Ketika sebuah ambisi disimpan dengan baik di dalam ingatan seseorang maka ambisi tersebut akan berubah menjadi sebuah motivasi bagi orang tersebut. Namun ketika amarah disimpan dalam hati seseorang, maka amarah tersebut perlahan akan menumbuhkan sebuah dendam yang menggerogoti hati sosok tersebut.
Seperti itulah yang tengah di rasakan oleh Ethan saat ini. Ambisinya untuk membuktikan kemampuannya sebagai Tuan Muda Klan Redrock mendorongnya untuk terus bergerak dan berusaha meraih apapun yang diinginkan oleh pemimpin Klan. Namun, beriringan dengan ambisi tersebut perlahan amarah muncul dalam diri Ethan ketika satu per satu targetnya tidak tercapai.
Kemarahan dan kekecewaan dalam diri pemuda itu terus terkumpul dan menyatu. Menciptakan sebuah titik hitam pekat didalam hatinya, sebuah dendam. Sesuatu yang sangat kuat namun juga berbahaya jika tidak bisa dikendali
Entah siapa yang memulai namun dua pemuda itu telah saling menyerang dan melayangkan serangan masing-masing. Kilatan cahaya perak dan biru saling bersahutan saat keduanya melancarkan serangan. Diiringi suara petir dan hujan yang semakin deras, pertarungan dua tuan muda dari dua klan besar itu terasa semakin sengit. Ethan tongkat sihir peraknya dan Nerwin bersama tombak birunya. Seluruh pasukan Redrock yang berada di tempat kejadian terlihat waspada melihat pertarungan kedua pemuda itu. Dengan Lucinda yang berada di barisan terdepan pasukan, wanita itu hanya mendecih pelan saat satu serangan NErwin berhasil mengenai tubuh Ethan. Tanpa aba-aba wanita itu dengan mudahnya masuk kedalam pertarungan antar Ethan dan Nerwin, sehingga Nerwin harus bertarung melawan dua orang sekaligus. Rachel yang melihat gerakan tiba-tiba Lucinda lantas segera menarik belatinya dan menerjang wanita itu. Bunyi denting Snowdrop yang beradu dengan tongkat Lucinda seketika mengalihkan perhatian
Gelegar petir itu terdengar dahsyat dan memekakkan telinga. Ditambah dengan hujan deras dan angin kencang membuat siapapun pasti memilih untuk berdiam diri di dalam ruangan atau setidaknya mencari tempat untuk berteduh. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Kenneth. Segera setelah dia meninggalkan camp Vinetree dia bergegas memacu kudanya menuju Abendbrise. Mengabaikan hujan badai yang tengah mengguyur wilayah selatan, karena satu firasat dalam hatinya selalu meneriakkan bahwa badai ini bukanlah badai biasa. Kenneth memilih jalan pintas dengan melewati lembah sungai Hyeti untuk tiba di Abendbrise lebih cepat. Namun seperti yang seluruh orang ketahui, arus sungai dan jalur wilayah tersebut sangat terjal dan curam karena berdekatan dengan tebing-tebing teluk Feilas. “Kita harus bertahan, Fero.” Gumam pemuda itu pada kudanya.
Rachel menarik nafas dalam dan menghembuskannya kasar. Gadis itu menggeleng pelan masih tidak habis pikir dengan orang-orang yang berada di depannya.“Seberharga itukah Jade Amora itu bagi kalian?”“Ya, sangat.”Rachel marah. Sangat marah. Namun bukan pada dirinya melainkan pada Jade Amora. Kini dia menyadari bahwa kata-kata Putri Florian saat itu benar adanya, selama dia memiliki Jade Amora bahaya akan selalu mengikutinya. Namun, kini senjata itu bahkan tidak berada di tangannya. Mengapa senjata itu masih mengancam nyawanya?“Ambil saja. Kau bisa memilikinya,” tukas Rachel. Ethan dan Lucinda terheran. “Setelah kalian bisa mengalahkanku.”Rachel mengambil pedang Zurin dan berlar
Apa yang terjadi hari itu adalah sesuatu yang tidak pernah dibayangkan oleh siapapun di tanah Crator. Ketika pasukan batuan Vinetree dan pasukan kerajaan datang di gerbang kota Abendbrise, ratusan mayat prajurit Redrock tergeletak tak bernyawa begitu saja. Awalnya mereka pikir, mereka datang untuk membantu para penduduk yang terluka, namun setelah berkeliling mencari di seluruh kota, hasilnya nihil. Tidak ada satu orang pun disana.Kemarin, ketika Jendral pasukan Vinetree mengirim permohonan bantuan untuk Abendbrise mereka bergegas melakukan persiapan dan berangkat ke Abendbrise. Dipimpin oleh George dan Samantha, keduanya membawa pasukan masing-masing untuk pergi ke wilayah selatan. Hasilnya, semalam badai besar terus mengguyur mereka dan membuat mereka tertahan karena tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan. Lalu, pagi ini ketika mereka tiba di Abendbrise kota itu telah kosong.
