Mendengar suara Riana, aku langsung terbangun dari khayalan masa lalu yang membuat sudut mata menjadi berair setiap kali mengingatnya. Bergerak meraih gagang dan memutarnya, pintu terbuka secara perlahan."Aku sudah siap," jawabku singat dengan wajah dingin. Riana membulatkan mata seperti kesal, dia juga meremas gaun merah nan megah yang melekat pada tubuhnya, walau tak ada yang melihat selain aku. "Hei! Bagaimana bisa kau mendapat gaun indah seperti itu? Honey, apa kamu membelikannya gaun itu?" kalimat Riana terdengar seperti tak suka melihatku dengan gaun seperti ini, dia kemudian bertanya pada Rafeon yang berdiri di sampingnya. Pria itu menggeleng sambil mencuri pandang ke arahku, lalu membuang wajahnya ke arah lain. Berbeda dengan reaksi Riana, perempuan dengan gelar istri pertama menatapku dengan senyum smirk.Kipas lipat dengan warna senada dengan gaun merahnya mengembang menutupi bibir. Pandangannya begitu sinis ke arahku. "Apa kamu ada bermain ranjang dengan pria lain di bel
"Andai aku memiliki kekuatan untuk memutar waktu, maka semua itu akan aku gunakan agar aku tak pernah menginjakkan kaki di rumah ini." Bibirku kembali menyambung kalimatnya tanpa aku gerakkan. [Notifikasi! Meqsesa yang asli mengendalikan dirinya, dan mengungkapkan semua kalimat yang belum tersampaikan sebelumnya!] [Notifikasi! Anda berhasil menyelesaikan misi berkat bantuan dari Meqsesa yang asli!] [Notifikasi! Anda menerima 200 Coin!] [Notifikasi! Anda diberikan sebuah tiket untuk mengundi skill di panel undian!] [Notifikasi! Bar tampilan Coin akan ditambahkan pada biodata Anda!] Bertepatan dengan selesainya kalimat tadi, dentingan lonceng pun terdengar bersamaan dengan munculnya sebuah layar hologram secara beruntun di hadapanku. Semuanya mengejutkan, karena muncul secara tiba-tiba. Namun, yang paling mengejutkan adalah ketika membaca; bahwa Meqsesa sedang mengendalikan tubuh ini. Napasku serasa tercekat di tenggorokan ketika membaca itu. Ini berarti, Meqsesa yang entah di m
Aku terdiam dan mengangguk pelan sambil mencuri pandang melihatnya ; Sosok pria tampan di umur sekitar 23-25 dengan kulit sedikit cokelat, hidung mancung dan rahang tegas. Tak lupa tubuh kekar berbalut jas hitam yang menambah kesan tampan pada Butler satu ini. *** Kini aku duduk di samping Rafeon yang sedang mengemudi setelah melalui beberapa perdebatan, sementara Riana duduk di belakang dengan wajah kesal sambil menggerutu ; "Harusnya aku duduk di sana." Memang pelan, tapi terdengar dengan sangat jelas. Nama : [Lania Herberts] Usia : [18 tahun]Item : [Angklung Kenangan]Skill : [Melodi Penghilang Kesedihan ; F-], [The Song of Summoner ; A+], [Fiery Melody ; B+].Penyimpanan : [-] STR : [10+]AGI : [4+]VIT : [10+]Cantik : [15+ (karena menggunakan gaun yang cocok menutupi penampilan buruk rupa tubuh Anda!)]Sexy : [3+]Pesona : [30+ (gaun yang dikenakan menambah pesona, cukup untuk membuat Anda menjadi tokoh utama pada pesta!)] Coin : 450CLevel : [1]Rank : [F-]
