Kini, dua pria yang saling bersitatapn tajam dan saling mendelik sinis masing-masing mereka berdua datang karena satu tujuan yaitu membawa Rahmi ke rumah sakit. Brata dan Wisnu kini saling menatap sinis saat mereka berdua sudah tiba didalam rumah Septi. Melihat kedatangan Brata dan Wisnu kedalam rumah Septi, membuat Septi kebingungan“Bagaimana bisa, mereka datang ke rumahku bersamaan?”tanya SeptiSepti mencoba untuk mengingat kembali apakah dia sudah melakukan kesalahan hingga mempertemukan keduannya yang sedang saling beradu emosi untuk bertemu kembali pasalnya didalam rumah Septi, dia takut jika emosi keduannya akan meledak didalam rumah Septi dan kedua anaknya akan melihat hal itu. “Bagaimana kalian bisa datang di waktu yang bersamaan seperti ini, sepertinya aku tidak mengundangmu untuk datang kerumahku, Wisnu.”tegas Septi Septi menatap sinis Wisnu dan menghalangi tubuhnya untuk masuk kedalam rumah Septi“Aku sudah katakan padamu untuk tidak lagi menginjakkan kaki di dalam rumah
Brata pun mengajarkan Bagas mengerjakan tugas rumah miliknya. Melihat Bagas yang mau meminta bantuan kepada Brata membuat Brata tersenyum senang karena melihat Bagas yang tidak memiliki masalah apapun kepadanya.“Om Brata, terimakasih ya sudah membantuku untuk mengerjakan tugas rumahku.”ujar Bagas“Bagas, apakah Bagas tidak kesal atau marah dengan Om Brata?”tanya Bagas“Hmm, tidak. Bagas tidak marah dengan Om Brata tapi Bagas juga tidak memberikan izin kepada Om Brata untuk mendekati mama.”ujarnya Brata terkekeh, Bagas sungguh pintar dia memberikan jawaban yang membuat Brata kembali berpikir bahwa dia memang harus mendekatkan dirinnya kembali dengan kedua anak Septi, apalagi Bagas dia anak yang sulit untuk dipengaruhi itu bagus karena dia tidak mudah terpengaruh dengan Wisnu tapi dia juga tidak mudah mempengaruhi Bagas.“Aku juga tidak terpengaruh dengan mantah ayahku karena dia sudah membuat mamaku menangis dan sudah berkata kasar juga menyakitkan padaku dan adikku.”ujar Bagas”Baga
Septi mengetuk pintu kamar Bagas dia ingin mengajak anaknya itu bicara tentang pembahasan yang di bincangkan oleh Brata.“Bagas, Bagas bolehkah mama masuk ke kamarmu?”tanya Septi dari luar pintu kamar BagasBagas pun membuka pintu kamarnya dia membiarkan mamanya itu masuk kedalam kamarnya“Mama, ada apa?”tanya Bagas“Nak, bolehkah aku bicara denganmu sebentar?”tanya SeptiBagas pun mengangguk, dia mempersilahkan mamannya untuk masuk kedalam kamarnya. Mereka berdua duduk diatas ranjang.“Apa yang terjadi, ma?”tanya Bagas“Bagas, mama ingin kamu fokus dengan sekolahmu, nak. Jangan pikirkan tentang hal lain, mama hanya ingin kamu tetap fokus pada sekolahmu. Untuk masalah tentang Om Brata juga ayahmu, biarkan itu menjadi urusan mama, nak.”ujar Septi“Mama tahu, kamu sangat peduli dengan mama dan adikmu, Rahmi. Tapi, ini bukanlah menjadi tanggung jawabmu untuk memilih siapa yang terbaik diantara mereka.”ujar Septi“Tanpa Bagas katakan, mama pasti sudah tahu siapa yang terbaik untuk kita.”u
