Barata masih sangat shyok, dia sangat tak percaya dengan praduga Septi yang berpikir bahwa dia yang menjadi dalang dibalik ini semua. Barata hanya diam didalam kamarnya semalaman, dia terlihat sangat prustrasi bahkan tak tidur semalaman karena memikirkan kondisi Septi dan kedua anak-anaknya. Barata terlihat sangat lesu dengan kulitnya yang pucat.“Pak Barata, sarapan dulu pak.” Pinta pelayan rumahnya “Tolong hubungkan aku dengan sekretaris Jung.”pinta Barata “Baik, pak.” Ujar pelayanPelayan tersebut pun menghubungkan panggilan itu denga sekretaris Jung yang sedang bekerja di kantornya“Halo Jung,” panggil Barata “Halo Pak Barata.”panggil JungDidalam kantor, setelah melakukan penjebakan untuk Barata, Wisnu dengan mudahnya masuk kedalam kantor dan bekerja seperti biasannya seolah-olah dia tak melakukan kesalahan apapun, hal ini yang membuat Jung geram padannya. “Pak Wisnu.”panggil Jung“Iya pak Jung.”jawab WisnuJung menatap Wisnu dengan tatapan benci dan tak terima bahwa atasanny
Septi menatap jendela ruangannya, dia termenung untuk kembali memikirkan tentang permasalahan yang telah terjadi kepadannya dan kedua anaknya kemarin, kepala Septi terasa pening setelah bekerja dia langsung memikirkan permasalahan yang terjadi dengan keluarga kecilnya“Aku tidak akan membiarkan Wisnu kembali melukai anakku, aku tidak bisa mnegambil resiko yang terlalu besar dengan membuat mereka berdua kembali bertemu.”ujar Septi dengan sedikit kesalSepti menyandarkan kepalannya diatas meja dia sedikit mengeluh merasa kepalannya yang pening, lalu dia mendapatkan panggilan dari Bik Ratih“Halo Bik.”jawab Septi“Buk Septi, saya ingin mengatakan sesuatu hal yang penting dengan buk Septi.”ujar Bik Ratih“Ada apa, bik?”tanya Septi kembali“Saya ingin sekali pulang kembali ke kampung halaman saya, buk. Saya sangat merindukan kampung halaman saya, Buk”ujar Bik Ratih“Pulang hari ini? jam berapa bik?”tanya Septi panik“Bik Ratih ingin pulang nanti malam, buk.”jawabnya “Oke kalau begitu saya
Kepergian Bik Ratih, membuat mereka berdua sangat sedih biasannya ada yang memasak untuk makan malam, sekarang Septi yang harus memasak sendiri untuk kedua anaknya dan untuk dirinnya sendiri“Mama, apakah belum selesai masaknya? Rahmi sangat lapar.”ujar Rahmi “belum sayang, tunggu sebentar. mama sedang melihat buku panduan.”ujar SeptiSepti memang pintar memasak, tapi dia juga sedikit lupa dengan langkah-langkah apa saja yang harus dia lakukan karena sudah lama tidak memasak dan selalu sibuk mengurus urusan kantor membuatnya juga sedikit kerepotan untuk mengingat.“Mama, Bagas lapar.”“Iya, tunggu sebentar. tenang sayang, sebentar lagi akan siap kok. Sabar, ya.”pinta Septi Septi pun selesai memasak, dia membawa makan malam untuk diletakkan diatas meja. Dia melihat wajah dua anaknya yang sudah terlihat kesal karena lapar“Mama, ayo makan.”ajak RahmiSetelah Septi berhasil memasak, mereka pun makan malam bersama. Rahmi yang pertama menyuap makanan yang diberikan oleh Septi, “Bagaiman