Ekspresi para wartawan terlihat terkejut, jari-jemari mereka dengan cekatan mengambil gambar, sementara aku terus melangkah masuk ke arah pintu yang dibuka oleh kedua bodyguard dengan tubuh kekar di depan pintu.Begitu aku melangkah ke dalam, ukiran mewah terpatri jelas pada setiap sudut dinding di ruangan. Tak hanya dindingnya yang terlihat mewah, para tamunya pun juga menggunakan seragam mewah di bawah sana. Para perempuan bercengkrama seraya bergosip memamerkan kekayaan, sementara para pria berbincang tentang bisnis di bawah sana.Aku tersenyum seraya menghela napas pelan. Ini tak jauh berbeda dengan Bumi tempat di mana aku tinggal. "Meqsesa! Tunggu kami!" nada yang mengganggu itu kembali terdengar. Namun tak peduli dan tetap menuruni tangga.Saat sampai di bawah, para tamu undangan terlihat sunyi dengan sorotan penuh perhatian yang melihat ke arahku. Bisik-bisik pun mulai terdengar memanaskan telinga seperti kompor. Aku terdiam, lalu melirik ke arah Riana yang tadi bersuara sepert
Raut wajah para Hunter yang berada di bawah pimpinan pria ini terlihat sangat tidak yakin akan perintah dari atasannya, yang berasal dariku. Goblin-goblin yang terdiri dari empat kelompok itu langsung berteriak.Kelompok pertama dengan senjata semacam kapak juga pedang dan tombak berlari menerjang ke arah kami. "Apa yang kalian tunggu? Kehilangan nyawa!" teriakku yang tak habis pikir.Kelompok Fire Goblin pada bagian kedua selanjutnya memegang sebuah perisai, kelompok Fire Goblin di barisan ketiga memegang busur juga anak panah, lalu yang kelompok Fire Goblin di barisan keempat tidak memegang apa-apa. Namun, mereka mengenakan jubah hitam."Serang!" teriakan-teriakan para Hunter pun menggema dalam ruangan, para tamu undangan yang berupa manusia normal langsung menyingkir dan mencari cara sambil terpaku menyaksikan pertarungan para Hunter ini menyerang dengan ciri khas kekuatan masing-masing.Sekarang semua sedang sibuk, aku melihat ke arah panel yang menampilkan misi berjudul ; "Malam
"Apa kalian tak ingat kata-kataku sebelum Dungeon ini muncul? Untuk apa aku berbohong di saat seperti ini?" tanyaku mengangkat sebelah alis berharap penuh agar mereka yakin."Lakukan seperti kata-katanya!" teriak pria yang mengerlingkan sebelah matanya tadi ke arahku. Tak tahu seperti apa nama-nama mereka, karena dia sama sekali belum memperkenalkannya. Jadi panggil dengan nama itu saja. Raut wajah para Hunter yang berada di bawah pimpinan pria ini terlihat sangat tidak yakin akan perintah dari atasannya, yang berasal dariku. Goblin-goblin yang terdiri dari empat kelompok itu langsung berteriak.Kelompok pertama dengan senjata semacam kapak juga pedang dan tombak berlari menerjang ke arah kami. "Apa yang kalian tunggu? Kehilangan nyawa!" teriakku yang tak habis pikir.Kelompok Fire Goblin pada bagian kedua selanjutnya memegang sebuah perisai, kelompok Fire Goblin di barisan ketiga memegang busur juga anak panah, lalu yang kelompok Fire Goblin di barisan keempat tidak memegang apa-apa
Sayangnya, serangan yang dia lemparkan sama sekali tidak mengenai para Fire Goblin. Malah selanjutnya, orang itu terkena serangan dari benda berbentuk semacam pedang, tapi ada api-apinya gitu. Pria yang tadi mengerlingkan matanya di atas panggung padaku menolehkan kepala pada bawahannya yang sedang tersudut itu. Sepertinya dia adalah pemimpin dari para Hunter ini. Kepalanya menoleh ke arah bawahan tadi. Bibirnya mendecak kesal seraya mengayunkan tebasan demi tebasan senjata pedang berukuran besar pada para Fire Goblin.Berbeda dari bawahannya, dia bergerak dengan sangat menakjubkan dan menebas tiap-tiap Fire Goblin di hadapan pedangnya. Namun, tetap saja. Dia tak membunuh satupun dari Fire Goblin itu.Bukan karena dia takut, tapi kerjasama antar Fire Goblin sangat luar biasa, hingga mereka yang memiliki perisai akan maju untuk menahan serangan."Semuanya mendekat, untuk kalian yang memiliki skill seperti menciptakan Penghalang atau Barrier, segeralah buat! Kita susun rencana!" teria
