Share

Bab 3. The Gladiators

Penulis: Rusmiko157
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-27 11:47:04

Sudah tiga minggu sejak dirinya sadar, Joseph hanya menghabiskan waktu di tempat tidur. Belum sekali pun dia menghirup udara segar di luar ruangan. Dengan alasan medis, Dreyfus menurunkan perintah kepada anak buahnya untuk menjaga Joseph tetap berada di dalam ruangan. Hingga saat merasa dirinya sudah cukup kuat untuk berkeliling, Joseph mencoba bernegosiasi untuk bisa keluar.

"Dengan kondisi seperti ini, kalian pikir aku bisa melarikan diri?" Merasa seperti tahanan, Joseph kesal ketika permintaannya untuk keluar ruangan ditolak oleh anak buah Dreyfus yang berjaga di depan pintu.

"Maaf, Sir. Kami hanya menjalankan perintah," ucap salah satu dari mereka.

"Dreyfus, hah? Dia tidak ada di sini. Aku hanya akan keluar sebentar. Aku butuh udara segar," kata Joseph.

Kalaupun ingin kabur, Joseph tidak akan gegabah. Dia perlu mempelajari medan terlebih dahulu. Untuk sekarang, dia hanya ingin melihat-lihat. Dia ingin tahu di mana dirinya berada saat ini.

"Maaf, Sir--"

"Aku dengar seseorang menyebut namaku," ujar seorang pria dari selasar. Dreyfus.

Joseph dan kedua pria berjas hitam di depan pintu sontak melihat ke arah sumber suara. Dua anak buah Dreyfus mengangguk hormat pada sang tuan.

"Aku ingin menghirup udara segar," kata Joseph tanpa basa-basi.

Dreyfus menatap dua anak buahnya. Tanpa mengatakan apa pun, dua pria berjas hitam itu langsung mengerti. Mereka mengangguk lantas meninggalkan Dreyfus dan Joseph.

Sepeninggal dua orang itu, Dreyfus memandang Joseph dari ujung kepala hingga ujung kaki. Pria itu sudah tampak sehat. Sekejap kemudian Dreyfus tersenyum lebar.

"Ikut aku!" Dreyfus menelengkan kepala lantas merangkul bahu Joseph dan membimbingnya melangkah.

"Kau ingin menghirup udara segar, bukan?" Dreyfus melepaskan bahu Joseph lantas memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sambil terus melangkah.

"Aku bosan selalu berada di ruangan itu," jawab Joseph.

Pria berjambang itu terkekeh mendengar jawaban Joseph.

"Kau benar. Sudah terlalu lama kau beristirahat. Tubuhmu," Dreyfus menoleh lantas membuat gestur seolah sedang membaui tubuh Joseph, "bau obat."

Malas menanggapi, Joseph lebih tertarik menoleh ke sebuah ruangan di mana dia mendengar suara gaduh semacam orang yang sedang berkelahi. Langkah kakinya pun berbelok ke ruangan yang ada di sisi kirinya tersebut.

Tidak ingin mencegah, Dreyfus hanya tersenyum kecil sembari mengikuti Joseph. Pria yang memiliki kekuasaan tertinggi di tempat tersebut, membiarkan Joseph diam mengamati apa yang terjadi di dalam ruangan.

"Mereka sedang berlatih," ujar Dreyfus.

Joseph berpaling, tapi tidak tampak ingin menanggapi. Dua orang yang sedang duel di tengah ring lebih menarik perhatiannya. Seorang pria melawan seorang wanita, tapi keduanya tampak memiliki kekuatan yang seimbang. Bahkan beberapa kali dia bisa melihat tubuh si pria terpental karena tendangan si wanita.

"Kerahkan seluruh kemampuanmu, Anak Manis!" Wanita itu berseru sambil tersenyum miring, menatap remeh lawannya.

"Aku tidak menghajar wanita di atas ring, Sayang." Pria itu balas menyeringai. "Aku menghajarnya di atas ranjang. Mau mencoba?" Pria itu membuka telapak tangan lantas memberi isyarat pada si wanita untuk maju.

