Namun, pada kenyataannya tidak semudah itu untuk kembali bersama dengan Septi. Apalagi kedua anak Septi yang terang-terangan menolak ayahnya kalau masih bersama dengan Jihan. Maka pulangnya Wisnu kembali ke keluarga Jihan. Marni yang mendengarnya marah.
“Masa kamu enggak bisa membujuk istrimu supaya baikan?”
“Enggak bisa, Ma. Aku malah diusir sama dia. Sepertinya dia sudah membujuk kedua anakku juga supaya ikut membenciku.”
“Memang keterlaluan istrimu itu. Sombong sekali dia. Ayo, Ma kita ke rumah Septi lagi. Kita labrak dia!”
Dina angkat suara. Marni setuju. Mereka pun kembali dengan menggunakan motor matic menuju rumah Septi.
Pada saat itu, Septi sedang bersantai bersama kedua anaknya. Ada Bik Ratih juga. Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kehadiran tamu yang tidak diundang. Tapi, terlebih dahulu, tamu tersebut dihalangi oleh sekuriti.
“Ternyata, Septi sudah membayar sekuriti, Ma. Dia sepertinya takut kalau kita datang lagi. Dia takut kalau kita labrak!”
Dina berkata sinis. Memang semenjak kejadian kemaren, Septi langsung mempekerjakan sekuriti. Selain untuk menjaga keamanan, termasuk dari tamu-tamu yang tidak diharapkan datang tersebut.
“Minggir! Kami mau bertemu dengan Septi!”
Septi yang mendengar kegaduhan itu langsung mendekat. Memberi instruksi kepada sekuriti itu untuk minggir sesaat. Dia sempat meminta kepada Bik Ratih untuk membawa anak-anak masuk ke rumah.
“Ada apa lagi, Bu Marni, Mbak Dina?”
“Heh! Wanita sombong! Berani sekali kamu mengusir suamimu sendiri dari rumah ini! Padahal kan dia beriktikad baik untuk berhubungan baik denganmu!”
“Berhubungan baik? Pasti ada maunya kan?”
Marni dan Dina tercekat. Bagaimana bisa Septi membaca jalan pikiran mereka.
“Kalian menyuruh Mas Wisnu datang ke sini. Baik-baikin aku, supaya bisa mengambil sesuatu dari rumah ini kan sebelum perceraian terjadi.”
“Jangan asal bicara kamu dan jangan ke-geeran! Wisnu ke sini semata-mata ingin memperbaiki hubungannya dengan anaknya yang telah kamu rusak. Kamu memang selain tidak becus menjadi istri. Juga ibu yang tidak baik. Menghasut anak-anak Mas Wisnu supaya membenci Mas Wisnu dan semua hak asuhnya jatuh ke tangan kamu kan?”
Dina mencerocos. Menuduh Septi yang bukan-bukan. Cukup membuat batin Septi terguncang. Namun, Septi harus tegar. Ada kehidupan di dalam rahimnya yang harus dia pertahankan.
“Oh ya? Masak sih? Kalau Toh Mas Wisnu ingin menjalin hubungan baik dengan anak-anaknya. Seharusnya dia tinggal di sini lebih lama. Menghabiskan waktu lebih lama dengan anaknya. Daripada bersama dengan wanita yang katanya mengandung anak Mas Wisnu. Padahal belum tentu juga kan?”
“Apa maksudmu berkata begitu? Kamu mau bilang kalau anakku murahan?”
“Memang itu kenyataannya? Apa coba sebutan bagi wanita gatel dengan suami orang. Sudah jelas-jelas sudah punya keluarga. Tapi, masih saja digodain. Bukan tidak mungkin kalau dia juga kegatalan dengan lelaki lain di luar sana. Bisa saja itu anak orang lain kan? Bukan Mas Wisnu?”
Marni geram mendengarnya. Begitupun dengan Dina. Jihan pada kenyataannya memamg menggoda suami orang. Bukan semata-mata keinginan Jihan tapi desakan dari Marni dan Dina yang menginginkan kehidupan lebih baik setelah merebut Wisnu dari Septi. Tidak peduli dengan hancurnya Septi. Kalau Septi berkata begitu, jelas saja menghina Marni dan Dina, karena mereka adalah dalang dari rusaknya rumah tangga Wisnu dan Septi.
