Di ruang meeting ukuran kecil itu disana ada Dariel, Dewa dan Richard yang duduk mengelilingi meja bundar. Diatas meja itu terdapat proyektor, laptop dan berserakan berkas-berkas. Meeting ini tidak begitu kaku, yang penting nyaman, karena pembahasan meeting ini rencana Dariel untuk memberantas orang-orang yang terlibat dalam penggelapan dana. Apakan ini bisa disebut meeting? Anggap saja begitu. Jika biasa kita temukan penggelapan dana itu dilakukan oleh satu hingga dua orang dalam satu perusahaan, tapi Dewa menemukan jika yang melakukan penggelapan dana itu banyak orang di hampir seluruh anak cabang HP Group di Asia dan semua orang itu saling terkait. “Pertama saya menyelidiki semua proyek yang pernah ditangani oleh HP Group. Dan yang paling sering terlibat di setiap proyek itu adalah pak Bowo, dia bagian Legal di HP anehnya dia selalu terlibat di setiap proyek.” Dewa menghentikan penjelasannya. “I don’t know, apakah memang di HP Group ini orang Legal bisa terlibat di setiap proy
“Ngga nyangka acara Rising Star our Company tinggal 8 hari lagi.”“hm.”Kalya mengeluarkan makanan yang ada di dalam lunch bag. Ia menata makanan itu di atas meja.Sudah menjadi rutinitas sehari-hari jika Kalya akan menyediakan makanan di jam makan siang untuk Brian. Brian tidak meminta untuk disediakan makanan hasil masak Kalya setiap hari, delivery food juga tidak masalah.Dulu ia pernah menyarankan Kalya untuk delivery food, niatnya baik hanya tidak ingin membuat Kalya terlalu lelah dan bangun terlalu pagi, namun karena Kalya tersinggung mereka jadi bertengkar lagi, padahal baru saja 3 hari dari mereka baikan dulu.Flashback“Bangun jam berapa?” tanya Brian sambil melihat Kalya yang sedang menyiapkan hasil masakannya untuk mereka santap bersama. Bukan tanpa alasan, tapi ia melihat lingkaran hitam tipis di sekitar mata Kalya. Padahal Kalya sudah mencoba menutupinya menggunakan foundation.“Jam 4 subuh.”“Kalo tidur?”“Semalem kan mas ngajak aku keliling malem-malem, pulang jam 11 ma
Selama lima hari ini Arin dan Lili disibukkan dengan kepengurusan berkas kependudukannya. Arin dan Lili membuat Kartu Keluarga dan KTP yang baru dengan beralamatkan tempat kontrakan Arin. Tidak mudah bagi mereka untuk mengurus berkas itu, dikarenakan berkas pendukungnya juga tidak ada, terutama surat kepindahan.Awalnya Arin dan Lili mengunjungi rumah pak RT dan pak RW untuk meminta surat pengantar untuk pembuatan KK dan KTP. Arin juga bercerita mengenai musibah yang ia alami sehingga memutuskan pindah kesini. Setelah mendapatkan surat pengantar dari RT dan RW, selanjutnya Arin mendatangi kantor kelurahan. Syukurlah saat ke kantor kelurahan juga lancar.Namun kesulitan ia temui saat datang ke kantor kecamatan. Ternyata antriannya cukup panjang dan mereka datang cukup siang, yakni setelah mengambil surat lamaran yang dibuatkan oleh Lina waktu itu. Makanya sudah telat jika mau mengurus berkas.Tidak ada pilihan lain jadinya Arin dan Lili mengurus berkas di kecamatan keesokan harinya. Me