Brata berada didalam ruangannya, dia masih memikirkan tentang anak pertama Septi yang bersikap sangat bijak dan dewasa. Dia sosok kakak dan anak yang baik“Septi sangat pintar dalam mengurus anak, aku sungguh kagum padannya.”ujar Brata tersenyum maluAlasan Brata mencintai Septi adalah karena dia wanita yang mandiri, dia wanita yang bijak juga pintar membuat semua kesempurnaan ada pada dirinnya. Memikirkan Septi membuat Brata tersenyum malu-malu dia sangat ingin hidup berdua dengan Septi menghabiskan waktu bersama selamannya namun masih ada satu penghalang yang menganggu jalannya untuk mendekati Septi.“Selamat pagi pak Brata.”Brata yang sedang merenung, dia tersentak mendengar suara yang terdengar tidak asing di telingannya. Membuat Brata menoleh ke arahnya. Tubuh Brata terasa lemas, betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok wanita yang dulu pernah menghinannya, wanita yang pernah berselingkuh darinnya kini kembali lagi membawa amplop di tangannya“Mau apa kamu kesini, Jihan!”sent
Septi membawa kedua anak-anaknya itu untuk pergi ke kampung halaman Bik Ratih. Mereka sangat sedih karena mendengar kabar bahwa Bik Ratih sedang sakit dan dirawat di rumah sakit yang ada di kampung halamannya.“Maaf aku baru datang.”ujar Septi meminta maaf kepada kerabat dekat Bik RatihMereka melihat Bik Ratih yang sedang terbaring lemah diatas ranjang, membuat Rahmi semakin sedih anak itu pun memeluk erat Bik Ratih“Bik Ratih, akan pulih, kan?”tanya RahmiBik Ratih tesenyum lalu mengusap kepala Rahmi dengan lembut“Rahmi, jangan cemas. Bik Ratih hanya kelelahan saja, Rahmi tenang saja, ya.”ujar Bik RatihRahmi mengangguk, dia tersenyum dan kembali memeluk Bik Ratih dengan erat seraya menitihkan airmata“Tidak apa, Buk Septi. Kami juga mengerti pastinya Buk Septi terlambat datang karena perjalanan macet, kan.”Septi terkekeh dia juga menyesali apa yang terjadi padannya, kemacetan jalan membuat dia terlambat datang ke rumah sakit“Karena Buk Septi sudah berada disini, kami pamit dulu
Selama berada di jalan menuju perjalanan pulang kerumah, Rahmi juga Bagas mengajak Bik Ratih berbincang banyak hal membuat Bik Ratih yang sedaritadi hanya tertawa mendengar cerita lucu Rahmi membuat Bik Ratih tertawa dengan kelucuannya itu.“Bik Ratih, selama Bik Ratih pergi apakah Bik Ratih tahu kalau Om Brata selalu saja menyulitkan mama.”ujar RahmiBik Ratih mengrutkan alisnya bingung“Menyulitkan bagaimana?”tanya Bik RatihRahmi menceritakan semua tentang keburukan Brata yang diceritakan oleh Wisnu“Bagaimana bisa Rahmi tahu tentang hal itu?”tanya Bik Ratih“Dari ayah, ayah yang beritahu kepada Rahmi kalau Om Brata hanya ingin merebut mama dari Rahmi dan Kak Bagas.”ujar Rahmi mengerucutkan bibirnya dia kesal“Tidak seperti itu, Rahmi. Tidak Bik Ratih, Rahmi hanya salah tanggapan saja.”ujar Bagas“Jadi, yang benar itu seperti apa?”tanya Bik Ratih“Aku yang benar.”ujar Rahmi menatap tajam kakaknya“Rahmi tidak tau kenapa Kak Bagas selalu saja mendukung Om Brata padahal kan Om Brata
Septi sedang bersantai di halaman rumahnya, dia melihat kedalam ponselnya ada nomor yang tak dikenal mengirimkan dua buah foto yang membuat Septi seharusnya terkenjut dan kecewa tapi dia hanya tersenyum saja seakan-akan dia senang mengikuti alur permainan ini. Septi melihat dengan jelas foto Brata yang sedang menerima minuman dari Jihan kemudian dari nomor lainnya itu adalah nomor Jihan dia mengirimkan sebuah foto dirinnya yang mendapatkan perlakuan kasar dari Brata"Septi, sungguh kejam sekali Brata dia mendorongku dan dia meninggalkanku begitu saja. hatiku sangat sakit sekali, aku sungguh kecewa sekali karena Brata memperlakukan aku dengan buruk seperti itu," ujar Jihan dengan emoticon menangisSepti sangat mengenal akal licik yang dimilki oleh Jihan, dia hanya ingin Jihan menganggap bahwa Brata pria yang buruk, lalu Septi pun membalas pesan dari Jihan dengan mengatakan"Biarkan saja, seorang pria memang selalu bersikap seperti itu oleh siapapun. jangan terlalu dipikirkan, semua pri