“Lancang sekali kamu berkata begitu! Kamu mau apa kami laporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik! Kamu sudah melecehkan nama baik keluarga kami!”
“Silakan saja, aku tidak takut. Malah aku bisa viralkan kasus ini ke sosial media. Supaya semua orang tahu. Betapa murahnya keluarga kalian. Bisa-bisanya menyuruh anak untuk menghancurkan rumah tangga orang lain. Sampai mengandung lagi. Aku yakin, netizen semuanya akan membelaku, termasuk tetangga-tetanggamu. Hal itu akan membuat kalian terdesak di lingkungan kalian sendiri.”
Sekali lagi Marni dan Dina dikejutkan dengan keberanian Septi. Septi bukan wanita lemah yang ada di sinetron iklan terbang. Apalagi di cerita novel-novel rumah tangga murahan yang hanya menceritakan tentang istri yang selalu terinjak-injak. Septi adalah wanita yang begitu besar. Pintar membalikkan omongan. Mendesaknya sama saja dengan mencelakai diri sendiri.
“Dasar kamu wanita sampah! Sikapmu ini benar-benar menjijikkan!”
Kalau kalah debat hanya sumpah serapah yang keluar dari mulut mereka. Septi hanya mengelus dada. Sedangkan sekuriti yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala.
“Kami tidak akan berhenti sampai di sini, Septi! Kami akan datang lagi dan lagi untuk memperjuangkan hak kami. Eh, maksudnya hak Wisnu. Dia tertindas gara-gara mempunyai istri seperti kamu. Matre, tidak hormat dengan suami, sok berkuasa. Semoga Azab akan segera menimpamu.”
Septi hanya tersenyum kecut. Kelakuan mereka mirip dajal kok membicarakan tentang azab. Ya seharusnya mereka yang diazab. Septi sudah mempersiapkan rencana yang elegan untuk membalas mereka. Halus namun sangat keji sekali.
“Silakan saja kalian datang. Tapi, jangan harap kalian bisa masuk. Ada sekuriti yang sudah kusiapkan. Untuk mengusir kalian sewaktu-waktu kalian datang.”
“Memang wanita sombong! Ingat akan harta gono gini Wisnu! Dia sudah bekerja keras supaya bisa membangun rumah ini! Mobil! Dan semuanya! Semoga saja Wisnu tidak akan memberikan sepeserpun harta gono-gini padamu!”
“Bukannya kebalikannya ya? Aku yang enggak akan ngasih sepeserpun. Sekalipun, Mas Wisnu meminta. Dia hanya punya motor butut saja. Itu hasil kerja dia ketika baru menjadi kontraktor. Iya, padahal baru saja naik menjadi kontraktor sudah bertingkah dengan punya selingkuhan. Bagaimana kalau dia berhenti dari pekerjaannya? Kan kasihan kalian yang susah payah merebut lelaki tidak berguna.”Wajah Marni dan Dina merah padam. Mereka tak mampu lagi mendebat perkataan Septi yang jauh lebih berkelas. Yang lebih menjengkelkan. Septi tidak berotot mengatakan hal itu. Santai saja, seolah menganggap mereka tidak penting.
Dina segera menarik tangan Marni. Menaiki motor matik mereka. Berlalu dari hadapan Septi beserta sekuriti. Septi memandang kepergian mereka sampai menghilang di persimpangan jalan.
Tiba-tiba, Septi merasakan nyeri yang teramat sangat. Dia memegang perutnya itu. Ketika melihat ke bawah darah tampak mengalir ke pahanya.
