"Kau baik-baik saja?" Joseph memalingkan wajah sekilas pada sang rekan yang berjalan di sampingnya."Tidak–umh ... maksudku, ya. Aku baik-baik saja," jawab Jill terdengar ragu-ragu."Tapi kau tidak terlihat baik-baik saja, Jill." Joseph memiringkan kepala, melirik rekannya melalui ekor mata. "Kau jadi lebih pendiam semenjak kita meninggalkan Golden Empire. Apa aku melewatkan sesuatu?" telisik pria tersebut."Kau terlalu banyak berpikir!" Jill mengibaskan tangan di depan wajah dengan satu sudut bibir terangkat. “Aku baik-baik saja dan tidak ada yang kau lewatkan, Hunter.”Joseph mengedikkan bahu. Entahlah. Mungkin ucapan Jill benar, tentang dia yang terlalu banyak berpikir. Atau lebih tepatnya, memikirkan sang istri–Camila.Berbagai rencana telah tersusun dalam kepala Joseph. Dia sangat merindukan Camila, dan ada banyak sekali hal yang ingin dia lakukan bersama sang istri. Tak pelak, rencana-rencana itu membesut pikiran Joseph terlalu banyak. Hingga kadang cukup mengganggu fokusnya dal
Melepas keberangkatan Joseph dan Jill menuju Florida, Dreyfus lantas memanggil Jacob dan Helena ke ruangannya. Pemimpin Carnicero itu sengaja meminta Jill untuk menjauhkan Joseph dari segala hal yang berhubungan dengan Julian Blight dan sang kekasih. Dia tidak ingin gladiatornya itu mencampur adukkan masalah pribadi dengan misi.Desakan pemerintah semakin gencar dengan meneror Dreyfus melalui berbagai aspek. Sehingga pria itu perlu ikut turun tangan sendiri untuk segera menyelesaikan masalah ini.Bukan hanya karena tidak ingin Joseph terlibat secara emosional terhadap misi yang kemungkinan besar menargetkan Andrew Reyes sebagai buruan yang harus mereka tangkap. Berdasarkan laporan dari Jacob dan Helena, Alexander Pierce sedang berada di Miami untuk sebuah acara yang disinyalir sebagai salah satu acara yang diprakarsai oleh The Demon. Dreyfus meminta kedua gladiatornya itu mencari lebih banyak petunjuk dari acara tersebut yang pasti akan membawa mereka selangkah lagi lebih dekat dengan
Di dalam helikopter yang memuat Dreyfus dan kedua gladiatornya, mereka tengah membicarakan strategi untuk menculik Vanessa tanpa perlu membuat banyak keributan. Pameran itu akan banyak dihadiri oleh wisatawan, tentu mereka tidak akan menggunakan cara yang terlalu mencolok untuk melakukan aksinya.“Berapa orang yang biasa mengawal Blight?” tanya Dreyfus pada Jacob yang sebelumnya telah dia tugaskan untuk mengawasi kakak tiri Joseph tersebut.“Pria itu tidak suka ditempel bodyguard. Mereka menjaga Blight dari jarak jauh,” jawab Jacob.Dreyfus menatap tak puas akan jawaban Jacob. “Apa itu menjawab pertanyaanku?” sarkasnya.“Tiga,” jawab Helena mewakili sang rekan. “Tiga pria bersenjata bertugas mengawasi Blight. Mereka biasanya akan membaur, sehingga cukup sulit untuk mengenalinya,” lanjut Helena.“Sebelum mendekat pada target, kita harus menyibukkan ketiga pria itu. Kita butuh pengalihan,” ujar Dreyfus.“Kurasa kita juga butuh membaca medan terlebih dahulu sebelum bertindak. Blight adal