“Tenang aja Li. Interview itu jangan dianggap serius. Kalo kamu ngga diterima kerja disana ntar mbak cariin kerjaan buat kamu.” ucap Lina.“Makasih, mbak.” ucap Lili.Saat ini mereka sedang sarapan bersama. Sama seperti tujuan menginap semalam, Lina mau belajar masak. Buktinya sarapan kali ini Lina yang buat, diajari Arin. Lina membuat yang dasar dulu, yaitu nasi goreng.Sebenarnya Lina tidak terlalu buta dalam memasak. Untuk mengetahui bahan makanan apa saja yang diperlukan memang iya sudah tahu, hanya saja saat membumbuinya selalu tidak pas. Tadi saja nasi gorengnya tidak terasa rasanya, hambar.“Siap mbak. Ngomong-ngomong nasi goreng buatan mbak enak.”Citra tertawa meledek.“Tadi rasanya hambar. Disuruh Arin tambahin garam baru deh ada rasanya.” - Citra“Biarin wleee… Yang penting ini enak.” Lina menjulurkan lidahnya meledek Citra.“Karena mbak lagi seneng karena masakannya enak, biar mbak aja yang anter kamu interview. Sekalian mbak juga mau jajan kue.” - Lina“Beneran gapapa mba
“Bos denger kan apa yang Arin bilang tadi, jadi jangan macem-macem.” ancam Dewa.“Berani lo ngancem gue, hah?” sewot Dariel.Dewa mengangguk cepat.“Mulai sekarang lo mesti hati-hati sama gue, bos. Nyonya besar bisa ngamuk kalo gue ngadu. Apalagi gue punya akses ke bu bos.”“Bangke lo.” Dariel melempar pulpen yang dipegangnya ke arah Dewa. Namun dengan begitu mudahnya Dewa menangkap pulpen itu.Aldo yang tidak mengerti hanya diam saja. Richard sedikitnya paham, namun dia diam saja juga.Baru pertama kali ia melihat Dariel terlihat kesal bukan karena pekerjaan. Biasanya Dariel kesal jika ada karyawannya yang membuat kesalahan fatal, namun ini kejadian langka, Dariel kesal karena wanita. Ternyata kelemahan Dariel bisa juga ada pada wanita.Richard jadi ingin tahu Arin itu orang yang seperti apa. Ia ingin mengucapkan terima kasih, karena ia sudah berhasil mengalihkan atensi Dariel dari orang yang sangat workaholic.“Lo aman sampe maret. Lewat dari bulan maret kalo Arin masih ngga ngabari
Di dalam ruangan berukuran 5x5 itu Lili sedang duduk dengan gelisah. Sudah waktunya untuk interview, tapi pemilik bakery ini katanya sedang ke toilet dan dia di suruh nunggu.15 menit berlalu…Masih belum ada juga.Lili jadi teringat perkataan Arin semalam.‘Kalo kita lama dipanggil untuk interview tapi ngga ada kandidat lain selain kamu yang diinterviewnya, jangan coba-coba pegang ponsel sama harus tetap duduk sopan.’‘Kenapa, kak?’‘Mereka lagi nguji kamu.’Sebenarnya Lili juga tidak paham apa maksud ‘nguji’ yang Arin katakan. Mungkin mereka lagi nguji kesabaran kita.35 menit berlalu…CeklekMendengar ada yang masuk ke dalam ruangan ini, Lili sontak berdiri dan membungkuk sedikit sambil tersenyum kepada orang yang masuk itu. Ada seorang wanita paruh baya yang masuk ke dalam ruangan ini, mungkin sekitar 50 tahun.Wanita itu tersenyum dan menyalami Lili.“Sorry lama nunggu, ya?”Tidak tau harus menjawab apa, Lili hanya tersenyum canggung. Ngangguk takut tersinggung, geleng takut disa
Masih pagi begini Norway Bakery memang belum banyak pengunjung. Lina duduk di pojok dan memesan 2 brownie, 2 cheese cake dan 2 hot chocolate, untuk dirinya dan Lili nanti seusai interview. Lina sengaja mengantar Lili karena ia ingin memberi ruang pada Arin dan Citra untuk mengobrolLina prihatin dengan kisah cinta kedua temannya itu.Pesanan Lina datang. Waitress tersebut meletakkan pesanan Lina di atas meja.“Mbak.” panggil Lina pada waitress itu. “Aku liat biasanya disini pegawainya ada banyak. Kok sekarang dikit ya?”“Iya mbak, kami lagi butuh pegawai juga. Soalnya beberapa pegawai di mutasi oleh pemilik ke cabang yang baru di Jakarta sama Bandung.”“Ohhh pantes… Adek temenku juga lagi diinterview diatas.”“Wah? Mudah-mudahan diterima ya, mbak.”“Aamiin.”Waitress itu pergi melanjutkan pekerjaannya.Lina mulai memakan cheese cakenya. Baru beberapa suap, Lili sudah datang menghampirinya. Lili duduk di hadapan Lina.“Gimana interviewnya?”“Aku diterima mbak. Besok udah bisa mulai ker