Pagi ini, Septi merasakan perutnya yang terasa sangat sakit dan keringat dingin keluar dari tubuhnya membuat dia kesulitan untuk bernafas“Astaga, rasannya sangat menyakitkan ada apa ini, kenapa sangat sakit?”keluh septi memegang perutnya seraya mengeluh.Sedari pagi hingga sore septi berhasil menahan rasa sakit perutnya, tapi tidak untuk malam hari dia merasakan perutnya yang terasa semakin sakit, dia memegang erat perutnya seraya berteriak minta tolong.“Tolong!!! Bik Ratih!!”teriak SeptiBik Ratih yang sedang menyiapkan makan malam pun segera bergegas berlari menemui Septi yang ada didalam kamarnya sedang sangat kesakitan, Bik Ratih langsung berlari menemui sekuriti dirumahnya“Pak, tolong. Nyonya Septi, ingin lahiran.”Panik Bik Ratih“Astaga, kita harus segera membawannya kerumah sakit.”Panik sekuritiSepti dibawa ke rumah sakit oleh sekuriti dan Bik Ratih menggunakan mobil,selama di mobil bik Ratih terus mengenggam erat tangan septi dia berusaha menguatkan Septi“Buk Septi kuat y
Wisnu memberikan amplop tersebut kepada septi lalu dengan cemas Septi segera membacannya dia melihat surat itu berasal dari pengadilan, Septi tercengang dia begitu kaget, hanya dapat menutup mulutnya menahan terkejut. Pasalnya, dia baru saja melahirkan anaknya tapi wisnu sudah meminta Septi untuk menandatangani surat perceraian tersebut, septi melihat Wisnu yang sudah menandatangani surat perceraian itu“Apa ini? kenapa kamu memberikan surat ini padaku?!!”tanya septi seraya berteriak“Aku ingin cerai denganmu, itu adalah keputusanku.”jawab Wisnu semakin membuat Septi tercengang dan tak mempercayai apa yang baru saja dia lihat.“Kamu kejam sekali,Wisnu.”ujar Septi dengan penuh kemarahan, dia tidak menerima perceraian yang akan dilakukan Wisnu kepadannya.Bik Ratih yang berada didalamruang bersalin melihat Septi yang menangis tersedu-sedu setelah melahirkan pun, protes.“Istrimu baru saja melahirkan anakmu, kenapa kamu memberikannya surat perceraian ini!!”sentak Bik Ratih tidak terima m
Seorang perawat masuk kedalam ruangan Septi, dia seperti akan mencabut selang infus dari tangan Septi dan membuat Septi tersenyum senang“Apakah aku sudah boleh pulang?”tanya Septi yang terlihat senang“Ya, ibu sudah boleh pulang karena keadaan ibuk yang sudah membaik.”tutur Dokter kepada Septi.“Syukurlah, aku sudah boleh pulang kerumah. terimakasih, dokter.”ucap Septi, lagipula dia juga merasakan kalau dirinnya sudah lebih baik dari kemarin.Bik Ratih masuk kedalam ruangan, dia melihat Buk Septi yang keadaanya sudah lebih baik dan jarum infus yang sudah dicabut dari tangannya.“Buk Septi, apa yang dokter katakan, buk?”tanya Bik Ratih dengan penuh harap“Aku sudah boleh pulang, Bik. Dokter mengatakan kalau keadaanku sudak membaik.”tutur Septi dengan senang.“Mama sudah boleh pulang?”tanya kedua anaknya itu“Sudah, nak.”Septi tersenyum kepada kedua anaknya membuat mereka melompat senang“horee mama sudah boleh pulang!!!” seru kedua anaknya itu melihat keadaan mamanya.Septi pulang ber
