Septi tersenyum manis, dia sangat senang karena berhasil menemukan rumah megah yang cocok untuknya, hanya dengan melihatnya saja Septi sudah sangat cocok.“Dimana nomor teleponnya, ya?”ujar SeptiSepti mencari dimana nomor telepon si pemilik rumah agar dia bisa membeli rumah tersebut, dia pun menemukannya maka tanpa berlama-lama dia menghubungi si pemilik rumah.“Halo selamat malam.”sapa Septi“Halo, selamat malam. Ini dengan siapa,ya?”tanya si pemilik rumah“Saya Septi, saya melihat rumahmu di laman berita. Apakah saya bisa bertemu denganmu untuk bertanya lebih lanjut soal rumahmu?”tanya SeptiDengan sangat senang hati, si pemilik rumah pun menjawabnya“Tentu saja buk, Septi. Saya akan menunggu ibu besok pagi ya, untuk datang ke alamat rumah saya.”ujar si pemilik rumah dengan hati senang“Iya pak, terimakasih ya. saya akan menemui bapak besok pagi.”jawab Septi.Bik Ratih yang mendengar Septi menelpon seseorang membuat Bik Septi bertanya lebih lanjut siapa yang Septi hubungi“Siapa ya
“Suami macam apa kamu, istri dan anakmu pindah rumah kamu tidak tahu. Dasar suami tak tahu diuntung!!”ujar para tetangga yang mencecar Wisnu habis-habisan membuat Wisnu terbungkamSelang beberapa hari, tetangga Septi menghubungi Septi mereka menceritakan tentang kondisi rumah Septi yang lama.“Septi, rumah lamamu sudah ditempati oleh orang baru.”gosip tetangganya yang menelpon Septi“Wah, apakah itu benar ibu-ibu?”tanya Septi dengan senang hati“benar Septi, rumahmu sudah ditempati orang baru tapi kami belum tahu siapa orang baru itu.”Mereka bergosip dengan sangat lama, mereka pun bergosip dan Septi menceritakan perihal rumah barunnya“Rumah disini sangat asri ibu-ibu. Saya cukup senang karena tetangga disini ramah dan tidak terlalu peduli dengan kehidupan orang lain.”jelas Septi menceritakan kondisinnya sekarang“Wah, bagus sekali itu Septi. Itu artinya, kamu sangat bahagia dengan tinggal ditempat baru kamu. Kami semua warga disini sangat senang mendengarnya karena kamu sudah nyama
Marni, Dina, Jihan dan Wisnu saling pandang, di pikiran mereka penasaran kemana perginya Septi.“Tidak mungkin Septi pergi dengan sangat mendadak seperti ini. itu mustahil, lalu dimana keberadaan Septi kenapa dia bisa menghilang secara tiba-tiba seperti ini.”kesal Marni menggerutu dengan sangat marahMereka bertatapan dengan penghuni baru itu, mereka menyudutkan dirinya dan memberikan tuduhan kepadannya“Dimana Septi!!”tanya Marni dengan tegas kepadannya“Saya tidak tahu dimana keberadaan Septi, saya penghuni baru disini. Saya juga tidak tahu siapa itu Septi.”jawab jujur penghuni rumah baru itu.Marni langsung naik pitam “Bagaimana bisa tidak tahu? Seharusnya tahu!”sentak Marni dengan sangat marahPenghuni rumah baru itu pun tetap menjawab Marni dengan sangat jujur“Tidak tahu saya, juga saya baru disini. Kalau ibu masih tidak percaya, saya akan panggilkan polisi untuk ibu.”ancam si penghuni rumah baru itu“Ck!! Merepotkan saja!!”kesal MarniMereka saling bertatapan dengan pengacara y
