Ada sebuah tempat di Benua Saiwara yang sangat sakral bagi seluruh klan kuno. Sebuah danau yang mampu menyimpan rahasia masa lalu dan masa depan. Konon, danau itu adalah sebuah tempat magis yang tidak nyata. Namun, kami para Elf percaya bahwa danau itu ada. Tersembunyi di sebuah tempat tak tersentuh. Diantara selimut suci sang alam, tersembunyi sebuah bentang indah layaknya fatamorgana. Cahaya matahari tak akan bisa menyentuhnya, hanya sang bulan yang selalu menemaninya.
***
Rachel mengerjapkan matanya beberapa kali tak percaya dengan apa yang ada di depannya. Sebuah danau luas dengan permukaan yang telah membeku. Membentang layaknya sebuah lantai marmer indah dengan selimut salju di tepiannya.
Rachel menoleh pada Adish yang telah berjalan mendahuluinya. GAdis itu melangkah menuruni sebuah anak tangga yang
“Diantara seluruh makhluk yang tinggal di benua Saiwara, beast adalah makhluk paling unik dan ajaib yang pernah ada. Keberadaan mereka adalah anugrah tapi juga bisa menjadi bencana untuk beberapa hal,” ungkap Adish.Gadis itu menatap Rachel dengan sorot teduh yang mampu menenangkan kegelisahan yang sempat menguasai benak Rachel.“Misalnya saja unicorn, phoenix, dan griffin. Ketiga Beast ini adalah makhluk ajaib yang selalu dipuja dan dianggap sebagai makhluk suci. Sayangnya juga ada beberapa Beast yang kehadirannya bisa membawa bencana, seperti—““Sassafras,” potong Rachel.“Benar, Sassafras.” Adish mengangguk membenarkan tebakan Rachel.“Diantara berbagai jenis naga
Padang rumput itu telah berubah menjadi sebuah hutan lebat dengan ratusan orang yang berdiri siaga di sekitar Rachel. Dari tempatnya berdiri Rachel hanya bisa melihat orang-orang itu mengelilingi sesuatu di tengah sana. Entah apapun itu pasti dia adalah sesuatu yang amat dahsyat. Beberapa kali Rachel bisa merasakan tanah bergetar dan gelombang-gelombang cahaya muncul di sekitarnya seakan ada sesuatu yang memberontak keluar dari dalam sana. Tak lama, sosok yang Rachel kenal muncul di tempat itu. Seorang pemuda yang selalu menemani Rachel, Nerwin. “My Lord, kita tidak bisa menahan makhluk ini lebih lama lagi,” seru Nerwin pada seorang pria tua. Rachel sungguh tak habis pikir, bagaimana pemuda itu ada di sana. Perang klan Jade ini terjadi sepuluh tahun yang lalu, dan Nerwin telah berada di sini bersama mereka. Namun, mengapa Nerwin tidak pernah mengungkapkan hal
Cahaya matahari itu jatuh menyinari sisa-sisa medan pertempuran semalam dengan perlahan. Menghangatkan tanah lembab dan udara dingin yang sempat menyelimuti tanah para Jade itu. Mencairkan es yang membekukan beberapa sisi hutan yang sempat mendapatkan serangan Sassafras.Kailani menggeliat pelan saat kesadarannya mulai kembali. Dengan mata yang menyipit dan mengerjap pelan, Kailani perlahan membuka matanya. Dibalik cahaya menyilaukan matahari pagi itu, Kailani melihat sosok seorang gadis berdiri tak jauh dari tempatnya. Apakah itu Sigrid?Kailani memekik pelan merasakan rasa nyeri di sekujur tubuhnya saat dia bergerak pelan. Suara pekikannya itu perlahan membuat sosok siluet itu bergerak. Mengabaikan rasa sakitnya Kailani lantas mencari Jade Amora dan segera mengambil senjata itu dan menarik tali busurnya serta mengarahkan senjata itu ke arah siluet tadi.