Bab 10Marni menyambut kedatangan mereka semua dirumahnya, dia sangat keheranan sekaligus marah kenapa Septi datang bersama rombongan.“Kenapa kamu membawa semua rombongan seperti ini? seperti tawuran saja, apa maumu, Septi!!”sentak Marni kepada SeptiSepti tidak menanggapi tapi para tetangganya yang menanggapi.“Itu karena ibu yang sudah mengambil barang yang bukan hak ibu.”“Ibu sudah mengambil hak orang lain, ibu mengambil barang milik Septi dan membuat suami septi selingkuh dengan anak ibu yang pelakor.”“Bahaya banget ya, disini banyak sekali pelakor. Awas hati-hati ibu-ibu, takut suami ibu direbut pelakor juga.”“Ibu tuh salahnya sudah mengambil hak orang. Kalau ibu gak mau dirumah ibu ramai orang, seharusnya ibu berpikir dulu sebelum mengambil, buk. Jangan hak orang ibu ambil.”“Tangannya sudah terbiasa maling, jadi susah deh.”Mereka mencecar Marni habis-habisan karena sikap wanita itu yang seenaknya. Memakai barang yang bukan punyanya, marni sungguh tidak tahu malu sudah meng
“Saya bisa saja, nanti melaporkan tindak kejahatan ini kepada polisi mengatakan kalay ini semua adalah pencemaran nama baik.”cecar MarniKali ini Dina adik Jihan yang ambil suara dia menjelaskan kepada Pak RT perihal yang terjadi kepada keluargannya.“Septi dan Wisnu akan melakukan percaraian, jadi tidak masalah kalau barang-barangnya diambil, lagipula Septi bisa membelinya lagi.”cerca Dina membela kakaknya, Wisnu.“Satu hal lagi, Septi terlalu serakah dia tidak mau membagi harta gono-gini padahal yang kerja keras adalah Wisnu.”Jelas Dina kembali membela Wisnu dengan mati-matian.“Ya benar itu, Septi yang terlalu serakah dia ingin mengusai semua harta kekayaan tanpa peduli siapa yang membelinnya.”timpal MarniSepti pun dengan sangat sabar membalas cercaan marni dan Dina yang mencoba mendukung Wisnu, pria yang akan menjadi mantan suami dengan penuh sabar dan mencoba untuk tidak membalasnya dengan emosi.“Semua harta itu adalah atas hak atas milikku seratus persen, hasil aku bekerja dan
Septi pulang dengan suka cita, semua tetangga Septi pun ikut senang karena berhasil membantu Septi.“Septi selamat ya, karena kamu sudah berhasil membuktikan kepada mantan suamimu itu kalau kamu adalah istri yang kuat mampu melawannya.”“Septi, selamat ya. kamu berhasil mengalahkan suami bejat itu.”“Septi, aku sangat berharap kamu jangan lagi-lagi terpikir untuk kembali sama suamimu itu.”Septi hanya tertawa senang, dia tersenyum bahagia karena berhasil mengalahkan Wisnu, dia melihat Marni yang menatapnya dengan tatapan yang sangat sinis dan ingin sekali menampar pipi Septi tapi Septi tersneyum meledeknya.“Apapun yang sudah menjadi hak milik, akan kembali pada pemiliknya.”ujar Septi berbisik kepada Marni dengan meledeknyaPara tetangga menatap Wisu dan Jihan dengan tatapan mereka yang sangar dan sinis, jujur saja para tetangga itu sangat membenci Wisnu dan Jihan yang merupakan seorang pelakor membuat warga menjadi sangat keta-ketir dengan keberadaan Jihan di komplek mereka. Semua wa
Septi tersenyum manis, dia sangat senang karena berhasil menemukan rumah megah yang cocok untuknya, hanya dengan melihatnya saja Septi sudah sangat cocok.“Dimana nomor teleponnya, ya?”ujar SeptiSepti mencari dimana nomor telepon si pemilik rumah agar dia bisa membeli rumah tersebut, dia pun menemukannya maka tanpa berlama-lama dia menghubungi si pemilik rumah.“Halo selamat malam.”sapa Septi“Halo, selamat malam. Ini dengan siapa,ya?”tanya si pemilik rumah“Saya Septi, saya melihat rumahmu di laman berita. Apakah saya bisa bertemu denganmu untuk bertanya lebih lanjut soal rumahmu?”tanya SeptiDengan sangat senang hati, si pemilik rumah pun menjawabnya“Tentu saja buk, Septi. Saya akan menunggu ibu besok pagi ya, untuk datang ke alamat rumah saya.”ujar si pemilik rumah dengan hati senang“Iya pak, terimakasih ya. saya akan menemui bapak besok pagi.”jawab Septi.Bik Ratih yang mendengar Septi menelpon seseorang membuat Bik Septi bertanya lebih lanjut siapa yang Septi hubungi“Siapa ya