"Karena malam ini kita akan makan malam bersama dengan Om Brata," ujar Septi"Asik,Bagas sangat senang karena Bagas akan bertanya tentang tugas sekolah Bagas lagi," ujar Bagas tersenyum senang"Jangan menyulitkan om Brata ya, Bagas,"perintah Septi'Tidak mama, Om Brata sangat baik dia senang mengajari Bagas pelajaran yang Bagas tidak mengerti," ujar Bagas"Oke, tapi ingat ya. jangan terlalu bergantung kepadannya kamu harus belajar sendiri juga supaya mandiri," ucapnya sekali lagi"Iya, mama," ujar BagasSepti kembali menyetir mobilnya dan Bagas sedang memberikan tanda pada semua buku pelajarannya yang akan dia selesaikan nanti malam dengan Brata."Rahmi nggak mau makan malam kalau begitu," ujar Rahmi dengan tegas"Kenapa?" tanya Septi"Rahmi masih tidak terima karena Om Brata berbuat buruk kepada Rahmi dan kak Bagas juga Om Brata yang membuat papa pingsan di tempat kerja karena Om Brata yang memaksa papa untuk tetap bekerja meskipun papa sedang sakit," protes Rahmilagi-lagi Rahmi ter
“Bayinya cantik sekali, Bu,” ucap Dokter sambil mendekatkan bayi yang bersih dan sudah terbalut dengan kain di dekat Septi. Septi yang sudah tidak sabar mengulurkan kedua tangannya, sehingga bayi itu beralih ke gendongannya. Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka sementara.Septi tidak kuasa menahan haru melihat seorang putri mungil yang sedang menggeliat kecil. Gerakan kehidupan yang menambah kebahagiaan bagi keluarganya. Ekspektasi suaminya terkabul. Bayi yang sekarang ada dalam gendongannya adalah perempuan. Dan wajahnya cantik sekali mewarisi dirinya.“Pratiwi Nagara,” sebut Septi, sesuai dengan nama yang telah disiapkan Brata. Seakan merasakan batin sang ibu, bayi itu menangis. Septi segera menimangnya dan mencium pipi bayi kemerahan itu. Airmatanya tertumpah di sana.Sedangkan Alex memandangnya penuh keharuan. Sebuas apapun dirinya, kalau dihadapkan dengan pemandangan seperti ini pasti luluh juga. Dia yang tadi menyaksikan Septi yang berjuang bertaruh nyawa, hingga lahirlah ke
Brata kembali meringkuk di balik jeruji besi. Pakaian yang dia kenakan adalah tahanan. Dia tidak menyangka seorang predir yang begitu terhormat sekarang tidak ubahnya sampah masyarakat yang tidak berguna. Imbas dari sikapnya yang terlalu arogan.Dalam diamnya, dia menyesali atas semua yang terjadi. Kepalanya dipenuhi oleh pengandaian yang tidak mungkin terjadi. Perasaannya terlalu tertutup oleh bayang-bayang Delinda. Entah kenapa dia sulit untuk melepas bayang-bayang wanita itu.Kejadian di restoran itu kembali tergiang di benaknya. Wanita yang mengaku Merlinda itu sangat mirip dengan Delinda. Kalau dipikir secara logika, apa yang diucapkan Merlinda itu cukup masuk akal. Dia menikah dengan Warren setelah sekian lama sampai mempunyai seorang anak, Jelas sangat mustahil kalau dia adalah Delinda yang masih selamat dari kecelakaan dan kemudian amnesia. Dan dia sudah seringkali mengecek di sebuah situs penerbangan kalau tidak ada korban yang berhasil ditemukan lagi, bahkan jasadnya tidak.