Wisnu hendak akan berjalan pergi menuju kantor Brata untuk segera pergi bekerja, sebelum itu dia sudah memiliki rencana yang sangat licik yakni dia akan membuat jebakan untuk Brata. Wisnu bicara dengan salah satu pengawal Brata yang sudah berada di pihaknya “Ini, kamera. Aku tidak mau tahu, pokonnya kau harus membuat rekaman dengan jelas. sesuai dengan apa yang sudah kita bicarakan kemarin.”perintah Wisnu “Baik, pak. Akan saya laksanakan dengan baik.”ujarnya dengan tegas “Bagus. Ini imbalan untukmu. Lakukan yang terbaik, saya tidak mau tahu pokonnya kamu harus bisa menangkap rekaman tersebut dan dikirimkan ke saya langsung.”perintahnyaPengawal tersebut pun menyetujuinnya dan segera pergi untuk melakukan rekaman seperti apa yang diperintahkan oleh atasannya tersebut.. berada didalam ruangannya, Wisnu tersenyum licik dia akan melakukan rencananya kembali untuk menjauhkan anak-anak Septi dari Brata.“Aku akan melakukan yang terbaik kali ini dan aku tidak akan gagal lagi. Apapun yang
Rahmi dan Bagas melihat ayahnya dengan tatapan bingung dan cemas“Ayah, mengapa ayah menangis?”tanya Rahmi“Ayah sangat sedih karena atasan ayah sangat kejam. Dia memaksa ayah untuk terus bekerja tidak peduli meskipun ayah sedang sakit. Kepala ayah sangat sakit.”ujar Wisnu Rahmi dan Bagas sama-sama sangat sedih mereka berdua pun menatap Wisnu dengan tatapan sendu mereka “Aku sangat sedih karena ayah kena marah atasan ayah, dia orang yang sungguh kejam.”ujar Wisnu Wisnu pun mengambil ponsel yang ada didalam sakunnya, dia menunjukan rekaman video yang berisikan bagaimana Wisnu kena marah oleh Brata, kedua anak Septi itu terlihat sangat sedih mereka berdua pun menatap Brata dengan tatapan sedih dan marah dengan Brata“Kejam sekali, kenapa Om Brata sangat kejam seperti itu. aku tidak suka dengan Om Brata, dia sangat kejam karena sudah memperlakukan ayah dengan kejam.”ujar Rahmi “Aku benci dengan Om Brata.”ujar Bagas Menjadi sebuah kemenangan untuk Wisnu karena berhasil membuat kedua
Setelah mendapatkan pengusiran dari Septi, tak membuat Wisnu langsung pergi begitu saja dia tetap menunggu sampai Septi membukakan pintu untuknya, tak peduli satpam sudah mengusirnya berulang kali dan tak peduli ada kilat petir yang terus bergemuruh ramai diatas kepalannya terpenting untuknya saat ini adalah dia ingin kembali membuat istri dan kedua anaknya kembali bersamannya. Tak peduli sudah dua jam dia berjongkok dan berdiri kembali menunggu Septi iba kepadannya, dia hanya ingin menunjukan kepada mantan istrinnya itu kalau dia bersungguh-sungguh ingin mengubah diirinya menjadi lebih baik untuknya dan untuk kedua anak-anaknya “Tidak masalah saat ini hujan akan menerpa tubuhku, aku tidak peduli terpenting aku bisa membuat Septi dan kedua anakku percaya kalau aku adalah ayah yang baik untuk mereka.”ujar WisnuSelesai makan malam, Septi pun kembali duduk bersantai di bangku sofa, Bagas ada didalam kamarnya sedang mengerjakan tugas dan Rahmi sedang duduk melihat handphonenya. Rahmi ke
Tatapan Brata seakan berubah setelah tahu siapa pengirim bingkisan tersebut, dia mengambil perspektif bahwa Septi kembali dekat dengan Wisnu“Brata, jangan salah paham.”pinta Septi “Aku masih memilii banyak urusan kantor sekarang, aku harus pergi sekarang, permisi.”ujar Brata mengucap pamit Septi menyandarkan kepalannya diatas meja, dia sangat bingung sekarang karena Brata yang salah paham dengannya “Astaga, aku tidak bermaksud untuk membuatnya kesal seperti itu.”ujar Septi seraya mengeluh Sekretaris Septi yang sedang sibuk melihat Septi yang kepusingan, dia pun langsung bertanya“Buk Septi, ada apa dengan Pak Brata?”tanya sekretarisnya“Sudah-sudah, tidak perlu dipikirkan. sekarang kamu pergi sana bawa bingkisan itu keluar dari ruangan saya.”perintah SeptiSekretarisnya itu pun membawa bingkisan yang segera dia letakkan diatas meja kerjannya, Septi yang berada didalam ruangannya, dia langsung mengeluarkan makanan yang dibawakan oleh Brata untuknya “Brata tahu semua makanan yang