“Suami macam apa kamu, istri dan anakmu pindah rumah kamu tidak tahu. Dasar suami tak tahu diuntung!!”ujar para tetangga yang mencecar Wisnu habis-habisan membuat Wisnu terbungkamSelang beberapa hari, tetangga Septi menghubungi Septi mereka menceritakan tentang kondisi rumah Septi yang lama.“Septi, rumah lamamu sudah ditempati oleh orang baru.”gosip tetangganya yang menelpon Septi“Wah, apakah itu benar ibu-ibu?”tanya Septi dengan senang hati“benar Septi, rumahmu sudah ditempati orang baru tapi kami belum tahu siapa orang baru itu.”Mereka bergosip dengan sangat lama, mereka pun bergosip dan Septi menceritakan perihal rumah barunnya“Rumah disini sangat asri ibu-ibu. Saya cukup senang karena tetangga disini ramah dan tidak terlalu peduli dengan kehidupan orang lain.”jelas Septi menceritakan kondisinnya sekarang“Wah, bagus sekali itu Septi. Itu artinya, kamu sangat bahagia dengan tinggal ditempat baru kamu. Kami semua warga disini sangat senang mendengarnya karena kamu sudah nyama
“Bayinya cantik sekali, Bu,” ucap Dokter sambil mendekatkan bayi yang bersih dan sudah terbalut dengan kain di dekat Septi. Septi yang sudah tidak sabar mengulurkan kedua tangannya, sehingga bayi itu beralih ke gendongannya. Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka sementara.Septi tidak kuasa menahan haru melihat seorang putri mungil yang sedang menggeliat kecil. Gerakan kehidupan yang menambah kebahagiaan bagi keluarganya. Ekspektasi suaminya terkabul. Bayi yang sekarang ada dalam gendongannya adalah perempuan. Dan wajahnya cantik sekali mewarisi dirinya.“Pratiwi Nagara,” sebut Septi, sesuai dengan nama yang telah disiapkan Brata. Seakan merasakan batin sang ibu, bayi itu menangis. Septi segera menimangnya dan mencium pipi bayi kemerahan itu. Airmatanya tertumpah di sana.Sedangkan Alex memandangnya penuh keharuan. Sebuas apapun dirinya, kalau dihadapkan dengan pemandangan seperti ini pasti luluh juga. Dia yang tadi menyaksikan Septi yang berjuang bertaruh nyawa, hingga lahirlah ke
Brata kembali meringkuk di balik jeruji besi. Pakaian yang dia kenakan adalah tahanan. Dia tidak menyangka seorang predir yang begitu terhormat sekarang tidak ubahnya sampah masyarakat yang tidak berguna. Imbas dari sikapnya yang terlalu arogan.Dalam diamnya, dia menyesali atas semua yang terjadi. Kepalanya dipenuhi oleh pengandaian yang tidak mungkin terjadi. Perasaannya terlalu tertutup oleh bayang-bayang Delinda. Entah kenapa dia sulit untuk melepas bayang-bayang wanita itu.Kejadian di restoran itu kembali tergiang di benaknya. Wanita yang mengaku Merlinda itu sangat mirip dengan Delinda. Kalau dipikir secara logika, apa yang diucapkan Merlinda itu cukup masuk akal. Dia menikah dengan Warren setelah sekian lama sampai mempunyai seorang anak, Jelas sangat mustahil kalau dia adalah Delinda yang masih selamat dari kecelakaan dan kemudian amnesia. Dan dia sudah seringkali mengecek di sebuah situs penerbangan kalau tidak ada korban yang berhasil ditemukan lagi, bahkan jasadnya tidak.