"Pastinya wanita itu bukan aku." Dalam satu kedipan, kaki wanita tersebut sudah mengarah kepada lawannya.

Tendangan memutar yang cukup keras itu berhasil ditangkap oleh si pria. Cukup dengan satu serangan balik, pria itu berhasil menjatuhkan lawan. Pria tersebut mengunci pergerakan si wanita di atas matras.

"Sudah kukatakan kalau aku lebih suka menghajar wanita di atas ranjang," desis si pria.

Wanita berambut kecoklatan itu terlihat kesulitan membebaskan diri dari kuncian. Tampak bahwa dia sudah menyerah, dengan berhenti melakukan perlawanan. Namun, tiba-tiba saja wanita itu menarik kedua kaki lantas menyilangkannya ke punggung si pria. Bagaikan roda yang berputar, wanita itu membelit tubuh si pria dengan kaki, lantas bertolak dengan kedua tangan yang menapak matras. Gerakan kilat dan lentur si wanita mampu membalik keadaan. Tubuh si pria terbanting, dengan posisi terkunci. Siku wanita itu menekan leher si pria.

"Ini bukan ranjang, Anak Manis. Ini adalah ring. Siapa lengah, dia kalah!" desis wanita itu.

Tontonan yang sangat menarik bagi Joseph. Dia menyukai interaksi keduanya saat bertarung. Jelas sekali terlihat bahwa dua orang itu sudah sangat terlatih.

"Helena dan Jacob," tutur Dreyfus, "dua gladiator terbaikku. Untuk saat ini."

"Gladiator?" Kening pria itu berkerut.

Dreyfus tersenyum tipis. "Anggap saja kami adalah ... 'tangan hitam' para penguasa."

Pria berjambang itu menunjuk dua orang di atas ring dengan dagunya sambil berkata, "They are the executors."

Kerutan di dahi Joseph semakin dalam. Otaknya masih mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Dreyfus.

Lalu, Dreyfus menepuk bahu Joseph dan membawanya keluar dari ruangan tersebut.

"Kita akan membahasnya lagi lain waktu," ujar Dreyfus.

Seiring dengan kaki yang terus melangkah, kedua mata Joseph terus berselancar memperhatikan ruangan demi ruangan yang mereka lewati. Rasanya mereka sudah berjalan cukup jauh, tapi tidak kunjung menemukan pintu keluar. Selasar yang mereka lalui terlihat seperti sebuah markas agen-agen rahasia pemerintah. Setidaknya, begitulah yang ada dalam pikiran pria berusia tiga puluh tahun tersebut.

Mereka masuk ke dalam lift, lalu keluar setelah kotak besi itu membawa mereka ke lantai yang paling tinggi. Berjalan menyusuri ruangan luas dengan atap berbentuk oval yang tingginya terasa tidak wajar, Dreyfus berjalan dengan sangat tenang. Berbeda dengan Joseph yang takjub melihat beberapa burung besi dengan berbagai jenis berjejer di kanan dan kiri ruangan tersebut. Tiga helikopter dan satu jet tempur. Tidak salah lagi, ini adalah hangar.

Sebuah pintu besi dengan kunci digital terbuka setelah Dreyfus menempelkan telapak tangannya pada scanner, menampilkan pemandangan yang cukup membuat Joseph tercengang. Pohon-pohon tinggi menjulang memenuhi ruang sejauh matanya memandang. Mereka tidak sedang berada di dalam hutan, tapi di atas hutan atau lebih tepatnya gunung. Hamparan hutan di bawahnya tampak seperti permadani hijau pekat yang terhampar begitu cantik. Tempat yang sangat asing dalam pandangannya.

"Kau terkejut?" Dreyfus tersenyum tipis melihat reaksi Joseph.

"Siapa sebenarnya kalian?" selidik Joseph.

Dreyfus berhenti di dekat pagar pembatas, disusul Joseph yang berdiri di sebelahnya.