Kedua tangan ini langsung mengepal, ketika mendengar kalimat 'Istri Kedua' yang terucap dari bibir pria itu. Ditambah, rasa kesal ini semakin bertambah kala pria itu menampilkan senyum sinis dan tatapan tak suka. Tak hanya pria itu yang menatap sinis, tapi juga Hunter lain di sekitar yang membentuk lingkaran, untuk berdiskusi ini. Ingin rasanya aku mencongkel bola mata mereka yang sangat tak sopan itu. Namun, aku berusaha meredamnya agar tak menjadi masalah. Jari-jemari yang tadi mengepal kesal di sisi tubuh ini mulai rileks, dan melepaskan genggamannya. Aku menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan sambil melihat ke arah orang-orang di sini."Aku menganggap kalimat itu sebagai penolakan!" tuturku memejamkan kedua mata. "Satu nasihat untuk kalian, lebih baik jangan mencampuri urusan orang lain lebih dalam. Karena sekarang waktunya untuk mengkhawatirkan rekan kalian, yang mungkin tak bisa bertahan lebih lama lagi," sambungku membalikkan tubuh, mengambil langkah lebar untuk p
Entah ini sekadar kebetulan atau memangnya ada di sana. Seekor Tupai kemudian terlihat meloncat-loncat dari pohon yang cukup jauh itu. "Woah! Tatapan Nona Cantik tajam! Itu betul-betul Tupaai! Ini pertama kalinya Leon liat Tupai langsung!" seru Leon dengan nada kegirangan. Hufft! Aku hanya bisa menghela napas lega secara diam-diam ketika mereka percaya kalimatku barusan. Aku melirik panel yang menampilkan 'Dual Mission' tadi. Tidak ada jalan lain selain menerima-nya.Aku tak ingin ada Meqsesa lain di dunia ini. Cukup biarkan dunia modern ini berjalan dengan semestinya tanpa ada gangguan. Jariku pun bergerak menyentuh tombol 'iya' yang melayang di udara.[Notifikasi! Anda menerima 'Dual Mission'!]"Apa kau benar-benar yakin ingin pergi sendiri-an? Ini sudah mau malam. Rasanya, tidak baik bagi perempuan sepertimu yang masih gadis untuk keluyuran," tanya Roland memastikan sekali lagi.Aku tersenyum dan mengangguk dengan tegas sambil berkata, "Iya. Lagi pula, aku memiliki sesuatu yang pe
Secara otomatis, ingatan-ingatanku menerawang pada masa di mana kami masih bermain dan berseko-lah di SMA. Ah iya, SMA. Tiba-tiba aku teringat dengan SMA yang sebelumnya aku tempati untuk belajar dan menuntut ilmu. Aku masih belum lulus dari SMA. Bisa dibilang hampir lulus. Malam ketika aku dan Fero ditabrak oleh mobil. Itu adalah malam perpisahan. Tak terkira kalau kami akan benar-benar berpisah sampai beda dunia. "Kenangan yang menyakitkan, sekaligus menye-nangkan untuk diingat. Fero," gumamku mendongkak ke atas sambil terkekeh pelan.Langit mulai berwarna jingga kegelapan, tanda malam akan menghiasi cakrawala. Aku segera berdiri. "Aku tak bisa berlama-lama di sini, ini waktunya aku pergi," ungkapku tersenyum dan berbalik menatap Roland dan Leon yang hanya menunggu di pintu masuk makam.Mendekat ke arah mereka, aku membungkukkan badan sedikit. "Sebelumnya, terima kasih karena telah mengantar saya sampai di sini. Sekarang saya tak lagi ikut dengan kalian, sebab ada yang harus say