Wisnu hanya menggeleng-geleng kepala, dia sangat prustrasi saat ini, tidak tau apa yang harus dia lakukan rasannya ingin sekali berteriak marah kepada semua orang yang ada didalam mobil ini, dia sudah sangat prustrasi dengan keberadaan Marnie.“Hal ini, sungguh membuatku sangat benci dengannya.”kesal Wisnu yang sudah tak tertahankan lagi.Pengacara itu geram dia merasa dipermainkan oleh keluarga ini. Sudah membuang waktunya yang berharga.“Rasakan saja! Ini akibat mengambil barang yang bukan miliknya dan kalian memang tidak pantas memenangkan pengadilan ini karena memang kalian adalah iblis yang sesungguhnya, senang membuat orang lain kesulitan!!”pengacara itu pun menghardik mereka dan pergi, tapi dia kembali membuka pintu mobil Wisnu kembali dan membuat mereka yang ada didalam mobil terkejut melihatnya yang datang kembali lagi dengan menatap mereka mengancam“kalian harus membayar jasa saya, jika kalian tidak membayar maka saya akan berbalik untuk mendukung Septi dan sudah dipastika
“begini buk., ada berita yang sangat menghibur sekali kemarin.jadi, kemarin pak wisnu beserta keluargannya datang, mereka mencari ibu.”Septi sangat terkejut dengan penuturan ibu-ibu komplek tentang wisnu dan keluargannya yang datang kerumah Septi, bagaimana tidak terkejut mereka datang membawa pengacara.“Astaga, mereka membaca pengacara buk?”Septi sangat terkejut mendengarnya“Iya buk, mereka datang membawa pengacara dan hal yang paling menghibur adalah mereka sudah dengan sangat percaya diri ingin sekali mengugat ibu tapi ternyata ibu tidak ada ditempat dan warga baru itu yang keluar menemui mereka, sungguh menggelikan buk.”jelas tetangganya itu“Padahal mereka sudah bersiap dengan pengacara untuk memeras buk Septi malah mereka yang kena prank duluan. Marah-marah tidak jelas memaksa para tetangga untuk memberi tahu.”lanjut tetangga yang lainnya ikut menjelaskan kepada Septi dengan sangat gelak tawa mereka“lalu, apa yang terjadi selanjutnya buk?”tanya Septi dengan sangat penasaran
BAB 15Berada didalam ruangan yang hening, tertutup dengan tirai serta pintu yang terbuat dari kaca membuat Septi dapat melihat dengan jelas apa yang sedang karyawannya itu lakukan. Rata-rata dari mereka sedang sibuk dengan komputer mereka, mengerjakan jobdesk mereka masing-masing, namun ada sebagian dari mereka yang sedang memainkan ponsel dan memainkan ponsel mereka seraya bersantai riang karena jobdesk mereka yang sudah selesai. Berada didalam ruangan yang berbatas hanya kaca tembus pandang membuat Septi benar-benar tidak kesepian dia masih bisa melihat karyawan yang lainnya hanya saja tidak bisa mendengar apa yang mereka semua bicarakan.“Shut, shut.”ujar si karyawan perempuan yang sadar temannya yang sedang bermain games ponsel sedang ditatap Septi dengan tegas“Shut!”karyawan perempuan itu berupaya untuk menyadarkan si temannya“Duh! Apa sih?”tanya si karyawan yang sedang bermain game ponsel“Ditatap sama buk Septi, liat tuh!”kesal si karyawan perempuanKaryawan yang tertangkap
Marni sangat kesal dengan anaknya karena dia sungguh bodoh untuk melakukan segala hal membuat Marni sangat kesal dengan anak perempuannya itu. mereka berdua membeli empat tas sekaligus dengan dua tas lainnya yang disimpan di dalam dua tas yang mereka tunjukkan. Mereka berdua kembali masuk kedalam mobil dan melihat Dina yang memasang wajah kesal karena sangat lama menunggu mereka“Kenapa kalian sangat lama, aku sudah sangat bosan menunggu didalam mobil, rasannya sangat sesak.”keluh Dina yang sangat kesal dengan Marni juga Jihan.“Dina, jangan marah seperti itu. maaf ya, karena sudah sangat lama menunggu kami.”ujar Jihan meminta maaf“Tenang saja, aku sudah membelikan semua barang yang kamu mau.”Bisik Jihan membujuk Dina“lagian, kamu kenapa tidak ikut kami kedalam saja? Padahal banyak sekali barang yang bagus, mungkin saja ada barang yang kamu sukai, Din.”ujar Marni menyalahkan dina “Sudahlah, ayo kita pergi.” Ujar WisnuMereka pun melanjutkan perjalanan mereka dan pergi menuju ke res
