Robin dan Samantha hanya bisa saling menatap setelah kepergian Kenneth dan Rachel. Kini, keduanya harus segera mengalahkan naga itu ketika dia mulai melemah.
“Apa yang harus aku lakukan pada wanita ini?” tanya Samantha pada Robin.
Robin melihat situasi sekitar dan menyadari bahwa pasukannya semakin terdesak. Meski naga itu telah melemah, tapi jumlah pasukan mereka semakin sedikit dan mereka tidak akan bisa bertahan cukup lama untuk melawan makhluk itu.
“Sebaiknya serahkan wanita ini pada pasukan Putri Florian, mereka sedang berada di luar Selvence,” ucap Robin sembari menatap Lucinda.
“Lalu Lucian?” tanya Samantha sembari melihat ke tempat Lucian tadi berada. Namun, gadis itu tercekat saat menyadari bahwa Lucian tidak ada di sana. &ldq
‘Sassafras, kemarilah’Rachel tidak yakin dengan keputusannya, tapi hanya itulah yang terpikir di kepala Rachel. Mengalahkan Redrock dan Lucian. Awalnya dia mengira melepaskan Sassafras adalah pilihan terbaiknya, namun Lucian menggunakan darah Rachel untuk mengikat kekuatan mereka. Jika ikatan itu tidak dilepaskan maka selama Rachel hidup, maka selama itu pula Redrock dan Lucian tidak bisa dikalahkan.“Apa yang kau lakukan?” suara Kenneth terdengar sarat akan penolakan.Bahkan tanpa bertanya, Kenneth pasti tahu apa yang tengah di rencanakan oleh Rachel. Akan tetapi, Rachel tidak punya pilihan lain.“Membawa pasukan yang bisa melukaiku kemari,” ucap Rachel penuh tekad.Kenneth henda
Malam itu, Bloodmoon kembali muncul di seluruh kerajaan Crator. Bulan darah itu terlihat di ufuk timur dan terus mengambang di angkasa hingga tengah malam. Hawa dingin yang menusuk menyelimuti Crator. Kabut tebal melingkupi seluruh wilayah itu dan memaksa semua orang bersembunyi di balik dinding rumah masing-masing. Tidak ada hujan ataupun badai, hanya gemuruh dan kilat yang terus terdengar sepanjang malam. Di sepanjang pesisir kerajaan Crator ombak bergejolak hebat. Gelombang tinggi terus menghantam setiap tebing karang di sepanjang tepian samudera Crator. Seakan berusaha merobohkan kokohnya tebing yang ada, Menguji kekuatan dan ketahanan tanah itu dari amukan sang alam. Para nelayan dan pelaut yang telah melihat gelombang tinggi sejak senja hanya hanya bisa terdiam menatap kapal mereka yang dihancurkan oleh gelombang tinggi di dermaga. Lain halnya dengan pe
Kenneth melewati jalan yang telah ia hafal dengan sendirinya. Langkah kakinya berjalan dengan sangat lancar seolah telah ribuan kali mendatangi tempat itu. Kakinya menghafal setiap tempat rumput hitam berada, jalur licin, atau bahkan sekedar jalur berbatu akan ada didepannya. Kenneth bahkan sedikit takjub dengan dirinya sendiri saat menyadari betapa cepat dia tiba di gua itu.Griffin penghuni gua itu bangkit mendekatinya saat Kenneth memasuki ruang gua menuju tempat Lady Reagen. Makhluk itu sepertinya telah cukup akrab dengan Kenneth hingga bersedia turun untuk menyapanya. Kenneth membelai kepala makhluk itu sejenak.“Aku harus segera menemui sang Lady,” tuturnya.Griffin itu menggeleng pelan seperti tak rela lalu mundur perlahan dan kembali terbang menjauh. Kenneth kembali melanjutkan perjalanannya dan
Ombak hari itu terlihat lebih tenang dibanding sebelumnya. Angin laut juga berhembus dengan lebih pelan hari ini. Sepertinya, lautan mulai tenang setelah hari-hari yang melelahkan.“Siapkan kapal, kita kembali ke Thalassa hari ini,” tutur Nerwin.Pemuda itu berdiri di ujung dermaga Abendbrise. Memandang gejolak lautan yang perlahan tenang. Sudah hampir satu minggu dia tinggal disana, kini sudah saatnya mereka kembali ke Thalassa. Nerwin berbalik untuk kembali menuju rumah tempat mereka singgah. Namun, tiba-tiba angin berhembus kencang.Wush …Pemuda itu seketika berbalik merasakan perubahan energy di sekitarnya. Hawa dingin perlahan merambat ke tubuhnya bersamaan dengan awan gelap yang mulai berkumpul dan membumbung di seluruh garis pantai. Pe
