Tempat itu sangat dingin dan hening. Hanya terdengar deburan ombak dan suara samar burung camar di sana. Rachel membuka matanya yang terasa berat dan memaksa tubuhnya yang terasa remuk untuk bangkit. Gadis itu terbangun di sebuah tanah kosong di tepian tebing karang. Di dekatnya, ombak tengah berebut menghantamkan dinding alam yang berdiri kokoh menopangnya.
“Kau sudah bangun?” sebuah suara terdengar di belakang Rachel. Rachel menoleh melihat seorang pria berdiri di belakangnya.
Sosok pria itu mengenakan pakaian berwarna perak yang berkilau. Rambutnya berwarna putih layaknya salju, sedangkan matanya berwarna abu terang mengingatkan Rachel pada mata Sassafras.
“Siapa kau?” tanya Rachel pada sosok yang tiba-tiba muncul itu.
“Kau tidak mengenal
Segalanya terasa terlalu cepat untuk bisa di terima dan di cerna oleh siapapun. Seluruh kejadian aneh yang tiba-tiba muncul lalu juga dalam sekejab menghilang tanpa jejak. Bencana yang terjadi tanpa sebab, kekuatan yang tiba-tiba muncul dalam diri mereka, dinding magis yang hampir tak mampu bertahan. Lalu kini, segalanya hilang. Seperti tidak terjadi apapun sebelumnya, selain fakta bahwa kedua pemuda itu masih berada di tempat mereka berdiri. Di tempat terakhir mereka mlihat sosok Cornus, sang Unicorn.“Kau melihatnya?” tanya Nerwin dengan suara yang setara dengan bisikan di telinga Kenneth yang tiba-tiba menjadi lebih sensitive.“Ya, tadi aku melihatnya,” jawab Kenneth sengaja mempertegas bahwa kini tidak ada apapun selain mereka berdua di tempat itu.Cornus menghilang, dinding magis mereka telah sirna, bahkan samudera di depan mereka juga telah tenang seperti sebelumnya.“Apa yang baru saja terjadi? Apakah gelombang tadi ny
Tempat itu dipenuhi kabut tebal dan pekat. Sejauh mata memandang hanya ada asap putih yang mengelilinginya. Tanah di atasnya terasa terjal di telapak kaki telanjangnya, namun indera penciumannya bisa mencium aroma tanah basah dan harus segar daun yang di selimuti embun. Mengingatkan Rachel pada aroma hutan di pagi buta.Sebuah angina berhembus dan mendorong kabut di sekeliling Rachel. Rachel sedikit menutup matanya saat merasakan debu beterbangan di sekitarnya. Di sana, Rachel melihat tempat itu. Sungai besar dan air terjun tak jauh dari tempatnya berdiri, juga dua sosok yang telah Rachel kenal. Kailani Shore dan Rachel kecil. Di depan Rachel kini telah tersaji kejadian terakhir yang ada dalam ingatan Rachel. Hari dimana dia bertemu untuk pertama kali dengan Kailani.Tiba-tiba angina mendung terlihat di atas Rachel. Angin kembali berhembus, dan entang bagaimana arus sungai tiba-tiba semaki deras. Rachel melihat gadis kecil di depan Kailani meronta saat tubuh Kailani ti
Setelah berhari-hari terkunci, pagi ini gerbang Araceli di buka. Kelambu-kelambu yang menutupi jendela yang di ruangan itu mulai di s***k dan di lepaskan dari pengaitnya. Cahaya lilin yang telah menyala selama beberapa hari itu mulai di tiup satu per satu. Sedangkan sosok yang semeblumnya mengunci diri di dalam ruangan itu akhirnya kembali ke istananya. “Lord Nethras—“ “Tidak sekarang Vereena,” potong sang Lord saat pelayan istananya memanggilnya. Pria itu hanya berjalan lurus ke kamarnya dan mengabaikan panggilan dan sapaan setiap orang yang berpapasan dengannya. “Ada apa dengannya?” Lord Zathriel muncul di pintu istana kediaman Lord Nethras dan berjalan ke arah Vereena yang termenung menatap punggung Lord Nethras. Wanita itu menoleh dan tersenyum sambil menyapa sang Lord dan juga seorang bocah laki-laki di sampingnya, Aryan. “Saya juga tidak yakin, My Lord. Tapi sepertinya sesuatu telah terjadi,” jawab Vereena menanggapi pertanyaan Lord Zath