“Pak Brata, Halo. Halo,” ucap Rangga saat panggilannya berhenti secara sepihak. Dia mendecak kesal pandangannya tertuju ke arah ruang bersalin di mana di dalamnya sudah ada Alex yang ikut masuk ke dalam ruangan tersebut.Beberapa saat yang lalu, suster keluar dan bertanya siapa suami dari Septi, Alex yang tidak tahu diri langsung menerobos masuk. Bahkan, sebelum dia bisa mencegah. Alhasil, sekarang Septi berjuang ditemani dengan cecunguk bedebah itu.Rangga tahu kalau tidak mungkin Brata datang hari itu juga karena sedang berada di dalam penjara. Maka perlindungan terhadap Septi jatuh kepadanya sebagai orang kepercayaannya. Persoalan rumah tangga memang rumit dan Rangga justru sering berkecimpung dalam urusan rumah tangga majikannya.“Pak Rangga,” ucap Dinda yang mengejutkannya, dia muncul sembari merangkul Bagas di sampingnya yang terlihat mengantuk.Rangga memaksakan untuk tersenyum. Dia menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan Bagas,”Kamu mengantuk ya? Om minta anak buah om untuk
“Ya Ampun, Brata kamu kenapa?” tanya Jesica khawatir saat melihat Brata duduk di hadapannya. Dia baru bisa bertemu dengan Brata setelah menunggunya sadar dari pingsan, sampai sebuah insiden yang membuat Brata babak belur seperti ini.“Ini gara-gara para bedebah yang ada di dalam penjara itu, Ma. Awas saja kalau aku sudah keluar dari penjara. Akan kulenyapkan mereka dalam sekejap,” gerutunya dengan gusar. Jesica menghela nafas. Lagi-lagi Brata berbuat ulah seakan merasa dialah yang terbaik. Arogansi yang cenderung merugikan dirinya sendiri.“Brata, Stop it! Itu mungkin karena kamu yang membuat ulah duluan, makanya kamu bisa babak belur seperti ini.”Brata menatap Mamanya tidak percaya,”Kok Mama belain mereka. Aku Ini Presdir. Seharusnya pada begundal itu hormat kepada saya, bukannya berbuat kurang ajar!”Jesica menggeleng-gelengkan kepala. Dia mengurut dada melihat anaknya yang masih keras kepala atas kesalahannya. Tidak mau kalah dan mengalah.“Sekarang, Lebih baik Mama bilang kepada
Brata terbangun dari tidurnya. Begitu merasa berada di tempat yang asing, dia terhenyak. Dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing.“Jeruji besi?” gumamnya. Dia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Astaga apa mungkin karena kesuruhan itu, dia dijebloskan penjara.“Woi! Get me out from this fucking place!” teriak Brata sambil memegang dua tabung besi. Menghardik petugas yang kebetulan lewat.“Shut up!” pekik tahanan yang lain. Brata menengok ke belakang. Terlihat lima tahanan tengah berdiri dengan raut wajah yang sangat. Demi apapun, tidak pernah terlintas di benaknya berada satu sel dengan para berandal. Dia adalah pria yang sangat terhormat. Sangat tidak selevel berada di tengah-tengah mereka.“Apa? Berani kalian dengan Saya!” hardik Brata dengan arogan. Merasa tersinggung dengan kelakukan penghuni baru itu, mereka saling pandang. Baru kemudian, mereka langsung sikap untuk menghajar Brata.“Heh! Apa-apaan ini!” ujar Brata panik saat kedua tangannya dicekal oleh dua pria bertu