Lucian Dorgon kembali memasuki hutan seorang diri. Pria itu duduk dengan diam di atas batang pohon yang telah tumbang. Lucian tidak melakukan apapun, juga tidak bergerak sedikitpun. Dia hanya diam memejamkan matanya dengan tenang. Tak lama kemudian sebuah kabut tebal tiba-tiba menyelimuti hutan. Kabut itu datang dengan sebuah hawa dingin yang menusuk. Lucian membuka matanya menyadari kabut itu. Pria itu bangkit berdiri memandang kabut yang mendekat ke arahnya.Kabut itu berhenti tepat satu meter di depan Lucian. Tidak menyentuh pria itu atau mendekati pria itu lebih dari itu. Perlahan dari balik kabut, seorang gadis muncul. Tubuhnya dibalut jubah perak tebal dengan sebuah kain transparan yang menutupi wajahnya.“Selamat datang, Lady Hatron,” sapa Lucian.Wanita di depan Lucian melepaska
Suara teriakan remuk redam bagaikan sebuah batu yang terlontar puluhan meter jauhnya. Dingin lantai ruangan itu tak menyusutkan tekadnya, namun tubuhnya yang lebih menguasai kekuatannya. Tubuhnya tahu bahwa dia telah tiba di batasnya. Tubuhnya telah berteriak meminta sang pemilik jiwa untuk segera berhenti. Tapi kekuatan itu tak lekas menghentikan apapun yang sedang terjadi. “Bahkan jika kau menguras habis darahku, itu tak berarti aku akan mati dengan mudah di sini, Lucinda,” lirih pemilik tubuh itu. Lucinda melirik pemilik suara itu yang tengah di ikat di tengah ruangan. Empat pilar berdiri mengelilingi gadis itu. Tubuhnya diikat dengan rantai besi besar yang telah berkarat. Belasan luka sayatan terlihat di kedua lengan gadis itu, memaksa darah gadis itu menetes di wadah-wadah yang telah dipersiapkan oleh Lucinda.
George dan Elise telah tiba di Ridelve ketika mereka melihat sebuah ledakan dari arah Selvence. Keduanya yang awalnya ingin beristirahat terlebih dahulu akhirnya kembali menaiki kuda mereka dan memimpin pasukan mereka saat itu juga menuju Selvence. Entah apa yang telah dilakukan oleh pemimpin mereka disana, tapi semoga itu bukan sesuatu yang buruk.“Kau yakin kakakku mengambil keputusan dengan kepala dingin?” teriakan Elise pada George yang berkuda di depannya.Awalnya George tak langsung menjawab, tapi kemudian pemuda itu menarik pedangnya keluar ketika mulai melihat pasukan Redrock berkuda beberapa puluh meter di depan mereka.“Awalnya aku yakin, tapi sekarang tidak lagi,” tukasnya dan dia menebas prajurit Redrock pertama yang menyerang mereka dan pertarungan tak bisa lagi di hindari.
Raungan makhluk itu menggema di perbukitan pegunungan utara. Terdengar lantang layaknya sebuah gelegar yang telah lama dipendam. Makhluk itu terbang rendah dengan sayap lebar yang mampu menghempaskan sebuah rumah dalam sekejap. Semburan nafas es nya telah membekukan hampir separuh dari kota Selvence dan serangannya telah membunuh sebagian besar orang yang ada di tempat itu. Sassafras, makhluk itu benar-benar menepati janjinya untuk menghancurkan segalanya.Rachel masih berdiri diam di tempatnya melihat semua pemandangan itu. Semua kekacauan dan kerusakan yang disebabkan oleh Sassafras terlihat jelas di matanya tapi hal itu tak cukup untuk menggerakkan hati Rachel agar meminta makhluk itu berhenti. Dalam sekejap Rachel seakan berubah menjadi sosok yang lain.Hatinya terluka menerima semua kecurangan dan perlakuan tak adil semua orang terhadapnya. Ben