Elaphus membawa Kenneth melewati sebuah jalur yang lebih terjal namun jalan itu jauh lebih cepat dari yang Kenneth duga, karena tak lama kemudian Kenneth sudah bisa mendengar suara deburan ombak keras yang menghantam karang. Kenneth melihat cahaya terang di depannya yang menunjukkan bahwa mereka akan keluar dari hutan. Sebuah akar pohon besar membentang di depan Kenneth memaksa pemuda itu melompat. Lalu dalam satu kali lompatan besar Kenneth akhirnya tiba di tepi hutan, dan saat itulah Kenneth sadar bahwa Elaphus menghilang.Kini, dari tempatnya berdiri Kenneth melihat sebuah dinding cahaya membentang di sepanjang teluk Fellas. Dinding magis yang Kenneth yakin berasal dari Nerwin dan pasukannya. Sedangkan di depan Kenneth, samudera selatan yang berbatasan dengan Feilas tengah bergemuruh. Gelombang besar tengah berlomba mencapai tepian. Angin dingin berhembus kencang dan awan gelap menyelimuti samuder
Tempat itu sangat dingin dan hening. Hanya terdengar deburan ombak dan suara samar burung camar di sana. Rachel membuka matanya yang terasa berat dan memaksa tubuhnya yang terasa remuk untuk bangkit. Gadis itu terbangun di sebuah tanah kosong di tepian tebing karang. Di dekatnya, ombak tengah berebut menghantamkan dinding alam yang berdiri kokoh menopangnya.“Kau sudah bangun?” sebuah suara terdengar di belakang Rachel. Rachel menoleh melihat seorang pria berdiri di belakangnya.Sosok pria itu mengenakan pakaian berwarna perak yang berkilau. Rambutnya berwarna putih layaknya salju, sedangkan matanya berwarna abu terang mengingatkan Rachel pada mata Sassafras.“Siapa kau?” tanya Rachel pada sosok yang tiba-tiba muncul itu.“Kau tidak mengenal
Segalanya terasa terlalu cepat untuk bisa di terima dan di cerna oleh siapapun. Seluruh kejadian aneh yang tiba-tiba muncul lalu juga dalam sekejab menghilang tanpa jejak. Bencana yang terjadi tanpa sebab, kekuatan yang tiba-tiba muncul dalam diri mereka, dinding magis yang hampir tak mampu bertahan. Lalu kini, segalanya hilang. Seperti tidak terjadi apapun sebelumnya, selain fakta bahwa kedua pemuda itu masih berada di tempat mereka berdiri. Di tempat terakhir mereka mlihat sosok Cornus, sang Unicorn.“Kau melihatnya?” tanya Nerwin dengan suara yang setara dengan bisikan di telinga Kenneth yang tiba-tiba menjadi lebih sensitive.“Ya, tadi aku melihatnya,” jawab Kenneth sengaja mempertegas bahwa kini tidak ada apapun selain mereka berdua di tempat itu.Cornus menghilang, dinding magis mereka telah sirna, bahkan samudera di depan mereka juga telah tenang seperti sebelumnya.“Apa yang baru saja terjadi? Apakah gelombang tadi ny
Tempat itu dipenuhi kabut tebal dan pekat. Sejauh mata memandang hanya ada asap putih yang mengelilinginya. Tanah di atasnya terasa terjal di telapak kaki telanjangnya, namun indera penciumannya bisa mencium aroma tanah basah dan harus segar daun yang di selimuti embun. Mengingatkan Rachel pada aroma hutan di pagi buta.Sebuah angina berhembus dan mendorong kabut di sekeliling Rachel. Rachel sedikit menutup matanya saat merasakan debu beterbangan di sekitarnya. Di sana, Rachel melihat tempat itu. Sungai besar dan air terjun tak jauh dari tempatnya berdiri, juga dua sosok yang telah Rachel kenal. Kailani Shore dan Rachel kecil. Di depan Rachel kini telah tersaji kejadian terakhir yang ada dalam ingatan Rachel. Hari dimana dia bertemu untuk pertama kali dengan Kailani.Tiba-tiba angina mendung terlihat di atas Rachel. Angin kembali berhembus, dan entang bagaimana arus sungai tiba-tiba semaki deras. Rachel melihat gadis kecil di depan Kailani meronta saat tubuh Kailani ti