Pria berjambang itu menyilangkan tangan di atas pembatas. "Aku sudah menjawab pertanyaan itu sebelum kau bertanya, Nak. Apa luka di kepalamu membuat daya ingatmu menurun?" ucap Dreyfus sarkas.

Jawaban Dreyfus tidak membuat Joseph puas. Pria disampingnya itu semakin membuatnya penasaran.

"Jika kau ingin tahu lebih banyak, segera pulihkan tubuhmu. Aku ingin mencoba kemampuanmu pada Helena dan Jacob. Aku ingin kau menjadi salah satu gladiatorku," ujar Dreyfus.

Cahaya matahari yang memantul pada iris mata pria berjambang itu semakin menambah kesan dominan darinya. Joseph bertanya-tanya dalam hati. Apa itu artinya dia akan diadu di sini?

Sesaat kemudian, Joseph tersenyum masam sambil membuang pandangan ke arah hutan.

"Maaf, aku tidak tertarik," ujarnya.

Dreyfus menghela napas pelan lalu melempar pandangan ke arah yang sama dengan Joseph.

"Sayangnya... kau tidak punya pilihan lain, Nak," kata Dreyfus.

Joseph berpaling cepat. "Apa maksudmu?"

"Kau berhutang nyawa padaku. Dan semua pengobatan yang kau jalani," Dreyfus memiringkan tubuh ke arah Joseph, "tidak gratis."

Rahang Joseph mengeras mendengar apa yang dikatakan oleh Dreyfus.

"Aku tidak pernah memintamu untuk menyelamatkanku. Jadi aku tidak berhutang apa pun padamu," desis Joseph.

Dreyfus terkekeh. "Dan aku baru saja membuatmu berhutang," tukasnya.

Geram, Joseph menatap bengis pada pria di hadapannya itu. Dia tidak berhutang apa pun! Bagi Joseph, hidup dan mati adalah takdir. Jadi tidak ada istilah "berhutang nyawa" dalam hidupnya.

"Aku tidak akan melakukannya!" tegas Joseph.

Pria itu berbalik, berjalan beberapa langkah lalu berhenti ketika Dreyfus mengeluarkan kata-katanya lagi.

"Joseph Hunter. Memiliki nama asli Joseph Blight. Putra dari istri kedua Markus Blight. Ibunya membunuh istri pertama Blight sehingga dia diusir dari istana Blight oleh pewaris tahta Blight Corporation, Julian Blight. Memilih hidup menyendiri dan bekerja sebagai mekanik di sebuah bengkel kecil. Menikah dengan Camila Reyes, putri tunggal miliarder Andrew Reyes yang tidak direstui oleh ayah mertuanya. Lalu, menjadi duda tepat pada hari pertamanya menikah." Dreyfus berbalik, bersandar pada pembatas dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. "Sayang sekali, Markus Blight tidak memiliki kesempatan untuk menyaksikan kesengsaraan putranya."

Kedua tangan Joseph mengepal kuat. Dia tidak akan bertanya dari mana Dreyfus mengetahui semua informasi tentang dirinya, mengingat apa yang dimiliki pria itu. Namun, dia tetap tidak akan menuruti apa yang dikatakan oleh pria tersebut.

Ketika dia hendak melanjutkan langkah, Dreyfus berujar lagi.

"Kau yakin tidak ingin membalas kematian istrimu?"

Bab terkait

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 4. The Four Horsemen

    Pembalasan dendam yang ditawarkan oleh Dreyfus sungguh menggelitik batin Joseph. Pria itu berhenti melangkah tanpa memalingkan wajah. Dia tahu, kematian Camila tak lepas dari ulah ayah mertuanya, Andrew Reyes. Bukan Camila yang seharusnya mati, melainkan dirinya. Camila hanyalah korban, dan dia yakin bahwa Andrew tidak akan pernah memberi perintah kepada orang-orangnya untuk menghabisi nyawa putri kesayangannya.“Tidak akan mudah untuk mendekati Andrew Reyes, Hunter. Aku tahu dia sangat membencimu karena telah membawa lari putrinya. Dan aku bisa membantumu untuk melakukan hal itu,” imbuh Dreyfus.Kedua tangan Joseph mengepal semakin kuat seiring dengan rahangnya yang mengetat. pria itu sangat menahan diri untuk tidak membalik badan, namun provokasi dari Dreyfus begitu mendistraksi pikiran.Sungguh! Joseph tidak ingin menjadi budak pria tua itu. Dia tidak mau diperdaya oleh Dreyfus untuk menjadi kacung yang tunduk pada perintah pria tersebut. Karena dia sangat yakin, sekali dirinya ter