Rachel menatap gugusan pulau di depannya dengan mata nyalang. Perbukitan yang dikenalnya dan juga dermaga yang pernah dia lalui. Dari tempat Rachel berdiri, Rachel seakan bisa melihat seluruh pulau dalam satu frame luas yang tak pernah Rahel bayangkan keindahannya.“Kau yakin tidak ingin menemui mereka?” Adish, gadis itu berdiri di sisi Rachel dengan wajah khawatir.Rachel tak langsung menjawab. Gadis itu masih memandang hamparan surga yang terjaga di depannya. Tanah yang mungkin harusnya menjadi kampung halamannya yang lain, East Land. Rachel menoleh pada Adish dan menatap mata gadis itu sambil memberikan sebuah senyuman ringan.“Tidak perlu, aku hanya perlu memastikan sesuatu. Tidak usah mengganggu mereka,” balas Rachel.Rachel segera menaiki pu
Rachel mengeluarkan snowdrop dari sarung penutupnya dan menggunakan ujung belati itu untuk melukai jemarinya. Tiga tetes darahnya jatuh di atas meja batu bulan sabit di depannya dan sekali lagi, darah Rachel jatuh di atas titik yang sama seperti yang dulu Lord Zathriel tunjukkan. Meskipun Rachel telah menjauhkan tangannya dari tempat itu, namun entah bagaimana darahnya tetap jatuh di sana.Rachel mengabaikan hal itu dan kembali melanjutkan tujuannya. Sejujurnya Rachel tidak tahu cara menggunakan benda di depannya, tapi Cornus mengatakan bahwa jika jiwa Rachel benar terikat dengan darah keturunan Moon Elf maka Rachel akan mengetahuinya. Rachel menatap langit senja di depannya yang telah menggelap. Perlahan satu per satu kerlip bintang mulai muncul menghiasi langit East Land juga hal yang paling ditunggu oleh Rachel, sang bulan.Rachel melihat snowdrop bercahaya
Kenneth membawa Nerwin menuju gua tempat para penduduk Abendbrise berlindung. Saat mereka tiba, Ervin telah menunggu mereka di mulut gua dengan wajah gusar.“Ada apa?” tanya Nerwin mendekati pemuda itu.“Ada masalah!”Kenneth dan Nerwin saling bertatapan lalu segera mengikuti Ervin masuk ke dalam gua.Di dalam gua, ratusan penduduk Abendbrise tengah berkumpul melingkari sebuah api unggun besar. Namun ada sebuah kerumunan di satu sudut gua, Ervin menuntun mereka ke sana. Lalu, di situlah Kenneth melihat tiga orang anak terbaring dengan mata terpejam.“Kami menemukan mereka di satu lorong gua dalam keadaan begini,” lirih Ervin.Nerwin berlutut dan
Kenneth masih ingat, dulu di tempat ini Sang Putri menunjuknya sebagai pemimpin pasukan Vinetree di usia yang masih cukup muda, 14 tahun. Sosok yang dulunya diremehkan karena usia mudanya hingga akhirnya disegani karena kemampuannya. Di tempat ini, Kenneth dulu mendapatkan gelar kehormatannya. Mulai dari Komandan Muda klan Vinetree hingga Jenderal Utama Vinetree.Namun, hari ini Kenneth berdiri di ruangan itu untuk memeriksa sesuatu. Dia mencurigai sosok itu. Kenneth enggan, tapi otaknya terus berkata ada yang salah di sana. Kenneth tengah berdiri dan memeriksa beberapa dokumen di meja Putri Florian saat Samantah muncul di depannya dengan wajah datar khasnya.“Ada apa?” tanya Kenneth.Samantha mengeluarkan sebuah kotak perunggu kecil dan membukanya. Di dalamnya ada sebuah gungan coklat yang terbuat dari
Untuk kesekian kalinya Kenneth kembali ke tempat itu, lembah elf pegunungan Mithre. Kenneth akui, dia mengenal tempat itu dari Putri Florian, tapi kini selain Lady Reagen dia tidak memiliki pilihan lain selain bertanya pada sang Elf. Kenneth kembali ke tempat itu dan melihat air terjun di tempat itu masih mengalir namun aliran airnya terlihat lebih sedikit dibanding sebelumnya.“Lebih banyak orang mengunjungi ku kali ini, sepertinya hari itu hampir tiba.”Sosok Lady Reagen muncul dari balik rimbunan tanaman gantung yang tumbuh di dekat dinding tebing. Masih dengan jubah putih panjangnya wanita itu mendekati Kenneth dan teman-temannya sembari tersenyum.“Apakah itu juga terjadi karena ramalan?” tanya Kenneth sambil menunjuk ke arah air terjun yang hampir mengering.