"Papa memang mengenal Nona ini. Nama nonanya adalah Lania. Tapi, Nona ini adalah pasien Papa yang diceritakan setiap malam itu. Pasien yang kabur dari rumah sakit," jelasnya membuatku melototkan mata malu ke arahnya. Bagaimana bisa dia menceritakan kebohongan besar seperti itu!"Itu bohong! Hei Dokter, sejak kapan aku kabur dari rumah sa–kit." Semakin mendekati akhir, kalimatku semakin nadanya terdengar ragu-ragu karena aku mengetahui alasannya. Waktu itu, setelah menangis dan meminta waktu untuk berdua saja bersama Fero yang telah tidak bernyawa. Aku berlari keluar dari rumah sakit. "Kaumengingatnya bukan? Waktu itu kauberlari sangat cepat, hingga para satpam tak mampu mengejarmu," jelas Roland diakhiri dengan kekehan pelan.Pipiku langsung terasa panas, seakan sedang dikukus di tempat tertutup dengan suhu tinggi. "Sete-lah dia berlari keluar. Nona cantik ini hanya kembali dengan keadaan koma, sebelum dibawa ke Rumah Sakit Mi ...." Direktur Roland tak melanjutkan kalimatnya, dia m
Lagi dan lagi, aku kembali menahan rasa gemas luar biasa agar tidak membuat pipi itu menjadi korban dari keegoisan jari-jemariku. "Mau Nona gendong atau jalan sendiri?" tawarku tersenyum lembut."Leon mau digendong!" serunya dengan mata berbinar yang lucu, dan tangan yang melebar seakan sudah siap untuk digendong. Di dalam hati aku mengeluh, sampai kapan akan menahan rasa gemas ini setiap melihat tingkah Leon yang imut ini? Kemudian, aku segera mengambil dia ke dalam gendonganku dan berjalan menuju lift menuju lantai empat, tempat direktur rumah sakit berada. Sampai di lantai empat. Tak seperti yang kuperkirakan sebelumnya, tempat ini cukup sepi. Mengikuti arahan seperti yang dikatakan oleh resepsionis tadi. Aku berhenti melangkah di depan pintu yang memiliki papan nama 'Direktur'. "Leon, jangan nakal ya di dalam. Nanti kena marah sama orang yang duduk di dalam. Nanti kamu gak dibolehin masuk rumah sakit lagi," pesanku mengusap kepala dan mencium pipinya.Aaakk! Akhirnya bisa j
Menarik napas dalam dan mengembuskannya pelan, aku menguatkan diri untuk melangkah mengi-tari bangunan, menuju bagian depan tempat pintu masuk terpasang. Di depan pintu rumah sakit, beberapa orang terus menerus menatapku tanpa henti. Itu membuatku merasa sedikit risih. "Apakah ada yang salah dengan penampilanku?" Aku bertanya pelan pada diri sendiri sambil mendo-rong pintu untuk masuk. [Notifikasi! Bisa dibilang seperti itu. Kecantikan Anda saat ini berada di level Siren, yang berada di bawah tingkatan Dewi Cariella sendiri. Jika di Bumi ada alat untuk mengukur kecantikan, maka Anda adalah pemenangnya!]Aku tersentak ketika membacanya, lalu melihat ke sekeliling. Semuanya masih menatapku dengan tatapan itu. Mau tak mau, aku sedikit bergegas mendorong pintu rumah sakit dan masuk ke dalamnya. Mempercepat langkah mendekat ke arah resep-sionis, aku mengedarkan pandangan. Beberapa orang di dalam sini juga sama. Mereka menghentikan kegiatan dan terus menatapku. Aku kembali menatap si