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar d
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan
Percayalah Rachel tak mengerahkan segala kemampuannya kala itu untuk mengalahkan Sigrid. Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena Rachel tak ingin ramalan Putri Emerald menjadi kenyataan. Rachel harus tetap bisa mengendalikan diri dan kekuatannya hingga dia selesai berurusan dengan Sigrid. Rachel tak yakin ke mana Sigrid pergi, dia hanya melesat terbang mengikuti jejak kekuatan milik wanita itu yang menuntunnya meninggalkan Atiria. Ketika Rachel melesat di atas langit, cahaya ungu terlihat memandang mengikutinya. Layaknya ekor meteor yang jatuh ke bumi. Orang-orang di bawahnya yang melihat cahaya ungu melesat di atas mereka semakin ketakutan sebab mereka yakin bahwa kali ini, Amethys benar-benar telah bangkit sempurna. Rachel berhenti di sebuah dataran tinggi di pegunungan yang terlihat tak asing dimatanya. Padang rumput hitam sejauh mata memandang dengan aroma aneh yang mengusik indera penciuman. “Mithre,” desis Rachel menyadari dimana dia berada. Rachel menelisik ke sek
Cahaya terang menyinari tempat itu. Sepanjang mata memandang hanya ada langit tak bertepi dan padang rumput luas tak berpenghuni. Hanya terdengar desau angin dan suara samar burung di kejauhan.Di antara ilalang yang bergoyang pelan, seorang gadis tengah berbaring. Rambut coklat keemasannya yang panjang menyatu dengan tanah kecoklatan di sekitarnya. Kulit putih pucatnya berpendah layaknya dilapisi oleh kerlip bintang yang berpendar memantulkan cahaya. Satu tagan gadis itu menutupi kedua matanya. Ketika tangan itu perlahan terangkat, mata gadis itu terbuka pelan memperlihatkan mata coklat keemasan terindah yang pernah ada. Terang dan dalam. Seakan mata itu mampu melihat menembus apapun yang ada di depannya.Gadis itu perlahan bangkit, menarik kedua kakinya dan membawa tubuh tinggi semampainya bangkit. Gaun putih pucat gadis itu perlahan melambai bersama dengan hembusan angin.Satu tangan gadis itu kembali terangkat. Jemari lentiknya bergerak menyentuh udara kosong di depannya. Satu ket
“Diantara ribuan bintang, ada banyak yang terang penuh sinar. Dilingkupi kehangatan dan membawa kebahagiaan. Namun, di satu sudut langit ada sosok yang kelam. Tersembunyi dalam kegelapan. Penuh rahasia dan kesepian.”“Dia hanyalah satu dari bagian langit yang memutuskan untuk menyendiri. Diam jauh dari pandangan. Sebagai pengamat tanpa turun tangan. Namun, sekiranya dia datang maka percayalah bahwa dia telah habis kesabaran.”*** “Lihat ini Rachel! LIHAT!!” teriakan Sigrid menggema memenuhi langit. “Lihatlah bagaimana aku menghanguskan mereka! Lihat bagaimana aku menghancurkan kerajaan yang kalian jaga! Ha... ha... ha... .”Kening gadis itu berkerut. Otaknya tengah berputar. Dengan rasa pening yang tiba-tiba menghantamnya dia mencoba melesat secepat mungkin mengejar sosok Sigrid.‘Kau tak akan bisa mengalahkannya’ suara Sassafras terdengar di telinga Rachel. Naga itu masih terhubung dengannya.“Aku bisa!” tegas Rachel dalam gumaman pelan.Langit gelap itu telah menghitam sempurna. Bu