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-27
  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 5. The Demon

    Pada hari-hari tertentu, Dreyfus mengizinkan anak buahnya untuk berpesta. Hal ini dilakukan agar mereka tidak terlalu tertekan dalam melaksanakan tugas masing-masing. Carnicero memang bukan organisasi resmi yang didirikan oleh pemerintah. Namun, pekerjaan yang mereka ambil terkadang lebih berat dari pekerjaan badan intelijen pemerintah atau pasukan elit angkatan bersenjata di bawah naungan NAVY SEAL.Bagi anak buah Dreyfus, meski pesta semacam itu hanya diadakan di bar yang ada di markas, namun terasa sangat menghibur. Mereka bisa merilekskan otak dan otot setelah menjalankan misi yang bahkan beberapa dari mereka melakukan misi selama berbulan-bulan. Kembali dan disambut dengan pesta sederhana seperti itu, membuat hubungan di antara mereka semakin erat. Tak hanya sebagai rekan kerja namun juga sebagai keluarga.Candaan dan tingkah konyol beberapa orang membuat yang lain turut tertawa terbahak-bahak. Satu-satunya orang yang tampak tak menikmati pesta tersebut hanyalah Joseph. Pria itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-27
  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 6. Hypnotic

    Jill sama sekali tidak terlihat seperti sedang bercanda ketika mengatakan bahwa Dreyfus akan menyerahkan misi tersebut kepada mereka. Wanita itu justru terlihat begitu antusias. Hanya saja … Joseph tak memiliki bayangan apa pun tentang misi yang dibicarakan oleh Jill.Apa yang harus dia lakukan dalam misi itu? Menghabisi nyawa seseorang? Meratakan markas kartel yang menguasai sebagian besar wilayah Amerika Selatan itu dengan bom berdaya ledak tinggi? Atau dia harus datang ke markas The Demon untuk berduel dengan anggota kartel tersebut?Joseph sama sekali tak mengerti. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Entahlah, Joseph merasa bahwa dia tidak seharusnya berada di tempat itu. Misi, kerjasama dengan pemerintah … itu semua omong kosong!“Dreyfus berjanji padaku bahwa dia akan memberiku jalan untuk membalas dendam kepada Andrew Reyes. Aku tidak seharusnya berada di dalam misi itu,” sangkal Joseph.Jill mengibas tangan di depan wajah dengan senyum miring saat berpaling sekejap dari

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 7. Pretty Predator

    Tidak seperti yang Joseph pikirkan sebelumnya. Penampilan Jill memang sangat menipu. Paras cantik serta tubuh indah yang dikombinasikan dengan pakaian seksi, nyatanya menyembunyikan sosok predator yang sangat berbahaya di dalam diri wanita itu.Jika semula Joseph meremehkan kemampuan wanita itu hanya berdasarkan apa yang dia lihat dari luar, maka sekarang Joseph harus membuang stigma itu dari dalam pikirannya. Jika Jacob dan Helena terlihat tangguh dalam sekali lihat, maka dia harus mengenal Jill terlebih dahulu untuk bisa melihat kemampuan wanita itu yang sesungguhnya.Tak hanya ahli dalam menembak. Jill juga memiliki kemampuan bela diri yang sangat mumpuni. Malah bisa dikatakan kalau Jill memiliki hal lain yang membuat kemampuan berkelahinya menjadi semakin hebat. Wanita itu menggunakan pesonanya untuk memancing kelengahan lawan lalu menyerang tanpa ampun.“Tunjukkan kemampuanmu!” Di tengah matras, Jill memasang posisi kuda-kuda dengan senyum manis yang mengeluarkan aura mematikan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 8. We are Family