"Ta–tapi ini tugas kami Queen," tolak salah satu prajurit secara halus. Aku langsung menatapnya, begitu juga dengan Queen of Siren yang berada di sampingku. Melirik ke arah wajahnya, dia tersenyum lembut. "Baiklah. Buka Palatium Maris-nya, aku hanya akan membantu kalian," usulnya menawarkan cara lain. "Seperti yang Anda pinta, wahai Queen kami!" tutur para prajurit Siren dengan nada riang. Diam-diam aku tersenyum tipis melihat mereka. Terlukis jelas ekspresi bahagia mereka, saat Queen mau memahami dan memberikan usul yang adil. Bersamaan dengan itu, aku juga miris melihat-nya. Bagaimana tidak? Queen sebelumnya menjelas-kan padaku secara langsung, bahwa hidupnya tak lagi lama. Makanya dia mencari seorang pewaris atau sebutannya Heres agar tak khawatir lagi, jika nanti dia pergi secara mendadak. Alunan mantra dengan bahasa yang tidak ku-pahami mengalun. Lingkaran sihir muncul di per-mukaan gerbang besar berwarna putih bersih ini. Gerbang yang diberi nama Palatium Maris atau Gerbang
"Untuk Portal Antar Dimensi, beritahu Siren Bangsawan Secundus Locus, dan Tertio Loco untuk menyusulku ke tempat Portal Antar Dimensi itu muncul." Queen of Siren mengeluarkan sebuah emas tipis berbentuk kertas.Si prajurit menerima emas tipis berbentuk kertas itu. "Siap, saya akan melaksanakan seperti apa yang Anda perintahkan, Queen!" balas si prajurit dengan tegas. Queen of Siren pun membalas respon si prajurit itu dengan anggukan kecil. Setelah menerima balasan dari Queen of Siren. Prajurit itu langsung pergi dan melesat layaknya speedboat. "Cepat!" gumamku yang kagum dengan mata berbinar. Apa aku bisa secepat itu? Kuharap iya! Pikirku dalam hati.Tawa kecil pun terdengar. Aku menoleh ke arah Queen of Siren. "Kecepatan berenang seperti itu sudah biasa di antara para Siren," ungkapnya tersenyum. Senyum itu hanya bertahan beberapa saat, sebelum ekspresinya runtuh."Maaf, aku hanya bisa mengantarmu sampai sini. Sebagai penggantiku, ikutilah ikan-ikan ini," ungkap Queen. Dia menu
Walau diliputi cahaya, aku masih bisa melihat kalau wajahnya sedang merekahkan senyum indah. "Ini adalah Cahaya Ilahi. Setiap Dewa atau Dewi yang memperlihatkan wujud mereka di hadapan makhluk fana, akan terlihat seperti ini. Itulah aturan Surga. Jika kedua matamu tak kuberikan berkah, pasti dua bola mata itu akan hancur," jelas Dewi Maris. Tangannya terulur mengelus rambutku. [Notifikasi! Anda menerima Berkah Dewi Penguasa Lautan!][Notifikasi! Skill Penglihatan Normal dalam air menjadi permanen. Mencatat level skill ....][Notifikasi! Berhasil, rank Skill Penglihatan Normal Dalam Air memiliki rank S plus!][Notifikasi! Pesona Anda meningkat sebanyak +20!][Notifikasi! Kecantikan Anda meningkat sebanyak +20!][Notifikasi! Ke-sexy-an Anda meningkat sebanyak +20!][Notifikasi! Rank Skill Breathing Underwater ditingkatkan menjadi S plus!][Notifikasi! Rank Skill Fire Resistance diti
"Tentu, rasanya semakin ke sini semakin berat," balasku menetralkan napas. Tawa Queen of Siren pun mengalun dengan nada khas dan indahnya. "Wajar saja kalau kamu kelelahan. Level kepadatan air dan arus di sini lebih padat. Jika kamu mengerti soal sihir, pasti mengetahuinya," jelas Queen of Siren melirikku sambil tersenyum. Sebelah alis pun kuangkat karena penasaran dengan kalimat yang dia lontarkan barusan. Keheningan pun datang, saat Queen of Siren hanya memandangi lantai tengah altar. "Apa kau membawa Permata yang kemarin kuberikan?" Queen of Siren tiba-tiba berhenti melamun dan melirik ke arahku. Raut wajahnya begitu serius. Aku mengangguk sebagai jawaban iya. Dia pun kembali menatap lantai tengah altar. "Pada umur 12 tahun, para Siren perempuan maupun laki-laki akan melakukan ritual di sini. Tak seperti manusia, setiap Siren diwajibkan untuk memiliki kekuatan dari berkah Dewi. Ini sebagai perlindungan diri,