Selain untuk mengurus bisnis, kedatangan Julian Blight ke New York juga untuk menghadiri pameran lukisan di Central Park. Bukan sekadar untuk bersenang-senang, Blight Corporation adalah pemrakarsa pameran tersebut. Tujuannya pun sangat mulia. Selain untuk memberikan wadah bagi para seniman lukis jalanan dalam menunjukkan bakat mereka, Julian juga akan memberikan sedikit hasil dari penjualan lukisan-lukisan di sana kepada badan sosial yang menangani anak-anak korban kekerasan.Ya, di mata masyarakat, Blight Corporation adalah raksasa bisnis yang aktif dalam kegiatan sosial. Tak sedikit lembaga-lembaga sosial yang berdiri di bawah naungan perusahaan tersebut. Telah banyak pula orang-orang yang merasa terbantu oleh program-program Blight Corp.Namun begitu, tak banyak yang tahu. Bahkan mungkin hanya segelintir orang yang tahu bahwa dahulu dalam keluarga itu pernah terjadi konflik pelik yang membuat Blight Corporation nyaris kolaps.Turun dari tunggangan mewahnya, Julian tak lantas mening
Memiliki hati yang lembut adalah salah satu sifat Vanessa yang membuat Julian bertekuk lutut. Lihat saja bagaimana cara wanita itu memperlakukan wanita asing yang tampak begitu rapuh. Sebagai sesama wanita, Vanessa merasa tergerak hatinya untuk membantu apa pun yang dia mampu.Vanessa berpaling pada Julian yang berdiri di sampingnya. “Kurasa kami membutuhkan waktu untuk bicara sebagai sesama wanita. Bisa berikan kami waktu sebentar?” tanyanya setengah meminta.Raut wajah Julian menunjukkan bahwa pria itu enggan untuk memberikan izin. Selama ini dia begitu posesif menjaga Vanessa. Bahkan tak mengizinkan seorang pun mengekspose wajah wanita itu di media. Termasuk dalam pameran kali ini. Julian melarang media untuk datang meliput demi menjaga privasi kekasihnya. Lantas, ketika sang kekasih meminta waktu untuk bicara berdua saja dengan wanita asing yang baru ditemui, akankah Julian memberi izin?“Julian … Sayang,” panggil Vanessa lembut seraya memutar badan menghadap pria tersebut. Menapa
Perkelahian memang tak bisa dihindari lagi. Mau tidak mau, suka tidak suka, Jacob harus melawan bodyguard Julian. Ini juga merupakan salah satu kecerobohannya yang tak dapat menyembunyikan senjata dengan baik, sehingga salah satu bodyguard itu melihatnya.Dalam waktu yang sangat singkat, sosok yang semula terlihat begitu lemah dan kesakitan itu telah bertransformasi menjadi sosok yang tangguh. Melawan para pria berbadan kekar dengan senjata api yang siap untuk diletuskan tanpa ada gentar yang dirasakan.Jangankan melawan tiga orang seperti itu, sepuluh orang sekalipun Jacob tidak akan gentar. Akan tetapi, dalam pameran ini Jacob tak hanya harus menghadapi anak buah Julian. Pria itu juga masih harus menghadapi petugas keamanan yang juga telah bersiaga mengamankan parameter. Dari sini, Jacob mulai membagi fokusnya. Tak hanya melumpuhkan bodyguard Julian, tapi dia juga harus mencari cara untuk bisa terbebas dari blokade petugas keamanan yang juga akan memblokir titik aman, yang semula di
“Run, Baby! Run! Don’t look back!”Suara asing itu menelusup ke dalam indera pendengaran Vanessa. Tersadar dengan kepala yang terasa begitu berat, membuat Vanessa tak langsung dapat mengingat apa yang terjadi padanya beberapa jam yang lalu. Wanita itu mulai menggerakkan tubuhnya yang seolah tak mau mendengar perintah. Sulit sekali. Akan tetapi, perlahan wanita itu mulai bisa mengendalikan anggota gerak di tubuhnya. Mulai dari menggerakkan tangan hingga kaki, meski gerakan yang dihasilkan pun tak seberapa.Yang paling sulit untuk Vanessa lakukan adalah ketika dia harus membuka mata, setelah samar-samar mendengar suara orang yang sedang berbicara. Tidak hanya satu orang, tetapi dua orang dengan dua tipe suara yang berbeda. Sayangnya, Vanessa tak dapat mengenali kedua suara tersebut.Usai melakukan perjuangan yang cukup keras, akhirnya wanita itu dapat menggerakkan kelopak mata. Terciptalah celah sempit di antara kelopak mata tersebut, menampakkan iris sebiru lautan yang mengintip malu-m
