobat.”“Saya tahu, tapi sebagai ketua RT saya juga punya kewajiban bikin warga tenang. Ada banyak sekali keluhan dari siang sampai sekarang, warga sangat keberatan kalau Mbak Silvi memutuskan kembali tinggal di lingkungan sini. Tolong pengertiannya ya Mbak, saya ikut senang kalau Mbak memang sudah tobat. Cuma Mbak juga harus tahu kalau enggak semua orang bisa menerima dan enggak Mbak enggak bisa maksa orang lain buat mengerti.”“Apa karena saya bukan warga sini, makanya Bapak tega mengusir saya malam-malam begini?”“Bukan masalah itu, saya pikir Mbak juga sudah tahu apa alasannya. Mbak dipenjara atas kasus pencurian, sudah jadi hukum sosial kalau Mbak jadi dijauhi orang-orang.”Akhirnya emosi Pak RT yang sejak tadi ditahan kini tidak terbendung juga sekarang mau tidak mau ia harus mengutarakan maksud dari perkataannya secara gamblang. Masa bodo kalau Silvi akan saki
Sejak kepergian ibu mertuanya tempo hari Mayra memang sengaja menahan untuk tak membahas masalah itu. Sampai ia merasa kali inilah waktu yang tepat untuk mengatakan ini pada suaminya. Perlu waktu seminggu untuk Mayra menunggu sampai Romi bisa diajak diskusi. “Sayang, boleh aku ngomong sesuatu?” tanya Mayra tepat ketika ia dan Romi hendak beristirahat di malam hari. “Kenapa Sayang, ngomong aja!” “Ini soal Ibu.” Mayra bahkan sengaja memberi jeda ucapannya, hanya untuk melihat respons suaminya. Melihat Romi yang terlihat menatapnya dengan antusias, barulah Mayra yakin kalau kali ini ia tidak salah waktu. “Seseorang yang susah untuk dinasihati itu memang kadang perlu merasakan kehilangan dulu, sampai mereka mengerti kalau apa-apa yang tidak ada dalam genggamannya itu begitu berharga.” “Harus dengan cara enggak kasih kabar sama sekali?” “Abang tetap kontrol kok, ‘kan di depan rumah Ibu ada istrinya Jefri. Dia ka