Kini, dua pria yang saling bersitatapn tajam dan saling mendelik sinis masing-masing mereka berdua datang karena satu tujuan yaitu membawa Rahmi ke rumah sakit. Brata dan Wisnu kini saling menatap sinis saat mereka berdua sudah tiba didalam rumah Septi. Melihat kedatangan Brata dan Wisnu kedalam rumah Septi, membuat Septi kebingungan“Bagaimana bisa, mereka datang ke rumahku bersamaan?”tanya SeptiSepti mencoba untuk mengingat kembali apakah dia sudah melakukan kesalahan hingga mempertemukan keduannya yang sedang saling beradu emosi untuk bertemu kembali pasalnya didalam rumah Septi, dia takut jika emosi keduannya akan meledak didalam rumah Septi dan kedua anaknya akan melihat hal itu. “Bagaimana kalian bisa datang di waktu yang bersamaan seperti ini, sepertinya aku tidak mengundangmu untuk datang kerumahku, Wisnu.”tegas Septi Septi menatap sinis Wisnu dan menghalangi tubuhnya untuk masuk kedalam rumah Septi“Aku sudah katakan padamu untuk tidak lagi menginjakkan kaki di dalam rumah
“Bayinya cantik sekali, Bu,” ucap Dokter sambil mendekatkan bayi yang bersih dan sudah terbalut dengan kain di dekat Septi. Septi yang sudah tidak sabar mengulurkan kedua tangannya, sehingga bayi itu beralih ke gendongannya. Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka sementara.Septi tidak kuasa menahan haru melihat seorang putri mungil yang sedang menggeliat kecil. Gerakan kehidupan yang menambah kebahagiaan bagi keluarganya. Ekspektasi suaminya terkabul. Bayi yang sekarang ada dalam gendongannya adalah perempuan. Dan wajahnya cantik sekali mewarisi dirinya.“Pratiwi Nagara,” sebut Septi, sesuai dengan nama yang telah disiapkan Brata. Seakan merasakan batin sang ibu, bayi itu menangis. Septi segera menimangnya dan mencium pipi bayi kemerahan itu. Airmatanya tertumpah di sana.Sedangkan Alex memandangnya penuh keharuan. Sebuas apapun dirinya, kalau dihadapkan dengan pemandangan seperti ini pasti luluh juga. Dia yang tadi menyaksikan Septi yang berjuang bertaruh nyawa, hingga lahirlah ke
Brata kembali meringkuk di balik jeruji besi. Pakaian yang dia kenakan adalah tahanan. Dia tidak menyangka seorang predir yang begitu terhormat sekarang tidak ubahnya sampah masyarakat yang tidak berguna. Imbas dari sikapnya yang terlalu arogan.Dalam diamnya, dia menyesali atas semua yang terjadi. Kepalanya dipenuhi oleh pengandaian yang tidak mungkin terjadi. Perasaannya terlalu tertutup oleh bayang-bayang Delinda. Entah kenapa dia sulit untuk melepas bayang-bayang wanita itu.Kejadian di restoran itu kembali tergiang di benaknya. Wanita yang mengaku Merlinda itu sangat mirip dengan Delinda. Kalau dipikir secara logika, apa yang diucapkan Merlinda itu cukup masuk akal. Dia menikah dengan Warren setelah sekian lama sampai mempunyai seorang anak, Jelas sangat mustahil kalau dia adalah Delinda yang masih selamat dari kecelakaan dan kemudian amnesia. Dan dia sudah seringkali mengecek di sebuah situs penerbangan kalau tidak ada korban yang berhasil ditemukan lagi, bahkan jasadnya tidak.