***Ditempat lain, Septi sedang membicarakan soal proyek yang sudah dia rencanakan akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Septi duduk bersantai di bangku bersama dengan Bik Ratih“Bibik, apakah bibik tahu siapa yang akan bekerjasama denganku?”tanya Septi“Siapa?”tanya Bik Ratih dengan bingung, dia memusatkan fokusnya kepada Septi“Aku akan bekerjasama dengan Wisnu.”ungkap SeptiSungguh tak dapat dipercaya, Bik Ratih sungguh terkejut dengan pengakuan Septi yang menaatakan kalau dia akan bekerjasama dengan Wisnu“Bagaimana bisa? Lalu, bagaimana denganmu?”tanya Bik Ratih dengan sanagt cemas“bibik tidak perlu cemas, karena aku sudah memasang rencana untuknya.”pungkas Septi“Rencana apa?”tanya kembali Bik Ratih dengan sangat penasaranSepti pun berbisik didalam telinga Bik Ratih soal rencana apa yang sedang dia kerjakan itu, mendengar Septi yang berbisik membuat bik Ratih hanya tertawa lucu dengan apa yang dikatakan Septi“Bagus sekali, rencanamu Buk.”Septi dan Ratih mereka tertawa
“Bayinya cantik sekali, Bu,” ucap Dokter sambil mendekatkan bayi yang bersih dan sudah terbalut dengan kain di dekat Septi. Septi yang sudah tidak sabar mengulurkan kedua tangannya, sehingga bayi itu beralih ke gendongannya. Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka sementara.Septi tidak kuasa menahan haru melihat seorang putri mungil yang sedang menggeliat kecil. Gerakan kehidupan yang menambah kebahagiaan bagi keluarganya. Ekspektasi suaminya terkabul. Bayi yang sekarang ada dalam gendongannya adalah perempuan. Dan wajahnya cantik sekali mewarisi dirinya.“Pratiwi Nagara,” sebut Septi, sesuai dengan nama yang telah disiapkan Brata. Seakan merasakan batin sang ibu, bayi itu menangis. Septi segera menimangnya dan mencium pipi bayi kemerahan itu. Airmatanya tertumpah di sana.Sedangkan Alex memandangnya penuh keharuan. Sebuas apapun dirinya, kalau dihadapkan dengan pemandangan seperti ini pasti luluh juga. Dia yang tadi menyaksikan Septi yang berjuang bertaruh nyawa, hingga lahirlah ke
Brata kembali meringkuk di balik jeruji besi. Pakaian yang dia kenakan adalah tahanan. Dia tidak menyangka seorang predir yang begitu terhormat sekarang tidak ubahnya sampah masyarakat yang tidak berguna. Imbas dari sikapnya yang terlalu arogan.Dalam diamnya, dia menyesali atas semua yang terjadi. Kepalanya dipenuhi oleh pengandaian yang tidak mungkin terjadi. Perasaannya terlalu tertutup oleh bayang-bayang Delinda. Entah kenapa dia sulit untuk melepas bayang-bayang wanita itu.Kejadian di restoran itu kembali tergiang di benaknya. Wanita yang mengaku Merlinda itu sangat mirip dengan Delinda. Kalau dipikir secara logika, apa yang diucapkan Merlinda itu cukup masuk akal. Dia menikah dengan Warren setelah sekian lama sampai mempunyai seorang anak, Jelas sangat mustahil kalau dia adalah Delinda yang masih selamat dari kecelakaan dan kemudian amnesia. Dan dia sudah seringkali mengecek di sebuah situs penerbangan kalau tidak ada korban yang berhasil ditemukan lagi, bahkan jasadnya tidak.