Membiarkan Vanessa terus berteriak sambil menggedor-gedor pintu, Dreyfus dan Helena tengah berdiskusi di ruangan yang berbeda sembari menunggu Jacob datang. Keduanya sedang terlibat pembicaraan serius tentang wanita yang mereka sekap serta hubungannya dengan Joseph dan Julian.“Aku merasa ada misteri yang besar di sini,” ungkap Dreyfus seraya memandang serius pada Helena.“Apa yang kau pikirkan?” Helena membalas pandangan yang sama serius. Dia memang tidak tahu menahu tentang Camila, Julian, ataupun Joseph sebelum ini. Untuk Julian … oke, Helena pernah mendengar beritanya beberapa kali sebelum ini. Namun, dia sama sekali tidak pernah berinteraksi secara langsung. Baik secara pribadi maupun dalam sebuah misi.“Ketika istri Hunter terjatuh ke laut, kurasa wanita itu tidak benar-benar mati. Jika ini adalah sandiwara, maka besar kemungkinan ada orang yang sudah bersiaga di bawah tebing untuk menyelamatkan wanita itu. Akan tetapi, jika memang kecelakaan itu bukan kesengajaan, maka hanya ad
Ruangan itu terasa begitu sunyi meskipun ada orang di sana. Joseph baru saja menunjukkan pada Camila sebuah rekaman asli yang diambil dari markas The Demon pada saat penyerangan. Dalam rekaman itu terlihat dengan jelas, peluru dari senjata siapa yang melesat dan menewaskan Andrew Reyes. Tangan Camila gemetar ketika perempuan itu menyingkirkan ponsel yang disodorkan oleh Joseph. “Cukup,” lirih wanita itu dengan bibir pucat yang bergetar, seraya memejamkan mata rapat-rapat. “Dengar, Camila.” Joseph mengubah posisi duduknya menjadi serong ke arah sang istri. Dia ambil tangan Camila lalu menggenggamnya. “Selain ibuku, kau adalah orang yang paling mengenal diriku. Saat aku mengatakan bahwa aku tidak membunuh ayahmu, maka aku mengatakan yang sebenarnya. Aku berada dalam dilema besar antara tugas dan dirimu. Dan aku memang tidak akan sanggup melakukannya,” tutur pria itu. Dalam keadaan kelopak mata yang masih terpejam, Camila melepas napas dalam. Bulir air mata menetes dari celah netra, s
Tubuh Jill terempas dan menabrak Joseph. Kuatnya entakan peluru itu membuat si wanita ambruk seketika.“Jill!” seru rekannya yang lain.Dreyfus yang waktu itu masih berada di jarak lumayan jauh pun langsung berlari mendekat untuk melihat kondisi gladiatornya.“Apa yang kau lakukan?” Joseph memangku kepala wanita itu sambil menatap khawatir. Beberapa kali perhatiannya terdistraksi oleh darah segar di perut Jill.Jacob menekan kuat luka tembak itu untuk meminimalisir darah yang keluar. Kendati demikian, darah yang terlanjur mengucur sudah cukup banyak dan membuat wanita itu tampak begitu kesakitan.“Bagaimana kondisinya?” tanya Dreyfus seraya menekuk lutut di dekat Jill.“Aku butuh sesuatu untuk menyumbat luka ini,” ujar Jacob saat melihat darah yang tetap merembes dari bawah telapak tangannya, meski luka itu sudah dia tekan cukup kuat.Mendengar penuturan rekannya itu, Joseph langsung melepas kaus yang dia kenakan dan memberikannya kepada Jacob.“Gunakan ini,” kata Joseph.Dengan sigap