“Pak Brata, Halo. Halo,” ucap Rangga saat panggilannya berhenti secara sepihak. Dia mendecak kesal pandangannya tertuju ke arah ruang bersalin di mana di dalamnya sudah ada Alex yang ikut masuk ke dalam ruangan tersebut.Beberapa saat yang lalu, suster keluar dan bertanya siapa suami dari Septi, Alex yang tidak tahu diri langsung menerobos masuk. Bahkan, sebelum dia bisa mencegah. Alhasil, sekarang Septi berjuang ditemani dengan cecunguk bedebah itu.Rangga tahu kalau tidak mungkin Brata datang hari itu juga karena sedang berada di dalam penjara. Maka perlindungan terhadap Septi jatuh kepadanya sebagai orang kepercayaannya. Persoalan rumah tangga memang rumit dan Rangga justru sering berkecimpung dalam urusan rumah tangga majikannya.“Pak Rangga,” ucap Dinda yang mengejutkannya, dia muncul sembari merangkul Bagas di sampingnya yang terlihat mengantuk.Rangga memaksakan untuk tersenyum. Dia menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan Bagas,”Kamu mengantuk ya? Om minta anak buah om untuk
“Ya Ampun, Brata kamu kenapa?” tanya Jesica khawatir saat melihat Brata duduk di hadapannya. Dia baru bisa bertemu dengan Brata setelah menunggunya sadar dari pingsan, sampai sebuah insiden yang membuat Brata babak belur seperti ini.“Ini gara-gara para bedebah yang ada di dalam penjara itu, Ma. Awas saja kalau aku sudah keluar dari penjara. Akan kulenyapkan mereka dalam sekejap,” gerutunya dengan gusar. Jesica menghela nafas. Lagi-lagi Brata berbuat ulah seakan merasa dialah yang terbaik. Arogansi yang cenderung merugikan dirinya sendiri.“Brata, Stop it! Itu mungkin karena kamu yang membuat ulah duluan, makanya kamu bisa babak belur seperti ini.”Brata menatap Mamanya tidak percaya,”Kok Mama belain mereka. Aku Ini Presdir. Seharusnya pada begundal itu hormat kepada saya, bukannya berbuat kurang ajar!”Jesica menggeleng-gelengkan kepala. Dia mengurut dada melihat anaknya yang masih keras kepala atas kesalahannya. Tidak mau kalah dan mengalah.“Sekarang, Lebih baik Mama bilang kepada
Brata terbangun dari tidurnya. Begitu merasa berada di tempat yang asing, dia terhenyak. Dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing.“Jeruji besi?” gumamnya. Dia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Astaga apa mungkin karena kesuruhan itu, dia dijebloskan penjara.“Woi! Get me out from this fucking place!” teriak Brata sambil memegang dua tabung besi. Menghardik petugas yang kebetulan lewat.“Shut up!” pekik tahanan yang lain. Brata menengok ke belakang. Terlihat lima tahanan tengah berdiri dengan raut wajah yang sangat. Demi apapun, tidak pernah terlintas di benaknya berada satu sel dengan para berandal. Dia adalah pria yang sangat terhormat. Sangat tidak selevel berada di tengah-tengah mereka.“Apa? Berani kalian dengan Saya!” hardik Brata dengan arogan. Merasa tersinggung dengan kelakukan penghuni baru itu, mereka saling pandang. Baru kemudian, mereka langsung sikap untuk menghajar Brata.“Heh! Apa-apaan ini!” ujar Brata panik saat kedua tangannya dicekal oleh dua pria bertu