“Pak Brata, Halo. Halo,” ucap Rangga saat panggilannya berhenti secara sepihak. Dia mendecak kesal pandangannya tertuju ke arah ruang bersalin di mana di dalamnya sudah ada Alex yang ikut masuk ke dalam ruangan tersebut.Beberapa saat yang lalu, suster keluar dan bertanya siapa suami dari Septi, Alex yang tidak tahu diri langsung menerobos masuk. Bahkan, sebelum dia bisa mencegah. Alhasil, sekarang Septi berjuang ditemani dengan cecunguk bedebah itu.Rangga tahu kalau tidak mungkin Brata datang hari itu juga karena sedang berada di dalam penjara. Maka perlindungan terhadap Septi jatuh kepadanya sebagai orang kepercayaannya. Persoalan rumah tangga memang rumit dan Rangga justru sering berkecimpung dalam urusan rumah tangga majikannya.“Pak Rangga,” ucap Dinda yang mengejutkannya, dia muncul sembari merangkul Bagas di sampingnya yang terlihat mengantuk.Rangga memaksakan untuk tersenyum. Dia menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan Bagas,”Kamu mengantuk ya? Om minta anak buah om untuk
“Ya Ampun, Brata kamu kenapa?” tanya Jesica khawatir saat melihat Brata duduk di hadapannya. Dia baru bisa bertemu dengan Brata setelah menunggunya sadar dari pingsan, sampai sebuah insiden yang membuat Brata babak belur seperti ini.“Ini gara-gara para bedebah yang ada di dalam penjara itu, Ma. Awas saja kalau aku sudah keluar dari penjara. Akan kulenyapkan mereka dalam sekejap,” gerutunya dengan gusar. Jesica menghela nafas. Lagi-lagi Brata berbuat ulah seakan merasa dialah yang terbaik. Arogansi yang cenderung merugikan dirinya sendiri.“Brata, Stop it! Itu mungkin karena kamu yang membuat ulah duluan, makanya kamu bisa babak belur seperti ini.”Brata menatap Mamanya tidak percaya,”Kok Mama belain mereka. Aku Ini Presdir. Seharusnya pada begundal itu hormat kepada saya, bukannya berbuat kurang ajar!”Jesica menggeleng-gelengkan kepala. Dia mengurut dada melihat anaknya yang masih keras kepala atas kesalahannya. Tidak mau kalah dan mengalah.“Sekarang, Lebih baik Mama bilang kepada
Brata terbangun dari tidurnya. Begitu merasa berada di tempat yang asing, dia terhenyak. Dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing.“Jeruji besi?” gumamnya. Dia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Astaga apa mungkin karena kesuruhan itu, dia dijebloskan penjara.“Woi! Get me out from this fucking place!” teriak Brata sambil memegang dua tabung besi. Menghardik petugas yang kebetulan lewat.“Shut up!” pekik tahanan yang lain. Brata menengok ke belakang. Terlihat lima tahanan tengah berdiri dengan raut wajah yang sangat. Demi apapun, tidak pernah terlintas di benaknya berada satu sel dengan para berandal. Dia adalah pria yang sangat terhormat. Sangat tidak selevel berada di tengah-tengah mereka.“Apa? Berani kalian dengan Saya!” hardik Brata dengan arogan. Merasa tersinggung dengan kelakukan penghuni baru itu, mereka saling pandang. Baru kemudian, mereka langsung sikap untuk menghajar Brata.“Heh! Apa-apaan ini!” ujar Brata panik saat kedua tangannya dicekal oleh dua pria bertu