“Masya Alloh. Cantiknya pacar orang. Seksi beut.” ucap Dewa yang sedang memegang ponselnya sambil menscroll foto yang dikirim Citra.Dewa menggelengkan kepalanya dan sesekali berdecak kagum. Dewa berkata seperti itu sengaja menggoda Dariel dan membuat Dariel penasaran.“Itu foto Arin apa Citra?”“Ck. Ck. Ck. Cantiknya masya alloh sekali.” Dewa menghiraukan Dariel dan terus mengagumi foto Citra yang menggunakan dress biru.Tidak mungkin Dewa memuji wanita lain cantik padahal kekasihnya juga cantik. Apalagi memuji Arin, mana berani dia, yang ada nanti Dewa dihajar Dariel.Dariel yang tak tahan diabaikan Dewa bangkit dari duduknya dan berjalan menuju Dewa. Dariel merampas ponsel Dewa. Melihat ponselnya dirampas begitu saja, Dewa hanya bisa diam dan berdecih.Melihat foto-foto itu, Dariel menscroll hingga menemukan foto Arin. Saat melihat foto itu Dariel menganga.Bagaimana Dariel tidak nge-freeze? Disana Arin mengenakan pakaian yang cukup seksi. Belahan dada rendah, potongan baju yang pa
Fatma dan Saskia menatap Dewa dan Citra yang cukup diam malam ini. Terlihat jika Citra memang tenang, tapi Dewa kebalikannya, Dewa sangat gugup. "Mas? Kok masih belum dimakan?" tanya Citra pada Dewa. Piring Dewa masih penuh dengan makanan. Biasanya Dewa sangat lahap memakan santapan makan malam dimana menu utama di resto hotel ini adalah steak. Citra sangat tahu jika Dewa sangat menyukai makanan yang berbahan protein itu. "Iya, yang," patuh Dewa. Dewa akhirnya memakan steak itu dengan lahap. "Oh ya Fatma, Saskia nanti anter ke supermarket, yuk. Ada yang mau mbak beli," ajak Citra pada Fatma dan Saskia. "Ok, mbak," Pikiran kotor Fatma dan Saskia berkelana kemana-mana. Apa mbak Citra mau beli kondom, ya? Testpack, mungkin? Ngga mungkin deh, masa ngelakuin sekali langsung buncit. Sehari juga belum. Mungkin mbak Citra mau beli obat kuat buat mas Dewa, tapi emang ada di Swiss? Itulah pikiran-pikiran kotor yang keluar dari kepala Fatma dan Saskia. "Mas, mau ikut, ngga?" tanya Cit
"Sudah 2 hari kita di hotel. Aku bosen, yang...." keluh Dewa pada Citra.Dewa saat ini berada di kamar hotel Citra. Dewa tiduran di kasur dan Citra sedang memainkan ponselnya di sofa.Fatma dan Saskia sedang berada di kamar Fatma. Mereka berdua hanya diam di kamar dan menonton drakor secara marathon."Sabar. Arin kirim chat satu jam yang lalu, dia bilang kalo dia lagi di bandara dan akan boarding satu jam lagi,""Chicago-Swiss berapa jam penerbangan, sih?""Mas cek google aja coba,"Dewa menuruti perintah Citra untuk cek di google. Dia mengambil ponselnya yang dia simpan diatas nakas"WHAT??? 9 JAM????" teriak Dewa dan duduk tiba-tiba.Citra terkejut mendengar teriakan Dewa, dia mengusap dadanya. "Ya ampun, mas. Jangan teriak-teriak gitu. Aku kaget.""Ini 9 jam loh, yang. Iya kalo 9 jam kita langsung jalan-jalan, kalo ngga?" ucap Dewa cemberut.Citra melirik jam yang ada di dinding, "Ya ngga bakalan bisa langsung jalan-jalan. Orang mereka bakalan nyampe hotel tengah malem,""Arrggggh