Senyum miring di bibir pria itu membuat Dreyfus tak bisa berkata-kata. Wajah Abram Federov tentu sudah tidak asing lagi baginya. Namun, sosok di sisi yang berlawanan dengan Abram lah yang membuat Dreyfus tercengang bukan main. Pria yang tampak seperti sedang tersenyum lebar, namun hanya satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas.“Remember me?” Pertanyaan itu terdengar sangat bodoh di telinga Dreyfus. Ah, dan jangan lupakan Jacob serta Helena yang juga membuka bibir dengan kelopak mata melebar. Ekspresi yang sama dengan yang ada di wajah Dreyfus.“Ini tidak mungkin,” gumam Jacob.“Aku pikir dia sudah mati,” timpal Helena.“Aku seperti melihat hantu,” balas Jacob dengan netra tak lepas dari sosok itu.Tak jauh dari kedua gladiator itu, Jill terlihat seperti berusaha mengingat siapa pria yang sedang tersenyum puas melihat keterkejutan mereka. Jill tidak tahu siapa pria itu. Namun, dia merasa seperti pernah melihat wajah ini di suatu tempat. Untuk itu, Jill berusaha menggali ingatan tent
Melihat dua putra Blight saling mengacungkan senjata, bukanlah hal yang aneh untuk Dreyfus dan para gladiatornya. Karena mereka sudah sama-sama tahu bahwa ini adalah tujuan Joseph kembali ke mansion. Yaitu untuk memancing Julian keluar dari tempat persembunyian lalu menuntaskan misi.Hanya saja, untuk pihak lain yang saat itu juga ada di sana, pemandangan ini menjadi hal yang sangat menarik untuk disaksikan. Orang-orang The Assassin serempak menurunkan senjata—meski tetap tidak mengurangi kewaspadaan, demi untuk dapat melihat duel senjata ala koboi yang dilakukan Julian dan Joseph.“Ini akan menjadi tontonan yang menarik,” gumam Federov seraya menoleh pada pria di sampingnya.Di depan sana, Julian tampak sangat marah. Sebenarnya, dia sudah tidak begitu terkejut dengan hal ini. Namun, posisinya saat ini sungguh tidak menguntungkan. Posisinya lemah, hanya ada Morgan yang bersama dirinya. Julian seperti sedang menghadapi dua kubu lawan yang menginginkan kematiannya. Dan sekarang, dia sed
Perhatian Joseph dan Julian terfokus pada Camila yang datang dengan berderai air mata.Wanita itu langsung meminta Morgan untuk mengantarnya ke mansion ketika dia tahu bahwa Julian sedang berada di tempat tersebut untuk menghentikan Joseph yang sedang berusaha merusak kenangan Georgina.“Hentikan apa pun yang kalian lakukan!” jerit Camila untuk kedua kali.“Nona,” panggil Morgan seraya menahan tangan Camila yang berjalan mendekat ke arah dua pria yang sedang berkelahi itu.“Lepaskan tanganku!” sentak Camila seraya menepis tangan Morgan. Wanita itu masih terus berjalan ke arah dua pria di hadapannya.Masih tak melepaskan cengkeraman satu sama lain, Julian memberi titah dengan suara keras, “Tetap di tempatmu, Camila!”Wanita itu tersentak. Tak pernah sekalipun dia mendengar Julian membentak dirinya seperti ini. Selama bersama pria itu, Julian selalu memperlakukannya dengan sangat lembut. Keterkejutan itu membuat gerak kaki Camila berhenti. Si wanita menatap nanar pada Julian, seolah tak
Auman Julian seolah menggetarkan seluruh bangunan, mengalahkan deru mesin ekskavator yang sedang mengeruk tanah untuk dijadikan kolam raksasa. Orang-orang yang ada di sana menoleh ke arah sumber suara. Tak terkecuali Joseph yang sedang mengawasi para pekerja. Saat melihat Julian berdiri di sana dalam keadaan masih benyawa, perlahan sudut bibir pria itu terangkat, membentuk senyum miring sarat kepuasan.“Hentikan apa pun yang sedang kalian lakukan!” perintah Julian dengan suara menggelegar, seraya melotot pada para pekerja.Deru mesin ekskavator pun berhenti saat si Operator mematikannya. Mereka tahu siapa pria yang baru saja berteriak memberi perintah itu. Memangnya siapa yang tidak mengenal wajah Julian Blight? Pengusaha sukses yang wajahnya wara-wiri di berbagai media cetak maupun elektronik. Terlebih lagi beberapa pekan terakhir, di mana Julian dikabarkan meninggal dunia dalam tragedi Pulau Horsche. Dan ketika mereka melihat sosok itu kini sedang berdiri menghadap mereka dengan tat