“Pak Brata, Halo. Halo,” ucap Rangga saat panggilannya berhenti secara sepihak. Dia mendecak kesal pandangannya tertuju ke arah ruang bersalin di mana di dalamnya sudah ada Alex yang ikut masuk ke dalam ruangan tersebut.Beberapa saat yang lalu, suster keluar dan bertanya siapa suami dari Septi, Alex yang tidak tahu diri langsung menerobos masuk. Bahkan, sebelum dia bisa mencegah. Alhasil, sekarang Septi berjuang ditemani dengan cecunguk bedebah itu.Rangga tahu kalau tidak mungkin Brata datang hari itu juga karena sedang berada di dalam penjara. Maka perlindungan terhadap Septi jatuh kepadanya sebagai orang kepercayaannya. Persoalan rumah tangga memang rumit dan Rangga justru sering berkecimpung dalam urusan rumah tangga majikannya.“Pak Rangga,” ucap Dinda yang mengejutkannya, dia muncul sembari merangkul Bagas di sampingnya yang terlihat mengantuk.Rangga memaksakan untuk tersenyum. Dia menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan Bagas,”Kamu mengantuk ya? Om minta anak buah om untuk
“Ya Ampun, Brata kamu kenapa?” tanya Jesica khawatir saat melihat Brata duduk di hadapannya. Dia baru bisa bertemu dengan Brata setelah menunggunya sadar dari pingsan, sampai sebuah insiden yang membuat Brata babak belur seperti ini.“Ini gara-gara para bedebah yang ada di dalam penjara itu, Ma. Awas saja kalau aku sudah keluar dari penjara. Akan kulenyapkan mereka dalam sekejap,” gerutunya dengan gusar. Jesica menghela nafas. Lagi-lagi Brata berbuat ulah seakan merasa dialah yang terbaik. Arogansi yang cenderung merugikan dirinya sendiri.“Brata, Stop it! Itu mungkin karena kamu yang membuat ulah duluan, makanya kamu bisa babak belur seperti ini.”Brata menatap Mamanya tidak percaya,”Kok Mama belain mereka. Aku Ini Presdir. Seharusnya pada begundal itu hormat kepada saya, bukannya berbuat kurang ajar!”Jesica menggeleng-gelengkan kepala. Dia mengurut dada melihat anaknya yang masih keras kepala atas kesalahannya. Tidak mau kalah dan mengalah.“Sekarang, Lebih baik Mama bilang kepada
Brata terbangun dari tidurnya. Begitu merasa berada di tempat yang asing, dia terhenyak. Dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing.“Jeruji besi?” gumamnya. Dia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Astaga apa mungkin karena kesuruhan itu, dia dijebloskan penjara.“Woi! Get me out from this fucking place!” teriak Brata sambil memegang dua tabung besi. Menghardik petugas yang kebetulan lewat.“Shut up!” pekik tahanan yang lain. Brata menengok ke belakang. Terlihat lima tahanan tengah berdiri dengan raut wajah yang sangat. Demi apapun, tidak pernah terlintas di benaknya berada satu sel dengan para berandal. Dia adalah pria yang sangat terhormat. Sangat tidak selevel berada di tengah-tengah mereka.“Apa? Berani kalian dengan Saya!” hardik Brata dengan arogan. Merasa tersinggung dengan kelakukan penghuni baru itu, mereka saling pandang. Baru kemudian, mereka langsung sikap untuk menghajar Brata.“Heh! Apa-apaan ini!” ujar Brata panik saat kedua tangannya dicekal oleh dua pria bertu