    “Apa kau bilang?” tanya Joseph saat tak begitu jelas mendengar apa yang diucapkan oleh Jill. Pria itu lantas mengangkat badan, duduk sambil melepas napas panjang seolah merasa begitu lega bisa bernapas kembali dengan baik.Wanita itu berpaling dengan bibir yang setengah terbuka. Kemudian dia menjilat bibir bawah dan menjawab, “Bukan apa-apa. Aku hanya mengatakan kau harus banyak berlatih. Kemampuan bertarungmu masih perlu diasah lagi. Fokusmu juga kurang baik. Dan satu lagi! Dalam bertarung, jangan pernah menggunakan hati. Empati bisa membuatmu mati!”Sungguh pandai Jill bermain kata-kata. Meski dari sikap dan tatapannya, wanita itu terlihat sangat jelas mengagumi Joseph. Namun, lidah wanita tersebut tetap terkontrol untuk memainkan kata.Mungkin benar, Joseph sudah tidak asing lagi dengan perkelahian jalanan. Namun secara teknik, melawan Jill saja dia masih kuwalahan. Ya, Joseph menyadari hal itu.“Aku tahu,” sahut Joseph.“Berlatihlah lebih banyak. Jadi ketika perintah untuk melakuk

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 9. Worth It

    Meninggalkan Joseph di ruang berlatih, Jill masih mengenakan pakaian latihan kala menemui Dreyfus. Wanita itu melangkah dengan anggun. Dadanya tampak membusung, punggung tegak, dan dagu terangkat. Jill mengayun kaki jenjangnya menuju ruang kerja Dreyfus yang terletak cukup jauh dari tempatnya berlatih bersama Joseph.Ruang kerja Dreyfus terlihat jauh dari tempat berlatih karena untuk menuju ke sana, perlu melewati beberapa pintu serta lorong yang bisa menyesatkan siapa saja yang belum hafal dengan markas Carnicero. Oh, dan jangan lupakan bahwa Jill harus menaiki lift untuk dapat menjangkau tempat tersebut. Bahkan Joseph sekalipun belum pernah datang ke ruang kerja Dreyfus. Hanya beberapa orang yang memiliki akses khusus yang bisa datang ke sana. Para Gladiator adalah salah satunya.Setelah berjalan melewati jalur yang berputar-putar, Jill tiba di depan sebuah pintu besi dengan kunci digital yang ada di samping pintu. Dia harus menekan beberapa kombinasi angka untuk membuat pintu itu t

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 10. Longing

    Semua sudah diserahkan kepada Jill. Pelatihan yang akan dia berikan kepada Joseph, tentu tak hanya dalam hal beladiri. Seorang Gladiator tak hanya harus memiliki kemampuan bertarung yang mumpuni. Tak jarang mereka harus melakukan aksi spionase yang mana itu membutuhkan keahlian menyamar dan membaur yang baik.Setelah pembicaraannya dengan Dreyfus, Jill kembali ke kamar untuk membersihkan diri. Letak kamar yang bersebelahan dengan milik Joseph, membuat gerak kaki wanita itu terhenti ketika tiba di depan pintu. Dia tidak tahu apakah Joseph sudah kembali ke kamar atau belum. Namun, ada hal yang menggelitik di dalam batin Jill hingga wanita itu nekat mengayun kaki ke kamar yang bukan miliknya, yaitu kamar Joseph.Perlahan, dia gerakkan tangan ke arah gagang pintu dan menyentuhnya dengan hati-hati. Saat sudah mendarat di sana, Jill tak langsung memutarnya. Wanita itu menipiskan bibir sambil mengumpat dalam hati.“Apa yang terjadi padaku?” gumam Jill seraya melepaskan tangan dari gagang pin