Kerumunan itu terlihat sangat kacau dari kejauhan. Tak ubahnya layaknya lautan kepala yang terus bergerak enggan diam. Suara suara rintihan kesakitan atau tangis anak-anak yang ketakutan terdengar jelas disana. Penduduk Abendbrise yang berhasil selamat dari peristiwa itu, berkumpul di tepi sungai Hyeti. Elise melihat orang-orang terus berlarian, para anggota Vinetree yang tiba terlebih dahulu telah membantu mereka. Merawat yang terluka, membagikan makanan dan juga pakaian, dan ada kelompok lain yang tidak Elise kenali. Orang-orang itu mengenakan pakaian yang seragam dengan warna biru kehijauan namun berbeda dengan jenis pakaian yang biasa di kenakan oleh penduduk Crator. Satu yang bisa Elise cermati dari mereka adalah lencana berwarna merah tembaga yang tersampir di bahu kirim masing-masing bersama jubah panjang mereka. “Siapa mereka?” tanyanya. Goerge yang berdiri di samping Elise menggeleng pelan. Pemuda itu juga tidak mengenal mereka. Sepertinya kedu
“Katakan padaku apa yang terjadi malam itu!” Permintaan yang lebih terdengar layaknya sebuah perintah itu tak dapat di cegah Samantha dan keluar begitu saja dari mulut sahabatnya. Gadis itu masih belum juga menyerah mencerca Ervin dnegan berbagai pertanyaan terkait penyerangan Abendbrise. Meski Samantha akui dirinya juga penasaran tapi Elise benar-benar tidak bisa menahan diri, seperti biasa. “Kenapa kau begitu ingin mengetahui segalanya?” tanya Ervin. “Karena kakakku ada disana malam itu, aku ingin tahu apa yang terjadi,” tegas Elise sekali lagi. Samantha dan George hanya bisa diam melihat ketegangan di antara dua orang itu. Samantha yakin semua orang juga ingin tahu kebenarannya, namun siapapun bisa melihat baik para penduduk Abendbrise ataupun para anggota klan Thalassa seakan enggan membahas peristiwa itu. Seperti ada sesuatu yang enggan untuk mereka ucapkan. Sesuatu yang mungkin ingin mereka rahasiakan. “Baiklah,” Ervin menatap Elise data
George dan Elise memutuskan kembali ke kastil Irdawn malam itu. Mereka tidak bermalam di Sungai Hyeti bersama Samantha karena harus segera kmebali menemui Putri Florian. Sepanjang perjalanan menuju kastil Irdawn Elise terus terdiam. Gadis itu bahkan terlihat bungkam sejak Ervin menyelesaikan ceritanya tentang penyerangan Abendbrise tadi. George yang menyadari hal itu sedikit khawatir. “Kau baik-baik saja?” tanya George saat mereka tiba di gerbang kastil. Sesuai dugaan George, Elise melamun. Karena gadis itu tersentak saat mendengar pertanyaannya. “Ya, aku baik-baik saja,” jawab Elise singkat. Namun detik berikutnya menunjukkan hal yang sebaliknya. Ketika Elise dengan tidak sengaja menggores lengannya sendiri dengan senjatanya. Gadis itu meringis ketika rasa perih menderanya karena lengannya yang mengeluarkan darah. George hanya menggeleng dan segera menarik sapu tangan miliknya lalu membalut lengan Elise. Mengabaikan Elise yang merintih karena
Suara camar terdengar riang ketika awan mendung perlahan memudar. Setelah selama sehari penuh menciptakan badai, akhirnya Nerwin dan pasukan mermaidnya berhasil tiba di tujuan. Kenneth segera berlari keluar dari ruang nahkoda saat Nerwin kmebali ke atas kapal. Wajah letih pemuda itu dan pasukan mermaid terlihat jelas setelah mereka mengerahkan tenaga mereka. “Ini adalah batas kemampuan yang bisa mereka keluarkan, selebihnya serahkan pada alam untuk membantu kita.” Nerwin menepuk pelan bahu Kenneth lalu kembali ke dalam untuk beristirahat. Dalam hati pemuda itu kini hanya berharap bahwa alam juga masih mengijinkannya untuk menyelamatkan gadis itu. Pemuda itu berbalik dan bergegas ke ruangan Rachel untuk memeriksa keadaan gadis itu. Wajahnya masih pucat dengan bibir yang kian membiru. Rambut hitamnya terlihat kusam dan berantakan. Kenneth menempatkan dirinya di kursi kecil yang ada di samping ranjang Rachel. Merapikan beberapa anak rambut gadis itu lalumengambi