Robin dan Samantha hanya bisa saling menatap setelah kepergian Kenneth dan Rachel. Kini, keduanya harus segera mengalahkan naga itu ketika dia mulai melemah.“Apa yang harus aku lakukan pada wanita ini?” tanya Samantha pada Robin.Robin melihat situasi sekitar dan menyadari bahwa pasukannya semakin terdesak. Meski naga itu telah melemah, tapi jumlah pasukan mereka semakin sedikit dan mereka tidak akan bisa bertahan cukup lama untuk melawan makhluk itu.“Sebaiknya serahkan wanita ini pada pasukan Putri Florian, mereka sedang berada di luar Selvence,” ucap Robin sembari menatap Lucinda.“Lalu Lucian?” tanya Samantha sembari melihat ke tempat Lucian tadi berada. Namun, gadis itu tercekat saat menyadari bahwa Lucian tidak ada di sana. &ldq
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar d
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan
Percayalah Rachel tak mengerahkan segala kemampuannya kala itu untuk mengalahkan Sigrid. Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena Rachel tak ingin ramalan Putri Emerald menjadi kenyataan. Rachel harus tetap bisa mengendalikan diri dan kekuatannya hingga dia selesai berurusan dengan Sigrid. Rachel tak yakin ke mana Sigrid pergi, dia hanya melesat terbang mengikuti jejak kekuatan milik wanita itu yang menuntunnya meninggalkan Atiria. Ketika Rachel melesat di atas langit, cahaya ungu terlihat memandang mengikutinya. Layaknya ekor meteor yang jatuh ke bumi. Orang-orang di bawahnya yang melihat cahaya ungu melesat di atas mereka semakin ketakutan sebab mereka yakin bahwa kali ini, Amethys benar-benar telah bangkit sempurna. Rachel berhenti di sebuah dataran tinggi di pegunungan yang terlihat tak asing dimatanya. Padang rumput hitam sejauh mata memandang dengan aroma aneh yang mengusik indera penciuman. “Mithre,” desis Rachel menyadari dimana dia berada. Rachel menelisik ke sek
Cahaya terang menyinari tempat itu. Sepanjang mata memandang hanya ada langit tak bertepi dan padang rumput luas tak berpenghuni. Hanya terdengar desau angin dan suara samar burung di kejauhan.Di antara ilalang yang bergoyang pelan, seorang gadis tengah berbaring. Rambut coklat keemasannya yang panjang menyatu dengan tanah kecoklatan di sekitarnya. Kulit putih pucatnya berpendah layaknya dilapisi oleh kerlip bintang yang berpendar memantulkan cahaya. Satu tagan gadis itu menutupi kedua matanya. Ketika tangan itu perlahan terangkat, mata gadis itu terbuka pelan memperlihatkan mata coklat keemasan terindah yang pernah ada. Terang dan dalam. Seakan mata itu mampu melihat menembus apapun yang ada di depannya.Gadis itu perlahan bangkit, menarik kedua kakinya dan membawa tubuh tinggi semampainya bangkit. Gaun putih pucat gadis itu perlahan melambai bersama dengan hembusan angin.Satu tangan gadis itu kembali terangkat. Jemari lentiknya bergerak menyentuh udara kosong di depannya. Satu ket
“Diantara ribuan bintang, ada banyak yang terang penuh sinar. Dilingkupi kehangatan dan membawa kebahagiaan. Namun, di satu sudut langit ada sosok yang kelam. Tersembunyi dalam kegelapan. Penuh rahasia dan kesepian.”“Dia hanyalah satu dari bagian langit yang memutuskan untuk menyendiri. Diam jauh dari pandangan. Sebagai pengamat tanpa turun tangan. Namun, sekiranya dia datang maka percayalah bahwa dia telah habis kesabaran.”*** “Lihat ini Rachel! LIHAT!!” teriakan Sigrid menggema memenuhi langit. “Lihatlah bagaimana aku menghanguskan mereka! Lihat bagaimana aku menghancurkan kerajaan yang kalian jaga! Ha... ha... ha... .”Kening gadis itu berkerut. Otaknya tengah berputar. Dengan rasa pening yang tiba-tiba menghantamnya dia mencoba melesat secepat mungkin mengejar sosok Sigrid.‘Kau tak akan bisa mengalahkannya’ suara Sassafras terdengar di telinga Rachel. Naga itu masih terhubung dengannya.“Aku bisa!” tegas Rachel dalam gumaman pelan.Langit gelap itu telah menghitam sempurna. Bu