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 11. Succeed or Die

    “Apa yang kau lakukan di kamarku?” Joseph melipat tangan di depan dada sambil menatap Jill dengan mata menyipit. Menelisik alasan wanita itu masuk ke kamar bahkan berani merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Jill tampak membuka dan menutup mulut seperti seekor ikan. Ingin mengatakan sesuatu namun tak ada sepatah kata pun yang mampu terucap dari lisan. Ini sangat bukan Jill yang biasanya. Tertangkap basah saat menyelinap ke tempat yang tidak seharusnya dia datangi adalah hal biasa. Namun dia selalu mendapatkan cara untuk mengelak dan mencari alasan untuk menutupi maksud yang sesungguhnya.Hanya saja … saat berhadapan dengan Joseph, apalagi tertangkap basah oleh pria tersebut, Jill mendadak kehilangan kemampuan itu. Tubuhnya seakan lumpuh, tak dapat bergerak ataupun berbicara.“Kenapa kau ada di sini?” tandas Joseph lagi dengan tatapan kian menajam. Pria itu menggulir pandangan ke sekeliling, seperti sedang mencari sesuatu yang dirasa tak biasa ada di sana atau sesuatu yang sekarang leny

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20

Bab terbaru

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 147. God's Scenario

    Ruangan itu terasa begitu sunyi meskipun ada orang di sana. Joseph baru saja menunjukkan pada Camila sebuah rekaman asli yang diambil dari markas The Demon pada saat penyerangan. Dalam rekaman itu terlihat dengan jelas, peluru dari senjata siapa yang melesat dan menewaskan Andrew Reyes. Tangan Camila gemetar ketika perempuan itu menyingkirkan ponsel yang disodorkan oleh Joseph. “Cukup,” lirih wanita itu dengan bibir pucat yang bergetar, seraya memejamkan mata rapat-rapat. “Dengar, Camila.” Joseph mengubah posisi duduknya menjadi serong ke arah sang istri. Dia ambil tangan Camila lalu menggenggamnya. “Selain ibuku, kau adalah orang yang paling mengenal diriku. Saat aku mengatakan bahwa aku tidak membunuh ayahmu, maka aku mengatakan yang sebenarnya. Aku berada dalam dilema besar antara tugas dan dirimu. Dan aku memang tidak akan sanggup melakukannya,” tutur pria itu. Dalam keadaan kelopak mata yang masih terpejam, Camila melepas napas dalam. Bulir air mata menetes dari celah netra, s

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 146. Love Really Sucks

    Tubuh Jill terempas dan menabrak Joseph. Kuatnya entakan peluru itu membuat si wanita ambruk seketika.“Jill!” seru rekannya yang lain.Dreyfus yang waktu itu masih berada di jarak lumayan jauh pun langsung berlari mendekat untuk melihat kondisi gladiatornya.“Apa yang kau lakukan?” Joseph memangku kepala wanita itu sambil menatap khawatir. Beberapa kali perhatiannya terdistraksi oleh darah segar di perut Jill.Jacob menekan kuat luka tembak itu untuk meminimalisir darah yang keluar. Kendati demikian, darah yang terlanjur mengucur sudah cukup banyak dan membuat wanita itu tampak begitu kesakitan.“Bagaimana kondisinya?” tanya Dreyfus seraya menekuk lutut di dekat Jill.“Aku butuh sesuatu untuk menyumbat luka ini,” ujar Jacob saat melihat darah yang tetap merembes dari bawah telapak tangannya, meski luka itu sudah dia tekan cukup kuat.Mendengar penuturan rekannya itu, Joseph langsung melepas kaus yang dia kenakan dan memberikannya kepada Jacob.“Gunakan ini,” kata Joseph.Dengan sigap