Andrew berjalan keatas panggung. Suasana ballroom yang awalnya penuh dengan suara berbincang dari para pengusaha itu seketika senyap. Mereka fokus melihat Andrew yang ada disana."Good evening everyone. Thank you for coming to this party that I have organized. Everyone here must be very familiar with the state of HP Group in the past year...." Andrew terdiam dan melihat orang-orang yang ada di ballroom sebelum melanjutkan pidatonya. "Yes, as you all know we were at a low point in our company, but we are grateful that we were able to get through it and still survive. I can say that this is one of our best achievements. Speaking of achievements .... I'm not talking about being ranked as the world's number 1 entrepreneur or anything, but an achievement where we can survive the downturn and even we can still hope to continue to grow. There is no such thing as getting tired and giving up. Cheers." Andrew mengangkat gelas yang berisi red wine yang daritadi dia pegang dan meminumnya sedikit,
Arin berdiri di depan cermin di kamar hotelnya. Gaun yang dia kenakan saat ini adalah gaun dengan model off shoulder berwarna ungu tua dengan gradasi hitam. Rambut Arin hanya disanggul sederhana.Cantik. -- batin Arin tersenyum dengan percaya diri untuk menutupi kegugupan yang sedang dia alami sekarang. Berkali-kali Arin menghembuskan napasnya.Tiba-tiba saja Lili datang dan merangkul pundak Arin. Lili menumpukan kepalanya ka pundak Arin, "Kakak tegang, ya?" tanya Lili terkekeh melihat kegugupan Arin.Arin mengangguk sambil meringis."Tenang aja, kak. Kakak kan udah sering ketemu sama ayah sama om-om nya kak Dariel," tenang Lili beberapa kali mengusap punggung Arin."Kondisinya beda, Li. Meskipun kakak itu sekretarisnya pak Bram, terus kenal pak Frans sama pak Andrew juga tapi ya tetap aja beda. Apalagi pak Andrew yang notabenenya ayah Dariel, bahkan pak Andrew jarang nyapa kakak di hotel. Kalo pak Frans sama pak Bram sih udah sering," keluh Arin.Lili memutar tubuh Arin menghadapnya,
Bandara hari ini cukup ramai, terutama hari ini adalah weekend."Kamu udah coba telpon Saskia?" Tanya Dariel pada Arin. Beberapa kali Dariel cek jam tangan miliknya. Satu jam lagi pesawat akan lepas landas. Memang masih ada waktu, tapi jika datang lebih awal akan lebih baik.Tidak henti-hentinya Arin bertukar pesan dengan Saskia di aplikasi hijau, "Udah, aku lagi chat-an sama Saskia. 15 menit lagi dia nyampe," jawab Arin masih dengan berbalas chat dengan Saskia.Hari ini mereka akan berangkat ke Swiss dan Chicago.Arin, Dariel, Lili, Joni dan Sean akan pergi ke Chicago. Sedangkan Dewa, Citra, Fatma, dan Saskia akan berangkat ke Swiss. Sesuai dengan rencana jika rombongan Chicago akan datang ke Swiss setelahnya.Awalnya Sean akan berangkat bersama keluarga Frans dan Bram, tapi dia akhirnya membatalkannya, karena akan sangat kikuk jika pergi bersama mereka.15 menit berlalu, tapi belum terlihat tanda-tanda kedatangan Saskia.Mereka masih menunggu Saskia di ruang tunggu keberangkatan pes
"Cukup meresahkan mendengar aduan dari tetangga-tetangga disini. Apalagi kalian bukan mahrom," ucap pak RT.Sekarang Arin, Lili, Dariel dan Joni berada di rumah pak RT. Ini merupakan ide Arin untuk mendatangi rumah pak RT, yakni meminta ijin agar Joni dan Dariel bisa menginap di rumah mereka. Awalnya Arin sudah mencoba untuk tidak memikirkan gunjingan-gunjingan para tetangga pagi ini, tapi tetap saja dia merasa salah bagaimanapun Dariel dan Joni bukanlah warga disana."Iya pak, saya mau minta maaf. Saya ingin melakukan ijin tapi karena kami baru sampai jam 2 malam, lalu tadi pagi kami langsung ziarah, jadi baru bisa sekarang untuk melakukan ijin kesini," ringis Arin menyadari kesalahannya."Jika sebelumnya kalian tidak sampai menginap jadi tidak terlalu membuat khawatir warga disini, tapi jika sekarang kalian menginap jadi ya banyak gunjingan sana-sini. Saya pribadi tidak mempermasalahkan jika kalian menginap disini, dengan datangnya kalian meminta ijin pada saya setidaknya saya jadi t