“Jangan membuat ekspresi seperti itu!” Joseph menarik satu sudut bibirnya ke atas. “Harusnya kausenang, Juan. Bukankah ini yang kau harapkan? Aku kembali ke sini sebagai Joseph Blight,” ujar Joseph saat melihat raut bertanya-tanya di wajah Juan.“Oh, ya. Tentu saja.” Juan mengangkat alis sambil mengalihkan perhatian dari Joseph. “Aku sangat senang akhirnya kau bersedia kembali ke sini,” lanjut pria tua itu.“Dan karena aku sudah kembali, maka aku mau semua yang ada di sini harus sesuai dengan apa yang kuinginkan,” ucap Joseph lagi.Jika boleh jujur, pria tua itu memiliki firasat yang tidak baik tentang kembalinya Joseph ke mansion tersebut. Bagaimana seseorang yang beberapa waktu lalu masih terlihat sangat membenci keluarga Blight, kini dengan enteng menyatakan bahwa dia akan menyematkan nama itu di belakang namanya. Juan memang sudah terlalu tua untuk berdebat, namun pria itu tidak sebodoh yang dikira sehingga akan percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Joseph. Kendati demikia
“Benar-benar tidak ada yang berubah dari mansion ini sejak belasan tahun yang lalu,” ujar Joseph seraya terus mengayun langkah mengikuti kaki Esme yang berjalan cepat di depannya.“Tuan Julian melarang kami melakukan apa pun yang dapat mengubah tata letak bangunan ini, Tuan. Jika ada kerusakan, Tuan Julian selalu memerintahkan para pekerja untuk memperbaikinya seperti sedia kala. Harus sama persis, dan Tuan Julian tidak akan menolerir kesalahan sedikit pun. Begitulah yang sering dibicarakan oleh para pelayan di mansion ini,” sahut Esme panjang lebar, tanpa diminta oleh Joseph.Joseph melirik pada gadis belia itu. Diam-diam, pria tersebut menyunggingkan senyum samar. Gadis ini sepertinya mewarisi sifat ceria dan cerewet dari ibunya. Wajah Esme dan Gracia memang tidak begitu mirip, namun pembawaan gadis itu Gracia sekali.Kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling, Joseph tertarik untuk mendengar lebih banyak cerita tentang apa saja yang sudah terjadi di mansion ini. Salah satunya adal
“Kau yakin orang yang kau lihat adalah Julian Blight?” tanya Dreyfus, meski dia yakin Monica tidak akan jauh-jauh datang ke markas hanya untuk berbohong mengenai masalah ini.“Kau pikir aku buta, hah?!” Wanita itu justru terlihat semakin murka. “Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Dan aku sangat yakin bahwa kedua mataku masih dapat berfungsi dengan normal, Dreyfus Eastwood!” desisnya.Mendengar suara Monica melengking dengan emosi yang meledak-ledak, sama sekali tak membuat Dreyfus goyah. Pria itu masih tetap terlihat sangat tenang, bahkan sempat menyunggingkan senyum samar di sudut bibirnya.“Aku tidak meragukan itu, Monica.” Dreyfus terkekeh renyah. Kemudian, pria itu menarik napas dalam dan berkata, “Kami akan segera menyelesaikannya.”“Bagus! Dan aku tidak ingin mendengar alasan lagi bahwa keberadaan Julian Blight sulit untuk kalian lacak!” desak Monica.“Aku mengerti,” balas Dreyfus.Terkadang, mengalah bukan berarti kalah. Begitu pun dengan yang dilakukan Dreyfus. Untuk