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 145. A Killer

    Senyum miring di bibir pria itu membuat Dreyfus tak bisa berkata-kata. Wajah Abram Federov tentu sudah tidak asing lagi baginya. Namun, sosok di sisi yang berlawanan dengan Abram lah yang membuat Dreyfus tercengang bukan main. Pria yang tampak seperti sedang tersenyum lebar, namun hanya satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas.“Remember me?” Pertanyaan itu terdengar sangat bodoh di telinga Dreyfus. Ah, dan jangan lupakan Jacob serta Helena yang juga membuka bibir dengan kelopak mata melebar. Ekspresi yang sama dengan yang ada di wajah Dreyfus.“Ini tidak mungkin,” gumam Jacob.“Aku pikir dia sudah mati,” timpal Helena.“Aku seperti melihat hantu,” balas Jacob dengan netra tak lepas dari sosok itu.Tak jauh dari kedua gladiator itu, Jill terlihat seperti berusaha mengingat siapa pria yang sedang tersenyum puas melihat keterkejutan mereka. Jill tidak tahu siapa pria itu. Namun, dia merasa seperti pernah melihat wajah ini di suatu tempat. Untuk itu, Jill berusaha menggali ingatan tent

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 144. Miss Secretary

    Melihat dua putra Blight saling mengacungkan senjata, bukanlah hal yang aneh untuk Dreyfus dan para gladiatornya. Karena mereka sudah sama-sama tahu bahwa ini adalah tujuan Joseph kembali ke mansion. Yaitu untuk memancing Julian keluar dari tempat persembunyian lalu menuntaskan misi.Hanya saja, untuk pihak lain yang saat itu juga ada di sana, pemandangan ini menjadi hal yang sangat menarik untuk disaksikan. Orang-orang The Assassin serempak menurunkan senjata—meski tetap tidak mengurangi kewaspadaan, demi untuk dapat melihat duel senjata ala koboi yang dilakukan Julian dan Joseph.“Ini akan menjadi tontonan yang menarik,” gumam Federov seraya menoleh pada pria di sampingnya.Di depan sana, Julian tampak sangat marah. Sebenarnya, dia sudah tidak begitu terkejut dengan hal ini. Namun, posisinya saat ini sungguh tidak menguntungkan. Posisinya lemah, hanya ada Morgan yang bersama dirinya. Julian seperti sedang menghadapi dua kubu lawan yang menginginkan kematiannya. Dan sekarang, dia sed

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 143. Are We on the Same Side?

    Perhatian Joseph dan Julian terfokus pada Camila yang datang dengan berderai air mata.Wanita itu langsung meminta Morgan untuk mengantarnya ke mansion ketika dia tahu bahwa Julian sedang berada di tempat tersebut untuk menghentikan Joseph yang sedang berusaha merusak kenangan Georgina.“Hentikan apa pun yang kalian lakukan!” jerit Camila untuk kedua kali.“Nona,” panggil Morgan seraya menahan tangan Camila yang berjalan mendekat ke arah dua pria yang sedang berkelahi itu.“Lepaskan tanganku!” sentak Camila seraya menepis tangan Morgan. Wanita itu masih terus berjalan ke arah dua pria di hadapannya.Masih tak melepaskan cengkeraman satu sama lain, Julian memberi titah dengan suara keras, “Tetap di tempatmu, Camila!”Wanita itu tersentak. Tak pernah sekalipun dia mendengar Julian membentak dirinya seperti ini. Selama bersama pria itu, Julian selalu memperlakukannya dengan sangat lembut. Keterkejutan itu membuat gerak kaki Camila berhenti. Si wanita menatap nanar pada Julian, seolah tak

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 142. Death Glare

    Auman Julian seolah menggetarkan seluruh bangunan, mengalahkan deru mesin ekskavator yang sedang mengeruk tanah untuk dijadikan kolam raksasa. Orang-orang yang ada di sana menoleh ke arah sumber suara. Tak terkecuali Joseph yang sedang mengawasi para pekerja. Saat melihat Julian berdiri di sana dalam keadaan masih benyawa, perlahan sudut bibir pria itu terangkat, membentuk senyum miring sarat kepuasan.“Hentikan apa pun yang sedang kalian lakukan!” perintah Julian dengan suara menggelegar, seraya melotot pada para pekerja.Deru mesin ekskavator pun berhenti saat si Operator mematikannya. Mereka tahu siapa pria yang baru saja berteriak memberi perintah itu. Memangnya siapa yang tidak mengenal wajah Julian Blight? Pengusaha sukses yang wajahnya wara-wiri di berbagai media cetak maupun elektronik. Terlebih lagi beberapa pekan terakhir, di mana Julian dikabarkan meninggal dunia dalam tragedi Pulau Horsche. Dan ketika mereka melihat sosok itu kini sedang berdiri menghadap mereka dengan tat