Selepas makan malam, Septi termenung di atas ranjang. Sesekali, dia menengok ke samping di mana suaminya biasanya terbaring. Sudah beberapa malam ini, dia melaluinya tanpa terlelap. Tidurnya tidak tenang bahkan sering terbangun. Kalau sudah begitu dia teringat dengan Brata dan menangis sepanjang malam.Septi adalah wanita yang kuat. Tapi, sekuat apapun wanita pasti akan lemah karena kehilangan sosok pria yang biasa menaunginya. Seperti malam ini, dia sangat rindu mengoceh di depan Brata, sedangkan Brata mendengarkannya dengan tatapan seksama. Juga di kala dia mengantuk, maka Brata dengan sigap memberikan tangannya sebagai bantal dan Septi bisa memeluknya dengan leluasa, mencium aroma suaminya yang menenangkan sampai dirinya terlelap.Matanya menghangat. Namun, dia mencoba sekuat tenaga untuk menghalau tangisnya lagi. Ingin rasanya salah faham ini cepat selesai supaya hubungannya dengan Brata kembali seperti yang dulu. Tetapi, bagaimana mungkin bisa? Sementara Brata berada nun jauh di
“Maafkan saya, Nyonya,” ucap Rangga sambil melirik dari kaca spion tengah. Septi hanya tersenyum mafhum.“Ngapain kamu minta maaf. Justru saya berterima kasih sama kamu. Karena kamu sigap melindungi kami. Tapi, yang saya heran. Kenapa sikap Alex mendadak bisa semanis itu.” Septi terkekeh sambil menoleh ke arah Dinda yang semerah tomat.“Sebenernya dia siapa Ma?” tanya Dinda.Ketika Rangga akan menyahut dengan nada tinggi, Septi sudah terlebih dahulu bicara,”Cuma rekan bisnis saja kok.”Rangga mendengus sebal. Kenapa Majikannya justru malah menutupi siapa sejatinya Alex yang sangat berbahaya itu.“Iya, tapi Non Dinda harus hati-hati dengan Alex. Dia orang jahat,” sambar Rangga tanpa memperdulikan Septi protes atau tidak. Dia sudah terlanjur kesal dengan kebiadapan Alex selama ini.Septi menahan tawa, bukan karena Rangga yang masih kesal dengan Alex. tapi, Lihatlah rona wajah Dinda yang semerah tomat. Sikapnya yang malu-malu membuat Septi gemas. Mungkin Septi tidak bisa membaca pikiran
“Rangga, tolong temani saya di taman pusat kota. Saya ingin jalan-jalan ke sana,” pinta Septi. Rangga terdiam sejenak. Bukannya mau menolak. Tadi ketika akan sampai ke mansion, dia sempat melihat mobil jeep yang terparkir dari jalan masuk menuju mansion. Rangga tidak melakukan apa-apa karena mobil itu jeep itu hanya diam dan tidak melakukan gerakan mengancam. Tetapi dia sangat yakin kalau ada yang mereka rencanakan.“Rangga, kok diam?”“Enggak apa-apa, Nyonya. Baik kalau begitu pakai mobil saya saja,” ucap Rangga. Dia tidak ingin membicarakan hal macam-macam di depan majikannya yang sedang hamil. Terlebih, kondisi majikannya yang memang sedang stress mengingat pertengkaran dengan sang suami.“Sebentar, saya panggil Dinda dulu,” Baru saja akan memanggil, Gadis itu muncul dari belakang.“Iya, Mama.”“Temani Mama ke taman pusat kota yuk.”“Boleh, Ma. sebentar aku bangunin PraBrata dulu.”“Jangan! Kasihan dia kecapekan karena kegiatan outdoor di sekolah. Biarkan saja. Lagian, Cuma sebenta
Perth,“Thanks a lot, Honey. You made my day.” Delinda bergelayut manja di pundak kekar Brata. Di tangannya ada dua buah botol Wine versi mereka. Delinda tampak puas karena ikut meracik Wine itu bersama Brata tersayang. Keinginan yang lama terpendam terkabul berkat Brata. Mengunjungi indahnya perkebunan Anggur yang menjadi asal muasal Wine terbaik di dunia, dan yang paling mengesankan adalah kesempatan untuk ikut kecimpung dalam pembuatannya.“Everything I do for you, Honey,” balas Brata. Dia senang karena bisa meluangkan waktu dibalik kesibukannya sebagai design interior. Kepercayaan client yang begitu tinggi, membuat jadwalnya selalu padat. Konsekuensinya adalah kebersamaan yang kurang dengan Delinda.“Maafkan aku, Honey. Baru bisa menemanimu sekarang,” lirih Brata. Mendengar suara yang terdengar sendu, Delinda menegakkan badan. Meletakan kedua botol Wine di jok belakang mobil, dan memberikan perhatian sepenuhnya kepada Brata. “Brata, tidak perlu meminta maaf. I know you have a goo