Selepas makan malam, Septi termenung di atas ranjang. Sesekali, dia menengok ke samping di mana suaminya biasanya terbaring. Sudah beberapa malam ini, dia melaluinya tanpa terlelap. Tidurnya tidak tenang bahkan sering terbangun. Kalau sudah begitu dia teringat dengan Brata dan menangis sepanjang malam.Septi adalah wanita yang kuat. Tapi, sekuat apapun wanita pasti akan lemah karena kehilangan sosok pria yang biasa menaunginya. Seperti malam ini, dia sangat rindu mengoceh di depan Brata, sedangkan Brata mendengarkannya dengan tatapan seksama. Juga di kala dia mengantuk, maka Brata dengan sigap memberikan tangannya sebagai bantal dan Septi bisa memeluknya dengan leluasa, mencium aroma suaminya yang menenangkan sampai dirinya terlelap.Matanya menghangat. Namun, dia mencoba sekuat tenaga untuk menghalau tangisnya lagi. Ingin rasanya salah faham ini cepat selesai supaya hubungannya dengan Brata kembali seperti yang dulu. Tetapi, bagaimana mungkin bisa? Sementara Brata berada nun jauh di
“Maafkan saya, Nyonya,” ucap Rangga sambil melirik dari kaca spion tengah. Septi hanya tersenyum mafhum.“Ngapain kamu minta maaf. Justru saya berterima kasih sama kamu. Karena kamu sigap melindungi kami. Tapi, yang saya heran. Kenapa sikap Alex mendadak bisa semanis itu.” Septi terkekeh sambil menoleh ke arah Dinda yang semerah tomat.“Sebenernya dia siapa Ma?” tanya Dinda.Ketika Rangga akan menyahut dengan nada tinggi, Septi sudah terlebih dahulu bicara,”Cuma rekan bisnis saja kok.”Rangga mendengus sebal. Kenapa Majikannya justru malah menutupi siapa sejatinya Alex yang sangat berbahaya itu.“Iya, tapi Non Dinda harus hati-hati dengan Alex. Dia orang jahat,” sambar Rangga tanpa memperdulikan Septi protes atau tidak. Dia sudah terlanjur kesal dengan kebiadapan Alex selama ini.Septi menahan tawa, bukan karena Rangga yang masih kesal dengan Alex. tapi, Lihatlah rona wajah Dinda yang semerah tomat. Sikapnya yang malu-malu membuat Septi gemas. Mungkin Septi tidak bisa membaca pikiran
“Rangga, tolong temani saya di taman pusat kota. Saya ingin jalan-jalan ke sana,” pinta Septi. Rangga terdiam sejenak. Bukannya mau menolak. Tadi ketika akan sampai ke mansion, dia sempat melihat mobil jeep yang terparkir dari jalan masuk menuju mansion. Rangga tidak melakukan apa-apa karena mobil itu jeep itu hanya diam dan tidak melakukan gerakan mengancam. Tetapi dia sangat yakin kalau ada yang mereka rencanakan.“Rangga, kok diam?”“Enggak apa-apa, Nyonya. Baik kalau begitu pakai mobil saya saja,” ucap Rangga. Dia tidak ingin membicarakan hal macam-macam di depan majikannya yang sedang hamil. Terlebih, kondisi majikannya yang memang sedang stress mengingat pertengkaran dengan sang suami.“Sebentar, saya panggil Dinda dulu,” Baru saja akan memanggil, Gadis itu muncul dari belakang.“Iya, Mama.”“Temani Mama ke taman pusat kota yuk.”“Boleh, Ma. sebentar aku bangunin PraBrata dulu.”“Jangan! Kasihan dia kecapekan karena kegiatan outdoor di sekolah. Biarkan saja. Lagian, Cuma sebenta
Perth,“Thanks a lot, Honey. You made my day.” Delinda bergelayut manja di pundak kekar Brata. Di tangannya ada dua buah botol Wine versi mereka. Delinda tampak puas karena ikut meracik Wine itu bersama Brata tersayang. Keinginan yang lama terpendam terkabul berkat Brata. Mengunjungi indahnya perkebunan Anggur yang menjadi asal muasal Wine terbaik di dunia, dan yang paling mengesankan adalah kesempatan untuk ikut kecimpung dalam pembuatannya.“Everything I do for you, Honey,” balas Brata. Dia senang karena bisa meluangkan waktu dibalik kesibukannya sebagai design interior. Kepercayaan client yang begitu tinggi, membuat jadwalnya selalu padat. Konsekuensinya adalah kebersamaan yang kurang dengan Delinda.“Maafkan aku, Honey. Baru bisa menemanimu sekarang,” lirih Brata. Mendengar suara yang terdengar sendu, Delinda menegakkan badan. Meletakan kedua botol Wine di jok belakang mobil, dan memberikan perhatian sepenuhnya kepada Brata. “Brata, tidak perlu meminta maaf. I know you have a goo