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 141. Rise from Hell

    “Jangan membuat ekspresi seperti itu!” Joseph menarik satu sudut bibirnya ke atas. “Harusnya kausenang, Juan. Bukankah ini yang kau harapkan? Aku kembali ke sini sebagai Joseph Blight,” ujar Joseph saat melihat raut bertanya-tanya di wajah Juan.“Oh, ya. Tentu saja.” Juan mengangkat alis sambil mengalihkan perhatian dari Joseph. “Aku sangat senang akhirnya kau bersedia kembali ke sini,” lanjut pria tua itu.“Dan karena aku sudah kembali, maka aku mau semua yang ada di sini harus sesuai dengan apa yang kuinginkan,” ucap Joseph lagi.Jika boleh jujur, pria tua itu memiliki firasat yang tidak baik tentang kembalinya Joseph ke mansion tersebut. Bagaimana seseorang yang beberapa waktu lalu masih terlihat sangat membenci keluarga Blight, kini dengan enteng menyatakan bahwa dia akan menyematkan nama itu di belakang namanya. Juan memang sudah terlalu tua untuk berdebat, namun pria itu tidak sebodoh yang dikira sehingga akan percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Joseph. Kendati demikia

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 140. Noisy Girl

    “Benar-benar tidak ada yang berubah dari mansion ini sejak belasan tahun yang lalu,” ujar Joseph seraya terus mengayun langkah mengikuti kaki Esme yang berjalan cepat di depannya.“Tuan Julian melarang kami melakukan apa pun yang dapat mengubah tata letak bangunan ini, Tuan. Jika ada kerusakan, Tuan Julian selalu memerintahkan para pekerja untuk memperbaikinya seperti sedia kala. Harus sama persis, dan Tuan Julian tidak akan menolerir kesalahan sedikit pun. Begitulah yang sering dibicarakan oleh para pelayan di mansion ini,” sahut Esme panjang lebar, tanpa diminta oleh Joseph.Joseph melirik pada gadis belia itu. Diam-diam, pria tersebut menyunggingkan senyum samar. Gadis ini sepertinya mewarisi sifat ceria dan cerewet dari ibunya. Wajah Esme dan Gracia memang tidak begitu mirip, namun pembawaan gadis itu Gracia sekali.Kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling, Joseph tertarik untuk mendengar lebih banyak cerita tentang apa saja yang sudah terjadi di mansion ini. Salah satunya adal

  • JOSEPH HUNTER (Fight for Trust)   Bab 139. Taking Over the Throne

    “Kau yakin orang yang kau lihat adalah Julian Blight?” tanya Dreyfus, meski dia yakin Monica tidak akan jauh-jauh datang ke markas hanya untuk berbohong mengenai masalah ini.“Kau pikir aku buta, hah?!” Wanita itu justru terlihat semakin murka. “Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Dan aku sangat yakin bahwa kedua mataku masih dapat berfungsi dengan normal, Dreyfus Eastwood!” desisnya.Mendengar suara Monica melengking dengan emosi yang meledak-ledak, sama sekali tak membuat Dreyfus goyah. Pria itu masih tetap terlihat sangat tenang, bahkan sempat menyunggingkan senyum samar di sudut bibirnya.“Aku tidak meragukan itu, Monica.” Dreyfus terkekeh renyah. Kemudian, pria itu menarik napas dalam dan berkata, “Kami akan segera menyelesaikannya.”“Bagus! Dan aku tidak ingin mendengar alasan lagi bahwa keberadaan Julian Blight sulit untuk kalian lacak!” desak Monica.“Aku mengerti,” balas Dreyfus.Terkadang, mengalah bukan berarti kalah. Begitu pun dengan yang dilakukan Dreyfus. Untuk

DMCA.com Protection Status