Bab 139 : Ziarah dan perihal kakek-nenekSetelah Arin memijat punggung dan pundak Dariel semalam menggunakan alat pijat lumba-lumba, kondisi tubuh Dariel cukup membaik dari yang awalnya pegal-pegal karena kelelahan menyetir sekarang sudah tidak terlalu pegal. Meskipun masih terasa pegal, tapi tidak seburuk semalam.Jam 7 pagi sekarang. Keadaan rumah Arin cukup ramai. Bukan hanya di dalam rumah, tapi diluar rumah juga sangat ramai. Yup, diluar rumah Arin ada beberapa tetangga yang penasaran dengan siapa yang datang ke rumah Arin, secara disana terparkir mobil mewah dan elegan. Sangat jarang ada mobil mewah yang datang ke desa mereka. Memang beberapa kali Arin dan Lili menggunakan mobil Joni atau Citra saat akan berziarah, tapi mobil Joni dan Citra tidak semewah mobil Dariel.Banyak ibu-ibu yang sengaja nongkrong di sebrang rumah Arin karena saking penasarannya.Lili mengintip dari jendela, "Kak, ngga ada kerjaan banget deh itu ibu-ibu ngeliatin rumah kita," ucap Lili kesalArin yang s
Seperti permintaan Dariel 2 hari lalu, akhirnya Arin, Lili, Dariel dan Joni pergi berangkat ke kampung halaman Arin dan Lili. Dalam keadaan lelah sepulang kerja, Arin dan Lili langsung terlelap tidur di kursi belakang, sedangkan Dariel dan Joni duduk di depan, mata mereka masih melek.Dariel memang sengaja tadi hanya masuk kerja setengah hari. Setelah istirahat makan siang, dia pulang ke rumah untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan Joni. Dia sudah tidak menjadi seorang pemadam kebakaran lagi, tapi dia membantu toko milik keluarganya jadi waktu yang dia miliki juga cukup luang.“Rencana mau lamar Lili kapan?” tanya Dariel pada Joni yang sedang menyetir.“Sudah saya lamar. Kedua orang tua saya sudah melamar Lili pada Arin untuk saya. Jadi sekarang Lili itu tunangan saya, bukan pacar saya.”“Kapan?”“Sudah lama. Bahkan mama yang ngebet ingin Lili jadi istri saya. Dia yang suruh buru-buru.”“Kan sudah dapat lampu hijau buat nikah. Kenapa ngga langsung nikah aja?”“Lili ingin Arin y
Dewa mendapat lemparan bantal.“Bos!”“Gue lagi tidur. Beraninya lo bangunin gue?” teriak Dariel.Bagai singa yang tertidur dan dipaksa bangun. Begitulah Dariel sekarang.Arin, Lili dan Joni kaget mendengar teriakan Dariel dari dalam kamar. Mereka bertiga berbondong menuju kamar Arin.“Apa-apaan ini?” sentak Arin dari pintu kamar. Dia menggeleng melihat bantal tidur miliknya ada di lantai.Arin lihat Dewa hanya diam saja. Begitu juga Dariel. Dariel masih tiduran di atas ranjang Arin.“Wa,” panggil Joni.Dewa melirik ke belakang tubuhnya. Dewa mendekati Arin dan berdiri di belakang Arin.“Bos Dariel lempar bantal ke gue. Padahal gue cuman bangunin dia,” rajuk Dewa dengan wajah memelas. Dewa mengadu pada Arin agar terhindar dari amukan Dariel.“Mas Dewa aku suruh bangunin kamu. Kita makan bareng sekarang,” titah Arin. Setelah mengucapkan itu, Arin melengos dan kembali ke meja makan. Dewa tersenyum pongah ke hadapan Dariel.Sumpah. Dariel kesal setengah mati melihat wajah menyebalkan Dew