Selepas makan malam, Septi termenung di atas ranjang. Sesekali, dia menengok ke samping di mana suaminya biasanya terbaring. Sudah beberapa malam ini, dia melaluinya tanpa terlelap. Tidurnya tidak tenang bahkan sering terbangun. Kalau sudah begitu dia teringat dengan Brata dan menangis sepanjang malam.Septi adalah wanita yang kuat. Tapi, sekuat apapun wanita pasti akan lemah karena kehilangan sosok pria yang biasa menaunginya. Seperti malam ini, dia sangat rindu mengoceh di depan Brata, sedangkan Brata mendengarkannya dengan tatapan seksama. Juga di kala dia mengantuk, maka Brata dengan sigap memberikan tangannya sebagai bantal dan Septi bisa memeluknya dengan leluasa, mencium aroma suaminya yang menenangkan sampai dirinya terlelap.Matanya menghangat. Namun, dia mencoba sekuat tenaga untuk menghalau tangisnya lagi. Ingin rasanya salah faham ini cepat selesai supaya hubungannya dengan Brata kembali seperti yang dulu. Tetapi, bagaimana mungkin bisa? Sementara Brata berada nun jauh di
“Maafkan saya, Nyonya,” ucap Rangga sambil melirik dari kaca spion tengah. Septi hanya tersenyum mafhum.“Ngapain kamu minta maaf. Justru saya berterima kasih sama kamu. Karena kamu sigap melindungi kami. Tapi, yang saya heran. Kenapa sikap Alex mendadak bisa semanis itu.” Septi terkekeh sambil menoleh ke arah Dinda yang semerah tomat.“Sebenernya dia siapa Ma?” tanya Dinda.Ketika Rangga akan menyahut dengan nada tinggi, Septi sudah terlebih dahulu bicara,”Cuma rekan bisnis saja kok.”Rangga mendengus sebal. Kenapa Majikannya justru malah menutupi siapa sejatinya Alex yang sangat berbahaya itu.“Iya, tapi Non Dinda harus hati-hati dengan Alex. Dia orang jahat,” sambar Rangga tanpa memperdulikan Septi protes atau tidak. Dia sudah terlanjur kesal dengan kebiadapan Alex selama ini.Septi menahan tawa, bukan karena Rangga yang masih kesal dengan Alex. tapi, Lihatlah rona wajah Dinda yang semerah tomat. Sikapnya yang malu-malu membuat Septi gemas. Mungkin Septi tidak bisa membaca pikiran
“Rangga, tolong temani saya di taman pusat kota. Saya ingin jalan-jalan ke sana,” pinta Septi. Rangga terdiam sejenak. Bukannya mau menolak. Tadi ketika akan sampai ke mansion, dia sempat melihat mobil jeep yang terparkir dari jalan masuk menuju mansion. Rangga tidak melakukan apa-apa karena mobil itu jeep itu hanya diam dan tidak melakukan gerakan mengancam. Tetapi dia sangat yakin kalau ada yang mereka rencanakan.“Rangga, kok diam?”“Enggak apa-apa, Nyonya. Baik kalau begitu pakai mobil saya saja,” ucap Rangga. Dia tidak ingin membicarakan hal macam-macam di depan majikannya yang sedang hamil. Terlebih, kondisi majikannya yang memang sedang stress mengingat pertengkaran dengan sang suami.“Sebentar, saya panggil Dinda dulu,” Baru saja akan memanggil, Gadis itu muncul dari belakang.“Iya, Mama.”“Temani Mama ke taman pusat kota yuk.”“Boleh, Ma. sebentar aku bangunin PraBrata dulu.”“Jangan! Kasihan dia kecapekan karena kegiatan outdoor di sekolah. Biarkan saja. Lagian, Cuma sebenta
Perth,“Thanks a lot, Honey. You made my day.” Delinda bergelayut manja di pundak kekar Brata. Di tangannya ada dua buah botol Wine versi mereka. Delinda tampak puas karena ikut meracik Wine itu bersama Brata tersayang. Keinginan yang lama terpendam terkabul berkat Brata. Mengunjungi indahnya perkebunan Anggur yang menjadi asal muasal Wine terbaik di dunia, dan yang paling mengesankan adalah kesempatan untuk ikut kecimpung dalam pembuatannya.“Everything I do for you, Honey,” balas Brata. Dia senang karena bisa meluangkan waktu dibalik kesibukannya sebagai design interior. Kepercayaan client yang begitu tinggi, membuat jadwalnya selalu padat. Konsekuensinya adalah kebersamaan yang kurang dengan Delinda.“Maafkan aku, Honey. Baru bisa menemanimu sekarang,” lirih Brata. Mendengar suara yang terdengar sendu, Delinda menegakkan badan. Meletakan kedua botol Wine di jok belakang mobil, dan memberikan perhatian sepenuhnya kepada Brata. “Brata, tidak perlu meminta maaf. I know you have a goo