Selepas makan malam, Septi termenung di atas ranjang. Sesekali, dia menengok ke samping di mana suaminya biasanya terbaring. Sudah beberapa malam ini, dia melaluinya tanpa terlelap. Tidurnya tidak tenang bahkan sering terbangun. Kalau sudah begitu dia teringat dengan Brata dan menangis sepanjang malam.Septi adalah wanita yang kuat. Tapi, sekuat apapun wanita pasti akan lemah karena kehilangan sosok pria yang biasa menaunginya. Seperti malam ini, dia sangat rindu mengoceh di depan Brata, sedangkan Brata mendengarkannya dengan tatapan seksama. Juga di kala dia mengantuk, maka Brata dengan sigap memberikan tangannya sebagai bantal dan Septi bisa memeluknya dengan leluasa, mencium aroma suaminya yang menenangkan sampai dirinya terlelap.Matanya menghangat. Namun, dia mencoba sekuat tenaga untuk menghalau tangisnya lagi. Ingin rasanya salah faham ini cepat selesai supaya hubungannya dengan Brata kembali seperti yang dulu. Tetapi, bagaimana mungkin bisa? Sementara Brata berada nun jauh di
“Maafkan saya, Nyonya,” ucap Rangga sambil melirik dari kaca spion tengah. Septi hanya tersenyum mafhum.“Ngapain kamu minta maaf. Justru saya berterima kasih sama kamu. Karena kamu sigap melindungi kami. Tapi, yang saya heran. Kenapa sikap Alex mendadak bisa semanis itu.” Septi terkekeh sambil menoleh ke arah Dinda yang semerah tomat.“Sebenernya dia siapa Ma?” tanya Dinda.Ketika Rangga akan menyahut dengan nada tinggi, Septi sudah terlebih dahulu bicara,”Cuma rekan bisnis saja kok.”Rangga mendengus sebal. Kenapa Majikannya justru malah menutupi siapa sejatinya Alex yang sangat berbahaya itu.“Iya, tapi Non Dinda harus hati-hati dengan Alex. Dia orang jahat,” sambar Rangga tanpa memperdulikan Septi protes atau tidak. Dia sudah terlanjur kesal dengan kebiadapan Alex selama ini.Septi menahan tawa, bukan karena Rangga yang masih kesal dengan Alex. tapi, Lihatlah rona wajah Dinda yang semerah tomat. Sikapnya yang malu-malu membuat Septi gemas. Mungkin Septi tidak bisa membaca pikiran
“Rangga, tolong temani saya di taman pusat kota. Saya ingin jalan-jalan ke sana,” pinta Septi. Rangga terdiam sejenak. Bukannya mau menolak. Tadi ketika akan sampai ke mansion, dia sempat melihat mobil jeep yang terparkir dari jalan masuk menuju mansion. Rangga tidak melakukan apa-apa karena mobil itu jeep itu hanya diam dan tidak melakukan gerakan mengancam. Tetapi dia sangat yakin kalau ada yang mereka rencanakan.“Rangga, kok diam?”“Enggak apa-apa, Nyonya. Baik kalau begitu pakai mobil saya saja,” ucap Rangga. Dia tidak ingin membicarakan hal macam-macam di depan majikannya yang sedang hamil. Terlebih, kondisi majikannya yang memang sedang stress mengingat pertengkaran dengan sang suami.“Sebentar, saya panggil Dinda dulu,” Baru saja akan memanggil, Gadis itu muncul dari belakang.“Iya, Mama.”“Temani Mama ke taman pusat kota yuk.”“Boleh, Ma. sebentar aku bangunin PraBrata dulu.”“Jangan! Kasihan dia kecapekan karena kegiatan outdoor di sekolah. Biarkan saja. Lagian, Cuma sebenta
Perth,“Thanks a lot, Honey. You made my day.” Delinda bergelayut manja di pundak kekar Brata. Di tangannya ada dua buah botol Wine versi mereka. Delinda tampak puas karena ikut meracik Wine itu bersama Brata tersayang. Keinginan yang lama terpendam terkabul berkat Brata. Mengunjungi indahnya perkebunan Anggur yang menjadi asal muasal Wine terbaik di dunia, dan yang paling mengesankan adalah kesempatan untuk ikut kecimpung dalam pembuatannya.“Everything I do for you, Honey,” balas Brata. Dia senang karena bisa meluangkan waktu dibalik kesibukannya sebagai design interior. Kepercayaan client yang begitu tinggi, membuat jadwalnya selalu padat. Konsekuensinya adalah kebersamaan yang kurang dengan Delinda.“Maafkan aku, Honey. Baru bisa menemanimu sekarang,” lirih Brata. Mendengar suara yang terdengar sendu, Delinda menegakkan badan. Meletakan kedua botol Wine di jok belakang mobil, dan memberikan perhatian sepenuhnya kepada Brata. “Brata, tidak perlu meminta maaf. I know you have a goo