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar d
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan
Percayalah Rachel tak mengerahkan segala kemampuannya kala itu untuk mengalahkan Sigrid. Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena Rachel tak ingin ramalan Putri Emerald menjadi kenyataan. Rachel harus tetap bisa mengendalikan diri dan kekuatannya hingga dia selesai berurusan dengan Sigrid. Rachel tak yakin ke mana Sigrid pergi, dia hanya melesat terbang mengikuti jejak kekuatan milik wanita itu yang menuntunnya meninggalkan Atiria. Ketika Rachel melesat di atas langit, cahaya ungu terlihat memandang mengikutinya. Layaknya ekor meteor yang jatuh ke bumi. Orang-orang di bawahnya yang melihat cahaya ungu melesat di atas mereka semakin ketakutan sebab mereka yakin bahwa kali ini, Amethys benar-benar telah bangkit sempurna. Rachel berhenti di sebuah dataran tinggi di pegunungan yang terlihat tak asing dimatanya. Padang rumput hitam sejauh mata memandang dengan aroma aneh yang mengusik indera penciuman. “Mithre,” desis Rachel menyadari dimana dia berada. Rachel menelisik ke sek
Cahaya terang menyinari tempat itu. Sepanjang mata memandang hanya ada langit tak bertepi dan padang rumput luas tak berpenghuni. Hanya terdengar desau angin dan suara samar burung di kejauhan.Di antara ilalang yang bergoyang pelan, seorang gadis tengah berbaring. Rambut coklat keemasannya yang panjang menyatu dengan tanah kecoklatan di sekitarnya. Kulit putih pucatnya berpendah layaknya dilapisi oleh kerlip bintang yang berpendar memantulkan cahaya. Satu tagan gadis itu menutupi kedua matanya. Ketika tangan itu perlahan terangkat, mata gadis itu terbuka pelan memperlihatkan mata coklat keemasan terindah yang pernah ada. Terang dan dalam. Seakan mata itu mampu melihat menembus apapun yang ada di depannya.Gadis itu perlahan bangkit, menarik kedua kakinya dan membawa tubuh tinggi semampainya bangkit. Gaun putih pucat gadis itu perlahan melambai bersama dengan hembusan angin.Satu tangan gadis itu kembali terangkat. Jemari lentiknya bergerak menyentuh udara kosong di depannya. Satu ket
“Diantara ribuan bintang, ada banyak yang terang penuh sinar. Dilingkupi kehangatan dan membawa kebahagiaan. Namun, di satu sudut langit ada sosok yang kelam. Tersembunyi dalam kegelapan. Penuh rahasia dan kesepian.”“Dia hanyalah satu dari bagian langit yang memutuskan untuk menyendiri. Diam jauh dari pandangan. Sebagai pengamat tanpa turun tangan. Namun, sekiranya dia datang maka percayalah bahwa dia telah habis kesabaran.”*** “Lihat ini Rachel! LIHAT!!” teriakan Sigrid menggema memenuhi langit. “Lihatlah bagaimana aku menghanguskan mereka! Lihat bagaimana aku menghancurkan kerajaan yang kalian jaga! Ha... ha... ha... .”Kening gadis itu berkerut. Otaknya tengah berputar. Dengan rasa pening yang tiba-tiba menghantamnya dia mencoba melesat secepat mungkin mengejar sosok Sigrid.‘Kau tak akan bisa mengalahkannya’ suara Sassafras terdengar di telinga Rachel. Naga itu masih terhubung dengannya.“Aku bisa!” tegas Rachel dalam gumaman pelan.Langit gelap itu telah menghitam sempurna. Bu