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar d
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan
Percayalah Rachel tak mengerahkan segala kemampuannya kala itu untuk mengalahkan Sigrid. Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena Rachel tak ingin ramalan Putri Emerald menjadi kenyataan. Rachel harus tetap bisa mengendalikan diri dan kekuatannya hingga dia selesai berurusan dengan Sigrid. Rachel tak yakin ke mana Sigrid pergi, dia hanya melesat terbang mengikuti jejak kekuatan milik wanita itu yang menuntunnya meninggalkan Atiria. Ketika Rachel melesat di atas langit, cahaya ungu terlihat memandang mengikutinya. Layaknya ekor meteor yang jatuh ke bumi. Orang-orang di bawahnya yang melihat cahaya ungu melesat di atas mereka semakin ketakutan sebab mereka yakin bahwa kali ini, Amethys benar-benar telah bangkit sempurna. Rachel berhenti di sebuah dataran tinggi di pegunungan yang terlihat tak asing dimatanya. Padang rumput hitam sejauh mata memandang dengan aroma aneh yang mengusik indera penciuman. “Mithre,” desis Rachel menyadari dimana dia berada. Rachel menelisik ke sek
Cahaya terang menyinari tempat itu. Sepanjang mata memandang hanya ada langit tak bertepi dan padang rumput luas tak berpenghuni. Hanya terdengar desau angin dan suara samar burung di kejauhan.Di antara ilalang yang bergoyang pelan, seorang gadis tengah berbaring. Rambut coklat keemasannya yang panjang menyatu dengan tanah kecoklatan di sekitarnya. Kulit putih pucatnya berpendah layaknya dilapisi oleh kerlip bintang yang berpendar memantulkan cahaya. Satu tagan gadis itu menutupi kedua matanya. Ketika tangan itu perlahan terangkat, mata gadis itu terbuka pelan memperlihatkan mata coklat keemasan terindah yang pernah ada. Terang dan dalam. Seakan mata itu mampu melihat menembus apapun yang ada di depannya.Gadis itu perlahan bangkit, menarik kedua kakinya dan membawa tubuh tinggi semampainya bangkit. Gaun putih pucat gadis itu perlahan melambai bersama dengan hembusan angin.Satu tangan gadis itu kembali terangkat. Jemari lentiknya bergerak menyentuh udara kosong di depannya. Satu ket
“Diantara ribuan bintang, ada banyak yang terang penuh sinar. Dilingkupi kehangatan dan membawa kebahagiaan. Namun, di satu sudut langit ada sosok yang kelam. Tersembunyi dalam kegelapan. Penuh rahasia dan kesepian.”“Dia hanyalah satu dari bagian langit yang memutuskan untuk menyendiri. Diam jauh dari pandangan. Sebagai pengamat tanpa turun tangan. Namun, sekiranya dia datang maka percayalah bahwa dia telah habis kesabaran.”*** “Lihat ini Rachel! LIHAT!!” teriakan Sigrid menggema memenuhi langit. “Lihatlah bagaimana aku menghanguskan mereka! Lihat bagaimana aku menghancurkan kerajaan yang kalian jaga! Ha... ha... ha... .”Kening gadis itu berkerut. Otaknya tengah berputar. Dengan rasa pening yang tiba-tiba menghantamnya dia mencoba melesat secepat mungkin mengejar sosok Sigrid.‘Kau tak akan bisa mengalahkannya’ suara Sassafras terdengar di telinga Rachel. Naga itu masih terhubung dengannya.“Aku bisa!” tegas Rachel dalam gumaman pelan.Langit gelap itu telah menghitam sempurna. Bu